Share

Mengembalikan Senyum Bidadari
Mengembalikan Senyum Bidadari
Автор: Shafira Prameswari

Bab 1 Permohonan maaf

last update Последнее обновление: 2022-05-24 18:28:02

“Maafkan saya, Mbak. Maaf atas perbuatan saya yang sengaja menyakiti Mbak dan anak-anak. Saya menyesal ….” Suara isak tangis seorang wanita terdengar dari sebuah kontrakan kecil padat penduduk. Rosa tak sanggup menahan buliran air mata yang jatuh di pipi kala memohon ampunan dari Alina Cahya Kirani, wanita yang sudah ia rebut suaminya.

“Bertahun-tahun saya mencari, sekarang saya bahagia bisa bertemu kembali denganmu, Mbak.”

Wanita berhijab syar’i itu bangkit kemudian duduk bersimpuh di kaki wanita yang dulu berhasil ia singkirkan.

Diraihnya tangan wanita yang duduk di kursi itu lalu menciumnya. “Maafkan saya, maaf … selama ini saya tak bisa hidup dengan tenang. Jujur, walaupun saya berhasil mendapatkan Mas Pandu, tapi saya tak bahagia, Mbak.”

Alina tak mampu berkata-kata, begitu banyak kesedihan, kekecewaan dan luka yang membuat mulutnya terkunci. Masih bisa dirasakannya ketika tangan dingin Rosa dan tetesan air mata jatuh di kulit tangannya yang kini terasa kasar karena perjuangan hidup.

Perlahan Alina melepaskan genggaman tangan wanita yang sangat dibencinya. Wanita yang berhasil menyingkirkannya sebagai istri pertama Pandu Dirgantara dan menjadi satu-satunya ratu yang bertahta di hati Pandu.

Alina menatap datar wanita di hadapannya, mencari kejujuran dan penyesalan dari sorot mata yang berkaca-kaca itu. “Pulanglah! Semua sudah usai,” lirih Alina yang mampu membuat Rosa terhenyak seketika. Rosa merasa tertampar oleh kata-kata yang tak kasat mata hingga perihnya mampu menggetarkan jantung.

Alina bangkit melangkahkan kaki lemahnya menuju kamar yang menjadi saksi air mata dan kepedihan hidup yang ia jalani selama ini.

“Mbak.”

“Pergi!”

Air mata Rosa jatuh tak terbendung mendengar kata-kata yang mengingatkannya pada masa kejayaannya dulu. Ketika Pandu, laki-laki yang sangat ia cintai mengucapkan kata ‘pergi’ pada istri yang telah ia cerai. Kala itu Rosa sangat bahagia menjadi wanita terpilih.

Sekarang, kata itu kembali terucap tapi dari orang yang berbeda, sangat sakit ketika gelombang suara begitu jelas terdengar oleh indra pendengarannya.

Sebelum beranjak pergi, netranya memindai kondisi kontrakan yang sangat sederhana, kecil, sumpek tanpa peralatan elektronik yang mewah. Ia tak bisa membayangkan bagaimana mereka menjalankan roda kehidupan selama bertahun-tahun. Sementara dia dan laki-laki yang ia rebut hidup bergelimang harta.

Rosa melangkah gontai seraya mengusap air mata di pipi. Ia berjalan lemah meninggalkan petakan rumah tanpa halaman. Sesekali wajahnya menengadah ke atas, menatap langit agar mampu membendung air mata penyesalan supaya tak lagi menetes.

Langkah Rosa terhenti ketika matanya bersiborok dengan seorang gadis remaja. Bibirnya tersenyum menatap gadis cantik dengan wajah bak replika sang suami. Ia yakin, dia adalah Zea, putri kandung suaminya dengan Alina.

Sesaat gadis delapan belas tahun itu membalas senyumnya hingga menampakkan deretan giginya yang rapi. Rosa bahagia tapi, hal itu tak berlangsung lama ketika senyum Zea hilang dan berganti dengan tatapan tak bersahabat. Jelas terlihat jika gadis itu telah menyadari kehadirannya.

