Share

Bab 28

Penulis: Pini arso
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-28 10:58:51

Saat mendengar kenyataan Ibu dan Ummi meninggal.

"Dokter pasti salah! Ibu dan Ummi nggak mungkin meninggal, kan, Dok. Coba periksa sekali lagi!" Pinta Rumana pada Dokter Wilson.

Dia tak mau percaya begitu saja pernyataan Dokter yang terkesan ngawur bagi Rumana. Bagaimana mungkin mereka meninggal. Sedangkan beberapa menit yang lalu baru saja mereka berbincang dengannya.

"Sulit di percaya, tetapi itu kenyataannya, Bu, Pak. Kedua Ibu anda sudah tiada. Apa mau di autopsi untuk mengetahui sebab kematiannya?" Dokter Wilson menawari.

"Tidak! Jangan lakukan itu, Dok," ujar Gunadi yang masih syok.

Dia tak percaya dengan semua kenyataan pahit ini. Bagaimana mungkin Ibu dan Ummi meninggal tanpa ada jejak luka atau tanda-tanda pembunuhan. Siapa pelakunya?

Tak mungkin Gunadi membiarkan Ibu dan mertuanya di autopsi. Itu sangat menyakitkan baginya.

"Bagaimana Ibu dan Ummi bisa meninggal secara bersamaan, apa penyebabnya, Dok? Bayi kami juga hilang, aku yakin, pasti seseorang telah membunuh mereka, d
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Bab 29

    Isak tangis Rumana, Gunadi dan Rasmadi mengiringi kepulangan jenazah Tuminah dan Ratmini di dalam mobil ambulans. Warga yang di gemparkan dengan bunyi nyaring dari sirine berbondong-bondong melihat ke jalan.Mereka memperhatikan kemana mobil dengan sirine itu akan berhenti. Karena memang tak ada yang mengetahui perihal meninggalnya Tuminah dan Ratmini. Baik Rumana, Gunadi apa lagi Rasmadi, tak ada yang mengabari warga sekitar.Salah seorang kerabat Tuminah langsung datang ke kediaman Rasmadi, di mana Ambulan itu berhenti.Rasmadi lebih dulu turun dari mobil, di ikuti Rumana dan Gunadi."Ras, apa Bagas sudah pulang? Kenapa pakai ambulans segala. Mana Tuminah dan Bu Besan?" Ujar Karta, pakde sepupu Tuminah.Bukannya menjawab, Rasmadi malah menangis. Karta bingung sekaligus curiga melihat Rasmadi yang menangis. Tak biasanya dia mengeluarkan air mata, mau se sakit apapun luka di dada."Ibu.... Ibu meninggal, Pakde," jawab Gunadi mewakili.Para warga sudah menunggu di samping mobil dan men

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-28
  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Bab 30

    "Tarno sudah ketemu, tapi Parjo belum. Malah katanya sama wanita," bisik-bisik para tetangga yang melayat di rumah Rasmadi."Kok bisa barengan, ya. Bu Tuminah meninggal, terus mereka ketemu hari ini juga. Tapi siapa wanita yang bersama Tarno? Masa pacarnya, kayaknya nggak mungkin deh. Dia bujangan lapuk, mana berani pacaran," bisik yang lainnya."Iya betul, pasti bukan pacarnya. Terus siapa, dong.""Ada yang bilang itu mirip kakaknya Bu Rumana, tapi kan nggak mungkin. Wong Katanya kakaknya Bu Rumana itu ada di Bali, kok. Mungkin cuma mirip saja.""Iya juga, ya. Mungkin hanya mirip. Tapi kabarnya wanita itu belum sadar juga, padahal denyut nadinya masih ada.""Terus gimana kondisinya sekarang?""Dia di bawa ke puskesmas Karang sambung. Semoga masih bisa selamat, ya."Begitulah obrolan para pelayat yang di gemparkan dengan penemuan Tarno dan Kinanti.Beberapa warga yang bertugas menggali kubur sudah pulang ke rumah Rasmadi, guna mengabari bahwa liang lahat telah siap.Sudah jadi tradisi

