Saat menaiki tangga di melihat pintu kamar terbuka dan melihat Agni di dalam yang sedang di meja rias menyisir rambutnya. Tian masuk dan tak bicara, hanya langsung terduduk di spot tempat biasa dia tidur sembari memainkan handphone. Agni lagi-lagi menarik sebelah ujung bibirnya menatap Tian remeh dari balik kaca sembari menyisir rambutnya. Karena ingin mengejek Tian, tiba-tiba dia di panggil Bu Ira dari balik pintu. Tok tok tok!“Non, ada di dalem?” Bu Ira dengan nada bertanya dan lembut. “Iya Bik.” Agni yang mendengar langsung menaruh sisir itu di atas meja rias dan membukakan pintu lalu ke luar dari kamar itu. Setelah ke luar kamar, Agni kembali menutup pintu itu.“Ada apa bik?” Agni dengan nada penasaran. Dia juga melihat raut wajah Bik Ira yang sangat tak bisa di tebak apa yang ingin dia sampaikan. Bik Ira tak menjawab dan hanya memberikan sebuah koran kepada Agni. Dia menerima koran itu dengan raut wajah bingung. “Apa maksudnya Bik?” Agni sebelum membaca koran itu. “Non,
Akhirnya Agni merasakan kelegaan di hatinya setelah lepas dari terkaman binatang buas yang merupakan suaminya itu. Agni membungkukkan badannya dan menangis di depan pintu kamar yang dia kunci. Dia terus menangis tersedu-sedu karena tak menyangka ini terjadi dengannya. Mendengar tangisan itu. Bik Ira langsung naik untuk memeriksa keadaan Agni. “Non, kenapa? Apa yang terjadi apa Non, dan Aden?” ucap Bik Ira dengan nada bicara cemas dan memegang pundak Agni yang sedang menangis sendu. Agni hanya menangis dan menggelengkan kepalanya. Tiba-tiba suara tendangan kuat mendarat dari dalam pintu yang Agni kunci. Brak!“Buka, Agni!” teriak Tian dengan penuh kemarahan dan menendangi pintu. “Buka, bakal abis Lo sama gue!” Tian masih dengan tentangan dan omelan marahnya itu. Agni yang takut langsung mengambil kunci yang masih tergantung di pintu itu dan bersembunyi di balik punggung Bik Ira. Dengan tangisan yang secara tiba-tiba berhenti karena sentakan dari Tian. “Enggak apa-apa, Non,” ucap
Setelah menyadari yang terjadi karena mendengar perkataan itu, Agni langsung berdiri dan menatap tajam Damar. “Om gak salah nanya? Seharusnya Om tanya apa yang udah Tian lakuin sama Agni!” Agni menaikkan satu oktaf suaranya sembari menunjuk-nunjuk dirinya sendiri sebagai pembelaan. “Apa yang salah kalau Tian mau haknya sebagai suami, gak ada, kan?” Damar juga ikut menaikkan satu oktaf suaranya. Dia tidak mengerti tepatnya tidak mau mengerti keponakannya yang menolak Tian, suaminya.“Om paham gak, sih, kalau Agni gak bahagia sama Tian.” Agni sudah kesal dan lelah dengan semuanya dan membantah semua tuduhan yang ditujukan kepadanya. “Dulu ke mana aja?” singkat Damar tapi dapat menyakiti hati Agni yang mendengar. “Emang kalau Agni nolak, Om bakalan batalin pernikahannya?” Agni dengan nada yang menyindir dan sedikit membesarkan matanya. “Iya, puas?” bentak Damar.Agni yang tercengang ditambah dengan wajah sedihnya. Air mata Agni mengalir begitu deras tapi tak memiliki ekspresi karena
Axel langsung mengantarkan tubuhnya untuk memeluk tubuh Agni. Disertai dengan tangisan, Agni segera membalas pelukan yang di layangkan oleh Axel. Axel memeluknya dengan sangat erat dan sedikit mengangkat tubuh Agni membuatnya tak menapak ke tanah, menandakan Axel sangat merindukannya.Agni masih menangis dan Arkan yang tak dapat membendung kebahagiaannya. Setelah dilepaskan dari pelukannya, Axel tersenyum bahagia bisa melihat Agni dari sekian lamanya. “Gue kangen banget sama Lo tau gak.” Axel seperti memberitahu perasaannya sembari memegang kedua pipi Agni dengan kedua tangan besar Axel. Agni juga merasakan rindu yang sangat mendalam, hampir setiap malam dia memikirkan Axel dan hari ini pertemuan mereka membuatnya sangat bahagia. “Gue juga kangen banget sama Lo, Xel.” Agni dengan senyuman bercampur kesedihannya itu memandang wajah yang sangat dia ingin pandang. Tiba-tiba saja hatinya tersentak mengingat saat ini statusnya dengan Axel sudah berbeda. Agni terlihat gelisah tetapi di