“Zea, apa kabar?” tanya Rosa memecah kecanggungan di antara mereka.

Perlahan Rosa mendekat. Enam tahun telah membuatnya tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik jelita.

Rosa memindai penampilan gadis delapan belas tahun itu dari atas sampai ke bawah. Perlahan netra Rosa mengabut ketika melihat kenyataan di depan mata. Baju sekolah yang melekat di tubuh itu warnanya mulai memudar, tas lusuh berisikan buku pelajaran bertengger di punggungnya yang rapuh serta sepatu usang dengan sedikit robekan di ujung jempol.

Tangan Rosa terulur ingin membelai wajah cantik Zea tapi, seketika ditepis kasar.

“Aku masih ingat siapa Tante.” Netra gadis itu menyorot tajam hingga mata sayu Rosa yang kian mengabut tak sanggup menantangnya.

“Sampai kapanpun, kami takkan pernah lupa, jadi jangan pura-pura baik di hadapanku!”

Rosa membeku, dulu ia tak peduli bagaimana semua orang mencaci dan memakinya sebagai perebut suami orang, tapi sekarang, hatinya terasa sakit ketika seorang gadis remaja mengeluarkan amarahnya.

“Mau apa ke sini? Ingin memperlihatkan kemenangan Tante atau ingin mencelakakan mamaku?”

Rosa menggeleng, ia tak menyangka, niat baik yang ingin ia tawarkan malah diuji dengan penolakan yang menyakitkan.

Dengan langkah cepat, Zea berlari pulang meninggalkan Rosa. Ia takut wanita itu datang untuk membuat sang ibu menangis. Tapi, langkahnya dipaksa berhenti kemudian membalikkan badan pada wanita yang masih terpaku menatapnya. “Jika terjadi apa-apa dengan mama, jangan harap aku akan memaafkan, Tante. Dulu, aku masih kecil dan belum bisa berbuat apa-apa. Tapi sekarang aku sudah dewasa, Tante!” teriak Zea kemudian berlalu pergi meninggalkan perempuan yang menatapnya pilu.

Tangis Rosa pecah, ternyata kejahatannya dulu masih membekas di ingatan Zea. Walaupun telah enam tahun berlalu tak menghapus jejak kekejamannya. Tidakkah mereka lihat bahwa yang berdiri di hadapannya bukanlah Rosa yang dulu, tapi Rosa yang telah hijrah. Bertahun-tahun ia panjatkan do’a pada sang maha pemaaf agar bisa menebus semua dosa masa lalunya.

Rosa menghapus air mata di pipi. Ia tak ingin warga melihat apa yang telah terjadi. Dengan langkah cepat wanita itu berjalan menuju sebuah mobil sedan yang telah menunggu di ujung gang.

“Kita berangkat, Bu?” tanya Pak Maman, sopir pribadinya.

“Iya, Pak. Langsung pulang.”

Laki-laki paruh baya itu mulai menyalakan mesin lalu membawa kendaraan mewah itu membelah jalanan ibukota. Sesekali matanya menangkap tangis sang majikan yang duduk di jok belakang tapi laki-laki itu hanya diam tanpa berani bertanya apa yang sedang terjadi?

***SPW***

Pandu Dirgantara menarik laci meja kerja kemudian mengeluarkan sebuah foto keluarga. Jarinya mengusap wajah-wajah bahagia yang tergambar di sana. Seorang wanita cantik berdiri di sebelahnya beserta kedua anak mereka, Zea dan Zyan. Mereka tersenyum, tak ada kesedihan atau kisah pilu menggelayuti hati. Ya .., karena itu terjadi beberapa bulan sebelum Pandu menorehkan kisah sedih berakhir duka.

Mata laki-laki itu berkaca-kaca menatap foto yang telah berusia tujuh tahun itu. Lamunannya berkelana pada masa silam. Tentang indahnya hidup berumah tangga tanpa Rosa, si orang ketiga.