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-29
  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Bab 31

    Rumana memeluk tubuh Kinanti yang begitu lemah. Di pandangi wajah kakak perempuannya yang terlihat kuyu dan kehilangan rona bahagia. Dia tak habis pikir, kenapa kakaknya bisa sampai seperti itu."Mbak, dari mana saja, kenapa bisa sampai seperti ini." Rumana tak kuasa membendung bulir bening yang terus merembes dari kelopak matanya."Mbak juga nggak tau, Rum. Seingat Mbak, waktu lagi jalan ke rumah mertuamu, tiba-tiba ada yang memukul tengkuk Mbak dari belakang. Mbak ga sempat melihat siapa pelakunya, dan langsung ga ingat apa-apa lagi setelahnya." Kinanti mencoba mengingat kembali kejadian yang membuatnya sampai seperti ini."Kenapa Mbak ga ngabarin kami dulu kalau mau datang. Mas Gunadi kan bisa jemput Mbak di terminal atau stasiun.""Tadinya Mbak mau kasih kejutan, dan sengaja ga ngabari kalian. Mbak kangen sama kamu dan ponakan-ponakan Mbak.""Iya, Mbak sukses mengejutkan kami, dengan menghilang tanpa kabar," pungkas Rumana menatap sedih sang kakak."Maaf. Mbak nggak bermaksud memb

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-30
  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Bab 32

    "Ummi sudah di makamkan, tapi Rum ga bisa nunggu sampai tiga harinya Ummi di sini, Bah. Bagas sendiri di rumah sakit, dan Rayhan belum juga di temukan," ujar Rumana pada Abah yang terus saja melamun. Luka-luka kemarin telah berangsur sembuh, tetapi luka hatinya di tinggal istri tercinta, akan selalu menganga.Tersirat jelas di wajah tua Sudikerta, bahwa lelaki berusia 70tahun itu, begitu memendam duka mendalam. Dia juga menyimpan dendam pada seseorang. Siapa lagi kalau bukan pada Nyi Galuh. Wanita mengerikan yang telah melenyapkan nyawa istri dan besannya sekaligus. Wanita dengan anutan ilmu hitam yang tinggi dan sulit di tandingi.Wanita itu juga yang sempat menculik cucunya. Untunglah Sudikerta berhasil merebut Rayhan dan membawanya pergi ke suatu tempat yang aman."Rum. Abah mau menyampaikan sesuatu," ucap Sudikerta dengan serius pada putrinya."Iya, Bah. Ada apa, katakan saja." Rumana menatap Sudikerta, intens. Siap mendengarkan apapun yang akan Abah nya sampaikan."Sebenarnya Aba

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-03
  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Bab 32

    "Ummi sudah di makamkan, tapi Rum ga bisa nunggu sampai tiga harinya Ummi di sini, Bah. Bagas sendiri di rumah sakit, dan Rayhan belum juga di temukan," ujar Rumana pada Abah yang terus saja melamun. Luka-luka kemarin telah berangsur sembuh, tetapi luka hatinya di tinggal istri tercinta, akan selalu menganga.Tersirat jelas di wajah tua Sudikerta, bahwa lelaki berusia 70tahun itu, begitu memendam duka mendalam. Dia juga menyimpan dendam pada seseorang. Siapa lagi kalau bukan pada Nyi Galuh. Wanita mengerikan yang telah melenyapkan nyawa istri dan besannya sekaligus. Wanita dengan anutan ilmu hitam yang tinggi dan sulit di tandingi.Wanita itu juga yang sempat menculik cucunya. Untunglah Sudikerta berhasil merebut Rayhan dan membawanya pergi ke suatu tempat yang aman."Rum. Abah mau menyampaikan sesuatu," ucap Sudikerta dengan serius pada putrinya."Iya, Bah. Ada apa, katakan saja." Rumana menatap Sudikerta, intens. Siap mendengarkan apapun yang akan Abah nya sampaikan."Sebenarnya Aba

