Beranda / Rumah Tangga / Menggenggam Awan / Chapter 7 - Perjalanan Sunyi

Share

Chapter 7 - Perjalanan Sunyi

Penulis: Dothe
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-09 15:06:41

Zia menatap lelaki berkemeja tosca itu memasuki mobil cepat. Tangan kanan Zia menggenggam tas belanjaan berisi beberapa keperluan anak mereka. Semua harus Zia terima, karena Zia sudah memilih jalan kelam ini. Membohongi hati seorang wanita yang ia kenal, tidak mudah. Zia dan Wuri sudah kenal cukup baik, Wuri pernah mengajak Zia beserta anaknya jalan bersama ke sebuah taman rekreasi. Wuri terlihat bahagia, karena  anak lelaki Zia dapat mengambil hati Wuri.

***

Dua bulan lalu, saat dimana Awan berhasil mengajukan cuti dan mendapatkan kesempatan untuk membawa serta Zia dalam perjalanan liburan mereka. Wuri mengenal Zia sebagai single mom, dan sebagai asisten Awan di ruang operasi.

Awan melirik ke spion tengah, menatap Zia yang juga menangkap tatapan Awan. Sudah gila memang. Awan berhasil membujuk Wuri untuk ikut serta berlibur ke villa Awan di daerah puncak. Awan mengulum senyum, dalam hatinya bahagia karena kini ia bersama dua wanita yang sama-sama ia cintai. Wuri wanita baik, lembut dan cantik. Awan tidak sanggup bila harus kehilangan Wuri. Namun, Awan juga mengagumi Zia, wanita mandiri yang berhasil menghidupi anaknya seorang diri. Zia memiliki hidung mancung dengan kulit sawo matang, kedua matanya bulat dengan bulu mata lentik, khas wanita India pada umumnya. Ayah Zia merupakan seorang India sedangkan ibunya berasal dari Aceh. Sementara Wuri, adalah seorang wanita berkulit putih, wajahnya oriental dengan mata sedikit sipit, membuat Wuri sangat manis terutama saat tersenyum dan tertawa.

“Sayang, aku haus.”  Tangan kanan Awan meraba,

“Ini,” terdengar dua suara wanita menjadi satu. Wuri memberikan botol air minum milik Awan, sedangkan Zia menyuguhkan air mineral,

“Eh, hm, m-maaf dok, ini ada air mineral,” ucap Zia kikuk karena ikut menyuguhkan Awan air minum.

“Oh, iya, nggak apa-apa mbak Zia, Mas Awan bawa tumbler isi air hangat,” jawab Wuri sambil membukakan tumbler dan mendekatkan diri ke Awan. Awan melirik ke spion, sambil menerima tumbler pemberian Wuri. Awan melihat wajah kecewa Zia.

“Ok, terimakasih sayang,” Awan tersenyum kaku ke arah Wuri.

“Oh ya, Zi, Azzam masih tidur ya? Sayang sekali, padahal pemandangan bagus,” Awan mencairkan suasana. Wuri mengalihkan pandangannya ke tempat duduk Zia di belakang, terlihat Azzam tidur di pangkuan Zia,

“Nyenyak sekali bobok nya ya si kakak,” Wuri tersenyum ke arah Azzam yang masih terpejam.

“Iya, Azzam memang begini kalau di perjalanan. Pasti tidur,” Zia memengusap lembut rambut anak sulungnya.

“Nanti, aku ajak Azzam naik kuda. Kamu mau ikut sayang?” tanya Awan mengalihkan tatapannya sebentar ke Wuri, sebelum kembali lurus menatap lurus ke depan kemudinya,

“Mau dong, aku terakhir naik kuda saat kita bulan madu.” Jawab Wuri, mengusap pundak suaminya,

“Wah, pasti dokter dan Ibu bahagia sekali, bisa kembali bernostalgia dengan tempat bulan madu dulu, ya.” Zia berkata datar,

Wuri tersenyum, sementara Awan terlihat tidak nyaman dengan perkataan Zia. Awan mengerti, Zia pasti merasa cemburu dengan intensitas dan kedekatan dirinya dan Wuri.

