Mendengar ucapan Cassiopeia, sontak Theona dan Wolf menoleh. Theona mengerutkan keningnya sambil menyipitkan matanya. Sedangkan Cassiopeia langsung menutup mulutnya karena sudah keceplosan."Ah tidak, bukan itu maksud aku." Cassiopeia tersenyum canggung sambil menggerakkan tangannya."Memangnya apa yang aku pikirkan?" tanya Theona."Mana aku tahu," balas Cassiopeia mengedikkan bahunya."Tapi, aku sangat penasaran dengan apa yang terjadi padamu selama ini," kata Cassiopeia. Entah kapan Theona akan menceritakan segalanya padanya."Sebentar." Theona beranjak ke arah dapur. Tidak lama kemudian, ia kembali dengan mengajak Bi Sudan, "Alpha sama Bibi dulu, ya, sekalian makan," kata wanita itu sambil mengambil alih putranya dari tangan Wolf. Kemudian, ia menyerahkannya pada Bi Sudan.Mereka semua menatap pria mungil yang kian menghilang ke arah dapur. Kemudian, Cassiopeia menarik Theona ke arah sofa dan duduk beriringan."Jadi, kenapa kau pergi dan menghilang?" tanya Cassiopeia.Wolf hanya du
Empat tahun kemudian, di rumah di mana sepasang ibu dan anak tinggal. Kini, terlihat sangat ramai akan anak-anak. Banyak sekali balon warna warni menghiasai rumah itu. Ada beberapa anak kecil yang sedang asyik bermain trampolin, jungkat-jungkit, perosotan, dan ayunan. Ada juga yang sedang meniupkan gelembung dan ada juga yang berlarian menangkap gelembung-gelembung itu. Semua anak-anak itu merupakan keturunan keluarga besar Candramawa."Ayo masuk, semua! Sebentar lagi acaranya akan dimulai," teriak Athena, istri Skywara sambil mengedarkan pandangan ke arah anak-anak berada.Sontak, seluruh anak-anak masuk ke dalam. Mereka berbaris dengan rapi menatap ke depan. Sedangkan di depan, sudah ada Alphagon dan ibunya. Terlihat, banyak tumpukan kado dari yang berukuran paling besar hingga kecil tersusun rapi di sebelah kanan dan kiri tempat sepasang ibu dan anak itu berdiri."Jangan ditiup dulu, Sayang." Theona memprotes karena sejak tadi putranya meniup-niup lilin di antara kue ulang tahun,
Mendengar suara Alphagon, sontak tubuh Theona langsung menegang. Nafasnya tertahan seolah tidak sanggup untuk menghembuskannya. Sedangkan Cassiopeia dan Wolf langsung melirik ke arah Theona. Mereka benar-benar mengkhawatirkan kondisi sahabatnya."Mommy, kenapa diam saja? Alpha lapar dan mau makan kue. Bukankah kita sudah selesai?" tanya pria mungil itu sambil mengayun tangan ibunya."Mommy?" gumam Ikosagon. Sepertinya sejak kedatangannya tadi, ia sama sekali tidak sadar dengan sosok mungil yang ada di depan Theona.Pria itu cukup terkejut mendengar suara anak kecil itu. Ia berusaha melongok ingin melihat sosok anak kecil itu. Namun sayangnya, Theona berusaha menghalanginya."Apa dia anak Cassie? Atau dia anak Theo dan Wolf? Tapi kalau dia anak Wolf dan Theo, kenapa mereka merayakan ulang tahun anak mereka di sini?" batin Ikosagon bertanya.Melihat ekspresi wajah Ikosagon yang mencurigakan membuat Theona ketakutan. Ia lekas membungkuk dan mengangkat tubuh putranya sambil berkata, "Kuen
"Kalian semua di mana sekarang?"Setelah dengan susah payah beranjak bangun, Ikosagon langsung keluar dan masuk ke dalam mobilnya. Ia membersihkan luka di wajahnya dengan tissue. Namun sayangnya, manik mata kirinya tidak bisa terbuka karena banyaknya hantaman keras yang menimpanya.Ia tahu meskipun ia berusaha mengejar Wolf, ia tetap tidak akan bisa mengejar. Akhirnya, ia memutuskan untuk menghubungi salah satu anak buahnya untuk memberi perintah."Kami sedang berada di markas, Bos. Apa ada yang perlu kami lakukan?""Apa kau bersama Bunglon?""Iya, Bos. "Bagus. Katakan padanya untuk melacak keberadaan mobil Cassie. Saat ini istriku bersamanya.""Jadi, Nyonya Theo sudah ditemukan?""Ya, tapi dia pergi lagi. Jadi, cepat lacak keberadaan mobil Cassie agar aku bisa menjemput istriku pulang.""Baik, Bos."Setelah mengakhiri panggilan, Ikosagon menyandarkan tubuhnya ke belakang. Seluruh tubuhnya terasa ngilu, tetapi tidak membuat semangatnya hilang untuk menyusul Theona. Mengingat wajah ca
