Tuhan tahu betapa berat perjuangan Alvaro untuk mencari Bianca selama beberapa bulan ini. Dia secara teratur mengunjungi bagian HRD untuk menanyakan kemana Bianca dipindahkan, tapi ini malah membuatnya dapat surat teguran. Hampir saja Alvaro lepas kendali dan berniat untuk melemparkan surat itu ke muka kepala HRD, tapi demi Bianca, dia tidak boleh dipecat.Setelah beberapa hari merenung, Alvaro mengubah strategi. Dia kembali bekerja seperti biasa tanpa mengganggu bagian HRD. Dia bahkan bekerja lebih keras agar tidak ada tempat bagi otaknya untuk memikirkan Bianca.Namun, semakin kuat usahanya untuk menyingkirkan Bianca dari pikiran dan hatinya, semakin kuat kenangan Bianca menyerangnya. Walau sudah beberapa bulan berlalu, tapi kenangan Bianca sejelas ketika orangnya ada. Alvaro bahkan sering berhalusinasi melihat Bianca yang sedang terkekeh ketika mencuci piring. Betapa renyah suaranya ketika mereka mengobrol saat makan.Katakanlah Alvaro sudah gila. Ya! Dia memang sudah gila sepertin
Selain menugaskan Alvaro, Kairo juga menugaskan Aika untuk mengalihkan perhatian Bianca sementara dia menyusup ke kantor. Karena itulah Aika datang dan mengajak Bianca jalan-jalan.Hari ini adalah saatnya Bianca masuk setelah mengambil cuti, jadi dia sengaja mengadakan rapat mendadak dan memberikan tugas untuk para staff. Tentu saja ini tanpa sepengetahuan Bianca.Suara nyaring Bianca ketika memasuki kantor bagaikan lonceng yang berdentang nyaring di telinga Alvaro. Hatinya yang memang sudah berdebar tak sabar menunggu kehadiran wanita itu, semakin kebat kebit tak karuan setelahnya. Ini saatnya dia melaksanakan rencananya.“Rapat hari ini cukup sampai di sini. Silakan langsung lakukan tugas masing-masing sesuai dengan arahan saya.” Alvaro menutup meeting pagi itu dengan santai. Berbanding terbalik dengan degup jantung yang benar-benar terasa akan meledak oleh buncahan rasa bahagia.Para staf buru-buru meninggalkan ruangan rapat, sehingga memungkinkan Alvaro untuk segera mengintip dari
*Happy Reading*“Al,” panggil Bianca dengan lirih.“Sudah berapa kali aku katakan untuk tidak memanggil hanya dengan nama saja. Kamu mau saya hukum?” ucap Alvaro dengan nada jutek yang seperti biasanya.Rona merah menjalar dari telinga hingga ke pipi mulus Bianca. Wanita itu pasti teringat dengan hukuman cium penuh semangat yang Alvaro lancarkan ketika memanggil nama saja. Tentu saja mereka sama-sama menikmati bentuk hukuman ini, tapi Alvaro juga melakukannya di depan umum. Itu pasti yang membuat Bianca merasa malu.“Eh, Bang,” ulang Bianca dengan lebih mantap.“Kenapa, Sayang.” Lagi-lagi Bianca tersipu.“Aku takut, gimana kalau Emak masih belum memaafkanku?”Tangan Alvaro bergerak untuk menggenggam tangan Bianca dan mengusapnya dengan lembut. “Emak pasti akan memaafkanmu. Jangan takut, aku di sini untukmu. Kita hadapi ini bersama.”Mobil berhenti tepat di depan Emak, yang kebetulan hari itu sedang nongkrong di depan pager dengan Mpok Jubaedah. Biasalah, palingan juga lagi ghibah. "E
