Udara dingin menggigit tubuh saat senja turun. Padahal lagi kemarau panjang, dan bukan daerah pegunungan.Hutan ini seakan mempunyai siklus berbeda."Hutan ini seakan tiada berbatas," kata Arjuna. "Sejauh mata memandang hanyalah pepohonan yang terlihat.""Perkiraanku hutan ini adalah hutan lindung. Kau sepertinya orang pertama yang menebang pohon pisang."Pemandangan di sekitar danau menggambarkan, pohon itu mati dengan sendirinya dan buahnya habis dimakan binatang."Hutan ini kelihatannya belum terjamah manusia. Ayahku kemungkinan kecil pernah berkunjung ke mari.""Lalu kujang emas membawa kita ke mari untuk apa?"Arjuna bingung mencari jawabannya. Ia meminta untuk ditunjukkan tentang keberadaan ayahnya, dan mereka terdampar di daerah yang sangat asing ini. Barangkali hutan ini petunjuk awal untuk menemukan ayahnya, mereka mesti berusaha sendiri.Usaha pertama adalah keluar dari hutan liar ini."Kujang emas sudah bikin masalah sejak berada di tanganku, kita terdampar di hutan ini a
Mereka bangun saat mendengar suara berisik di tepi danau.Tampak harimau dan buaya bertarung antara hidup dan mati.Harimau kabur setelah mendapat banyak luka."Hari sudah siang," kata Arjuna. "Kita tidur lelap sekali."Matahari sudah naik sepenggalahan, udara dingin menyengat tubuh, sehingga mereka enggan untuk bersentuhan dengan air.Areal yang ditinggali mereka merupakan daerah kekuasaan buaya, saat ada binatang lain mencari mangsa, maka buaya berusaha menghalau.Pertarungan itu memperebutkan seekor kijang yang kini menjadi santapan kawanan buaya."Kita turun setelah mereka pergi dari bawah pohon," kata Arjuna. "Mereka secara tidak langsung telah menjaga kita dari binatang buas lain.""Aku syok setiap waktu terjadi pembunuhan," sahut Chitrangada dengan wajah pucat. "Kita cari tempat yang aman.""Tidak ada tempat yang aman di hutan ini. Aku sangat mengandalkan kujang emas untuk keselamatan kita."Kujang emas adalah satu-satunya perlengkapan untuk bertahan hidup. Separuh nyawanya ter
Mereka menempuh perjalanan sudah bermil-mil, namun belum menemukan perkampungan.Sejauh mata memandang pemandangan yang terlihat hanyalah pepohonan dan semak belukar.Mereka senang saat menjumpai parit kecil dengan air sangat jernih."Air ini dapat menyambung hidup kita," kata Arjuna. "Dingin sekali...!"Arjuna membasuh muka, kemudian mengisi dua bumbung yang nyaris kosong.Arjuna melempar pandang ke sekitar mencari tempat untuk bermalam.Mereka bisa tidur di dahan besar dan rimbun, cukup nyaman ketimbang di atas batu ceper, ada juga pohon buah."Kita istirahat di sini," ujar Arjuna. "Kita lanjutkan perjalanan besok."Seekor ayam hutan muncul dari rumpun semak. Arjuna berjalan mengendap-endap mendekat, lalu melemparkan kujang emas.Kujang pusaka itu menghunjam tepat di bagian leher sehingga ayah hutan mati seketika.Padahal Arjuna serampangan saja melempar, kemudian kujang emas berputar balik ke arahnya, ia menangkapnya."Kujang ini bisa menjadi senjata berburu," kata Arjuna kagum. "I