“Nanti kalau sudah besar, Zea mau menjadi dokter, agar bisa mengobati orang sakit, menjaga mama dan papa supaya sehat sampai kakek nenek nantinya,” celoteh Zea kecil ketika memperlihatkan deretan nilai yang begitu membanggakan.

“Aamiin, Semoga suatu saat nanti Zea menjadi dokter yang cantik dan baik hati,” doa Alina mengiringi harapan putrinya.

Pandu tersenyum, matanya menoleh pada sang putra yang duduk di salah satu sofa di ruang keluarga. “Kalau Zyan menjadi pengusaha saja, meneruskan usaha papa biar semakin berkembang. Nanti, setelah lulus SMA akan papa ajak bergabung di perusahaan, semakin cepat kamu belajar, semakin pintar kamu berbisnis,” ucap Pandu bangga.

“Lalu papa ngapain?” kembali Zea berciloteh.

Laki-laki itu memeluk pundak sang istri lalu menciumnya. “Menghabiskan masa tua bersama bidadari papa yang cantik ini.”

Alina terkekeh menatap sang suami. Senyum menawannya begitu indah menggetarkan bongkahan hati di dada Pandu. “Kalau sudah tua, nggak cantik lagi, Pa. Rambut akan memutih, kulit keriput dan perlahan gigi akan copot satu persatu,” sela Alina.

Pandu menatap sang istri dengan penuh cinta. Perlahan dibelainya rambut sepunggung itu lembut. “Walaupun fisikmu sudah berubah, tapi satu yang takkan berubah. Cintaku padamu.”

‘Duarr…’

Suara petir menggelegar, memutus lamunan Pandu Dirgantara. Segera ia simpan bingkai kaca yang melindungi foto keluarga kecilnya dulu. Perlahan kaki jenjang itu bangkit kemudian berdiri menatap jendela kaca yang menampakkan hujan turun deras berteman gemuruh dari langit.

Dadanya sesak, air matanya jatuh bersamaan dengan air hujan yang turun ke bumi. Tak terhitung berapa banyak penyesalan karena perbuatannya. Ia pikir melepaskan Alina akan membuatnya tenang dan bahagia. Ternyata ia salah, kehilangan begitu ia rasakan ketika wanita itu pergi membawa separuh hidupnya.

Комментарии (1)
goodnovel comment avatar
Dian Rahmat
jadi si ayah gak membiayai anaknya ya. bener2 gak bertanggung jwb
ПРОСМОТР ВСЕХ КОММЕНТАРИЕВ

Related chapter

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Bab 2 Kalian Dimana?

    Pandu berjalan mendekati jendela, tangannya terulur membuka jendela hingga mengundang tetesan-tetesan air membasahi wajahnya yang bersatu dengan air mata. Tak dihiraukannya tubuh tegap itu dihempas angin dingin hingga menusuk ke tulang. Jika dengan ini bisa membasuh luka hatinya, ia akan lakukan. “Kalian di mana?” lirih Pandu menatap pucuk cemara yang terombang ambing angin. Pikirannya kembali menerawang pada keluarga kecilnya yang dulu ia campakkan. “Apakah kalian baik-baik saja di luaran sana?” Tubuh tegap itu tumbang, jatuh di hamparan lantai granit yang dingin. Setiap kali mengingat ketiganya, ia begitu cemas. Entah bagaimana mereka bertahan, bahkan mereka pergi tanpa membawa apapun yang seharusnya menjadi milik mereka. Pandu takkan bisa memaafkan dirinya jika hal buruk terjadi pada orang-orang terkasihnya.“Pulanglah, papa rindu kalian.”***SPW***Rosa menatap sayu sang suami yang duduk bersandar di dinding dengan kedua tangan memijit kepala. Walaupun tak pernah bertanya tapi i

    Последнее обновление : 2022-05-24
  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Bab 3 Keinginan Rosa