“Ya, tentu saja mbak Zia. Mas Awan ini, romantis sekali lho orangnya. Saat itu, aku sempat hapir jatuh dari kuda yang tiba-tiba mengangkat kedua kakinya, untung mas Awan menangkapku,” tawa Wuri pecah, “kamu inget nggak, Mas?” tanya Wuri,

“O-oh, inget dong. Oh ya, kita hampir sampai.” Awan menunjuk jalan depan,

“Wah, alhamdulillah. Azzam, bangun, kita sudah sampai lho..” panggil Wuri penuh antusias. Anak lelaki usia lima tahun itu masih nyenyak dalam tidurnya.

“Mas, aku duluan masuk ya. Aku sakit perut, mau ke toilet dulu. Kamu bantuin mbak Zia angkat Azzam dulu ya ke kamar,” pinta Wuri. Awan mengangguk. Wuri turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam villa milik Awan itu. Setelah memastikan Wuri masuk ke dalam villa, awan membalik wajahnya ke belakang. Terlihat Zia memalingkan wajahnya ke jendela, enggan menatap Awan.

“Zi, aku tau kamu cemburu,” ucap Awan parau,

“Aku nggak apa-apa.” Jawab Zia berbohong,

“Zi, maafkan aku,” ucap Awan menenangkan, menggenggam tangan Zia.

“Sayangku, aku mengajak serta kamu ke sini, karena aku tidak ingin jauh dari kamu dan Azzam,” Awan masih membujuk Zia. Zia masih terdiam.

Awan membuka safety belt, lalu membuka pintunya dan turun dari mobil. Awan berjalan ke belakang, dan membuka pintu tepat di sebelah Zia. Awan menutupnya,

Awan menarik wajah Zia, dan menempelkan bibirnya ke Zia. Zia yang terlihat kaget, menatap Awan yang sudah memejamkan mata. Zia mendorong Awan menjauh,

“Mas, bahaya. Bagaimana kalau…”

Awan tidak perduli, ia kembali melumat bibir Zia, rasa rindu Awan sudah nyaris meledak. Ia tidak lagi bisa menahan kerinduannya dengan wanita di hadapannya ini. Zia membalas serangan Awan, tidak hanya Awan, Zia juga merindukan kehadiran Awan. Zia harus bersabar menunggu Awan mendapatkan alasan untuk bisa bersama dirinya.

 Zia mendorong keras tubuh Awan yang semakin memanas, tidak bisa dibiarkan karena Wuri sudah kembali keluar dari villa. Awan mengusap bibir Zia,

I love you, Zi. Aku sayang sekali dengan kamu.” Bisik Awan. Setelah itu Awan membuka pintu mobil, seraya menggendong Azzam turun dari mobil.

“Pelan-pelan, Mas. Awas Azzam terbangun,” ucap Wuri ketika melihat Awan menggendong Azzam, “kamar untuk Azzam dan Zia sudah disiapkan, di lantai satu Mas, di dekat ruang tamu,” jelas Wuri. Awan mengangguk.

Zia memejamkan mata sejenak, dadanya masih bergetar karena masih teringat dengan serangan mendadak Awan barusan.  Zia mengusap bibirnya, lalu menghembuskan nafas keras.

Oke Zi, tenang, atur keadaanmu sendiri.” Zia berbisik untuk dirinya sendiri,

“Mbak Zia, barang-barangnya sudah bisa di bawa turun. Nanti di bantu Pak Kosim ya, Mbak.”

Zia tersenyum seraya mengangguk canggung. Ada perasaan bersalah setiap melihat Wuri, namun semua sudah terlnjur, hati Zia sudah berlabuh kepada suaminya. Awan berhasil memberikan perhatian yang selama tiga tahun terakhir tidak ia dapatkan dari sosok lelaki.

