Share

Part 5 Hati yang Rapuh

last update Huling Na-update: 2022-05-24 18:44:30

Zea merasa curiga ketika Alina belum juga bangkit dari tempat tidur. Selepas sholat shubuh wanita itu kembali bergulung dalam selimut. Ini bukanlah kebiasaan Alina. Wanita itu pekerja keras dan bersemangat dalam mencari nafkah.

“Mama kenapa?”

“Kepala mama pusing Zea,” keluh Alina sambil memijit kepalanya yang terasa berputar.

“Zea bikinkan teh ya, Ma.” Gadis itu segera ke dapur, memasak air di panci kecil kemudian menyeduh teh untuk Alina.

Zea meletakkan secangkir teh tak jauh dari Alina berbaring. Ia bergegas ke dapur, mengambil adonan roti yang telah mengembang lalu menggorengnya. Untung saja saat ini libur sekolah, jadi Zea punya waktu untuk mengambil alih pekerjaan Alina.

“Mama mana?” tanya Zyan yang baru saja pulang sholat subuh dari masjid.

“Nggak enak badan, Mas.”

Laki-laki itu bergegas menuju kamar Alina. Ia berjalan mendekat lalu duduk di kasur lusuh yang terhampar di lantai. Tangan Zyan bergerak menyentuh dahi sang ibu memastikan wanita itu baik-baik saja.

“Mama pusing, hanya butuh istirahat,” ucap Alina agar putranya tak khawatir akan kesehatannya.

“Mama jangan banyak pikiran, apalagi memikirkan tante Rosa dan Papa.”

Alina membuka matanya menatap sang putra, Zyan sudah terlalu dewasa untuk ia bohongi. Dulu, ia selalu bersembunyi dari rasa sakit setiap kali kedapatan meneteskan air mata oleh kedua anaknya.

“Zyan tau kode yang diberikan tubuh mama. Setiap kali mama memikirkan mereka, pasti besoknya kondisi tubuh mama menurun.”

Zyan masih ingat ketika orang suruhan Pandu mencari mereka. Alina langsung meminta kedua anak-anaknya bersiap dan pindah ke kontrakan lain untuk menghindar. Alina bukannya tak mau menghadapi Pandu tapi, ia takut jika laki-laki itu mengambil kedua buah hatinya. Sudah pasti Alina akan mati karena mereka ibarat udara bagi Alina dalam menjalani kehidupan.

“Mama ingin kita pindah kontrakan, Zyan.”

“Jika dengan pindah kontrakan bisa membuat mama senang dan tak sakit lagi. Zyan akan turuti.”

“Cari yang tak jauh dari sekolah Zea dan juga tempat kuliahmu.”

“Iya, Ma. Nanti Zyan akan cari tempat yang aman agar tante itu tak bisa menemukan mama lagi.”

Air mata Alina menetes, entah sampai kapan ia harus bersembunyi dari Pandu dan istrinya. Ia belum siap bertemu Pandu. Rasa sakit yang ditorehkan laki-laki itu terlalu dalam. Enam tahun telah berlalu tapi rasa sakit itu enggan pergi dari hatinya.

Zyan menggenggam tangan Alina, seperti menyalurkan energi melalui genggaman itu.

“Mama istirahat, jangan khawatir, Zea sudah menggoreng roti di dapur.”

Zyan meninggalkan wanita itu kemudian berjalan ke dapur. Ia mengambil roti yang telah matang kemudian memasukkannya ke dalam plastik pembungkus.

“Mama sudah baikan, Mas?” tanya Zea yang fokus pada penggorengan panas di depannya.

“Lagi istirahat, insyaallah sebentar lagi juga sembuh.”

***SPW***

Setiap akhir pekan Alina mengurangi membuat roti goreng, karena ia hanya menitipkan dagangan di warung tetangga. Sebelumnya Alina pernah meminta ijin pada kedua anaknya untuk berjualan di pasar, tapi Zyan menolak. Ia tak mau wanita itu begitu menguras tenaga, apalagi pasar terlalu keras untuk Alina dalam mencari rizki.

Zea memasukkan Roti yang telah ia bungkus ke dalam kantong. Sebelum mengantar ke warung tetangga, gadis itu berpamitan pada sang ibu.

