"Kalian semua di mana sekarang?"Setelah dengan susah payah beranjak bangun, Ikosagon langsung keluar dan masuk ke dalam mobilnya. Ia membersihkan luka di wajahnya dengan tissue. Namun sayangnya, manik mata kirinya tidak bisa terbuka karena banyaknya hantaman keras yang menimpanya.Ia tahu meskipun ia berusaha mengejar Wolf, ia tetap tidak akan bisa mengejar. Akhirnya, ia memutuskan untuk menghubungi salah satu anak buahnya untuk memberi perintah."Kami sedang berada di markas, Bos. Apa ada yang perlu kami lakukan?""Apa kau bersama Bunglon?""Iya, Bos. "Bagus. Katakan padanya untuk melacak keberadaan mobil Cassie. Saat ini istriku bersamanya.""Jadi, Nyonya Theo sudah ditemukan?""Ya, tapi dia pergi lagi. Jadi, cepat lacak keberadaan mobil Cassie agar aku bisa menjemput istriku pulang.""Baik, Bos."Setelah mengakhiri panggilan, Ikosagon menyandarkan tubuhnya ke belakang. Seluruh tubuhnya terasa ngilu, tetapi tidak membuat semangatnya hilang untuk menyusul Theona. Mengingat wajah ca
"Tentu saja. Aku hampir gila setelah kau menghilang. Jadi, pulanglah," sanggah Ikosagon menggebu."Pulang? Pulang ke mana?" tanya Theona sinis."Tentu saja pulang ke rumah kita. Memangnya mau pulang ke mana lagi?" balas Ikosagon santai."Tidak, Osa. Rumah itu rumahmu dan bukan rumahku. Jadi, kau saja yang pulang dan aku ingin tetap berada di sini," tolak Theona mengusir."Apa yang kau katakan? Rumahku itu rumahmu juga. Apa pun yang aku miliki, semuanya juga milikmu. Jadi, jangan pernah berpikir kalau milikku bukan milikmu." Ikosagon terlihat tidak terima, tetapi tidak menunjukkan emosinya sama sekali, "Oh, iya. Anak kita mana? Jangan biarkan anak kita dekat dengan laki-laki itu karena aku sangat tidak menyukainya," imbuhnya sambil mengepalkan tangannya."Apa kau bilang? Anak? Hahaha ... Sejak kapan kau memiliki anak?" Theona bertanya sambil tertawa mengejek, "Untuk Wolf, Alpha sangat menyukainya sejak pertama kali mereka bertemu. Jadi, aku tidak berencana untuk menjauhkan Alpha dariny
"Apa kau mengkhawatirkanku?" tanya Ikosagon sambil menahan pintu gerbang dengan cara mengulurkan tangannya. Otomatis, tangannya terjepit dan membuat Theona menghentikan gerakan tangannya."Tidak sama sekali," sangkal Theona."Benarkah? Lalu, untuk apa kau memintaku untuk mengobati lukaku? Bukankah kau membenciku?" tanya Ikosagon dengan seulas senyum terbit di wajah yang penuh luka."Itu hanya sebagai rasa kemanusiaan saja," balas Theona enteng.Mendengar balasan Theona cukup membuat Ikosagon kecewa. Senyum di wajahnya tidak sampai di mata sudah langsung surut."Meskipun begitu, aku tetap senang." Melihat Theona sedang lengah, Ikosagon mendorong sedikit pintu gerbang dan masuk, "Kau tahu? Ancamanku tidak main-main. Kalau kau tidak ingin pulang ke rumah kita, kau harus tinggal di rumah Kak Nona lagi. Jangan sampai tinggal di rumah ini atau pria itu dan Cassie akan terluka," imbuh Ikosagon mengancam. Pria itu berbisik membuat bulu kuduk Theona berdiri."Jangan macam-macam, Osa! Kalau kau
Mendengar jawaban Theona membuat Ikosagon menghela nafas berat. "Tidak apa-apa karena ini hari pertamamu bertemu anakmu. Seiring berjalannya waktu, aku yakin Theo akan menjelaskannya tentang siapa dirimu bagi Alpha," batin Ikosagon berusaha menenangkan dirinya sendiri."Oh begitu," kata pria mungil itu."Iya, Sayang." Theona menatap Ikosagon sendu. Melihat pria itu kecewa membuat lehernya terasa tercekat."Kapan kita sampai di rumah, Paman? Alpha sudah tidak sabar ingin membuka kado," tanya Alphagon menatap ke arah Ikosagon"Mmm ... Mungkin sekitar empat puluh lima menit lagi. Tapi, bukankah Alpha ingin membeli kue?" sahut Ikosagon dengan manik mata yang berkaca-kaca.Ia tidak menyangka hanya dengan sebuah pertanyaan saja sudah membuatnya bahagia. Bahkan sebutan paman sama sekali tidak membuatnya sakit hati."Tidak jadi. Alpha mau buka kado saja. Alpha juga mau makan nasi sama sup bakso buatan Mommy." Alphagon menoleh menatap sang ibu, "Nanti sampai rumah jangan lupa masak sup kesukaa
