Share

Bab 34

Penulis: Enday Hidayat
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-04 23:12:28

Hujan turun sangat deras disertai badai angin.

Arjuna dan Chitrangada terbangun ketika terkena tempias hujan.

Mereka mencari tempat berlindung yang aman, cuaca dingin sangat mencucuk kulit.

"Aku mencari daun dulu," kata Arjuna. "Kau berlindung di balik akar."

Arjuna naik ke atas pohon, menebas beberapa ranting, lalu turun dan menutupi tubuh Chitrangada.

"Lumayan cukup hangat," ujar Chitrangada. "Kau tidak menutupi tubuhmu dengan daun?"

"Aku tidak kedinginan."

Ada aliran hangat dari kujang emas menjalar ke seluruh tubuh melindungi dirinya dari cuaca buruk.

Hujan belum ada tanda berhenti, badai angin semakin menggila.

"Kita beruntung bermalam di areal ini," kata Arjuna. "Di bagian lain terjadi hujan badai."

Pepohonan tampak meliuk-liuk, beberapa dahan patah, hujan bercampur angin terdengar bergemeruh.

Mereka cukup terlindung di bawah pohon rimbun. Keselamatan mereka terancam jika ada petir.

Arjuna lega tidak ada petir hingga hujan reda.

"Alam seakan marah dengan kedatangan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 35

    "Ada orang datang...!" Arjuna berbisik kepada Chitrangada yang tengah menikmati kelinci bakar. Tampak seorang kakek berpakaian resi berjalan sambil menengok ke kanan dan ke kiri seperti mencari sesuatu. Kakek itu berjalan dengan berkelebat, sehingga dalam sekejap saja sudah berada di sekitar mereka. "Ia sepertinya mencari sesuatu," bisik Chitrangada. "Apakah mungkin ia mencari dirimu?" Mereka bersembunyi di balik akar dengan wajah tegang. Arjuna memandang heran ke arah kakek berjenggot putih itu. Kelihatannya ia seorang pandita. Kakek itu berpakaian putih tanpa jahitan, kain selempang menutupi sebagian badan kurusnya. "Maksudmu ia ayahku?" Arjuna balik bertanya. "Aku ragu jika melihat selera ibuku, ia seorang perfeksionis." "Apakah ibumu masih memikirkan seleranya saat ia dikuasai nafsu? Obat yang dibubuhkan temannya barangkali sangat kuat sehingga menyilapkan matanya." "Kakek itu pergi ke mana?" Arjuna mendelik melihat kakek berselempang putih itu lenyap secara tiba-tiba

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 36

    Mereka berjalan menelusuri sungai kecil yang seakan tiada ujung. "Tidak semua tanaman berbuah," kata Arjuna. "Ada juga yang berumbi." Chitrangada mengakui ia kurang pengetahuan tentang tumbuhan di hutan. Ia semakin kagum kepada Arjuna. Di balik hatinya yang dingin, tersimpan pengetahuan yang luas. "Kau mengisi waktu senggangmu dengan baca buku ya?" tanya Chitrangada. "Jadi kau lebih suka membuka-buka buku ketimbang membuka-buka...?" "Membuka-buka apa?" "Membuka-buka ... masa lalu barangkali?" Chitrangada heran mereka dapat mempertahankan hubungan selama empat tahun tanpa kehangatan. Barangkali perjalanan cinta mereka diawali dengan hati yang luka, sehingga kebersamaan bukan sekedar kemesraan. "Sejujurnya bagaimana perasaanmu kepadaku?" Arjuna terkejut mendapat pertanyaan itu. Perempuan jika dalam kesulitan sering berpikir aneh-aneh. "Apakah aku sekedar pelarian dari cinta masa lalu?" Arjuna tersenyum kecut. "Bukankah pertanyaan itu tepatnya untuk diri sendiri?" "Aku suda

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 37

    Kakek berselempang putih adalah seorang resi bernama Kamandalu, ia meninggalkan pertapaan karena mendapat wangsit untuk mencari anak muda yang tersesat di hutan roban. Resi Kamandalu sudah seharian menjelajah hutan itu. "Aku mencarimu, anak muda," kata Resi Kamandalu. "Apakah kau pemilik kujang emas?" Arjuna menoleh ke arah Chitrangada dengan sinar mata seolah membenarkan perkiraannya, bahwa kakek itu adalah ayah kandungnya. Namun Arjuna sangsi, ibunya seorang perfeksionis, ia pasti mencari pertolongan ke pria lain untuk membebaskan pengaruh obat itu. "Bagaimana kakek tahu aku pemilik kujang emas? Siapa kakek ini sebenarnya?" "Namaku Kamandalu, aku seorang resi. Aku mendapat wangsit untuk mencari pemuda yang memegang kujang emas." "Jadi kakek bukan ... ayahku?" Resi Kamandalu balik bertanya, "Bagaimana kau berpikiran demikian?" Arjuna merasa perlu berterus terang untuk kejelasan asal usul kujang emas. Wangsit itu pasti ada kaitannya dengan pemilik kujang itu. "Sepe