    Sebelum ke kelas, Zea menuju kantin sekolah. Pagi hari kondisi kantin masih sepi. Zea mengeluarkan roti goreng kemudian meletakkannya di dalam rak keranjang yang tak jauh dari etalase. “Semuanya lima puluh bungkus, Bu,” ucap Zea pada wanita yang sedang membersihkan kantin.“Ya, semoga habis lagi, sepertinya sudah banyak yang menyukai roti gorengmu, Zea.” “Alhamdulillah, Bu.”Beberapa siswa mulai berdatangan ke kantin. Kebanyakan dari mereka membeli kue atau roti sebagai pengganjal perut karena belum sarapan. Zea yang melihat Bu Sarmi mulai kerepotan melayani siswa mencoba membantu. Ia meneruskan pekerjaan Bu Sarmi membersihkan kantin.“Hai, Zee!” sapa Bryan yang tiba-tiba datang lalu duduk di salah satu kursi. Laki-laki itu selalu memplesetkan nama Zea dengan Zee setiap kali memanggil gadis itu. “Rajin banget lo bantuin Bu Sarmi,” celetuknya.“Ini lebih berguna dari pada ngegibahin orang atau kabur saat pelajaran berlangsung.”“Lo nyindir gue?”“Enggak, lo aja yang baperan.”Bryan b

    Последнее обновление : 2022-05-24
  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Bab 4 Mencari Mereka

    Kedatangan Pandu di salah satu Villa miliknya membuat si penjaga villa kaget. Tak biasanya laki-laki itu bermalam di sini, apalagi datang larut malam, sendirian saat cuaca sedang tak bersahabat. Biasanya Pandu akan menghubunginya melalui telepon untuk menanyakan pertanyaan yang sama.“Mereka tidak pernah ke sini?” tanya Pandu basa basi, karena ia pun sudah tau jawabannya. “Tidak pernah, Pak.”Laki-laki itu menghela napas kasar kemudian menghempaskan tubuhnya di sofa. Semenjak Alina dan kedua anaknya pergi, ia merasa seperti orang terbuang. Sepi dan tak bergairah. Padahal Pandu memiliki segalanya. Istri yang cantik, harta berlimpah dan sahabat yang banyak. Tapi, semua tak mampu mengisi kekosongan hatinya. Ia terbebani memikirkan hidup Alina setelah mereka berpisah. Apalagi kedua orang tua Alina telah meninggal, Alina hanya lulusan SMA dan tak punya pekerjaan. Alina memiliki seorang paman. Orang kepercayaan Pandu telah menyelidikinya dan menyatakan bahwa Alina dan anak-anaknya tidak a

    Последнее обновление : 2022-05-24
  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 5 Hati yang Rapuh

    Zea merasa curiga ketika Alina belum juga bangkit dari tempat tidur. Selepas sholat shubuh wanita itu kembali bergulung dalam selimut. Ini bukanlah kebiasaan Alina. Wanita itu pekerja keras dan bersemangat dalam mencari nafkah.“Mama kenapa?”“Kepala mama pusing Zea,” keluh Alina sambil memijit kepalanya yang terasa berputar. “Zea bikinkan teh ya, Ma.” Gadis itu segera ke dapur, memasak air di panci kecil kemudian menyeduh teh untuk Alina.Zea meletakkan secangkir teh tak jauh dari Alina berbaring. Ia bergegas ke dapur, mengambil adonan roti yang telah mengembang lalu menggorengnya. Untung saja saat ini libur sekolah, jadi Zea punya waktu untuk mengambil alih pekerjaan Alina.“Mama mana?” tanya Zyan yang baru saja pulang sholat subuh dari masjid. “Nggak enak badan, Mas.”Laki-laki itu bergegas menuju kamar Alina. Ia berjalan mendekat lalu duduk di kasur lusuh yang terhampar di lantai. Tangan Zyan bergerak menyentuh dahi sang ibu memastikan wanita itu baik-baik saja.“Mama pusing, ha

    Последнее обновление : 2022-05-24
  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 6 Menantu Bodoh