Hari yang dinanti tiba juga. Rencananya pagi ini ijab kabul yang dilanjutkan dengan resepsi di siang hari. Alvaro sengaja mengadakan ijab kabul di rumahnya. Agar dapat memastikan kehadiran keluarga Bianca yang masih belum mengetahui siapa dia sebenarnya. Rumah Mak Kanjeng yang sederhana pasti akan membuat mereka tenang dan tak membuat kekacauan yang berakhir menggagalkan pernikahan.Katakan Alvaro ini licik. Tetapi memang belum saatnya mereka tahu kebenaran soal dirinya. Sikap matre kakek dan neneknya pasti akan muncul jika tahu sekarang. Mereka akan memanfaatkan apa pun agar bisa mengeruk keuntungan sebanyak mungkin dari pernikahan ini.“Ck, ck, ck. Rumah preman memang nggak jauh-jauh dari pasar. Pasti biar lancar urusan melakukan kejahatannya,” sindir paman Bianca sambil bergidik saat memasuki rumah yang terlihat kumuh di matanya. Padahal, rumah Alvaro tidak sekumuh itu. Hanya sederhana saja. Asri pula dan sedap di pandang mata. Karena Mak Kanjeng memang tidak suka rumah besar nan
*Happy Reading*“Sok, sokan pakai mobil mahal buat jadi mobil pengantin. Bisa-bisanya kamu mau diporotin cewek macam ini?” sindir tante termuda Bianca ketika acara sudah usai dan mereka hendak meninggalkan tempat resepsi.“Itu hadiah dari saya dan istri. Bagaimanapun juga Alvaro adalah asisten pribadi saya yang setia. Tolong jaga mulut kalian karena Bianca juga termasuk orang penting di keluarga kami. Dia adalah sahabat dari istri saya. Kalau ada yang menyakiti Bianca, itu berarti secara tidak langsung sudah menyakiti istri saya,” sela Kairo yang berbicara tepat di belakang tante Bianca.Wanita itu terlihat menelan ludah dengan susah payah karena mulai mengerti arah pembicaraan ini. “Bukan seperti itu maksud saya--”Tangan Kairo terangkat untuk menghentikan wanita dengan make up menor itu. “Sebagai partner kerja group kami, kalian pasti tahu arti Aika bagi saya? Kalau ada yang membuatnya sedih, saya tidak segan-segan bertindak.”Alvaro melipat bibir demi menahan tawa ketika melihat se
*Happy reading*"Lelet!"Bianca mencebik kesal, saat lagi-lagi desisan sebal itu terdengar di depannya.Sialan! Maunya apa sih, asisten Bosnya ini?Apa dia gak bisa lihat, perbedaan ukuran kaki mereka?Cih! Dia sih enak, satu langkah bisa bermeter-meter terlampaui, nah Bianca?Udah pendek, pake rok span, pake heels, lagi! Jadi, coba bayangkan perjuangan Bianca, dalam menyamai langkah lebar Asisten bossnya itu.Emang dasar cowok gak ada akhlak!"Kamu bisa cepet, gak? Mereka sudah menunggu kita, Bianca!"Bodo amat! Yang mau ngikut juga siapa
*Happy reading*Sepanjang perjalanan Aika tampak santai mendengarkan musik dengan earphone. Sementara, Kairo sibuk dengan tablet di genggaman.Alvaro sendiri begitu tenang membaca koran. Namun, Bianca malah terlihat begitu tak nyaman dengan duduknya.Melihat itu, Aika pun melepas earphone. "Bi, lo kenapa?""Mual," bisik Bianca seolah berisyarat."Mmm, hahaha ...."Namun si Aika malah tak bisa menjaga mulutnya. Bukannya kasihan, malah ngakak gak tau diri, dan tawa Aika pun langsung membuat Kairo dan Alvaro menatapnya heran."Kamu, kenapa?" tanya Kairo, Bos Bianca sekaligus suami Aika.