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 38

    Arjuna agak kecewa saat mendengar jawaban Resi Kamandalu yang kurang memuaskan. "Kujang itu adalah benda pusaka kerajaan Pancala. Ia mendadak hilang sewaktu Widura akan dinobatkan menjadi raja. Kujang emas adalah simbol tahta. Widura butuh kujang itu supaya diakui rakyat sebagai raja Pancala." Kujang ini berarti dibawa raja sebelumnya, pikir Arjuna. Ia kabur ke masa depan. Kemudian kujang ini tertinggal di meja hotel, barangkali ia terburu-buru pergi karena hendak ditangkap prajurit kerajaan. "Widura mencurigai kakaknya membawa kabur kujang itu. Maka itu ia mengadakan sayembara dengan hadiah sangat besar untuk menangkap Panduwinata. Selama Widura belum memegang kujang emas, maka rakyat masih mengakui Panduwinata sebagai raja." Arjuna tidak mau tahu bagaimana sampai terjadi perselisihan antara kakak beradik itu hingga terjadi kudeta. Tahta sudah membutakan Widura, tapi itu bukan persoalan dirinya. "Aku berusaha mengerti kisah ini," kata Arjuna. "Panduwinata barangkali merasa teran

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 39

    Chitrangada mencoba menghibur kegundahan Arjuna, "Aku kira Datuk Cakil tidak berani gegabah kepada ibumu, ini menyangkut hubungan dua negara." "Datuk Cakil bukan warga Melayu." "Tapi ia tinggal di Melayu dan beranak pinak selama seperempat abad. Aku kira ia banyak pertimbangan untuk membuat hubungan kedua negara memanas." Datuk Cakil juga mesti mempertimbangkan anak istrinya di Kuala Lumpur. Namun semua bisa dikorbankan demi kerajaan. "Kau sudah separuh jalan untuk mencari ayahmu," kata Chitrangada. "Janganlah berhenti, boleh jadi hal ini adalah kesempatan satu-satunya." Arjuna jadi bimbang. Ia tidak mau pencarian bertahun-tahun menjadi sia-sia karena sebuah kekhawatiran. Sekarang sudah ada titik terang, kujang emas milik raja Pancala, tinggal siapa yang membawa kujang itu ke hotel bintang lima, Panduwinata atau abdi setianya. Ia kira raja terguling menyuruh ksatria untuk membawa kabur kujang emas dan akhirnya tertinggal di meja kamar atau ... sengaja ditinggal? "Kau menjadi

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 40

    Resi Kamandalu terkejut saat Arjuna menyerahkan kujang emas. "Anak muda, aku hanya diberi wangsit untuk membantu dirimu, bukan mengambil kujang emas." "Kakek tidak mengambil, aku yang memberikan." "Bukan juga seperti itu." "Lalu seperti apa?" "Seperti wangsit yang kuterima, aku harus membantumu meditasi untuk mendapatkan chi yang sesuai." "Kakek lebih berguna membantuku mencari siapa tamu hotel dua puluh lima tahun silam yang membawa kujang ini," kata Arjuna. "Kakek bukan saja mendapatkan dua ratus juta ringgit dariku, juga boleh memiliki kujang ini." "Kujang ini milik kerajaan, anak muda." "Maka itu bantu aku mengembalikan kujang itu, aku tidak tahu di mana keraton Pancala, aku bahkan tidak tahu di mana ayahku berada, hidupku sial sekali." Resi Kamandalu menyerahkan kembali kujang emas, Arjuna menolaknya. "Aku kira kujang itu lebih bermanfaat bagimu." "Kita butuh kujang itu, Jun," tegur Chitrangada lembut. "Bagaimana kau bertahan hidup di hutan tanpa kujang itu?" "Kau ma