Hujan turun sangat deras disertai badai angin. Arjuna dan Chitrangada terbangun ketika terkena tempias hujan. Mereka mencari tempat berlindung yang aman, cuaca dingin sangat mencucuk kulit. "Aku mencari daun dulu," kata Arjuna. "Kau berlindung di balik akar." Arjuna naik ke atas pohon, menebas beberapa ranting, lalu turun dan menutupi tubuh Chitrangada. "Lumayan cukup hangat," ujar Chitrangada. "Kau tidak menutupi tubuhmu dengan daun?" "Aku tidak kedinginan." Ada aliran hangat dari kujang emas menjalar ke seluruh tubuh melindungi dirinya dari cuaca buruk. Hujan belum ada tanda berhenti, badai angin semakin menggila. "Kita beruntung bermalam di areal ini," kata Arjuna. "Di bagian lain terjadi hujan badai." Pepohonan tampak meliuk-liuk, beberapa dahan patah, hujan bercampur angin terdengar bergemeruh. Mereka cukup terlindung di bawah pohon rimbun. Keselamatan mereka terancam jika ada petir. Arjuna lega tidak ada petir hingga hujan reda. "Alam seakan marah dengan kedatangan
"Ada orang datang...!" Arjuna berbisik kepada Chitrangada yang tengah menikmati kelinci bakar. Tampak seorang kakek berpakaian resi berjalan sambil menengok ke kanan dan ke kiri seperti mencari sesuatu. Kakek itu berjalan dengan berkelebat, sehingga dalam sekejap saja sudah berada di sekitar mereka. "Ia sepertinya mencari sesuatu," bisik Chitrangada. "Apakah mungkin ia mencari dirimu?" Mereka bersembunyi di balik akar dengan wajah tegang. Arjuna memandang heran ke arah kakek berjenggot putih itu. Kelihatannya ia seorang pandita. Kakek itu berpakaian putih tanpa jahitan, kain selempang menutupi sebagian badan kurusnya. "Maksudmu ia ayahku?" Arjuna balik bertanya. "Aku ragu jika melihat selera ibuku, ia seorang perfeksionis." "Apakah ibumu masih memikirkan seleranya saat ia dikuasai nafsu? Obat yang dibubuhkan temannya barangkali sangat kuat sehingga menyilapkan matanya." "Kakek itu pergi ke mana?" Arjuna mendelik melihat kakek berselempang putih itu lenyap secara tiba-tiba
Mereka berjalan menelusuri sungai kecil yang seakan tiada ujung. "Tidak semua tanaman berbuah," kata Arjuna. "Ada juga yang berumbi." Chitrangada mengakui ia kurang pengetahuan tentang tumbuhan di hutan. Ia semakin kagum kepada Arjuna. Di balik hatinya yang dingin, tersimpan pengetahuan yang luas. "Kau mengisi waktu senggangmu dengan baca buku ya?" tanya Chitrangada. "Jadi kau lebih suka membuka-buka buku ketimbang membuka-buka...?" "Membuka-buka apa?" "Membuka-buka ... masa lalu barangkali?" Chitrangada heran mereka dapat mempertahankan hubungan selama empat tahun tanpa kehangatan. Barangkali perjalanan cinta mereka diawali dengan hati yang luka, sehingga kebersamaan bukan sekedar kemesraan. "Sejujurnya bagaimana perasaanmu kepadaku?" Arjuna terkejut mendapat pertanyaan itu. Perempuan jika dalam kesulitan sering berpikir aneh-aneh. "Apakah aku sekedar pelarian dari cinta masa lalu?" Arjuna tersenyum kecut. "Bukankah pertanyaan itu tepatnya untuk diri sendiri?" "Aku suda
Kakek berselempang putih adalah seorang resi bernama Kamandalu, ia meninggalkan pertapaan karena mendapat wangsit untuk mencari anak muda yang tersesat di hutan roban. Resi Kamandalu sudah seharian menjelajah hutan itu. "Aku mencarimu, anak muda," kata Resi Kamandalu. "Apakah kau pemilik kujang emas?" Arjuna menoleh ke arah Chitrangada dengan sinar mata seolah membenarkan perkiraannya, bahwa kakek itu adalah ayah kandungnya. Namun Arjuna sangsi, ibunya seorang perfeksionis, ia pasti mencari pertolongan ke pria lain untuk membebaskan pengaruh obat itu. "Bagaimana kakek tahu aku pemilik kujang emas? Siapa kakek ini sebenarnya?" "Namaku Kamandalu, aku seorang resi. Aku mendapat wangsit untuk mencari pemuda yang memegang kujang emas." "Jadi kakek bukan ... ayahku?" Resi Kamandalu balik bertanya, "Bagaimana kau berpikiran demikian?" Arjuna merasa perlu berterus terang untuk kejelasan asal usul kujang emas. Wangsit itu pasti ada kaitannya dengan pemilik kujang itu. "Sepe
