Kayana tersenyum lebar, matanya membola dengan bibir bawah tergigit saat membuka majalah mode yang sedang ia baca. Di salah satu halaman yang memuat rubrik tentang kesehatan, ia tertarik dengan salah satu artikel tentang cara diet agar tidak menganggu metabolisme tubuh. Tak lama kemudian, ia meraba perutnya. Kayana merengut karena ada gumpalan lemak di sana. “Sayang, perut aku sekarang gembul. Aku mau diet boleh?” rengek Kayana manja. Diguncang-guncangnya lengan Rafandra tapi suaminya itu tak merespon. Kayana pun merengek lagi, “Aku mau diet karbo, boleh?” Rafandra yang duduk di sebelahnya hanya diam tak merespon sama sekali. Suaminya itu fokus mengirim email pada rekan bisnisnya yang sepertinya amat sangat penting. Kayana yang tak sabar bertanya lagi pada Rafandra, “Aku boleh diet lagi kan?” Rafandra tetap tak bergeming dan itu semakin membuat Kayana geram. Sekali lagi ia bertanya dan mengguncang tangan Rafandra lalu berteriak, “Kamu dengarkan aku ngomong apa enggak?” Brakk Raf
Setelah Abil pulang, Kayana menutup pintu depan. Ia kembali masuk ke dalam rumah dan menyiapkan makan malam untuk suaminya. Rafandra yang melihat bayangan Kayana di balik dapur segera masuk ke dalam dan menghampirinya perlahan dari belakang. Rafandra tiba-tiba memeluk Kayana dari belakang dan mendorongnya ke dinding dapur. Kayana mengerang. Ia tak tahu jika Rafandra tiba-tiba saja datang. “Kamu kenapa sih?” Kayana mendorong punggung Rafandra namun tak berhasil. Suaminya itu makin mendorongnya ke dinding hingga tidak bisa memberontak lagi. “Aku cemburu,” bisiknya. Kayana merinding mendengar suara Rafandra yang seperti pria nakal, bukan seperti suaminya yang lembut. “Kamu bisa kan satu hari saja tidak membuat aku cemburu seperti tadi?” “Kamu kan yang suruh aku pergi sendiri? Jangan salahkan aku kalau pulang sama dia,” balas Kayana tak mau kalah. “Aku minta maaf ya sayang, aku salah.” Rafandra mengusap belakang kepala Kayana dan menciumnya dengan lembut. Kayana hanya diam tak member
Rafandra masuk ke dalam ruangan rapat dengan wajah kesalnya. Rambutnya masih berantakan dan alas kaki yang berbeda dari biasanya. Samsul yang duduk di deretan kursi paling depan hanya bisa menepuk dahinya, kesal dengan kelakuan aneh bosnya. Ingin rasanya ia menegur bosnya tapi tidak berani. “Kamu dari mana saja? Ini hari kerja loh,” tegur Wirautama sang ayah saat Rafandra dengan santainya duduk di depan setelah memberi salam. “Loh, ini kan hari cuti Rafa. Kenapa papa marah?” balas Rafandra tak mau kalah. Wirautama kalah telak. Ia tak bisa lagi membalas kata-kata Rafandra yang menyudutkannya tadi. Ia pun memilih diam dan berbalik arah. “Baiklah, kita mulai rapatnya,” ujar Wirautama membuka rapat. Rafandra yang memang tak berminat memilih duduk dengan kaki dinaikkan, bertumpu dengan kaki yang lain. Tangannya membuka tutup botol minuman dan bungkus permen yang tersedia di depannya. Sesekali matanya melirik laptop yang dibawa Samsul lalu kembali menatap si pembicara di depan. Hampir s
"Ayo periksa." Alyssa menarik tangan Kayana masuk ke dalam kamar, entah apa yang akan mereka lakukan. Rafandra yang penasaran pun mengikuti mereka dari belakang. Ia berdiri di depan pintu dan mendengar percakapan antara ibu dan istrinya. "Kamu ke kamar mandi, terus test pakai alat ini. Mama selalu bawa di tas untuk jaga-jaga." Alyssa memberikan alat test itu pada Kayana yang berdiri mematung kebingungan. "Tapi, ma—" Kayana mengerutkan dahinya lalu memberi kode lewat mata pada Rafandra yang berdiri tepat di belakang ibunya. "Mau mama temani?" usul Alyssa yang segera ditolak Kayana. Rafandra membelalakkan matanya, tangannya langsung menyambar alat tes kehamilan di tangan ibunya. Alyssa segera merebutnya kembali dan memberikannya pada Kayana. "Kamu tahu kan cara pakainya?" Kayana mengangguk pelan. Sebenarnya, ia ingin menolak lagi tapi tidak enak rasanya. Apalagi jika melihat wajah ibu mertuanya yang sangat bersemangat. "Sebentar ya, Ma." Kayana masuk ke dalam kamar mandi dan menutu