*Happy reading*Bianca mencibir ketika melihat Alvaro duduk di seberangnya. Padahal seharusnya cowok itu duduk di sebelahnya. Coz yang namanya perhatian totalitas itu, harusnya nggak ditunjukin sepotong-sepotong seperti ini.Romantis dikit kek, kaya perlakuan si Bos sama Aika. Kan, Bianca juga pengen di perhatiin kek Aika gitu. Maklum Bianca lagi dalam mode iri, soalnya udah lama gak di bikin baper ma cowo.Adanya, malah di bikin nyesek mulu. Lah, ngapa jadi curhat si Bianca?"Pak, nggak duduk di sini?" tunjuk Bianca ke kursi sebelah setelah tidak bisa menahan diri lagi.Ceritanya, Bianca ngarep, cuy!"Kenapa juga saya harus duduk di situ? Biar kamu bisa modus pegangan
*Happy Reading*“Sok, sokan pakai mobil mahal buat jadi mobil pengantin. Bisa-bisanya kamu mau diporotin cewek macam ini?” sindir tante termuda Bianca ketika acara sudah usai dan mereka hendak meninggalkan tempat resepsi.“Itu hadiah dari saya dan istri. Bagaimanapun juga Alvaro adalah asisten pribadi saya yang setia. Tolong jaga mulut kalian karena Bianca juga termasuk orang penting di keluarga kami. Dia adalah sahabat dari istri saya. Kalau ada yang menyakiti Bianca, itu berarti secara tidak langsung sudah menyakiti istri saya,” sela Kairo yang berbicara tepat di belakang tante Bianca.Wanita itu terlihat menelan ludah dengan susah payah karena mulai mengerti arah pembicaraan ini. “Bukan seperti itu maksud saya--”Tangan Kairo terangkat untuk menghentikan wanita dengan make up menor itu. “Sebagai partner kerja group kami, kalian pasti tahu arti Aika bagi saya? Kalau ada yang membuatnya sedih, saya tidak segan-segan bertindak.”Alvaro melipat bibir demi menahan tawa ketika melihat se
Hari yang dinanti tiba juga. Rencananya pagi ini ijab kabul yang dilanjutkan dengan resepsi di siang hari. Alvaro sengaja mengadakan ijab kabul di rumahnya. Agar dapat memastikan kehadiran keluarga Bianca yang masih belum mengetahui siapa dia sebenarnya. Rumah Mak Kanjeng yang sederhana pasti akan membuat mereka tenang dan tak membuat kekacauan yang berakhir menggagalkan pernikahan.Katakan Alvaro ini licik. Tetapi memang belum saatnya mereka tahu kebenaran soal dirinya. Sikap matre kakek dan neneknya pasti akan muncul jika tahu sekarang. Mereka akan memanfaatkan apa pun agar bisa mengeruk keuntungan sebanyak mungkin dari pernikahan ini.“Ck, ck, ck. Rumah preman memang nggak jauh-jauh dari pasar. Pasti biar lancar urusan melakukan kejahatannya,” sindir paman Bianca sambil bergidik saat memasuki rumah yang terlihat kumuh di matanya. Padahal, rumah Alvaro tidak sekumuh itu. Hanya sederhana saja. Asri pula dan sedap di pandang mata. Karena Mak Kanjeng memang tidak suka rumah besar nan
*Happy Reading*“Al,” panggil Bianca dengan lirih.“Sudah berapa kali aku katakan untuk tidak memanggil hanya dengan nama saja. Kamu mau saya hukum?” ucap Alvaro dengan nada jutek yang seperti biasanya.Rona merah menjalar dari telinga hingga ke pipi mulus Bianca. Wanita itu pasti teringat dengan hukuman cium penuh semangat yang Alvaro lancarkan ketika memanggil nama saja. Tentu saja mereka sama-sama menikmati bentuk hukuman ini, tapi Alvaro juga melakukannya di depan umum. Itu pasti yang membuat Bianca merasa malu.“Eh, Bang,” ulang Bianca dengan lebih mantap.“Kenapa, Sayang.” Lagi-lagi Bianca tersipu.“Aku takut, gimana kalau Emak masih belum memaafkanku?”Tangan Alvaro bergerak untuk menggenggam tangan Bianca dan mengusapnya dengan lembut. “Emak pasti akan memaafkanmu. Jangan takut, aku di sini untukmu. Kita hadapi ini bersama.”Mobil berhenti tepat di depan Emak, yang kebetulan hari itu sedang nongkrong di depan pager dengan Mpok Jubaedah. Biasalah, palingan juga lagi ghibah. "E