***

Awan memeluk Wuri yang memejamkan matanya di pelukan suaminya itu.

“Tidurlah, kamu pasti lelah. Aku sudah membuatmu kalah malam ini..” Awan menatap Wuri sambil tersenyum. Wuri menyembunyikan wajahnya di dada Awan,

“Nanti setelah kamu tidur, aku izin merokok sambil minum kopi dengan Pak Kosim ya sayang,”

Wuri menengadahkan kepala, “sejak kapan kamu suka kopi?” tanya Wuri heran,

“Itu hanya istilah, sayang. Pak Kosim kopi, aku teh susu. Aku sudah lama tidak ngobrol dengan Pak Kosim.” Jelas Awan. Pak Kosim adalah penjaga villa miliknya. Pak Kosim memiliki rumah sendiri di belakang villa, ia tinggal sendiri karena anak satu-satunya sedang kuliah di Bandung.

Wuri menganggukkan kepala, “karena kamu sudah membuat aku kalah malam ini, aku izinkan, Mas.” Wuri tersenyum. Awan mengecup singkat bibir Wuri. Wanita tulus di hadapannya berhak mendapatkan kebahagiaan, karena hatinya sudah terbagi dengan Zia. Malam ini, di kepala Awan terfikirkan Zia yang berada di kamar bawah. Awan masih sangat merindukan wanita itu. Waktunya senggangnya padat, karena harus berbagi antara Wuri dan Zia.

Awan menunggu dengan sabar Wuri tertidur. Ia cukup mengenal Wuri. Bila sudah tertidur, Wuri akan tertidur sangat lelap sampai pagi. Awan menatap jam dinidng di kamar, waktu sudah menunjukkan waktu sebelas malam. Ia berharap Azzam sudah tidur, dan Zia belum. Agar ia bisa menuntaskan rasa rindunya. Awan meletakkan kepala Wuri perlahan di atas kasur, menarik selimut hingga pundak. Awan mencium kening Wuri dan berjalan perlahan turun dari tempat tidur. Awan berjalan sangat perlahan, agar tidak membuat kegaduhan yang dapat membangunkan Wuri dari tidurnya. Awan menuruni anak tangga dan membuka perlahan pintu kamar Zia. Awan menutup kembali pintu kamar Zia.

“Mas,” Zia berlari memeluk Awan. Awan membalas,

Tidak menunggu lama, Awan kembali menyerbu bibir tipis Zia. Seperti seorang kelaparan, kedua sejoli itu memautkan diri satu sama lain.

“Aku terus memikirkan kamu. Hatiku sakit, membayangkan kamu dengan istrimu bercinta.” Zia menundukkan kepal.

“Maafkan aku, Zi. Wuri berhak mendapatkan itu. Tapi, aku juga akan memberikan kehangatan yang sama kepadamu,” Awan mengsap kedua rahang Zia, mereka berdua saling tatap,  

“Kamu pasti sudah lelah, Mas. Istirahat saja,” bisik Zia berbohong, Zia jelas tidak ingin Awan istirahat, karena ia sudah menunggu momen ini.

Awan menggeleng, “aku ingin bersama kamu, Zi. Kamu nggak mau? Hm?” tanya Awan memancing, Zia terdiam, “Azzam sudah tidur?” tanya Awan penuh selidik.

Zia mengangguk sambil tersipu malu,

“Baiklah, sekarang giliran Mamanya, akan aku tiduri,” Awan menangkat tubuh Zia. Zia terpekik, kedua tangannya melingkar ke leher Awan yang membopong tubuhnya, “Besiaplah, kamu akan kewalahan malam ini.” Tantang Awan.