Raut wajah bahagia terpancar jelas di lewat senyuman lebar di bibir Alyssa. Sejak ia masuk ke dalam rumah, aura kebahagiaan menyertainya. Sang suami yang sedang duduk santai di depan tv pun ikut merasakan perubahan itu. Penasaran, ia pun bertanya pada istrinya. "Bahagia sekali. Ada berita apa hari ini?" Alyssa menoleh cepat. Bibirnya masih menyunggingkan senyum manis. Wirautama jarang sekali melihatnya tersenyum seperti ini. Ada yang membuatnya bahagia? "Kamu mau dengar berita bahagia?" tanya Alyssa yang kini mendekat ke sofa tempat duduk suaminya. Wirautama mengerutkan dahinya, ia semakin merasa penasaran dengan berita yang membuat istrinya bahagia. "Apa itu?" Alyssa mendekat lalu berbisik di telinga suaminya, "Kita akan punya cucu." Alyssa tersenyum setelahnya lalu sibuk berseluncur ke dunia maya, mengabaikan suaminya yang mengerutkan dahinya bingung. Apa sebenarnya yang sedang dibicarakan oleh Alyssa? "Cucu? Maksudnya?" "Kamu ini, pura-pura tidak mengerti?" Alyssa memarahi
"Selamat ibu Kayana dan pak Rafa. Ibu Kayana positif hamil dengan usia kandungan tiga minggu. Sesuai dengan report yang diberikan tadi, sejak dua minggu lalu seharusnya ibu Kayana sudah memeriksakan kandungan. Beruntung tidak ada kekurangan gizi untuk calon bayinya." Kayana tersenyum mengangguk mendengar penjelasan dokter Saras, dokter yang sudah dipercaya oleh Alyssa untuk memeriksakan kandungan. "Tuh, kamu kenapa tidak periksa kemarin? Untung saja tidak ada masalah." Alyssa meniru ucapan dokter Saras menasehati Kayana yang dibalas dengan anggukan pelan olehnya. "Kayana kemarin tidak terasa kalau hamil. Yang bermasalah malah suami saya, dok. Dia marah-marah terus," tunjuk Kayana pada Rafandra yang mencebikkan bibirnya. Kayana membalasnya dengan seringainya. "Ah, berarti efek morning sickness dan perubahan hormonnya terbaru suami ibu Kayana. Jangan lupa minum vitamin ya. Jangan stress, harus banyak makan makanan bergizi," pesan dokter Sarah pada Kayana. Kayana mengangguk paham. "
“Sayang, kamu tahu tidak?” Rafandra menggelengkan kepalanya. Kayana menoleh lalu tertawa. “Aku memang belum kasih tahu sih.”“Menyebalkan,” gerutu Rafandra.“Tadi sehabis makan malam, aku ke kamar mama. Terus—” Kayana menjeda sejenak kalimatnya. Ia menarik napas cukup dalam. Terdengar sedikit berat hingga Rafandra yang tadi sibuk membalas surel di laptop, kini benda itu sudah ditaruhnya di meja samping ranjang. Rafandra membalik posisi tidurnya menghadap ke arah Kayana hingga mata mereka saling bertatapan. Rafandra memandang wajah Kayana yang terlihat sangatlah serius.“Lalu?” tanya Rafandra penasaran.“Kamu mau tahu?” goda Kayana dengan wajah menyebalkan.“Kamu niat mau kasih tahu aku apa tidak?” Rafandra merajuk, ia membalik badannya mencari laptop namun dengan cepat dicegah oleh Kayana. “Aku mau lanjut kerja nih,” ketus Rafandra yang kini berwajah masam.“Jangan marah dong sayang. Tadi, saat aku ke kamar mama, aku dengar sesuatu yang—” Kayana kembali menjeda kalimatnya lalu menari
Samsul masuk ke dalam ruangan Rafandra tepat pukul delapan pagi. Saat itu Rafandra baru saja tiba dan mendudukkan dirinya di kursi nyaman itu. Samsul memberi salam lalu ikut duduk setelah dipersilakan oleh Rafandra. “Bos, selamat pagi,” sapa Samsul yag dibalas gumaman oleh bosnya. Rafandra mendongakkan kepalanya menatap Samsul yang hanya diam saja setelah menyapanya tadi. Rafandra menaruh pena lalu menatap ke sekelilingnya sebelum akhirnya bertanya pada Samsul. “Kenapa kamu baru ceritakan sekarang kalau ada sesuatu yang aneh dengan papa saya. Apa alasannya?” Samsul menarik napas panjang. Di kepalanya ia merancang berbagai skenario agar bosnya tak marah dan murka padanya.Ia juga sempat berdoa dalam hati semoga saja bosnya tidak mengamuk. “Kenapa diam saja?” bentak Rafandra yang membuat mata Samsul membelalak lebar. Samsul menelan ludahnya ketakutan. Baru kali ini ia dibentak kasar oleh bosnya tanpa basa-basi. “Kalau kamu tidak mau bicara, saya bisa—” “B-baik bos. Saya akan ceritak