"Kau mau apa, hum?" tanya Theona sambil menggertakkan giginya. Jari telunjuknya ditempelkan di dahi Ikosagon dan mendorongnya perlahan. Kemudian, ia lekas menjauhkan tubuhnya ke belakang. "Aku mau tidur, aku mengantuk," balas Ikosagon berbohong. "Alasan saja," sergah Theona sinis. Hal seperti itu sudah sering Ikosagon lakukan dulu. Jadi, Theona sudah paham betul apa yang akan terjadi selanjutnya jika ia tidak menghindar. "Memangnya kau pikir, apa yang akan aku lakukan?" Ikosagon membalikkan pertanyaan sekedar ingin tahu jawaban apa yang akan Theona katakan. "Aku tidak tahu," sungut Theona ketus. "Jangan bohong!" Ikosagon menyentuh dagu Theona meski wanita itu menghindar, "Kau pasti berpikir kalau aku akan menciummu. Benar bukan?" lanjutnya sambil tersenyum menggoda. "Jangan mengarang cerita. Lebih baik kau diam agar aku bisa mengobati lukamu," sanggah Theona berusaha mengalihkan perhatian. "Oke, aku akan diam. Sekarang kau boleh mengobati lukaku." Ikosagon memajukan w
Saat ini, Ikosagon sudah ada di depan resepsionis PT. Griant Phoenix. Ia menanyakan tentang di mana ruangan Wolf, tetapi tidak diberitahu karena belum melakukan janji temu. "Kalau kau tidak mau memberitahu di mana ruangan Wolf padaku, katakan pada Theo kalau Osa, suaminya sedang menunggu di sini," ujar Ikosagon dingin. Ia yakin, Theona akan segera keluar jika tahu dirinya ada di sana. Jadi, ia meminta resepsionis untuk memberitahukan keberadaannya karena sekeras apa pun ia berusaha, ia tidak akan diberitahu di mana ruangan Wolf. "Baik, Pak. Kalau begitu, tunggu sebentar." Resepsionis lekas menghubungi Theona dan dalam beberapa detik langsung tersambung, ["Halo, Bu. Di sini ada suami Anda yang sedang menunggu." "Sini, biar aku saja yang bilang." Ikosagon langsung merebut telepon di tangan resepsionis, ["Kau akan menemuiku sekarang juga atau aku yang akan menghampirimu dan Wolf." Pria itu langsung mengancam tanpa mendengar sepatah kata pun dari balik panggilan. ["Apa yang kau
Theona menatap Ikosagon terbelalak. "Kau? Alpha itu anakmu, darah dagingmu sendiri. Kenapa kau bisa berkata seperti itu dengan begitu mudahnya?" Dada Theona bergerak naik turun menahan amarah. Tubuhnya serasa limbung dan hampir terjatuh.Sudut bibir Ikosagon naik sebelah. Jantungnya berdegup kencang merasa senang karena akhirnya Theona mengakui bahwa dirinya adalah ayah kandung Alphagon. Padahal sebelumnya, wanita itu terus saja menyangkal."Ya, ini aku. Kau tahu bukan kalau aku bisa melakukannya? Jadi, turuti perkataanku jika kau ingin Alpha tetap baik-baik saja." Raut wajah Ikosagon terlihat sangat serius, "Berhenti bekerja dan jauh-jauh dari pria itu," sambung pria itu menggebu.Ia tahu wanita seperti apa Theona. Jika ia tidak mengancamnya, maka sampai kapanpun ucapannya tidak akan pernah didengar. Jadi mau tidak mau, ia memilih mengendalikannya dengan cara mengancamnya."Ternyata waktu enam tahun tidak mampu membuatmu berubah, Osa. Apa kau akan berubah setelah melihat aku mati? Bu
"Aku yakin Theo dan Alpha sudah tidur," gumam Ikosagon sambil menatap arlojinya yang menunjukkan pukul sepuluh malam.Dengan langkah yang sangat pelan, pria itu memencet sebuah tombol di remote super kecil. Sepersekian detik kemudian, lukisan pemandangan bergerak memutar dan sebuah pintu bergerak ke samping hingga terpampang deretan baju yang digantung. Lalu, Ikosagon melompat masuk ke dalam deretan baju itu dan keluar dari sebuah lemari."Welcome sayang-sayangku." Ikosagon bergegas melangkah dengan langkah yang super pelan ke arah tempat tidur di mana istri dan anaknya sedang berbaring, "Aku harus memastikan kalau Theo dan Alpha sudah tidur," imbuh pria itu.Tangannya diayunkan di depan wajah istrinya beberapa kali dan berpindah pada putranya. Ia mengecup keningnya dan memeluknya sesaat. Kemudian, ia lekas membaringkan tubuhnya di samping wanita yang sangat ia rindukan itu."Sial! Belum apa-apa sudah bangun saja," umpat Ikosagon kesal. Baru saja membaringkan tubuhnya dan memeluk The