“Keluar, Lo.” Tian menyuruh dengan nada mengusir Anwar. Dia yang mendengar nada kasar ke luar dari anak manja itu langsung menjulurkan lidah dan ke luar dengan wajah julid. “Iya Des?” Tian melihat Desy dengan biasa kali ini. Dia tidak mau terlihat galak di depan Desy “Pak Tian tolong tanda tangani dokumen ini.” Desy memberikan dokumen yang ingin di tanda tangani. “Di mana?” Tian bertanya sembari melihat ke arah dokumen. Desy menunjuk satu-satu tempat Tian tanda tangan. Setelah selesai Desy tak beranjak dari tempat Tian.“Kenapa masih di sini?” Tian bertanya dengan melihat Desy yang menunduk.Desy mengumpulkan semua keberanian dan menarik nafas lalu membuangnya. “Pak saya minta maaf.” Desy dengan membungkukkan badan meminta maaf kepada bosnya itu. “Soal?” Tian dengan masalah yang ada di rumahnya, lupa dengan yang terjadi antara dia dan Desy. “Saya salah duduk.” Desy semakin menundukkan kepalanya malu dengan yang terjadi. “Oh gak papa, kamu keluar aja!” Tian dengan santai menyuruh
Kata-kata yang membuat hati Agni tenang dan bahagia saat Axel mengatakan hal yang begitu menyejukkan hatinya. Agni melihat Axel dengan tatapan yang amat sebagai sahabat. Mengenal sosok dewasa diantara riaknya sikap kekanakan Axel, serta bangga telah mencintai orang yang benar-benar baik. “Oh ya, Tante Ningsih gimana keadaannya?” Agni sambil menyantap makanannya. “Hufff ... Mama masuk rumah sakit, darah rendah tapi besok pagi udah boleh pulang sih.” Axel membuang nafasnya dan dengan sedikit memelankan suaranya. “Hah? Xel gue mau jenguk tante, dong.” Agni dengan suara sedikit merengek kepada Axel. “Iya, iya, abis ini dulu makanannya, ya!” Axel mengelus dan sedikit mengacak-acak rambut Agni. Agni yang mendapat perlakuan like a Queen itu sangat bahagia. Setelah selesai memakan makanannya, mereka bergegas untuk ke rumah akut menjenguk bu Ningsih. Sebelum pergi dia ingin berterima kasih kepada Arkan karena memberinya tumpangan hidup. “Arkan thanks ya udah ngebiarin gue nginep di sin
"Oh Karina,” bingung Agni masih dengan tangan yang bersalaman. Keheranan Agni semakin bertambah ketika Karina tak kunjung melepaskan tangan Agni. “Gue udah dijodohin sama Axel.” Karina berbicara setelah sekian lama bersalaman. “Hah?” Agni yang cukup kaget dengan ucapan Karina. “Belum tau ya?” Karina menyinggulkan senyum angkuh. Mencoba membuat Agni panas. Namun, sayangnya Agni tidak terpengaruh dengan kata-katanya. “Terus? Kenapa Lo kasih tau gue?” Agni menjawab. Tatapan kesal tetapi senyuman kecil terbit di bibirnya. “Kata sahabatnya Axel, ya harus tau, dong.” Karina membalas sama sengitnya. Sebuah senyuman ingin membuat Agni cemburu. Mendengar itu Agni malah terkekeh, menaikkan sebelah bibir lalu tersenyum smrik kepada Karina. Dia sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapan perempuan yang ada di hadapan itu. Karena yang paling tau Axel sendiri adalah Agni. Axel adalah pria yang tidak peduli pada sekitar. Dan kepedulian penuhnya jatuh pada Agni. Bukan Agni terlalu percaya diri
Agni begitu bahagia bersama Axel. Dia memeluk badan Axel saat berkendara. Mereka tertawa sepanjang perjalanan menuju rumah Agni. Agni langsung bisa tiba melupakan masa lalunya bersama Tian saat sedang bersama Axel seperti ini. Axel pun memperlakukan Agni dengan lembut. Menyentuh tangan Agni juga mengecup ujung jemarinya. Sungguh terasa seperti dunia milik mereka berdua “Makan dulu yuk,” ajak Axel. “Gue gak laper,” rengek Agni masih dengan memeluk pinggang Axel begitu posesif. Dia telah melupakan statusnya yang seorang istri. Melupakan kenangan buruk atau lebih tepatnya menskip kisah beberapa bulan lalu bersama Tian.Agni juga tidak mau mengakui ciuman Tian sebagai ciuman pertamanya. Karena Tian melakukannya dengan paksaan. “Bandel banget, sih.” Axel memukul betis Agni yang jika dia mengulurkan tangannya ke bawah maka akan mengenai kaki Agni. “Awww ....” Agni meringis manja“Sakit tauk!” Agni melepaskan pelukan lalu memukul pundak Axel dengan kuat. “Iya, iya, sorry.” Axel tertawa