Arjuna agak kecewa saat mendengar jawaban Resi Kamandalu yang kurang memuaskan. "Kujang itu adalah benda pusaka kerajaan Pancala. Ia mendadak hilang sewaktu Widura akan dinobatkan menjadi raja. Kujang emas adalah simbol tahta. Widura butuh kujang itu supaya diakui rakyat sebagai raja Pancala." Kujang ini berarti dibawa raja sebelumnya, pikir Arjuna. Ia kabur ke masa depan. Kemudian kujang ini tertinggal di meja hotel, barangkali ia terburu-buru pergi karena hendak ditangkap prajurit kerajaan. "Widura mencurigai kakaknya membawa kabur kujang itu. Maka itu ia mengadakan sayembara dengan hadiah sangat besar untuk menangkap Panduwinata. Selama Widura belum memegang kujang emas, maka rakyat masih mengakui Panduwinata sebagai raja." Arjuna tidak mau tahu bagaimana sampai terjadi perselisihan antara kakak beradik itu hingga terjadi kudeta. Tahta sudah membutakan Widura, tapi itu bukan persoalan dirinya. "Aku berusaha mengerti kisah ini," kata Arjuna. "Panduwinata barangkali merasa teran
Dalam satu kesempatan Kong berhasil menangkap kaki srikandi perang, ia memutar kaki itu dan mendorongnya. Srikandi perang jatuh terhempas. Kong segera menotok saraf motorik, srikandi merasa seluruh ototnya lemas, tak kuasa bangun. "Bedebah!" geram srikandi perang. "Lepaskan totokanmu!" Kong segera membawa srikandi perang ke bawah pohon rindang. Komandan pasukan pemburu itu mendelik tanpa kuasa untuk melepaskan diri. "Jahanam!" maki srikandi perang. "Apa yang hendak kau lakukan?" Kong membaringkan srikandi perang di atas daun mati. Wanita itu semakin deras memaki-maki. "Antara melaksanakan wangsit dan kebelet, kau tak ada bedanya Kong," sindir Arjuna. "Aku curiga kau menjadikan wangsit untuk melampiaskan hasratmu." Kong menjelaskan bahwa wangsit itu perlu dibuktikan kebenarannya. Ia sendiri kurang yakin, namun tidak rugi seandainya suara gaib itu berdusta. "Aku kira suara gaib itu ingin menonton kalian secara live," kata Arjuna. "Ia pasti berbuat sendiri kalau bisa. Wa
Ksatria pemburu bertumbangan kena amuk naga sakti. Pedang mereka tidak mempan untuk melukai, kulit naga seakan membal. Para ksatria itu menjadi bulan-bulanan naga sakti. Kematian adalah akhir dari perlawanan mereka. Ksatria berjubah biru yang sedang menghadapi Arjuna tampak gentar menyaksikan kawannya tewas satu per satu. "Jadi kau pewaris pedang mustika manik?" tanya ksatria berjubah biru. "Bagaimana manusia seperti dirimu terpilih menjadi ksatria perang? Kau lebih cocok jadi pangeran dengan dikelilingi puteri cantik jelita, gerakanmu terlalu lembut untuk memainkan pedang."Keunikan ilmu pedang kuno yang dimiliki Arjuna adalah laksana penari memainkan pita, terlihat kurang bertenaga, menitikberatkan pada keseimbangan chi, selaras dengan jurus tai chi yang dipelajarinya.Sekali terkena pukulan, organ tubuh dalam akan remuk. Pedang di tangan musuh akan terbabat putus dengan aliran chi lebih besar.Ksatria berjubah biru tidak menyadari bahaya itu. "Aku tidak bangga terpilih me