“Hati-hati di jalan ya, Nak.”

Alina mencoba bangkit dari tidurnya tapi Zea mencegah pergerakan wanita itu. Ia meminta Alina tetap istriahat di kamar mereka.

“Mama harus kerja, kasihan Nyonya Regina. Ia pasti kerepotan.”

Zea menahan pergerakan mamanya. “Biar Zea yang gantiin mama,”

“Jangan Nak.”

“Nggak apa-apa, Ma. Nyonya Regina itu baik, pasti ia nggak akan keberatan kalau Zea gantiin mama sementara waktu.”

Mata Alina mengabut. Dadanya terasa sesak membayangkan putrinya harus bekerja menggantikannya menjadi pembantu rumah tangga.

“Boleh ya, Ma?”

Zea sudah pernah bertemu majikan mamanya itu sekali ketika Zea di minta datang ke rumah itu.

“Bilang sama nyonya Regina kalau mama sedang sakit.”

“Iya, Ma. Zea berangkat dulu.”

Gadis itu berlalu membawa kantong plastik berisi roti goreng, setelah menitipkan dagangannya ke warung, Zea berjalan menuju komplek perumahan mewah tempat sang ibu bekerja.

Zea masuk dari pintu samping, Ia berdiri di depan pintu yang terhubung dengan dapur seraya mengucapkan salam.

Regina terkejut mendapati putri Alina berdiri di depan pintu. Selama ini wanita itu selalu tepat waktu dan tak pernah ijin kecuali sangat mendesak, itupun ia akan memberitahu beberapa hari sebelumnya.

“Maaf nyonya, hari ini mama sedang nggak enak badan, jadi pekerjaan mama biar Zea yang handle.”

“Jangan panggil Nyonya, rasanya aneh, panggil Tante saja ya.”

Wanita itu tersenyum menatap Zea yang begitu sopan persis seperti Alina. Itulah yang membuat Regina menyukai Alina. Baik, sopan dan sangat menjaga diri. Alina cantik, tak sama seperti pembantu pada umumnya, tapi Regina tak pernah merasa khawatir, karena ia yakin Alina bukan tipe wanita perebut suami orang.

Regina mempersilakan Zea masuk. Gadis itu langsung menuju dapur, membereskan meja makan dan mencuci piring. Sedangkan Regina mulai membuat sarapan pagi untuk keluarganya.

“Sini Zea bantu Tante.” Dengan cekatan Zea mengambil pisau dan mulai mengupas bawang. Regina yang melihat gadis itu begitu terampil membuatnya kagum. Dulu, saat seumur Zea, Regina belum pernah menyentuh benda itu.

Setelah tamat kuliah, barulah Regina mengenal dapur karena sang suami ingin mempunyai istri yang fokus pada keluarga.

Selesai membantu Regina di dapur, Zea mulai membersihkan rumah. Menyapu dan mengepel lantai, tak lupa ia menyirami bunga serta menyapu halaman.

“Tante, cuciannya masih ada lagi?” tanya Zea yang melihat keranjang baju kotor hanya ada beberapa potong pakaian.

“Oh, iya, masih ada Zea. Pakaian anak tante belum di bawa. Zea ke kamar anak tante saja, sekalian bangunin dia untuk sarapan pagi,” titah Regina.

“Baik, Tante.”

Zea melangkah menaiki anak-anak tangga. Matanya mulai memindai kamar satu persatu mencari kamar anak bungsu majikannya. Ia mengetuk pintu kamar setelah memastikan bahwa itu adalah kamar anak majikannya.

Beberapa lama menunggu, pintu terbuka menampakkan sosok lelaki jangkung yang sangat di kenalnya. Mata Zea membulat, ia tak menyangka rumah tempat mamanya bekerja adalah rumah Bryan-teman sekelasnya.

“Elo?” Bryan kaget tak percaya menatap gadis yang berdiri di depannya. “Apa gue nggak mimpi di apelin Rayna Zea Dirgantara pagi-pagi?”