“Aku suka tantangan itu.” Zia menanggapi tantangan Awan dengan tatapan nakal, membuat Awan semakin menggebu. Malam sunyi berubah menjadi malam panas penuh nafsu, Awan menumpahkan semua kerinduannya dengan wanita yang sudah ia nikahi siri itu. Zia pasrah, menerima semua perlakuan Awan dengan kebahagiaan penuh.

Bab terkait

  • Menggenggam Awan   Chapter 8 - Rasa Curiga

    Wuri menatap ponsel yang tergeletak di atas meja, ponsel milik Awan yang tidak pernah ia sentuh. Banyak hal yang ingin ia tau tentang Awan, terlebih akhir-akhir ini ada kejanggalan tak biasa yang Wuri rasakan dari Awan. Biasanya, Wuri merasa tenang mendengar jawaban yang diberikan Awan. Namun, beberapa waktu ini berubah. Wuri tidak lagi meyakini semua jawaban Awan. “Lihat saja, ini.” Awan memperhatikan wajah istrinya yang menatap lama ke arah ponsel miliknya lalu menyuguhkan tepat di hadapan Wuri. Wuri tertegun, seraya menggelengkan kepala, “aku tidak pernah melarangmu untuk melihat isi ponselku, kan?” Awan meyakinkan. Wuri mengangguk, “aku hanya melamun tadi.” Wuri berbohong. Wuri beranjak bangun dan berjalan menjauhi Awan yang masih duduk bersandar di sandaran tempat tidur dengan buku di tangannya. “Kamu curiga denganku?” terka Awan, “Kamu kenapa bertanya begitu?” Wuri menghentikan langkahnya, lalu balik bertanya. “Aku rasa, beberapa kali kamu sudah menunjukkan gelagat kecuriga

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-11
  • Menggenggam Awan   Chapter 1 - Awal Perjalanan

    Kamu tahu, senja itu juga punya mendung, bahkan ia memiliki hujan. Jangan kamu berpaling hanya karena keduanya hadir. Senja akan kembali indah, setelah itu (Wuri-MA) Foto-foto meriahnya pesta, wajah tegang Awan dan Wuri berhadapan dengan ayah Wuri yang saat itu masih sehat dan masih bisa menggenggam tangan Awan gagah. Kejadian indah lima belas tahun lalu itu masih indah terekam di benak Wuri. Semua foto itu ia tarik dari semua media sosialnya, karena Wuri tidak mau semua teman-temannya masih menyangka rumah tangga mereka masih seperti dulu. Harmonis, saling mengisi dan menerima. Tapi, pada kenyataannya, Awan telah melakukan hal yang membuat Wuri tidak bisa berbuat apapun. Awan meminta izin untuk berpoligami, dengan alasan, ia ingin mendapatkan keturunan setelah delapan tahun mereka berharap bersama. Awan meminta izin bersama Zia, wanita berhijab itu sudah memiliki seorang anak lelaki, dan Awan meyakini

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-25
  • Menggenggam Awan   Chapter 2 - Semua Bermula

    Jangan abaikan pertemuan. Dari pertemuan, mengajarkan cara menilai, cara berprasangka hingga cara mencinta. (Wuri-MA)“Kamu siapa?” Pertanyaan Khoirul kepada putri bungsunya itu membuat seluruh badan Wuri membeku.Pada awalnya ayah hanya mengeluh kalau perilakunya sering tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan. Beberapa waktu lalu, ketika Khoirul ingin mengambil air minum di atas meja, ia berniat menggapai cangkir di hadapannya, namun tangannya sangat sulit bergerak mengikuti apa yang ia inginkan.Wuri mengira, itu hanya bentuk manja ayahnya yang biasa diperlakukan manja oleh ibu saat ia masih hidup. Sepeninggalan Lista, ibu Wuri, Wuri tidak bisa memberikan perhatian lebih kepada Khoirul. Setengah waktu Wuri ia habiskan di kantor, terlebih karirnya sedang meroket akhir-akhir ini. Banyak client yang menyukai konsep yang selalu ia presentasikan, itu membuat Wuri hanya bisa menitipkan ayah kepada Bik Imah, asisten rumah ta