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-05
  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Bab 33

    Mendengar penuturan Gunadi, Nyai Jaemah seperti tahu apa yang harus dia lakukan. Dia sedikit berlari menuju dapur, dan lagi-lagi membuat sambetan. Nyai Jaemah berfikir, tak salah lagi kalau Rumana memang kesambet. Mungkin dia melihat yang tidak bisa di lihat oleh orang lain, atau hanya ilusi yang menguasai fikirannya. Begitulah pemikiran Nyai Jaemah.Dia tumbuk bahan-bahan sambetan dengan cekatan, dan membawanya ke kamar. Melihat Rumana yang terpejam lemah, Nyai Jaemah langsung menjejalkan sambetan itu ke mulut Rumana dengan antusias. Berharap Rumana cepat sadar dan makhluk yang memasuki raganya cepat keluar.Rumana merasakan mulutnya di jejali sesuatu yang sangat bau, hingga membuat perutnya serasa di aduk-aduk. Tak tahan, akhirnya Rumana berusaha mengeluarkan seisi lambungnya."Hooeekk! Hoeeekk!" Rumana muntah seketika. Tak tahan lagi dengan bau dan rasanya."Nah, benar kan, Bu Rumana pasti kesambet. Lihat saja, dia langsung sadar begitu aku jejali sambetan ini. Modyar koe belis!(ma

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-07
  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Bab 34

    "Tuh, Mas, dengar kata Ayah. Jadilah lelaki kuat yang bisa melindungi ibu dan juga adikmu kelak. Menangis boleh, tapi jangan jadi kelemahanmu. Jadikan air matamu sebagai kekuatan untuk bisa menerima semua kenyataan." Rumana ikut menambahi kata-kata motivasi pada putranya.Bagas mengangguk tanda mengerti nasihat dari kedua orangtuanya. Kini, dia merasa lebih baik dan tidak takut lagi seperti sebelumnya. Meskipun rasa kehilangan kedua kakak dan neneknya masih sangat membuatnya terluka."Kata Budeh, kamu belum makan, ya. Sekarang kamu makan, ya. Mau Ibu suapi?" Rumana berusaha tersenyum demi putranya. Meski rasa sakit kehilangan empat orang yang dia cinta masih sangat menyiksa batin hingga meronta-ronta di dalam sana."Mas Bagas udah gede, Bu. Malu sama dedek Rayhan kalau di suapi. Ya, nggak, Mas," goda Gunadi pada Bagas, yang sukses membuat anak kecil itu kembali menerbitkan senyum manisnya.Bagas mengangguk kecil, di iringi senyuman. Membuat Gunadi dan Rumana sedikit merasa tenang kare

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-24
  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Bab 35

    "JANGAN SENTUH ANAKKU!" triak Rumana, mengagetkan seisi penumpang Bus itu. Sontak, Gunadi berdiri ketika Rumana ketakutan mendekap Rayhan."Ada apa, Rum. Kamu lihat apa?" tanya Gunadi panik melihat ketakutan Rumana yang duduk di sebelahnya."Ada wewe gombel yang mau mengambil anak kita, Mas," bisik Rumana, semakin panik, karena makhluk betina menjijikan itu hampir menyentuh tubuh Rayhan, dan semakin beringas meraih bayinya."Ini, dia mau mengambil Rayhan, Mas. Cepat usir dia!" Rumana masih mendekap erat tubuh bayi mungil yang masih terlelap."Nggak ada apa-apa, Rum. Lihatlah. Di sini hanya ada penumpang lain. Jangan bikin Mas takut." Gunadi trauma karena semua musibah yang telah menimpa keluarganya. Dia takut kehilangan Rumana dan bayinya."Tolong, Rum. Jangan aneh-aneh. Jangan becanda.""Aneh-aneh kamu bilang, Mas? Apa tampangku sedang becanda? Aku aneh? Kamu itu yang aneh! Kenapa kamu tidak bisa melihat makhluk yang sudah sedekat ini, sedang berusaha meraih tubuh Rayhan. Kamu Bapak