    Rosa tak bersemangat memeriksa hasil penjualan busana muslim yang ia kelola. Busana syar’i yang sedang ia produksi berkembang pesat. Ia telah memiliki banyak mitra dalam pembuatan sampai penjualan busana muslim yang diberi nama ‘Rose’. Namun sayang, kesuksesannya sebagai entrepreneur muda tak semulus kehidupan rumah tangganya. Orang melihat kehidupannya baik-baik saja, apalagi Pandu tak pernah terlibat main hati dengan wanita lain. Rosa terlalu pintar menutupi semua, bahkan banyak sahabatnya yang meminta tips pada Rosa bagaimana cara dicintai suami.Namun di balik itu, ada saja orang yang tak pernah melepaskan pandangannya sebagai pelakor meskipun ia sudah hijrah. Terlebih, saudara-saudara Pandu yang membencinya karena menyebabkan Alina dan keponakan mereka harus menyingkir.“Permisi. Ibu, ada yang ingin bertemu,” ucap Priska, asisten Rosa.“Ya, baik.” Wanita itu bangkit, kemudian berjalan menuju butik. Pandangannya tertuju pada seorang wanita paruh baya yang duduk di sofa. “Ibu.” Ros

    Последнее обновление : 2022-07-14
  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Bab 7

    Alina dan kedua anaknya pindah ke tempat kontrakan baru. Ia sengaja mengangkut barang-barang di malam hari. Lagi pula, tak banyak barang bawaan yang mereka punya. Dibantu temannya Melvin, Zyan mengangkutnya beberapa kali bolak-balik. “Ibu pindah ke mana?” tanya si pemilik kontrakan, ketika Alina mengembalikan kunci.“Jauh, Bu.” Alina sengaja tak menyebutkan di mana tempat tinggalnya yang baru. Jika suatu saat Rosa kembali mencari, wanita itu tak bisa menemui mereka. “Terima kasih banyak, ya, Bu. Mohon maaf jika saya dan anak-anak punya salah.”“Sama-sama, Bu. Ibu dan anak-anak sangat baik, saya menjadi sedih Ibu pindah.”Keduanya berpelukan, sebelum Alina pergi. Zea dibonceng Zyan menggunakan motor bebek miliknya, sedangkan Alina dibonceng Melvin. Setengah jam berlalu, mereka sampai di sebuah kontrakan padat penduduk yang kebanyakan diisi oleh mahasiswa. Zyan mendapatkan kontrakan murah yang tak jauh dari kampusnya.“Ini agak kecil, Ma. Kamarnya cuma ada satu.”Alina memperhatikan ko

    Последнее обновление : 2022-07-16
  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 8

    Suasana launching produk terbaru Rosa begitu meriah. Tak tanggung-tanggung, ia menyewa ballroom sebuah hotel bintang lima. Tamu undangan dari berbagai kalangan telah memenuhi ruangan. Tak hanya itu, gemerlap lampu dan sorot kamera telah siap untuk menyiarkan pegelaran ini secara langsung. Wartawan dari berbagai media cetak, elektronik, bahkan online telah berada di sana untuk meliput acara launching produk gamis terbaru brand Rose.Pandu tampak gagah dengan memakai pakaian formal, sedangkan Rosa tampil dengan gamis hasil produksinya sendiri. Keduanya tampak serasi. Senyum Rosa tak pernah putus, saat menyalami setiap tamu. Ia sangat ramah dan bersahabat.Satu per satu peragawati berjalan di atas catwalk, memperagakan gamis-gamis cantik yang fashionable dan elegan. Kamera tak putus membidik satu per satu model yang maju ke depan. Tak hanya itu, Rosa memberikan harga spesial bagi pengunjung yang ingin memesan gamis produksinya malam ini.Setelah acara usai, Rosa menghadiri konferensi per

    Последнее обновление : 2022-07-18
  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 9