Zea yang tak kalah kaget berusaha bersikap cuek meski hati kecilnya merasa malu. “Gue ada di sini bukan mimpi tapi, ngapelin elo? Jangan mimpi!”

“Trus, ngapain lo ke sini kalau bukan kangen gue?”

“Kerja! Tuh, elo di panggil nyokap lo untuk sarapan pagi.”

“Lo kerja? Di rumah gue?” tanya Bryan tak percaya.

“Iya! Sekarang gue mau ambil pakaian kotor lo, di mana?”

Bryan tak menjawab, laki-laki itu masih tak percaya dengan perkataan Zea yang seperti bercanda.

“Hei!” teriak Zea memutus lamunan Bryan.

“Beneran lo kerja di sini?”

“Iya, gue gantiin mama sementara.”

“Oh … jadi elo anaknya Bu Alina.”

Gadis itu mengangguk.

“Kok, lo bertolak belakang dengan Bu Alina? Dia sopan dan lemah lembut tapi kenapa anaknya galak?”

Mata gadis itu membulat membuat Bryan tertawa lebar. Pagi hari hatinya begitu bahagia melihat gadis cantik di depannya.

“Dimana pakaian kotor lo?”

“Ya, di kamar mandi lah! Ambil sendiri! Kan lo kerja di sini?”

Zea mendengkus kesal, bibirnya mengerucut setiap kali Bryan menggodanya. “Lo keluar dulu, gue mau masuk!”

“Ini kamar gue, terserah gue mau keluar atau tetap di sini.”

“Awas aja kalau lo macam-macam!”

Zea memasuki kamar, memindai kamar pemuda itu dari sudut ke sudut kemudian mengambil pakaian yang tergeletak di lantai.

“Ini kotor?” tanya Zea pada kemeja yang ia temukan.

“Lo cium aja.”

Zea membawa pakaian itu mendekati hidung, tak lama tawa Bryan pecah karena Zea berhasil mencium bajunya. Zea yang menyadari bahwa ia sedang dikerjai melempar pakaian itu ke wajah Bryan.

“Lo ingat ya, itu bau badan calon suami lo.”

“Ogah!”

Zea berlalu memasuki kamar mandi. Ia mengambil satu persatu pakaian kotor yang tergantung kemudian meletakkannya di tangan. Ketika melangkah, salah satu pakaian dalam Bryan jatuh. Mata gadis itu membulat melihat benda yang sangat privasi itu.

“Argh!!” teriak Zea mengagetkan Bryan yang berdiri di depan pintu.

“Kenapa?”

“Tuh!” Zea menunjuk benda itu jijik. “Gue nggak mau mencucinya. Lo cuci sendiri!”

“Lo cuciin!”

“Ogah!”

Zea bergidik ngeri meninggalkan benda itu di lantai tanpa mau memungutnya. “Melihat cangkangnya aja udah ketakutan, gimana melihat isinya,” ujar Bryan sambil tertawa ngakak.

Zea tak menanggapi, ia pura-pura tak peduli dengan Bryan yang masih saja menggodanya.

Mga Comments (4)
goodnovel comment avatar
Rahma Wati
jodohin mereka tor
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Dsr pervert
goodnovel comment avatar
SisiliaAshila Gmah
di tunggu up nya thor .........
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 6 Menantu Bodoh

    Rosa tak bersemangat memeriksa hasil penjualan busana muslim yang ia kelola. Busana syar’i yang sedang ia produksi berkembang pesat. Ia telah memiliki banyak mitra dalam pembuatan sampai penjualan busana muslim yang diberi nama ‘Rose’. Namun sayang, kesuksesannya sebagai entrepreneur muda tak semulus kehidupan rumah tangganya. Orang melihat kehidupannya baik-baik saja, apalagi Pandu tak pernah terlibat main hati dengan wanita lain. Rosa terlalu pintar menutupi semua, bahkan banyak sahabatnya yang meminta tips pada Rosa bagaimana cara dicintai suami.Namun di balik itu, ada saja orang yang tak pernah melepaskan pandangannya sebagai pelakor meskipun ia sudah hijrah. Terlebih, saudara-saudara Pandu yang membencinya karena menyebabkan Alina dan keponakan mereka harus menyingkir.“Permisi. Ibu, ada yang ingin bertemu,” ucap Priska, asisten Rosa.“Ya, baik.” Wanita itu bangkit, kemudian berjalan menuju butik. Pandangannya tertuju pada seorang wanita paruh baya yang duduk di sofa. “Ibu.” Ros