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-29
  • Menggenggam Awan   Chapter 3 - Lamaran

    Dia adalah pensil, sedangkan hatiku adalah kanvasnya. Kehidupan Wuri bagai dua mata pisau. Satu sisi ia harus berjalan bersama Khoirul dalam menghadapi tumor ganas yang dengan cepat menggerogoti kepalanya. Satu sisi Wuri menemukan kebahagiaan pada tiap hari yang ia lalui, karena Awan selalu berhasil menghiasi setiap harinya. Wuri mungkin terlihat seperti kembali ke delamapan tahun lalu, saat ia berusia tujuh belas taun. Ketika itu, Wuri untuk pertama kalinya jatuh cinta, Wuri dibuat sulit tidur karenanya. Wuri kembali mengalami hal yang sama ketika bersama Awan. Setiap saat, Awan selalu menyempatkan diri untuk menghubungi Wuri. Di sela pekerjaannya di ruang operasi, saat jam istirahat, sampai diwajtu jeda ia menghadapi konsulen, saat ujian.“Aku sudah menelepon Ibuku, meminta doa. Agar ujianku lancar.” Bisik Awan,“Hm, lalu..?” tanya Wuri, belum apa-apa, di ujung telepon Wurin sudah menyunggingkan

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-04
  • Menggenggam Awan   Chapter 4 - Desakan Mertua

    Menikah adalah bersiap menghadapi rintik sampai hujan badai. Wuri tersenyum melihat Awan dengan tingkah kikuknya. Ia tau, Awan teringat dengan malam pertama yang baru saja mereka lakukan. Malam yang indah dan penuh kejutan. Awan mendadak bertingkah seperti anak kecil yang harus dibimbing. Wuri teringat pesan Khoirul yang membisikkan sesuatu, bahwa pernikahan adalah pintu, dimana kamu akan dihadapi dengan beribu pristiwa, pristiwa yang disebabkan karenamu, karena suamimu, karena keluargamu, atau karena yang lain. Khoirul berpesan bahwa semuanya adalah pilihan Yang Kuasa untuk mematangkan langkah kita sebagai sepasang suami istri. Waktu berjalan begitu saja. Awan matang sebagai dokter spesialis anastesi yang menjadi andalan beberapa rumah sakit. Pekerjaannya sebagai dokter ahli bius menuntut Awan selalu pulang bekerja dan berangkat dengan waktu tidak menentu. Pagi sampai siang, adalah waktu wajib Awan bekerja. Sedangkan waktu lain adalah wakt

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-06
  • Menggenggam Awan   Chapter 5 - Kegundahan yang Sama

    Yang dapat menghapus mendung, hanya hujan. Wuri duduk terbangun. Ia mengusap dadanya perlahan. Baru saja ia terbangun karena mimpi buruk yang terasa sangat nyata. Wuri melihat Awan sedang mencumbu wanita lain di hadapannya. Awan terlihat begitu bahagia dengan wanita itu di dalam mimpinya. Wuri mengusap sisa air mata yang jatuh tanpa ia sadari, lalu menarik ponsel yang tergeletak di samping tempatnya terlelap. Ia bhangun kesiangan hari ini, jam di ponsel sudah menunjukkan jam tujuh pagi. Wuri melihat tempat tidur di sampingnya, belum ia dapati Awan. Awan belum pulang. Wuri membuka sebuah pesan di ponselnya, terlihat dari Awan. “Setelah apel dan rapat direksi, aku pulang. Aku rencananya akan mampir ke rumah Mama. Kamu jemput di rumah Mama ya, karena mobilku di bengkel, ada masalah di karburatornya.” Benar dugaan Wuri, Awan belum pulang sampai pagi ini. Melihat pesan Awan yang mengajak Wuri untuk kembali mengunjungi Ratih, Wuri teringat dengan perkataan Ratih. Ada perasaan takut yang hi