Selain menugaskan Alvaro, Kairo juga menugaskan Aika untuk mengalihkan perhatian Bianca sementara dia menyusup ke kantor. Karena itulah Aika datang dan mengajak Bianca jalan-jalan.Hari ini adalah saatnya Bianca masuk setelah mengambil cuti, jadi dia sengaja mengadakan rapat mendadak dan memberikan tugas untuk para staff. Tentu saja ini tanpa sepengetahuan Bianca.Suara nyaring Bianca ketika memasuki kantor bagaikan lonceng yang berdentang nyaring di telinga Alvaro. Hatinya yang memang sudah berdebar tak sabar menunggu kehadiran wanita itu, semakin kebat kebit tak karuan setelahnya. Ini saatnya dia melaksanakan rencananya.“Rapat hari ini cukup sampai di sini. Silakan langsung lakukan tugas masing-masing sesuai dengan arahan saya.” Alvaro menutup meeting pagi itu dengan santai. Berbanding terbalik dengan degup jantung yang benar-benar terasa akan meledak oleh buncahan rasa bahagia.Para staf buru-buru meninggalkan ruangan rapat, sehingga memungkinkan Alvaro untuk segera mengintip dari
Tuhan tahu betapa berat perjuangan Alvaro untuk mencari Bianca selama beberapa bulan ini. Dia secara teratur mengunjungi bagian HRD untuk menanyakan kemana Bianca dipindahkan, tapi ini malah membuatnya dapat surat teguran. Hampir saja Alvaro lepas kendali dan berniat untuk melemparkan surat itu ke muka kepala HRD, tapi demi Bianca, dia tidak boleh dipecat.Setelah beberapa hari merenung, Alvaro mengubah strategi. Dia kembali bekerja seperti biasa tanpa mengganggu bagian HRD. Dia bahkan bekerja lebih keras agar tidak ada tempat bagi otaknya untuk memikirkan Bianca.Namun, semakin kuat usahanya untuk menyingkirkan Bianca dari pikiran dan hatinya, semakin kuat kenangan Bianca menyerangnya. Walau sudah beberapa bulan berlalu, tapi kenangan Bianca sejelas ketika orangnya ada. Alvaro bahkan sering berhalusinasi melihat Bianca yang sedang terkekeh ketika mencuci piring. Betapa renyah suaranya ketika mereka mengobrol saat makan.Katakanlah Alvaro sudah gila. Ya! Dia memang sudah gila sepertin
***Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tak terasa sudah 6 bulan Bianca bekerja di kantor cabang. Tidak ada hal spesial yang harus Bianca bagi. Semua B aja. Hanya saja, mungkin sekarang Bianca sudah bisa berbaur dan enjoy dengan teman-teman barunya.Mereka baik, mereka juga asyik untuk diajak ngobrol dan bercanda bersama di sela kesibukan. Membuat Bianca tidak terlalu jenuh dengan kegiatan hariannya yang itu-itu saja. Ngantor, pulang, tidur. Begitu saja terus tiap hari. Bianca yang sekarang benar-benar berubah. Tidak suka nongki dan menghamburkan uang. Meski begitu, komunikasi antara Bianca dan Aika tak pernah putus. Tiap malam selalu tak lupa bertelepon ria dan ghibah bareng. Apa yang di ghibahkan? Banyaklah! Namanya juga kaum hawa. Kalau ngobrol suka