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-25

Bab terbaru

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Ending

    "Hentikan, Rumana! Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Sudikerta yang baru tiba. Mata Rumana memicing. Ia mulai paham dengan situasinya sekarang. Untuk apa pria tua itu menghentikannya? Datang disaat ia sudah berhasil menemukan kedua putranya beserta Nandini. Rumana rasa hanya sia-sia saja kedatangan mereka. "Abah ... Untuk apa Abah menyusul ke tempat ini jika hanya untuk menghentikanku. Biarkan aku hancurkan mereka, sebagaimana mereka menghancurkan duniaku, Bah! Mereka yang memulai!" lantang Rumana. Ia tak terima jika Sudikerta atau siapapun menghalangi aksinya menumpas Gayatri dan para ateknya. Ia bukan lagi Rumana yang pasrah menerima segala petaka yang hampir membuatnya g*la. "Tidak, Rum. Biarkan Abah yang menyelesaikan semua kekacauan ini. Karena semua berawal dari kesalahan Abah," ucap Sudikerta. Wajahnya tampak sendu."Maksud Abah apa?" tanya Rumana tak mengerti.Gayatri tertawa sinis ke arah Sudikerta. Dengan sekali kedipan mata, semua orang yang tadi Rumana kira bisa lol

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Chapter 58

    "Tutup mata, Bu," pinta Zaki pada Rumana. Rumana menurut saja karena saking takutnya. Pemuda itu lantas dengan cepat merapal sebuah doa. Terlihat dari gerakan bibirnya. "Sekarang buka mata, Bu Rum." Zaki meniup kedua mata Rumana perlahan. Rumana tampak mengedip beberapa kali dan mengecek kedua matanya. Memastikan apakah makhluk berbentuk kelapa sang ayah mertua sudah benar-benar hilang."Tadi itu sihir, Bu. Kita pasti sedang dipantau oleh makhluk alam ini. Ayo, kita gegas temukan mereka dan keluar dari sini," terang Zaki seakan mengerti kebingungan Rumana. Mereka kembali berjalan mencari sumber suara Bagas yang sempat mereka tangkap sebelumnya. "Itu mereka, Mbak!" Tangan Raganta terulur menunjuk sebuah gubug tua yang terlihat paling kokoh diantara gubug lainnya. Gegas, Rumana berlari menghampiri Nandini yang tengah meringkuk memeluk Bagas dan Rayhan di gendongan. "Allohuakbar, Nandini! Anak-anakku," pekik Rumana menghambur mendekap Bagas. Rumana terisak-isak menciumi pucuk ke

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Chapter 57

    Setelah melewati berbagai gangguan, Rumana dan dua pemuda tampan itu sudah kembali berada di dalam gua. Rumana mencoba menguatkan diri dan tekad untuk menyentuh ukiran di sisi dinding gua. Kali ini tak ada gangguan berarti yang menghalanginya.Akan tetapi, beberapa saat setelah ia menyentuhkan tangannya ke ukiran tersebut, guncangan kecil mulai ia rasakan. Disusul guncangan hebat yang membuat semuanya panik. "Guanya seperti akan runtuh, kita harus lari dari sini," ujar Raganta dengan wajah panik. "Tidak! Mungkin ini hanya efek dari sentuhan tangan saya. Ini bisa jadi benar-benar pintu masuk ke alam sarpa seperti yang dikatakan Kiai. Aku tidak akan keluar!" teriak Rumana masih kuat dengan pendiriannya. Dia terus berpegang pada dinding gua."Jangan konyol, Mbak. Kita semua bisa mati di sini kalo nggak cepat-cepat lari menyelamatkan diri!" sengit Raganta. Nada Raganta mulai emosi, dia menarik lengan Zaki dan Rumana. Setuju dengan pendapat Raganta, Zaki juga terlihat panik dan mulai m