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-03
  • Menggenggam Awan   Chapter 6 - Wewangian Laundry

    Dahaga tidak bisa terobati hanya dengan setetes embun. Satu jam setelah Wuri menanyakan wangi pada baju Awan. Jawaban Awan tidak membuat Wuri puas, Awan mengatakan mungkin saja parfum laundry yang Wuri gunakan. Namun tidak begitu yang sering penghidu Wuri tangkap. Laundry rumah sakit tidak ada yang semewah itu. "Sayang, masih memikirkan wangi?" Tanya Awan yang duduk di samping Wuri. Wuri menggeleng dengan wajah datar. Awan menghirup nafas panjang, lalu mengeluarkannya perlahan. "Aku hampir enam jam di ruang OK*, kemejaku tergantung di ruangan. Wangi yang kamu hirup, bisa saja dari parfum ruangan yang tersemprot lima menit sekali, atau dari...""Iya, aku tidak masalah dengan itu." Wuri memotong penjelasan Awan dan tersenyum seraya mengusap pipi suaminya. "Kamu belum mau pulang?" Tanya Wuri. "Mau. Ada apa? Kamu mau pergi dengan Gian dan Umara?" Awan balik bertanya. "Kamu gak kangen aku?" Wuri menatap Awan sinis. "Hahaha.." tawa Awan pecah mendengar pertanyaan Wuri. Awan memeluk W

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11

Bab terbaru

  • Menggenggam Awan   Chapter 8 - Rasa Curiga

    Wuri menatap ponsel yang tergeletak di atas meja, ponsel milik Awan yang tidak pernah ia sentuh. Banyak hal yang ingin ia tau tentang Awan, terlebih akhir-akhir ini ada kejanggalan tak biasa yang Wuri rasakan dari Awan. Biasanya, Wuri merasa tenang mendengar jawaban yang diberikan Awan. Namun, beberapa waktu ini berubah. Wuri tidak lagi meyakini semua jawaban Awan. “Lihat saja, ini.” Awan memperhatikan wajah istrinya yang menatap lama ke arah ponsel miliknya lalu menyuguhkan tepat di hadapan Wuri. Wuri tertegun, seraya menggelengkan kepala, “aku tidak pernah melarangmu untuk melihat isi ponselku, kan?” Awan meyakinkan. Wuri mengangguk, “aku hanya melamun tadi.” Wuri berbohong. Wuri beranjak bangun dan berjalan menjauhi Awan yang masih duduk bersandar di sandaran tempat tidur dengan buku di tangannya. “Kamu curiga denganku?” terka Awan, “Kamu kenapa bertanya begitu?” Wuri menghentikan langkahnya, lalu balik bertanya. “Aku rasa, beberapa kali kamu sudah menunjukkan gelagat kecuriga

  • Menggenggam Awan   Chapter 7 - Perjalanan Sunyi

    Zia menatap lelaki berkemeja tosca itu memasuki mobil cepat. Tangan kanan Zia menggenggam tas belanjaan berisi beberapa keperluan anak mereka. Semua harus Zia terima, karena Zia sudah memilih jalan kelam ini. Membohongi hati seorang wanita yang ia kenal, tidak mudah. Zia dan Wuri sudah kenal cukup baik, Wuri pernah mengajak Zia beserta anaknya jalan bersama ke sebuah taman rekreasi. Wuri terlihat bahagia, karena anak lelaki Zia dapat mengambil hati Wuri.***Dua bulan lalu, saat dimana Awan berhasil mengajukan cuti dan mendapatkan kesempatan untuk membawa serta Zia dalam perjalanan liburan mereka. Wuri mengenal Zia sebagai single mom, dan sebagai asisten Awan di ruang operasi.Awan melirik ke spion tengah, menatap Zia yang juga menangkap tatapan Awan. Sudah gila memang. Awan berhasil membujuk Wuri untuk ikut serta berlibur ke villa Awan di daerah puncak. Awan mengulum senyum, dalam hatinya bahagia karena kini ia bersama dua wanita yang sama-sama ia cintai. Wuri wanita baik, lembut da