    Huling Na-update : 2022-07-14
  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Bab 7

    Alina dan kedua anaknya pindah ke tempat kontrakan baru. Ia sengaja mengangkut barang-barang di malam hari. Lagi pula, tak banyak barang bawaan yang mereka punya. Dibantu temannya Melvin, Zyan mengangkutnya beberapa kali bolak-balik. “Ibu pindah ke mana?” tanya si pemilik kontrakan, ketika Alina mengembalikan kunci.“Jauh, Bu.” Alina sengaja tak menyebutkan di mana tempat tinggalnya yang baru. Jika suatu saat Rosa kembali mencari, wanita itu tak bisa menemui mereka. “Terima kasih banyak, ya, Bu. Mohon maaf jika saya dan anak-anak punya salah.”“Sama-sama, Bu. Ibu dan anak-anak sangat baik, saya menjadi sedih Ibu pindah.”Keduanya berpelukan, sebelum Alina pergi. Zea dibonceng Zyan menggunakan motor bebek miliknya, sedangkan Alina dibonceng Melvin. Setengah jam berlalu, mereka sampai di sebuah kontrakan padat penduduk yang kebanyakan diisi oleh mahasiswa. Zyan mendapatkan kontrakan murah yang tak jauh dari kampusnya.“Ini agak kecil, Ma. Kamarnya cuma ada satu.”Alina memperhatikan ko

    Huling Na-update : 2022-07-16
  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 8

    Suasana launching produk terbaru Rosa begitu meriah. Tak tanggung-tanggung, ia menyewa ballroom sebuah hotel bintang lima. Tamu undangan dari berbagai kalangan telah memenuhi ruangan. Tak hanya itu, gemerlap lampu dan sorot kamera telah siap untuk menyiarkan pegelaran ini secara langsung. Wartawan dari berbagai media cetak, elektronik, bahkan online telah berada di sana untuk meliput acara launching produk gamis terbaru brand Rose.Pandu tampak gagah dengan memakai pakaian formal, sedangkan Rosa tampil dengan gamis hasil produksinya sendiri. Keduanya tampak serasi. Senyum Rosa tak pernah putus, saat menyalami setiap tamu. Ia sangat ramah dan bersahabat.Satu per satu peragawati berjalan di atas catwalk, memperagakan gamis-gamis cantik yang fashionable dan elegan. Kamera tak putus membidik satu per satu model yang maju ke depan. Tak hanya itu, Rosa memberikan harga spesial bagi pengunjung yang ingin memesan gamis produksinya malam ini.Setelah acara usai, Rosa menghadiri konferensi per

    Huling Na-update : 2022-07-18
  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 9

    Bryan kembali memborong semua roti goreng yang ada di kantin. Ia membagi-bagikan kepada teman-temannya. Tak hanya itu, Bryan juga mempromosikan dagangan Zea. “Bapak sudah pernah mencoba roti goreng ini belum?” tanya Bryan pada guru olahraganya.“Belum.”“Bapak coba dulu. Ini enak.”Guru olahraga itu memakan roti goreng yang disuguhi Bryan. Pria itu mengangguk-angguk, ketika menikmati rasa manis dari roti. “Enak. Kamu beli di mana?”“Di kantin, Pak. Murah, hanya 2.500 saja.”Dari satu teman ke teman lain, Bryan mempromosikan dagangan Zea. Agar gadis itu tak malu, ia melakukannya di saat Zea tak ada di dekatnya. Bryan takut mereka mentertawakan Zea. Namun jika Bryan yang melakukannya, maka tak akan ada teman-teman yang mau mentertawakan, karena bagaimanapun, dia bukanlah siswa yang kekurangan uang.Setiap hari, peminat roti goreng Zea makin bertambah. Saat ini ia menitipkan seratus bungkus pada Bu Sarmi. Roti goreng itu selalu ludes terjual, meskipun Bryan tak memborongnya lagi. Semua