"Aku ada masalah dengan kejujuran perempuan." Arjuna ingin menyindir Dara Hiti. Empat Iblis Hitam tidak mempunyai maksud jahat kepada Kong. Mereka hanya ingin memanfaatkan. Kong seakan siap menjadi pelindung mereka. Padahal Arjuna mesti turun tangan kalau ia mendapat kesulitan. Kong takkan mampu mengatasi pasukan pemburu meski dibantu Empat Iblis Hitam. Kemampuan mereka sangat tinggi.Ilmu dewa yang tersisa hanya kemampuan berlari yang luar biasa. "Kapan aku pernah berbohong kepadamu?" tanya Dara Hiti. "Aku pergi ke utara bukan untuk kabur, aku mengambil jalan memutar untuk ke kastil selatan." "Mengambil jalan memutar itu ke barat atau timur, bukan pergi ke arah sebaliknya." Empat Iblis Hitam sebetulnya ingin pergi ke kampung Pawon di utara, kekacauan di daerah itu mulai mereda, mereka ingin menunggu perkembangan di Batulayang. Kampung itu menjadi daerah paling bergejolak setelah istri Bairawa terbunuh oleh pasukan Senopati Aryaseta. Penyerbuan ke kastil selatan akan mengundan
Dara Hiti bertanya untuk memastikan, "Kau serius?" Arjuna balik bertanya, "Bukankah kau calon istri Kong? Alangkah baiknya ada pembuktian terlebih dahulu." Srikandi perang membentak, "Siapa kau? Jangan meminta Dara Hiti untuk melakukan perbuatan yang dikecam para dewata!" "Aku kira kalau suka sama suka bukan masalah." "Raja Langit pasti murka!" Kong keluar dari arena pertarungan dengan jungkir balik di udara, lalu berdiri di hadapan Arjuna. Ia bertanya, apa maksud Arjuna menyuruh mereka bercinta? Apakah ingin melihat pertunjukan hot secara gratis? Kong menolak sebab ia mempunyai urusan penting dengan srikandi perang. Ia harus melumpuhkan wanita itu sesuai wangsit yang diterima. "Dara Hiti pasti tersinggung kalau kau menolaknya." Kong menjelaskan ketua Empat Iblis Hitam ingin memancing Arjuna turun ke gelanggang, bicaranya jadi melantur. Kong tahu Dara Hiti tidak sungguh-sungguh dengan perkataannya, bukan masalah juga baginya. Seandainya Dara Hiti bersedia menjadi
Arjuna memuji kecerdikan Dara Hiti memancing emosi srikandi perang. Ia memanfaatkan kelembutan hati Kong untuk mengeksploitasi suasana. "Aku tahu kau tak pernah berniat menjadi istri Kong," kata Arjuna. "Kau kira segampang itu berdusta." Kong bukan pejantan yang suka menagih janji. Barangkali kerelaan perempuan menjadi istri akan membebaskan dirinya dari kutukan. Arjuna ingin Empat Iblis Hitam menjadi istri Kong untuk membuktikan perkiraannya. Satu-satunya jalan untuk membebaskan kutukan abadi dengan membuat murka pencipta kutukan itu. Dewi cinta pasti didesak untuk mencabut kutukannya. Kong bukan pembangkang Raja Langit, ia hanya tidak mampu mengendalikan nafsu. "Aku harus membunuh kalian untuk mencegah kemurkaan penguasa langit!" kata srikandi perang. "Bersiap-siaplah menghadapi kematian!" "Kau terlalu menganggap remeh Kong!" teriak Dara Hiti. "Ketahuilah, ksatria perang memberikan pataka dan kujang emas kepada Kong karena kesaktiannya di atas dirimu!" "Ksatria perang
Arjuna menegur, "Janganlah mengacaukan suasana dengan cerita tak berguna. Aku datang ke abad ini untuk mencari ayahku." Arjuna bahkan ingin mengakhiri pencarian kalau ia tahu letak pintu dimensi. Jadi ia sekarang bukan ingin menemukan ayahnya, ingin segera pulang ke masa depan. Hanya orang yang tahu jalan itu adalah ayahnya. Ia orang yang paling mungkin diminta bantuan karena istrinya menginginkan Arjuna pergi. Pencarian mengalami kesulitan karena ayahnya musuh besar istana. Ia berpindah-pindah tempat tinggal untuk menghindari perburuan. Mencari ayah dan pintu dimensi sama susahnya. "Seperti ada orang lagi bertarung." Telinga Arjuna yang tajam mendengar bunyi bentrokan senjata dan teriakan wanita membakar semangat bertempur. Suara itu terdengar sayup-sayup menandakan lokasinya cukup jauh. Arjuna dan Kong berlari ke arah datangnya suara itu. Mereka mengerahkan chi secara penuh, berlari di angkasa melewati pepohonan, dengan titian angin. "Kejarlah aku, Kong!" seru Arju