    Bryan kembali memborong semua roti goreng yang ada di kantin. Ia membagi-bagikan kepada teman-temannya. Tak hanya itu, Bryan juga mempromosikan dagangan Zea. “Bapak sudah pernah mencoba roti goreng ini belum?” tanya Bryan pada guru olahraganya.“Belum.”“Bapak coba dulu. Ini enak.”Guru olahraga itu memakan roti goreng yang disuguhi Bryan. Pria itu mengangguk-angguk, ketika menikmati rasa manis dari roti. “Enak. Kamu beli di mana?”“Di kantin, Pak. Murah, hanya 2.500 saja.”Dari satu teman ke teman lain, Bryan mempromosikan dagangan Zea. Agar gadis itu tak malu, ia melakukannya di saat Zea tak ada di dekatnya. Bryan takut mereka mentertawakan Zea. Namun jika Bryan yang melakukannya, maka tak akan ada teman-teman yang mau mentertawakan, karena bagaimanapun, dia bukanlah siswa yang kekurangan uang.Setiap hari, peminat roti goreng Zea makin bertambah. Saat ini ia menitipkan seratus bungkus pada Bu Sarmi. Roti goreng itu selalu ludes terjual, meskipun Bryan tak memborongnya lagi. Semua

    Последнее обновление : 2022-07-19

Latest chapter

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 119

    “Maaf, saya datang terlambat,” ucap Alina dengan seulas senyum di bibir. Tak ada makian, sumpah serapah atau tatapan sinis padanya.Rosa tak menjawab, ia beralih memandang Daniel yang berdiri dari duduknya kemudian menghampiri mereka. Melihat penampilan Alina yang mewah dan berkelas, Rosa menjadi minder. “Silakan masuk, Bu,” ucap Daniel seraya membuka pintu lebar. Melihat sikap Daniel, Rosa yakin jika lelaki inilah yang mengundang Alina. “Sama siapa?” tanya Daniel seraya melirik ke arah jalan. Belum sempat Alina menjawab, lelaki itu telah berlalu mendekati mobil yang terparkir, kemudian berbicara dengan si pengemudi. Tak lama, pintu mobil pun terbuka menampakkan sosok tampan dan tinggi mirip Pandu Dirgantara keluar dari mobil mewah itu. Rosa terpana dan sedikit kecewa. Padahal, ia merindukan mantan suaminya.Mereka duduk di lantai yang beralaskan karpet. Ruang tamu Rosa masih kosong karena saat prosesi pernikahan terjadi, kursi tamu dipindahkan ke carport agar ruangan menjadi luas

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 118

    Laki-laki tiga puluh tahunan itu mulai berperan menjadi seorang ayah. Ia tak bisa meninggalkan gadis itu bergitu lama. Bahkan, Daniel terus melakukan pendekatan dan mempelajari apa yang disukai putrinya. Apalagi sikap Shanum yang mulai terbuka dan menyanyangi Daniel, membuat mereka cepat akrab. “Nanti papa jemput Shanum, ya!” ucap gadis itu setelah turun dari mobil. Ia mencium tangan Daniel kemudan memeluk lelaki itu. Shanum sangat bangga ketika satu persatu teman-temannya melihat sosok Daniel. Walaupun tak berorasi, tapi sikap Shanum seolah-olah memberitahukan pada mereka bahwa ‘Ini adalah papanya.’Daniel mengusap kepala putrinya kemudian melayangkan ciuman sebelum gadis itu beranjak menuju kelas. Sesekali, kepala mungil itu menoleh dan melambaikan tangan pada Daniel yang menatapnya tanpa kedip. “Dada, papa!” teriaknya dari kejauhan. Daniel membalas. Dada lelaki itu bergetar dan terasa sesak. Setelah sekian lama hidup tak tentu arah, kini, Daniel merasa menjadi seorang yang sa

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 117

    “Rasanya seperti digigit semut.”Seketika ucapan Shanum kembali terngiang kala Pandu mengajaknya pergi. Gadis itu juga bercerita ia digigit semut di rumah sakit. Rosa tersenyum masam mengingat bagaimana usaha Pandu mencari kebenaran tanpa melibatkan dirinya.Hidup begitu cepat berubah, harta, kedudukan dan nama baik dalam sekejap lenyap. Rosa yang dulu begitu angkuh dan sombong, kini tak berdaya. Daniel berbeda dengan Pandua, ia bukanlah laki-laki yang paham agama, sekeras apapun Rosa menjelaskan nasab anak yang lahir di luar pernikahan, Daniel tetap pada pendiriannya bahwa, ia adalah seorang ayah meski dengan cara yang salah. Rosa mengusap kepala Shanum. Ia memejamkan mata seraya berdoa agar nasib baik berpihak kepadanya. Apapapun hasilnya nanti, ia akan lakukan segala cara untuk mempertahankan Shanum dalam hidupnya. ***SPW***Rosa mengusap wajahnya setelah bermunajat kepada Allah. Semenjak kedatangan Daniel, hati wanita itu tak tenang. Ingin rasanya ia lari, tapi tak tau kemana a