    Huling Na-update : 2022-07-19
  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 10

    Pandu melangkah dengan dada berdebar memasuki gang yang hanya bisa dilewati sepeda motor dan pejalan kaki. Jantungnya berdegup kencang, membayangkan orang-orang yang ia sayangi berada telah dekat dengannya. Pandu bingung, kata-kata apa yang pertama kali ia ucapkan pada mereka. Permohonan maafkah? Atau penyesalannya karena telah membuat mereka pergi? Pria itu memindai lingkungan padat penduduk yang tampak sesak dan tak sehat. Perlahan, hatinya gerimis membayangkan Alina dan kedua anaknya tinggal di tempat ini. Sudah pasti mereka sangat susah dan menderita. Yang membuat Pandu merasa tercampakan adalah kedua anaknya memilih hidup menderita, daripada hidup mewah bergelimang harta bersama dengannya.“Maaf, Pak, Bu, Ibu Alina dan kedua anaknya sudah pindah. Mereka enggak tinggal di sini lagi.” Perkataan pemilik kontrakan membuat Pandu kecewa. Rasa bahagia bak bunga yang baru berkembang menjadi layu seketika hanya karena sebuah kalimat. Ini jugakah yang dirasakan Alina ketika kalimat kasar

    Huling Na-update : 2022-07-20
  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 11

    Hari Sabtu, Bagas mengajak putranya ke kantor. Pria itu sengaja memindahkan jadwal pertemuan dengan beberapa relasi, agar putranya bisa ikut serta dan diperkenalkan dalam lingkungan kerja. Bagas tersenyum menatap tubuh jangkung itu yang tampak gagah memakai kemeja biru muda dan celana hitam. Regina ikut mendukung dengan memasangkan sebuah dasi bermotif abstrak. Semula Bryan menolak, tetapi Bagas bersikeras karena ini adalah pertemuan formal. “Pak Sarmin boleh libur hari ini, karena saya akan pergi bersama Bryan,” ucap Bagas pada sopir pribadinya. “Baik, Pak.”Bryan mengendarai mobil sedan keluaran terbaru itu, sedangkan Bagas duduk di sebelah putranya. Suasana hatinya makin baik, ketika Bryan mengikuti semua titahnya. Mereka masuk ke ruang pertemuan. Beberapa karyawan dan rekan bisnisnya sudah berkumpul di sana. Bryan menatap satu per satu peserta rapat yang hadir. Ia merasa tak percaya diri ketika mendapati hanya dirinyalah peserta rapat termuda.“Perkenalkan, ini putra saya, Brya

    Huling Na-update : 2022-07-21
  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Bab 12

    “Aku enggak bisa.” Untuk kesekian kalinya, kata-kata yang sama kembali terlontar dari mulut Pandu. “Berikan aku alasan yang bisa membuat aku paham akan pikiranmu itu!” seru Rosa mengeluarkan sesak di dadanya.Pandu menatap Rosa yang tampak berantakan karena tangis. Ia tak terpengaruh, meski air mata Rosa terlihat jelas. Dulu, ketika Alina mengeluarkan air mata, hatinya tak tega, tetapi ia tutupi dengan keangkuhan. Apalagi saat itu Rosa merengek mengemis cintanya. “Sampai kapan pun, aku akan tetap di sini. Karena aku menunggu mereka kembali ke rumah ini!”Rosa mendekat, menghujani pria itu dengan pukulan. “Mas, kamu jahat! Kamu enggak pernah menghargai aku. Aku istrimu, tetapi kamu perlakukan seperti orang asing! Di mana hati nuranimu?” Pandu mengambil tangan Rosa yang berkali-kali memukul dadanya. “Iya, aku jahat! Aku berengsek! Dari dulu kamu sudah tahu kalau aku juga bajingan.” Dada Pandu naik turun mengeluarkan kemarahan yang telah lama tersimpan. “Seharusnya kamu sudah tahu, pr

    Huling Na-update : 2022-07-26
  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 13