Kong tampak kebingungan ketika beberapa kingkong betina berlompatan turun dari dahan rimbun dan menghadangnya. Kong tidak menguasai bahasa kingkong sehingga ia tidak mengerti perbincangan mereka. Kingkong betina kagum melihat kingkong jantan berpenampilan seperti manusia. Kemudian mereka riuh seakan memperdebatkan sesuatu, berisik sekali. Mereka berebut untuk bercinta lebih dahulu dengan Kong. "Kau terlalu ganteng untuk jadi kingkong." Arjuna menepuk bahunya. "Mereka sepertinya lagi memperebutkan dirimu." Kong garuk-garuk kepala. Ia bingung untuk menjelaskan karena mereka tak mengerti bahasa isyarat. Kong bengong saat mereka berkelahi saling cakar seperti manusia. Kelihatannya mereka ingin menyelesaikan dengan perkelahian. Memperebutkan pejantan adalah hal biasa bila musim kawin tiba. "Kabur...!" kata Arjuna. "Aku sulit bersikap melihat dirimu jadi piala bergilir." Kingkong betina seru berkelahi dengan suara berisik bukan main. Mereka tidak sadar kalau pejantan yang d
Arjuna memutuskan untuk pergi ke Batulayang. Ia harus mencari Senopati Aryaseta untuk mengetahui lokasi pintu dimensi. Arjuna harus berbesar hati bertemu dengan ibu sambung yang merupakan mantan kekasihnya, meski sulit untuk memaafkan pengkhianatan Senopati Aryaseta terhadap ibunya. Tapi haruskah? "Kita cari cendekia yang menguasai ilmu dan perhitungan lokasi pintu dimensi," kata Arjuna berubah pikiran. "Aku enggan minta tolong pada senopati." Arjuna ingin mencari raja yang digulingkan, tapi Panduwinata sedang dilanda kemelut karena putranya kehilangan gelar kebangsawanan. Untuk mendapatkan gelar kebangsawanan, ayah dan ibunya harus menikah secara resmi, dan itu tidak mungkin. Pernikahan sedarah adalah terlarang. Bagaimana Panduwinata dapat membantunya sementara ia sendiri terlilit masalah besar. Resi Aswatama telah menimbulkan bencana tanpa berkesudahan. "Meminta bantuan Resi Aswatama dan Raja Widura lebih tidak mungkin lagi," keluh Arjuna. "Bukan menolong, mereka pasti
Kong menuntaskan perlawanan empat pengawal utama istana dengan kematian. Mereka memilih bertarung sampai akhir dan menderita luka dalam sangat parah. Kong protes karena Arjuna membiarkan Empat Iblis Hitam pergi ke kastil selatan tanpa mereka. "Pantas saja kau kena kutukan kalau matamu sulit dijaga," kata Arjuna. "Kekhawatiranmu hanya modus. Mereka bukan pendekar kaleng-kaleng." Arjuna curiga Kong bukan sekedar selingkuh dengan dewi kelamin, ia melakukani kesalahan besar yang menyebabkan jiwanya terkurung dalam sosok kingkong. Dewi kelamin masih bisa tampil dalam wujud asli, namun Kong tidak bisa bertransformasi menjadi dewa kelamin, atau wujud ksatria. Bahkan Kong tidak bisa berkomunikasi dengan bahasa manusia, hanya bisa bahasa isyarat. "Kesalahan apa yang telah kau lakukan, Kong?" selidik Arjuna penasaran. "Mengapa hukuman yang kau terima berat sekali? Aku kira perselingkuhan dengan dewi kelamin bukan kesalahan tak termaafkan." Kong menjelaskan bahwa perselingkuhan