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Chapter 56

    Rumana mengikuti saran Kiai Hambali untuk menjemput kedua anaknya dan Nandini yang konon dibawa oleh pengikut Gayatri. Dia mulai melangkah menyusuri lorong gua yang gelap dan sempit. Sebuah tempat yang terletak di dalam hutan Larangan yang jarang dijamah manusia. Sensasi mencekam mulai ia rasakan tatkala kakinya semakin maju ke dalam gua. Gelap, lembab, dan sumpak mendominasi nuansa di dalam gua. Rasa takut mulai bergelayut di hati Rumana, tapi ia juga tak mau menghentikan langkah demi kedua buah hatinya. Ia mengamati setiap sudut gua dengan pencahayaan yang terbatas dari cahaya obor. Ada Zaki dan Raganta yang turut menemani atas permintaan kiai Hambali.Perhatian Rumana jatuh pada sebuah dinding gua yang terlihat mencolok. Ada ukiran yang menggambarkan seperti gapura dan beberapa ukiran unik lainnya terpahat di sana. "Apa mungkin ini pintunya, ya?" Gumam Rumana. "Raga, Zaki, coba lihat ini."Kedua pemuda itu sontak mendekat. Mengarahkan cahaya obor mereka ke dinding gua yang dimak

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Chapter 55

    "Allohuma sholi, wa salim 'ala sayyidina, Muhammadin shohibil busyro, solatan tu basyiru Nabiha. Waakhlana waauladana, wa jami'a masyayikhina, wamualimina wathalabatana wa thalibatina. Min yaumina hadzha illaa, yaumil akhiroh." Entah sudah berapa kali Rumana melantunkan selawat Busro yang diyakini bisa membawa kabar bahagia bagi yang mengamalkannya itu. Kedua matanya terpejam, ia duduk di atas sajadah selepas salat Isya di kamar. Berharap segera mendapatkan kabar bahagia seperti yang terkandung dalam selawat tersebut. Kabar baik tentang kedua anaknya yang kembali dalam keadaan sehat selamat. Kabar baik tentang kondisi Kinanti, dan kabar baik tentang kemungkinan Gunadi masih hidup, meski dia telah menyaksikan sendiri prosesi pemakamannya kala itu. Kabar baik yang ia harap membawa kebahagiaan.Dia benar-benar berharap jika semua yang tengah terjadi dalam hidupnya saat ini hanyalah sebuah mimpi buruk, dan ia ingin sekali ada yang membangunkannya dari tidur panjang ini. Tok ... Tok ..

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    chapter 54

    "Aaakkk!" Jeritan Kinanti menyadarkan Sudikerta, bahwa yang dia tusuk bukan Gayatri, tapi putrinya sendiri. "Mbak Kinan!" jerit Rumana. Tubuh Kinanti perlahan roboh ke pelukannya. Dia menopang tubuh sang kakak yang sudah bersimbah darah di bagian perutnya. Sudikerta yang semula menggenggam erat pusakanya itu, reflek menjatuhkan keris ke lantai hingga menimbulkan suara dentingan cukup keras. Sudikerta bergetar hebat melihat darah segar yang muncrat dari perut sang putri dan menempel di tangannya. Dia segera meraih tub uh Kinanti dan membawanya dalam pekukan. "K-kenapa ... K-Kinanti ... Kinanti!" raung Sudikerta seakan sangat menyesali perbuatannya, tetapi semua hanya sia-sia.Diletakkannya tub uh bersimbah dar4h itu di atas dipan, dengan berusaha menutupi luka guna menyumbat dar4h yang terus mengucur dari perut bagian atas.Sementara itu, Gayatri tertawa puas melihat penderitaan Sudikerta. Dia beralih pada Rumana yang terus tergugu seakan menyalahkan sang ayah."Kau lihat kan, Rum