    Alina yang melihat putrinya pulang dalam keadaan berantakan mendekat. “Ada apa, Sayang?”Tangis Zea pecah. Dengan terbata-bata, ia menceritakan penghinaan teman-temannya yang baru saja dialami. Ini adalah pengalaman pertama Zea dihina di depan umum. Jika mereka membicarakan Zea di belakang, ia tak peduli karena Zea tak mendengarnya. Namun kejadian tadi siang cukup membuatnya bersedih, seakan dunia tak berpihak kepadanya yang tak salah apa-apa.“Zea enggak mau sekolah lagi, Ma,” lirihnya dengan isak tak tertahan.“Kenapa begitu, Sayang?” tanya Alina.“Zea mau belajar di rumah aja sampai ujian kelulusan.” Tangis Zea menggema. Alina terluka melihat putrinya bersedih. Ia masih ingat kapan terakhir kali putrinya menangis sekencang ini, tepatnya enam tahun lalu ketika meminta ikut dengan Alina. Sekarang, tangis itu muncul kembali. Alina menatap kantong plastik yang berisi dagangan putrinya. Semua tampak berantakkan dan tak layak untuk dimakan. Walaupun Zea tak jujur, Alina mengerti alasan

    Huling Na-update : 2022-08-02

Pinakabagong kabanata

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 119

    “Maaf, saya datang terlambat,” ucap Alina dengan seulas senyum di bibir. Tak ada makian, sumpah serapah atau tatapan sinis padanya.Rosa tak menjawab, ia beralih memandang Daniel yang berdiri dari duduknya kemudian menghampiri mereka. Melihat penampilan Alina yang mewah dan berkelas, Rosa menjadi minder. “Silakan masuk, Bu,” ucap Daniel seraya membuka pintu lebar. Melihat sikap Daniel, Rosa yakin jika lelaki inilah yang mengundang Alina. “Sama siapa?” tanya Daniel seraya melirik ke arah jalan. Belum sempat Alina menjawab, lelaki itu telah berlalu mendekati mobil yang terparkir, kemudian berbicara dengan si pengemudi. Tak lama, pintu mobil pun terbuka menampakkan sosok tampan dan tinggi mirip Pandu Dirgantara keluar dari mobil mewah itu. Rosa terpana dan sedikit kecewa. Padahal, ia merindukan mantan suaminya.Mereka duduk di lantai yang beralaskan karpet. Ruang tamu Rosa masih kosong karena saat prosesi pernikahan terjadi, kursi tamu dipindahkan ke carport agar ruangan menjadi luas

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 118

    Laki-laki tiga puluh tahunan itu mulai berperan menjadi seorang ayah. Ia tak bisa meninggalkan gadis itu bergitu lama. Bahkan, Daniel terus melakukan pendekatan dan mempelajari apa yang disukai putrinya. Apalagi sikap Shanum yang mulai terbuka dan menyanyangi Daniel, membuat mereka cepat akrab. “Nanti papa jemput Shanum, ya!” ucap gadis itu setelah turun dari mobil. Ia mencium tangan Daniel kemudan memeluk lelaki itu. Shanum sangat bangga ketika satu persatu teman-temannya melihat sosok Daniel. Walaupun tak berorasi, tapi sikap Shanum seolah-olah memberitahukan pada mereka bahwa ‘Ini adalah papanya.’Daniel mengusap kepala putrinya kemudian melayangkan ciuman sebelum gadis itu beranjak menuju kelas. Sesekali, kepala mungil itu menoleh dan melambaikan tangan pada Daniel yang menatapnya tanpa kedip. “Dada, papa!” teriaknya dari kejauhan. Daniel membalas. Dada lelaki itu bergetar dan terasa sesak. Setelah sekian lama hidup tak tentu arah, kini, Daniel merasa menjadi seorang yang sa