  • Menggenggam Awan   Chapter 6 - Wewangian Laundry

    Dahaga tidak bisa terobati hanya dengan setetes embun. Satu jam setelah Wuri menanyakan wangi pada baju Awan. Jawaban Awan tidak membuat Wuri puas, Awan mengatakan mungkin saja parfum laundry yang Wuri gunakan. Namun tidak begitu yang sering penghidu Wuri tangkap. Laundry rumah sakit tidak ada yang semewah itu. "Sayang, masih memikirkan wangi?" Tanya Awan yang duduk di samping Wuri. Wuri menggeleng dengan wajah datar. Awan menghirup nafas panjang, lalu mengeluarkannya perlahan. "Aku hampir enam jam di ruang OK*, kemejaku tergantung di ruangan. Wangi yang kamu hirup, bisa saja dari parfum ruangan yang tersemprot lima menit sekali, atau dari...""Iya, aku tidak masalah dengan itu." Wuri memotong penjelasan Awan dan tersenyum seraya mengusap pipi suaminya. "Kamu belum mau pulang?" Tanya Wuri. "Mau. Ada apa? Kamu mau pergi dengan Gian dan Umara?" Awan balik bertanya. "Kamu gak kangen aku?" Wuri menatap Awan sinis. "Hahaha.." tawa Awan pecah mendengar pertanyaan Wuri. Awan memeluk W

  • Menggenggam Awan   Chapter 5 - Kegundahan yang Sama

    Yang dapat menghapus mendung, hanya hujan. Wuri duduk terbangun. Ia mengusap dadanya perlahan. Baru saja ia terbangun karena mimpi buruk yang terasa sangat nyata. Wuri melihat Awan sedang mencumbu wanita lain di hadapannya. Awan terlihat begitu bahagia dengan wanita itu di dalam mimpinya. Wuri mengusap sisa air mata yang jatuh tanpa ia sadari, lalu menarik ponsel yang tergeletak di samping tempatnya terlelap. Ia bhangun kesiangan hari ini, jam di ponsel sudah menunjukkan jam tujuh pagi. Wuri melihat tempat tidur di sampingnya, belum ia dapati Awan. Awan belum pulang. Wuri membuka sebuah pesan di ponselnya, terlihat dari Awan. “Setelah apel dan rapat direksi, aku pulang. Aku rencananya akan mampir ke rumah Mama. Kamu jemput di rumah Mama ya, karena mobilku di bengkel, ada masalah di karburatornya.” Benar dugaan Wuri, Awan belum pulang sampai pagi ini. Melihat pesan Awan yang mengajak Wuri untuk kembali mengunjungi Ratih, Wuri teringat dengan perkataan Ratih. Ada perasaan takut yang hi

  • Menggenggam Awan   Chapter 4 - Desakan Mertua

    Menikah adalah bersiap menghadapi rintik sampai hujan badai. Wuri tersenyum melihat Awan dengan tingkah kikuknya. Ia tau, Awan teringat dengan malam pertama yang baru saja mereka lakukan. Malam yang indah dan penuh kejutan. Awan mendadak bertingkah seperti anak kecil yang harus dibimbing. Wuri teringat pesan Khoirul yang membisikkan sesuatu, bahwa pernikahan adalah pintu, dimana kamu akan dihadapi dengan beribu pristiwa, pristiwa yang disebabkan karenamu, karena suamimu, karena keluargamu, atau karena yang lain. Khoirul berpesan bahwa semuanya adalah pilihan Yang Kuasa untuk mematangkan langkah kita sebagai sepasang suami istri. Waktu berjalan begitu saja. Awan matang sebagai dokter spesialis anastesi yang menjadi andalan beberapa rumah sakit. Pekerjaannya sebagai dokter ahli bius menuntut Awan selalu pulang bekerja dan berangkat dengan waktu tidak menentu. Pagi sampai siang, adalah waktu wajib Awan bekerja. Sedangkan waktu lain adalah wakt