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 41

    Arjuna dan Chitrangada pergi ke padepokan Resi Kamandalu. Mereka butuh tempat berteduh, tidak lucu CEO menjadi gelandangan di masa lampau. Mereka tidak ada bekal untuk menempuh perjalanan dalam upaya mencari pemilik kujang emas. "Kita sudah tiba di padepokan," kata Resi Kamandalu. "Aku kira cukup nyaman untuk kalian tinggal." Sebuah rumah unik dan antik berdiri terpencil di lembah pegunungan, tanaman hijau menambah asri pemandangan, sungai mengalir dengan air sangat jernih. Seorang gadis cantik dan pemuda ceking tampak berjalan bersisian meninggalkan sungai. Pemuda itu memikul guci berisi air minum, sementara sang gadis membawa bakul kecil berisi ikan air tawar. "Banyak sekali tangkapan hari ini, Larasati," kata Resi Kamandalu. "Kau sangat pintar menangkap ikan." "Aku menangkapnya, Kek," tukas Bajang. "Larasati berlatih menggebah air, bukan menangkap ikan." "Kamu kan paling gembul," balas Larasati. "Jadi kamu mesti menangkap sendiri. Aku heran ikan di perutmu pergi ke mana, b

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 42

    Arjuna terpaksa mengikuti latihan meditasi yang diajarkan oleh Resi Kamandalu. Chitrangada tertarik untuk mencoba teknik meditasi kuno itu. Bagaimana melatih pernafasan secara teratur dan memastikan paru-paru bekerja sepenuhnya secara efisien. "Kau kelihatan nyaman sekali," kata Arjuna. "Aku merasa latihan pernafasan hanyalah sia-sia." "Prinsip dasar meditasi ini adalah penyelarasan dan relaksasi, kau akan merasa lebih segar setelah meditasi." "Aku malahan jemu." "Latihan pernafasan dan meditasi ini merupakan dasar dari seni bela diri kuno dari Tiongkok," kata Resi Kamandalu. "Diperkenalkan oleh Thio Sam Hong pada abad dua belas, kemudian dikembangkan Chen Wangting pada abad lima belas, dan aku adalah salah satu muridnya." Arjuna merasa dikerjai. Ia ingin belajar mengendalikan kujang emas, bukan belajar seni bela diri. Ia seorang CEO, di mana uang adalah kekuatan paling sakti dalam kehidupan. Seni bela diri hanyalah perlindungan semu dari kriminalitas jalanan. "Aku rasa ada

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07

Bab terbaru

  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 49

    "Kodok emas dapat membedakan mana kawan mana lawan," kata Resi Kamandalu. "Ia adalah siluman kodok yang sudah ditaklukkan guruku." "Kenapa eyang guru tidak berburu siluman kodok saja kalau bisa berubah menjadi kodok emas?" tanya Bajang. "Eyang bisa menjadi orang terkaya di Pancala." Kepolosan Bajang menghadirkan senyum di bibir kakek itu. Dikiranya siluman kodok adalah tambang emas. Kodok emas adalah raja siluman kodok, dan tidak semua raja siluman kodok menjadi kodok emas. Kaki depan dan belakang berjari lima, muncul lima abad sekali. "Sebaiknya kau bersiap-siap seperti yang lain," kata Resi Kamandalu. "Jangan sampai kau pulang lagi ke padepokan ini, berarti kegagalan bagimu." "Apakah aku tidak boleh menyambangi eyang guru?" "Aku akan datang di saat kalian membutuhkan, dan aku berharap tidak pernah datang." Kepergian dari padepokan bukan kepergian selamanya, namun situasi membara di Pancala butuh waktu lama untuk memadamkan. Resi Kamandalu menanamkan kepada muridnya bahwa pa

  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 48

    Arjuna berlatih jurus Menangkap Ekor Merak, bagaimana merespon energi yang datang dan memantulkan kembali energi itu laksana musuh memukul bola karet raksasa. Serangkaian gerakan berturut-turut dan sambung menyambung dengan jing sebagai energi utama. Jurus itu bagian dari delapan jurus dalam kitab kuno I Ching. "Kau menguasai jurus cepat sekali," puji Resi Kamandalu. "Delapan energi sudah kau kuasai dalam separuh tahun." "Lalu apa hubungannya dengan kujang emas?" "Kau bisa menggunakan delapan energi untuk mengendalikan energi kujang emas. Kau akan menjadi pendekar tanpa tanding." "Aku lebih suka menjadi pendekar tanpa bertanding." Larasati memandang kagum. "Kau sungguh hebat sekali. Aku saja belum menguasai secara sempurna." Arjuna sangat payah dalam penguasaan jurus kalau tidak didukung energi kujang emas. Energi itu membantu kelenturan dalam gerakan tangan dan kaki. Arjuna juga mempunyai energi inti yang dapat meremukkan batang pohon dengan telapak tangan. "Aku kira suda