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 117

    “Rasanya seperti digigit semut.”Seketika ucapan Shanum kembali terngiang kala Pandu mengajaknya pergi. Gadis itu juga bercerita ia digigit semut di rumah sakit. Rosa tersenyum masam mengingat bagaimana usaha Pandu mencari kebenaran tanpa melibatkan dirinya.Hidup begitu cepat berubah, harta, kedudukan dan nama baik dalam sekejap lenyap. Rosa yang dulu begitu angkuh dan sombong, kini tak berdaya. Daniel berbeda dengan Pandua, ia bukanlah laki-laki yang paham agama, sekeras apapun Rosa menjelaskan nasab anak yang lahir di luar pernikahan, Daniel tetap pada pendiriannya bahwa, ia adalah seorang ayah meski dengan cara yang salah. Rosa mengusap kepala Shanum. Ia memejamkan mata seraya berdoa agar nasib baik berpihak kepadanya. Apapapun hasilnya nanti, ia akan lakukan segala cara untuk mempertahankan Shanum dalam hidupnya. ***SPW***Rosa mengusap wajahnya setelah bermunajat kepada Allah. Semenjak kedatangan Daniel, hati wanita itu tak tenang. Ingin rasanya ia lari, tapi tak tau kemana a

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 116

    Pandu terdiam sejenak, ia menatap sorot mata Daniel. “Kenapa kamu ingin mengetahuinya? Apa kamu ingin menghancurkannya melalui anak itu?” Tatapan Pandu berubah tak bersahabat. “Aku tau, kamulah yang menyebarkan video tak senonoh Rosa. Sudah cukup kamu menghancurkan hidupnya. Jangan lakukan perbuatan itu lagi. Apalagi melibatkan Shanum-anak yang tak berdosa itu.”Daniel menghela napas lemah. Ia tau, kesalahan yang telah ia lakukan begitu besar. “Saya minta maaf, saya akui, memang saya yang melakukannya. Tapi, setelah melihatnya hancur, bukan kepuasan yang saya dapatkan melainkan rasa bersalah yang menghantui setiap hari.”Pandangan Daniel menerawang mengingat bagaimana kejahatannya hingga membuat Rosa hancur. Bahkan, wanita itu hanya pasrah dan tak pernah menuntutnya meski Rosa tau bahwa Daniellah yang telah mengungkap aib itu ke publik. “Beberapa hari yang lalu, saya bertemu dengan mereka. Melihat gadis kecil itu, entah kenapa saya seperti melihat diri saya dalam dirinya. Saya yakin

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 115

    Wanita itu menggeleng. Rosa yang kehilangan putrinya mendadak takut dan cemas. Beberapa karyawan dan petugas keamanan mall mulai mencari Shanum melalui pengeras suara dan menyusuri area mall. Rosa berlari menuju satu persatu tempat yang kemungkinan dikunjungi putrinya hingga berakhir di salah satu toko mainan.Shanum tampak tersenyum pada seorang pria yang berjongkok mensejajarkan tinggi dengannya seraya memegang sebuah boneka Panda. Hati Rosa menjadi lega karena telah menemukan Shanum meski ada rasa khawatir dengan sosok lelaki itu.“Shanum!” panggil Rosa hingga membuat keduanya menoleh dan berdiri menghadap pada Rosa. “Mama, om itu beliin aku boneka ini, lucu kan?” tanya Shanum sambil menyodorkan boneka panda ke wajah Rosa.Rosa mengangguk dan tersenyum paksa. “Sudah bilang terima kasih?” Gadis kecil itu menoleh pada sosok lelaki yang dari tadi menatap Rosa lekat.“Makasih, Om,” ujar Shanum polos.Daniel tersenyum seraya mengusap kepala Shanum. Rosa menarik tangan putrinya menj

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 114

    Suara jeritan dan rintih kesakitan terdengar di sebuah ruang bersalin rumah sakit swasta. Alina berjalan mondar mandir dan tak tenang membayangkan putrinya yang sedang berjuang di dalam sana. Sebagai ibu, ia bisa merasakan apa yang putrinya rasakan. Dua kali Alina bertarung melawan maut untuk menghadirkan dua buah cintanya melalui persalinan normal.Genggaman tangan Zea begitu kuat mencengkram jemari Bryan. Berkali-kali wanita itu mengikuti petunjuk dokter kandungan agar bisa melahirkan buah cintanya. Peluh Zea berjatuhan membasahi tubuhnya bersamaan titik air mata Bryan yang jatuh karena tak sanggup melihat sang istri kesakitan. “Ayo, Zee, kamu pasti bisa,” ucap dengan suara bergetar. Ia tak peduli dengan tangannya yang terasa sakit karena cengkraman Zea yang begitu kuat. Bryan mencium pucuk kepala Zea seraya melafazkan doa. Nafas Zea mulai memburu bersamaan dorongan bayi yang ikut berjuang menatap dunia. Seketika senyumnya tercipta mendengar suara tangis menggema di ruangan itu.