"Tentu saja. Aku hampir gila setelah kau menghilang. Jadi, pulanglah," sanggah Ikosagon menggebu."Pulang? Pulang ke mana?" tanya Theona sinis."Tentu saja pulang ke rumah kita. Memangnya mau pulang ke mana lagi?" balas Ikosagon santai."Tidak, Osa. Rumah itu rumahmu dan bukan rumahku. Jadi, kau saja yang pulang dan aku ingin tetap berada di sini," tolak Theona mengusir."Apa yang kau katakan? Rumahku itu rumahmu juga. Apa pun yang aku miliki, semuanya juga milikmu. Jadi, jangan pernah berpikir kalau milikku bukan milikmu." Ikosagon terlihat tidak terima, tetapi tidak menunjukkan emosinya sama sekali, "Oh, iya. Anak kita mana? Jangan biarkan anak kita dekat dengan laki-laki itu karena aku sangat tidak menyukainya," imbuhnya sambil mengepalkan tangannya."Apa kau bilang? Anak? Hahaha ... Sejak kapan kau memiliki anak?" Theona bertanya sambil tertawa mengejek, "Untuk Wolf, Alpha sangat menyukainya sejak pertama kali mereka bertemu. Jadi, aku tidak berencana untuk menjauhkan Alpha dariny
"Apa kau mengkhawatirkanku?" tanya Ikosagon sambil menahan pintu gerbang dengan cara mengulurkan tangannya. Otomatis, tangannya terjepit dan membuat Theona menghentikan gerakan tangannya."Tidak sama sekali," sangkal Theona."Benarkah? Lalu, untuk apa kau memintaku untuk mengobati lukaku? Bukankah kau membenciku?" tanya Ikosagon dengan seulas senyum terbit di wajah yang penuh luka."Itu hanya sebagai rasa kemanusiaan saja," balas Theona enteng.Mendengar balasan Theona cukup membuat Ikosagon kecewa. Senyum di wajahnya tidak sampai di mata sudah langsung surut."Meskipun begitu, aku tetap senang." Melihat Theona sedang lengah, Ikosagon mendorong sedikit pintu gerbang dan masuk, "Kau tahu? Ancamanku tidak main-main. Kalau kau tidak ingin pulang ke rumah kita, kau harus tinggal di rumah Kak Nona lagi. Jangan sampai tinggal di rumah ini atau pria itu dan Cassie akan terluka," imbuh Ikosagon mengancam. Pria itu berbisik membuat bulu kuduk Theona berdiri."Jangan macam-macam, Osa! Kalau kau
Mendengar jawaban Theona membuat Ikosagon menghela nafas berat. "Tidak apa-apa karena ini hari pertamamu bertemu anakmu. Seiring berjalannya waktu, aku yakin Theo akan menjelaskannya tentang siapa dirimu bagi Alpha," batin Ikosagon berusaha menenangkan dirinya sendiri."Oh begitu," kata pria mungil itu."Iya, Sayang." Theona menatap Ikosagon sendu. Melihat pria itu kecewa membuat lehernya terasa tercekat."Kapan kita sampai di rumah, Paman? Alpha sudah tidak sabar ingin membuka kado," tanya Alphagon menatap ke arah Ikosagon"Mmm ... Mungkin sekitar empat puluh lima menit lagi. Tapi, bukankah Alpha ingin membeli kue?" sahut Ikosagon dengan manik mata yang berkaca-kaca.Ia tidak menyangka hanya dengan sebuah pertanyaan saja sudah membuatnya bahagia. Bahkan sebutan paman sama sekali tidak membuatnya sakit hati."Tidak jadi. Alpha mau buka kado saja. Alpha juga mau makan nasi sama sup bakso buatan Mommy." Alphagon menoleh menatap sang ibu, "Nanti sampai rumah jangan lupa masak sup kesukaa
"Kau mau apa, hum?" tanya Theona sambil menggertakkan giginya. Jari telunjuknya ditempelkan di dahi Ikosagon dan mendorongnya perlahan. Kemudian, ia lekas menjauhkan tubuhnya ke belakang. "Aku mau tidur, aku mengantuk," balas Ikosagon berbohong. "Alasan saja," sergah Theona sinis. Hal seperti itu sudah sering Ikosagon lakukan dulu. Jadi, Theona sudah paham betul apa yang akan terjadi selanjutnya jika ia tidak menghindar. "Memangnya kau pikir, apa yang akan aku lakukan?" Ikosagon membalikkan pertanyaan sekedar ingin tahu jawaban apa yang akan Theona katakan. "Aku tidak tahu," sungut Theona ketus. "Jangan bohong!" Ikosagon menyentuh dagu Theona meski wanita itu menghindar, "Kau pasti berpikir kalau aku akan menciummu. Benar bukan?" lanjutnya sambil tersenyum menggoda. "Jangan mengarang cerita. Lebih baik kau diam agar aku bisa mengobati lukamu," sanggah Theona berusaha mengalihkan perhatian. "Oke, aku akan diam. Sekarang kau boleh mengobati lukaku." Ikosagon memajukan w