  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 47

    "Entahlah." Resi Kamandalu menghela nafas seolah ingin menghalau misteri yang menggantung di kepalanya. "Aku tidak kenal siapa ayahmu. Jadi aku tidak tahu suara tanpa wujud itu milik siapa." Arjuna termenung. Bagaimana kalau suara itu adalah suara ayahnya? Ia ingin menyelamatkan putranya dengan meminta bantuan Resi Kamandalu. Kujang emas membawanya ke abad lima belas supaya Arjuna mengetahui secara langsung kabar duka ini. "Namun aku yakin suara itu bukan suara ayahmu. Pada saat Panduwinata terkepung, ia menyerahkan kujang emas kepada Senopati Aryaseta untuk diselamatkan. Widura dan pembantu dekatnya mengejar senopati. Kemudian tersiar kabar kalau Widura gagal mendapatkan kujang itu." Secercah harapan muncul di hati Arjuna. Kemungkinan besar ayahnya masih hidup. Seandainya tertawan pun, ia pasti dibiarkan hidup, sebab kujang emas ditinggal di kamar hotel. "Aryaseta kabur ke masa depan," kata Arjuna. "Pangeran Cakil mengejar. Kemudian datang seorang gadis minta bantuan." Ada

  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 46

    "Aku kira kujang emas berada di tanganmu bukan kebetulan," kata Resi Kamandalu. "Ia berjuang menembus ruang dan waktu pasti membawa pesan penting untukmu, hanya belum terungkap." "Kujang emas singgah di zamanku karena lelaki tidak bertanggung jawab." Kebodohan ibunya telah menyeret Arjuna pada masalah yang rumit. Seandainya ia kembali ke abad 21, bagaimana pertanggungjawaban dirinya kepada keluarga Angada? Chitrangada pergi bersamanya! "Sebenarnya apa yang kau inginkan?" tanya Chitrangada saat mereka berada di dalam kamar. "Resi Kamandalu berusaha membantu dirimu. Mengapa kau begitu sulit?" "Resi Kamandalu ingin menjadikan aku ksatria untuk mengatasi kemelut kerajaan," sahut Arjuna dingin. "Aku tahu resi itu tercatat dalam sejarah, hanya aku tidak sempat membacanya." "Apa ruginya menjadi ksatria pinilih? Kau akan berurusan dengan istana dalam mencari jejak ayahmu. Bagaimana kau melindungi dirimu?" Chitrangada sulit memahami logika Arjuna. Ia sudah terjebak dalam pertikaian ista

  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 45

    Resi Kamandalu baru pulang saat mereka hendak pergi tidur. Kakek berselempang putih itu membawa barang pokok banyak sekali. Barang itu cukup untuk persediaan selama sebulan. "Kakek habis menjarah toko kelontong?" tanya Bajang sambil menurunkan beberapa barang dari pelana dua ekor kuda. "Buat apa kakek bawa pulang kuda? Binatang seperti ini banyak di savana." Kuda itu berbulu hitam mengkilap, tampak gagah dan elegan, biasa digunakan pasukan kavaleri. "Kakek merampas kuda prajurit istana?" tanya Larasati. "Bukankah perampokan terlarang di mayapada?" "Harta rampasan perang," kata Resi Kamandalu. "Aku sedang belanja di sebuah toko kelontong, datang sekumpulan perampok berkuda, aku merasa terpanggil untuk melindungi pemilik toko dan keluarganya. Kemudian aku mendapat hadiah bahan pokok." Situasi di Pancala semakin kacau dengan kemunculan perampok, mereka memanfaatkan ketegangan yang terjadi. "Kuda itu kelihatannya bukan milik perampok," sanggah Larasati. "Kuda itu milik pejabat ke