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 113

    Beberapa Bulan kemudian ....Bertempat di halaman rumahnya yang luas, Zidan yang kini berusia satu tahun mulai melangkahkan kaki kecilnya di atas rumput hijau yang sangat terawat. Pandu merentangkan kedua tangan seraya memanggil nama putranya. Kaki kecil Zidan melangkah menuju sang papa yang disambut dengan gembira oleh Pandu.Alina yang melihat interaksi keduanya sangat bahagia. Tawa Zidan menggema. Ia merentangkan kedua tangan, ketika Pandu mengayunkan tubuh kecilnya seperti akan terbang. Pria itu tampak makin sehat dan muda, meski usianya hampir setengah abad. Senyumnya begitu merekah dan kebahagiaan begitu terlihat dari bibirnya yang tak henti tertawa. Bahkan, sorot matanya mengisyaratkan begitu banyak cinta untuk wanita yang berdiri di sampingnya.Sementara itu, tak jauh dari sana, seorang wanita memakai gamis dan sebagian wajahnya tertutup cadar. Ia berdiri, terpaku menatap keluarga bahagia itu. Hampir setiap hari ia berdiri di balik pagar rumah hanya untuk melihat pria yang hi

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 112

    Kehadiran anggota baru keluarga membuat rumah mewah Pandu menjadi ceria. Suara tangis, tawa, dan celoteh kecil terdengar bak mantra yang mampu menghipnotis para penghuninya. Zea dan Bryan lebih banyak bermalam di rumah itu, supaya bisa dekat dengan adik kecilnya. Sedangkan Zyan menghabiskan waktu luangnya setelah pulang bekerja untuk mengasuh Zidan. Laki-laki kecil itu menjadi pusat perhatian. Kehadirannya seperti magnet yang menarik semua anggota keluarga untuk berkumpul. Kebahagiaan Pandu makin bertambah, perusahaan mereka makin maju. Zyan mewarisi bakat Pandu dalam berbisnis. Ia begitu pintar mengelola perusahaan dan jeli dalam membaca peluang. Pandu sangat bangga, ketika menghadiri rapat petinggi perusahaan untuk mendengar perkembangan perusahaan sekaligus kerja sama baru yang sedang mereka kerjakan. Zyan dan Bryan bekerja sama dalam menggarap sebuah proyek pemerintah yang sangat menantang dalam skala besar. Pandu dan Bagas tersenyum dan saling melirik, ketika kedua pria muda itu

  • Mengembalikan Senyum Bidadari    Part 111

    Rosa hanya bisa menunduk dengan air mata berlinang saat mendatangi Ustazah Ana. Ia malu dan merasa hina, setelah semua aibnya terbongkar. Walaupun wanita itu tak pernah mengusik masa lalunya, tetapi Rosa yakin, Ustazah Ana mengetahui semuanya. Apalagi ia pernah sombong dan menolak nasihat wanita itu hingga memblokir kontak Ustazah Ana. Kini, ia terpaksa menjilat ludah sendiri. “Maafkan saya, Ustazah, saya salah. Saya menyesal, karena enggak mengikuti nasihat Ustazah,” lirih Rosa penuh penyesalan.Ustazah Ana menatap Rosa yang bersimbah air mata. Dengan terbata-bata, Rosa menceritakan perjalanan hidupnya yang kelam dan tak bahagia. Tak hanya itu, dosa-dosa yang telah ia perbuat ikut terucap dari bibirnya hingga menjelaskan bagaimana buruknya seorang Rosalina di masa lalu.“Hijrah itu harus dari hati yang terdalam. Benar-benar ingin berubah dan siap menjalani kehidupan sesuai tuntunan agama. Hijrah akan terasa sangat berat bagi hamba yang mengagungkan dunia. Perbaiki diri, niatkan dal

DMCA.com Protection Status