ngalor ngidul. Seakan tak ada habisnya bahan ghibahan mereka. Adaaa saja yang di bahas. Dari mulai harga cabe, tetangga julid, sinetron terbaru, gosip artis dan banyak lagi lainnya. Pokoknya kalau tidak ditegur Kairo, bisa telepo
Sesekali Bianca masih sempat melihat beberapa pasang mata yang memperhatikan gerak-geriknya. Bianca hanya bisa menghela napas panjang di tempatnya. Wajar kalau mereka merasa curiga akan keberadaannya di sini yang terlalu tiba-tiba. Baru kemarin surat pemberitahuan muncul, hari ini dia sudah ada di sini. Mode express banget kan kek jodohnya si Aika.Namun, mengingat nama itu. Bianca pun ingin berterima kasih untuk bestinya yang selalu mendukung keinginannya itu. Meski pasti akan kangen sekali pada kegesrekan Aika. Bianca rasa ini memang yang terbaik untuknya. Mungkin dengan berada jauh dari Alvaro, pikirannya bisa sepenuhnya lupa akan kenangan indah yang sudah mereka jalani. Juga luka yang terlanjur tergores dalam. Bianca berharap bisa menjadi manusia baru di tempat baru bersama orang-orang baru pula. Bismillah. Yuk, bisa, yuukkk!Aika : [Bi, Alvaro tadi telepon buat nanyain keberadaan lo]Saat istirahat tiba. Bianca melihat ternyata ada chat dari bestie gesreknya. Hatinya seketika
Dua hari kemudian.Senyum lebar Alvaro terpasang ketika dia melangkah memasuki gedung tempat kerjanya. Dia tidak menghiraukan pandangan beberapa wanita yang ikut berbinar ketika melihatnya. Suara bisik-bisik yang samar-samar didengarnya tidak membuat senyumnya hilang.Terserah mereka mau bilang apa, yang penting hari ini dia akhirnya akan ketemu dengan Bianca. Mungkin sepulang kerja nanti, dia akan mengajukan lamaran. Tidak perlu ada pertunjukkan lamaran seperti yang ada di drama-drama karena dia sudah tidak sabar ingin segera bersama-sama Bianca untuk selamanya.“Selamat pagi, Bos,” sapa Alvaro ketika membuka pintu menuju ruangan Kairo.Namun, Bosnya itu hanya memandangnya sekilas kemudian berkutat kembali dengan pekerjaannya.Apa selama tiga hari cuti, kerjaan di kantor jadi semakin banyak? Sampai-sampai wajah si Bos horor begitu. Alvaro pun segera menghapus senyum dari wajahnya dan mulai bersikap seperti biasanya.Sepanjang hari disibukkan oleh pekerjaan membuat Alvaro sejenak melu
Mata Alvaro tertuju pada laki-laki yang sudah bau tanah di hadapannya. Pria itu mengamatinya dari ujung kaki hingga ke ujung rambut, lalu berulang kembali. Senyum miring terlihat samar sebelum pria itu kembali menampilkan wajah datar.“Ada perlu apa kamu kesini?”“Lapor, Tuan. Orang ini menerobos masuk dan bilang mau melamar cucu Tuan,” ujar seorang satpam yang berdiri takut-takut di belakang Alvaro."Cucu?" beo pria itu lagi, kembali memindai tubuh Alvaro dengan seksama. Alisnya berjungkit antara bingung dan tak suka pada preman kumal di hadapannya saat ini. Cucu yang mana yang preman ini maksud? Cucu yang dia milik tak hanya satu orang. Keheranan bukan hanya terlihat dari raut pria tua itu, tetapi juga orang-orang di belakang tubuhnya. Itu adalah keluarga Bianca."Bianca, Tuan," bisik sang Satpam memberi clue. Sekaligus membuat mata tua itu melotot tak percaya. “Apa benar itu? Kau mau melamar dia, si Bianca.” Jari keriput itu menunjuk kearah muka Alvaro.Kalau saja tidak sedang be