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 116

    Pandu terdiam sejenak, ia menatap sorot mata Daniel. “Kenapa kamu ingin mengetahuinya? Apa kamu ingin menghancurkannya melalui anak itu?” Tatapan Pandu berubah tak bersahabat. “Aku tau, kamulah yang menyebarkan video tak senonoh Rosa. Sudah cukup kamu menghancurkan hidupnya. Jangan lakukan perbuatan itu lagi. Apalagi melibatkan Shanum-anak yang tak berdosa itu.”Daniel menghela napas lemah. Ia tau, kesalahan yang telah ia lakukan begitu besar. “Saya minta maaf, saya akui, memang saya yang melakukannya. Tapi, setelah melihatnya hancur, bukan kepuasan yang saya dapatkan melainkan rasa bersalah yang menghantui setiap hari.”Pandangan Daniel menerawang mengingat bagaimana kejahatannya hingga membuat Rosa hancur. Bahkan, wanita itu hanya pasrah dan tak pernah menuntutnya meski Rosa tau bahwa Daniellah yang telah mengungkap aib itu ke publik. “Beberapa hari yang lalu, saya bertemu dengan mereka. Melihat gadis kecil itu, entah kenapa saya seperti melihat diri saya dalam dirinya. Saya yakin

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 115

    Wanita itu menggeleng. Rosa yang kehilangan putrinya mendadak takut dan cemas. Beberapa karyawan dan petugas keamanan mall mulai mencari Shanum melalui pengeras suara dan menyusuri area mall. Rosa berlari menuju satu persatu tempat yang kemungkinan dikunjungi putrinya hingga berakhir di salah satu toko mainan.Shanum tampak tersenyum pada seorang pria yang berjongkok mensejajarkan tinggi dengannya seraya memegang sebuah boneka Panda. Hati Rosa menjadi lega karena telah menemukan Shanum meski ada rasa khawatir dengan sosok lelaki itu.“Shanum!” panggil Rosa hingga membuat keduanya menoleh dan berdiri menghadap pada Rosa. “Mama, om itu beliin aku boneka ini, lucu kan?” tanya Shanum sambil menyodorkan boneka panda ke wajah Rosa.Rosa mengangguk dan tersenyum paksa. “Sudah bilang terima kasih?” Gadis kecil itu menoleh pada sosok lelaki yang dari tadi menatap Rosa lekat.“Makasih, Om,” ujar Shanum polos.Daniel tersenyum seraya mengusap kepala Shanum. Rosa menarik tangan putrinya menj

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 114

    Suara jeritan dan rintih kesakitan terdengar di sebuah ruang bersalin rumah sakit swasta. Alina berjalan mondar mandir dan tak tenang membayangkan putrinya yang sedang berjuang di dalam sana. Sebagai ibu, ia bisa merasakan apa yang putrinya rasakan. Dua kali Alina bertarung melawan maut untuk menghadirkan dua buah cintanya melalui persalinan normal.Genggaman tangan Zea begitu kuat mencengkram jemari Bryan. Berkali-kali wanita itu mengikuti petunjuk dokter kandungan agar bisa melahirkan buah cintanya. Peluh Zea berjatuhan membasahi tubuhnya bersamaan titik air mata Bryan yang jatuh karena tak sanggup melihat sang istri kesakitan. “Ayo, Zee, kamu pasti bisa,” ucap dengan suara bergetar. Ia tak peduli dengan tangannya yang terasa sakit karena cengkraman Zea yang begitu kuat. Bryan mencium pucuk kepala Zea seraya melafazkan doa. Nafas Zea mulai memburu bersamaan dorongan bayi yang ikut berjuang menatap dunia. Seketika senyumnya tercipta mendengar suara tangis menggema di ruangan itu.