  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 44

    Mereka gelisah ketika hari sudah senja Resi Kamandalu belum pulang juga. "Apakah sebelumnya pernah begini?" tanya Arjuna. "Belum pernah," jawab Larasati panik. "Aku takut terjadi sesuatu dengan eyang guru." "Aku makin pusing melihatmu mondar-mandir kayak anak ayam mencari induknya," gerutu Bajang. "Bisakah kau duduk seperti kami?" Bajang menduga ada urusan penting sehingga Resi Kamandalu pulang terlambat. Resi Kamandalu adalah pertapa yang sangat disegani di wilayah Pancala. Mereka berpikir ulang untuk berurusan dengannya. Pendekar golongan putih dan golongan hitam sangat menaruh hormat kepadanya. "Apakah kau tidak khawatir dengan keselamatan eyang guru?" delik Larasati kesal. "Kau murid durhaka!" "Kau mestinya mengkhawatirkan diri sendiri," balik Bajang santai. "Kita makan apa besok kalau kakek tidak pulang?" "Di otakmu cuma ada makanan!" "Badanku sudah kurus kering. Apa jadinya kalau besok hanya makan ubi?""Jadi cacing tanah!" Larasati bingung apa yang mesti dilakukan.

  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 43

    Arjuna tidur bersama Bajang, Chitrangada tidur sendiri. Mereka awalnya tidur satu kamar, tapi Arjuna merasa risih.Ada kamar tidur kosong satu lagi, tapi belum sempat dibersihkan. Arjuna mencoba menggali informasi tentang Resi Kamandalu, rupanya Bajang tidak mengetahui banyak. "Kakek jarang sekali bercerita tentang dirinya," kata Bajang. "Ia sangat tertutup. Aku tahu namanya saja waktu kakek mengenalkan diri pada kalian." Entah ada rahasia besar atau merasa tidak penting, Resi Kamandalu hampir tidak pernah bercerita tentang dirinya. "Lalu apa saja yang kalian bicarakan selagi berkumpul?" tanya Arjuna. "Kalian tidak mungkin berlatih setiap hari tanpa berkomunikasi." "Kakek jarang sekali kongko. Ia baru bercakap kalau ada informasi penting dari perkampungan yang dikunjunginya." "Kalian tidak ikut pergi bersamanya?" "Kami tidak pernah diajak." Padahal mereka sudah cukup umur untuk bepergian, bisa mengurus diri sendiri. Jadi tidak merepotkan. Apa alasan Resi Kamandalu tidak memba

  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 42

    Arjuna terpaksa mengikuti latihan meditasi yang diajarkan oleh Resi Kamandalu. Chitrangada tertarik untuk mencoba teknik meditasi kuno itu. Bagaimana melatih pernafasan secara teratur dan memastikan paru-paru bekerja sepenuhnya secara efisien. "Kau kelihatan nyaman sekali," kata Arjuna. "Aku merasa latihan pernafasan hanyalah sia-sia." "Prinsip dasar meditasi ini adalah penyelarasan dan relaksasi, kau akan merasa lebih segar setelah meditasi." "Aku malahan jemu." "Latihan pernafasan dan meditasi ini merupakan dasar dari seni bela diri kuno dari Tiongkok," kata Resi Kamandalu. "Diperkenalkan oleh Thio Sam Hong pada abad dua belas, kemudian dikembangkan Chen Wangting pada abad lima belas, dan aku adalah salah satu muridnya." Arjuna merasa dikerjai. Ia ingin belajar mengendalikan kujang emas, bukan belajar seni bela diri. Ia seorang CEO, di mana uang adalah kekuatan paling sakti dalam kehidupan. Seni bela diri hanyalah perlindungan semu dari kriminalitas jalanan. "Aku rasa ada

  • Mengejar Cinta Puteri Bangsawan   Bab 41

    Arjuna dan Chitrangada pergi ke padepokan Resi Kamandalu. Mereka butuh tempat berteduh, tidak lucu CEO menjadi gelandangan di masa lampau. Mereka tidak ada bekal untuk menempuh perjalanan dalam upaya mencari pemilik kujang emas. "Kita sudah tiba di padepokan," kata Resi Kamandalu. "Aku kira cukup nyaman untuk kalian tinggal." Sebuah rumah unik dan antik berdiri terpencil di lembah pegunungan, tanaman hijau menambah asri pemandangan, sungai mengalir dengan air sangat jernih. Seorang gadis cantik dan pemuda ceking tampak berjalan bersisian meninggalkan sungai. Pemuda itu memikul guci berisi air minum, sementara sang gadis membawa bakul kecil berisi ikan air tawar. "Banyak sekali tangkapan hari ini, Larasati," kata Resi Kamandalu. "Kau sangat pintar menangkap ikan." "Aku menangkapnya, Kek," tukas Bajang. "Larasati berlatih menggebah air, bukan menangkap ikan." "Kamu kan paling gembul," balas Larasati. "Jadi kamu mesti menangkap sendiri. Aku heran ikan di perutmu pergi ke mana, b

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status