  • Menggenggam Awan   Chapter 3 - Lamaran

    Dia adalah pensil, sedangkan hatiku adalah kanvasnya. Kehidupan Wuri bagai dua mata pisau. Satu sisi ia harus berjalan bersama Khoirul dalam menghadapi tumor ganas yang dengan cepat menggerogoti kepalanya. Satu sisi Wuri menemukan kebahagiaan pada tiap hari yang ia lalui, karena Awan selalu berhasil menghiasi setiap harinya. Wuri mungkin terlihat seperti kembali ke delamapan tahun lalu, saat ia berusia tujuh belas taun. Ketika itu, Wuri untuk pertama kalinya jatuh cinta, Wuri dibuat sulit tidur karenanya. Wuri kembali mengalami hal yang sama ketika bersama Awan. Setiap saat, Awan selalu menyempatkan diri untuk menghubungi Wuri. Di sela pekerjaannya di ruang operasi, saat jam istirahat, sampai diwajtu jeda ia menghadapi konsulen, saat ujian.“Aku sudah menelepon Ibuku, meminta doa. Agar ujianku lancar.” Bisik Awan,“Hm, lalu..?” tanya Wuri, belum apa-apa, di ujung telepon Wurin sudah menyunggingkan

  • Menggenggam Awan   Chapter 2 - Semua Bermula

    Jangan abaikan pertemuan. Dari pertemuan, mengajarkan cara menilai, cara berprasangka hingga cara mencinta. (Wuri-MA)“Kamu siapa?” Pertanyaan Khoirul kepada putri bungsunya itu membuat seluruh badan Wuri membeku.Pada awalnya ayah hanya mengeluh kalau perilakunya sering tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan. Beberapa waktu lalu, ketika Khoirul ingin mengambil air minum di atas meja, ia berniat menggapai cangkir di hadapannya, namun tangannya sangat sulit bergerak mengikuti apa yang ia inginkan.Wuri mengira, itu hanya bentuk manja ayahnya yang biasa diperlakukan manja oleh ibu saat ia masih hidup. Sepeninggalan Lista, ibu Wuri, Wuri tidak bisa memberikan perhatian lebih kepada Khoirul. Setengah waktu Wuri ia habiskan di kantor, terlebih karirnya sedang meroket akhir-akhir ini. Banyak client yang menyukai konsep yang selalu ia presentasikan, itu membuat Wuri hanya bisa menitipkan ayah kepada Bik Imah, asisten rumah ta

  • Menggenggam Awan   Chapter 1 - Awal Perjalanan

    Kamu tahu, senja itu juga punya mendung, bahkan ia memiliki hujan. Jangan kamu berpaling hanya karena keduanya hadir. Senja akan kembali indah, setelah itu (Wuri-MA) Foto-foto meriahnya pesta, wajah tegang Awan dan Wuri berhadapan dengan ayah Wuri yang saat itu masih sehat dan masih bisa menggenggam tangan Awan gagah. Kejadian indah lima belas tahun lalu itu masih indah terekam di benak Wuri. Semua foto itu ia tarik dari semua media sosialnya, karena Wuri tidak mau semua teman-temannya masih menyangka rumah tangga mereka masih seperti dulu. Harmonis, saling mengisi dan menerima. Tapi, pada kenyataannya, Awan telah melakukan hal yang membuat Wuri tidak bisa berbuat apapun. Awan meminta izin untuk berpoligami, dengan alasan, ia ingin mendapatkan keturunan setelah delapan tahun mereka berharap bersama. Awan meminta izin bersama Zia, wanita berhijab itu sudah memiliki seorang anak lelaki, dan Awan meyakini

DMCA.com Protection Status