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 113

    Beberapa Bulan kemudian ....Bertempat di halaman rumahnya yang luas, Zidan yang kini berusia satu tahun mulai melangkahkan kaki kecilnya di atas rumput hijau yang sangat terawat. Pandu merentangkan kedua tangan seraya memanggil nama putranya. Kaki kecil Zidan melangkah menuju sang papa yang disambut dengan gembira oleh Pandu.Alina yang melihat interaksi keduanya sangat bahagia. Tawa Zidan menggema. Ia merentangkan kedua tangan, ketika Pandu mengayunkan tubuh kecilnya seperti akan terbang. Pria itu tampak makin sehat dan muda, meski usianya hampir setengah abad. Senyumnya begitu merekah dan kebahagiaan begitu terlihat dari bibirnya yang tak henti tertawa. Bahkan, sorot matanya mengisyaratkan begitu banyak cinta untuk wanita yang berdiri di sampingnya.Sementara itu, tak jauh dari sana, seorang wanita memakai gamis dan sebagian wajahnya tertutup cadar. Ia berdiri, terpaku menatap keluarga bahagia itu. Hampir setiap hari ia berdiri di balik pagar rumah hanya untuk melihat pria yang hi

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 112

    Kehadiran anggota baru keluarga membuat rumah mewah Pandu menjadi ceria. Suara tangis, tawa, dan celoteh kecil terdengar bak mantra yang mampu menghipnotis para penghuninya. Zea dan Bryan lebih banyak bermalam di rumah itu, supaya bisa dekat dengan adik kecilnya. Sedangkan Zyan menghabiskan waktu luangnya setelah pulang bekerja untuk mengasuh Zidan. Laki-laki kecil itu menjadi pusat perhatian. Kehadirannya seperti magnet yang menarik semua anggota keluarga untuk berkumpul. Kebahagiaan Pandu makin bertambah, perusahaan mereka makin maju. Zyan mewarisi bakat Pandu dalam berbisnis. Ia begitu pintar mengelola perusahaan dan jeli dalam membaca peluang. Pandu sangat bangga, ketika menghadiri rapat petinggi perusahaan untuk mendengar perkembangan perusahaan sekaligus kerja sama baru yang sedang mereka kerjakan. Zyan dan Bryan bekerja sama dalam menggarap sebuah proyek pemerintah yang sangat menantang dalam skala besar. Pandu dan Bagas tersenyum dan saling melirik, ketika kedua pria muda itu

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 111

    Rosa hanya bisa menunduk dengan air mata berlinang saat mendatangi Ustazah Ana. Ia malu dan merasa hina, setelah semua aibnya terbongkar. Walaupun wanita itu tak pernah mengusik masa lalunya, tetapi Rosa yakin, Ustazah Ana mengetahui semuanya. Apalagi ia pernah sombong dan menolak nasihat wanita itu hingga memblokir kontak Ustazah Ana. Kini, ia terpaksa menjilat ludah sendiri. “Maafkan saya, Ustazah, saya salah. Saya menyesal, karena enggak mengikuti nasihat Ustazah,” lirih Rosa penuh penyesalan.Ustazah Ana menatap Rosa yang bersimbah air mata. Dengan terbata-bata, Rosa menceritakan perjalanan hidupnya yang kelam dan tak bahagia. Tak hanya itu, dosa-dosa yang telah ia perbuat ikut terucap dari bibirnya hingga menjelaskan bagaimana buruknya seorang Rosalina di masa lalu.“Hijrah itu harus dari hati yang terdalam. Benar-benar ingin berubah dan siap menjalani kehidupan sesuai tuntunan agama. Hijrah akan terasa sangat berat bagi hamba yang mengagungkan dunia. Perbaiki diri, niatkan dal

DMCA.com Protection Status