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    chapter 53

    Kecurigaan Rumana pada sang ayah semakin menjadi, dia merasa Sudikerta memang telah menyembunyikan sesuatu darinya, atau mungkin dari seluruh keluarganya."Apa yang Abah sembunyikan di kamar itu?" tanya Rumana. Sudikerta menatap sekilas Rumana, kemudian berdiri dan berjalan menuju kamar mendiang mertuanya. Di depan pintu di dalam kamar itu, Sudikerta duduk bersimpuh. Mulutnya komat-kamit seperti sedang merapal sebuah mantra atau doa. Rumana dan Kinanti hanya menyaksikan dengan seksama apa yang tengah dilakukan Sudikerta. Meski ia ingin sekali bertanya, tapi dia menahan diri setelah melihat betapa Sudikerta berkonsentrasi dan tak mungkin untuk di ganggu. Tiba-tiba saja, terdengar suara tawa membahana dari seorang wanita. Tetapi tak Rumana lihat wujudnya. Suaranya seperti mengudara di dalam ruangan itu. Bau bunga melati juga menelusup ke dalam indra penciuman mereka. Rumana memasang badan waspada, sedangkan Kinanti justru bersembunyi di balik tub uh Rumana. "Siapa di sana!" seru

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    chapter 52

    "Kamu sudah melakukan semua sesuai rencana kan, Galuh!" Seorang wanita berkebaya warna biru laut, dengan rambut disanggul berhiaskan bunga melati di rambutnya, tengah menatap nyi Galuh. Riasan di wajah menambah pancaran cantiknya wanita itu. "Sudah, Ibu Ratu." Galuh membungkuk di depan wanita itu."Bagus! Sudah waktunya Sudikerta menerima akibat dari perbuatannya. Sekaranglah waktumu membayar semuanya, dan kamu harus tau dan mengingat itu, Sudikerta!" Wanita yang dipanggil ibu ratu oleh galuh itu bermonolog lalu menyeringai. Ada gurat kepuasan dari kedua netranya.Sudah puluhan tahun lamanya dia menantikan hari itu datang. Hari dimana dia bisa membalaskan dendam kesumat pada lelaki yang telah meluluhlantakkan kehidupannya dulu. Dimana dia kehilangan satu persatu orang-orang yang dicintainya, yang dekat dengannya, dan yang dengan tulus menolongnya, tanpa tahu sebab dari semua petaka yang menimpanya. Hal itu tentu membuatnya amat terpukul, frustasi dan depresi. Hampir saja dia dipasu

  • Mengantar Nyawa setelah hari raya    Chapter 51

    Rumana masih bungkam, enggan memberikan keterangan. Kendatai Kinanti terus memaksa untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi sampai dia pulang dalam kondisi mengenaskan seperti ini, tapi Rumana tetap tutup mulut. "Apa seseorang mengancamu?" tanya Kinanti terus memancing Rumana supaya mau bicara.Jawaban Rumana hanya berupa gelengan. Tapi, kenapa dia bungkam?Rumana masih syok dengan semua kenyataan pahit yang dia terima dari mulut Galuh. Entah kenyataan itu benar atau hanya untuk mengecohnya agar membenci sang ayah. Semua tragedi naas dalam hidupnya setelah pulang kampung ke Kebumen, dia pikir mungkin ada kaitannya denhan ayah mertua--Rasmadi. Tapi, nyatanya justru Sudikerta lah yang banyak andil di dalamnya tanpa dia duga sebelumnya.Dia kenal Abah orang yang rajin beribadah, taat menjalankan perintah Allah, tapi kenapa justru masa lalunya seburuk itu hingga berimbas pada keluarganya. Rumana masih tak terima dan mungkin akan menganggap ucapan buruk Galuh tentang Sudikerta hany

DMCA.com Protection Status