“Maaf, Mbak Erlin. Anda dinyatakan positif hamil.”
“Apa? Saya hamil? Bagaimana itu mungkin?”
Penjelasan dokter benar-benar membuat Erlin terkejut. Sejujurnya dia juga bingung karena mendapatkan panggilan tiba-tiba dari pihak rumah sakit dan diminta untuk datang. Erlin hanya menurut dan berpikir itu ada kaitannya dengan kondisi kesehatannya yang sempat memeriksakan diri di sana beberapa waktu yang lalu.
Namun dia sangat tidak menyangka bahwa dokter akan menyatakan hasil pemeriksaan yang begitu mengejutkan. Waktu itu Erlin memeriksakan diri dan berkonsultasi terkait jadwal menstruasinya yang tidak teratur. Tapi itu bukan alasan dia lantas dinyatakan hamil. Erlin tidak percaya karena dia tahu benar dirinya tidak pernah melakukan hubungan seksual dengan pria mana pun termasuk dengan kekasihnya sendiri yang bernama Ervan.
“Dokter tolong ya jangan bercanda. Apa maksud semua ini? Saya tiba-tiba dipanggil untuk datang, diperiksa, lalu dinyatakan hamil? Apa petugas medis masih sempat membuat lelucon?” kata Erlin merasa aneh.
“Begini, Mbak Erlin. Sebenarnya ada sedikit masalah yang harus kami sampaikan dan mungkin Mbak Erlin tidak akan senang mendengarnya,” ujar dokter perempuan bernama Nuri itu.
“Masalah apa, Dok?” tanya Erlin.
“Sebelumnya saya dan beberapa dokter yang terlibat ingin memohon maaf yang sebesar-besarnya pada Mbak Erlin. Terjadi kesalahan besar yang dilakukan salah satu dokter di rumah sakit ini sewaktu menangani Mbak Erlin. Dokter itu melakukan proses inseminasi buatan pada orang yang salah dan korbannya adalah Mbak Erlin,” kata Dokter Nuri berusaha menyampaikan dengan nada halus dan seramah mungkin. Dia sadar apa yang akan dia sampaikan tidak akan mudah diterima oleh lawan bicaranya.
“Maksud dokter apa sih? Saya tidak mengerti,” keluh Erlin tidak mampu memahami informasinya secara utuh.
“Seperti yang sudah saya katakan tadi. Mbak Erlin sekarang sedang mengandung.”
“Dokter, jadwal menstruasi saya memang tidak teratur. Tapi saya tidak pernah melakukan hubungan seksual dengan pria mana pun. Jadi mana mungkin saya bisa hamil? Mau dapat benih dari mana coba? Dokter pasti salah diagnosa,” balas Erlin tetap teguh dengan keyakinannya sendiri.
"Jadi begini, Mbak. Memang ada beberapa alternatif cara yang bisa dipakai untuk membantu kehamilan tanpa melalui hubungan seksual. Ada yang namanya inseminasi buatan. Ini biasa digunakan untuk membantu pasutri yang kesulitan memiliki keturunan dengan cara normal," jelas dokter.
“Rumah sakit kami menyediakan layanan itu. Beberapa waktu lalu ada seseorang yang ingin menjalani program inseminasi buatan. Seharusnya kami melakukan injeksi sel sperma pada perempuan itu tapi ternyata terjadi kesalahan sehingga prosesnya terjadi pada Mbak Erlin. Mbak Erlin hamil karena menjadi korban inseminasi salah sasaran.”
“Apa?”
Istilah inseminasi buatan masih terdengar asing di telinga Erlin. Tapi sekarang dia ditampar oleh kenyataan bahwa dirinya hamil karena program itu. Erlin tak kuasa berkata-kata. Otaknya masih berusaha mencerna informasi berat yang tiba-tiba dia terima.
Erlin syok. Dokter Nuri pun bisa melihat ekspresi itu. Bagaimana tidak, Erlin masih berstatus sebagai mahasiswa semester lima jurusan Akuntansi di sebuah perguruan tinggi negeri.
Fakta kehamilan di luar nikah, sekalipun bukan terjadi karena hubungan terlarang, pasti akhirnya akan menciptakan banyak masalah. Masa depan Erlin terancam entah itu berkaitan dengan pendidikan atau hubungan percintaan.
Tangan Erlin bergetar meraba area perutnya yang masih rata. Rasanya seperti mimpi buruk membayangkan ada janin yang sedang tumbuh di rahimnya. Erlin tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya dan apa yang harus dia lakukan dengan kehamilan itu.
Erlin jelas tidak bisa menerima kehadirannya. Belum lagi memikirkan bagaimana respon orang tua dan masyarakat sekitarnya. Bagaimana pula nasib kisah asmaranya jika Ervan sampai tahu dia tengah berbadan dua.
Erlin memijat pelipis dan menyurai rambut panjangnya. Pertanda bahwa dia sedang sangat kalut. Dokter Nuri turut berempati dan memberikan segelas air agar pasiennya sedikit lebih tenang. Dokter Nuri kembali mengajukan permohonan maaf tapi Erlin bukan orang yang cukup sabar untuk menghadapi fakta pahit sebesar itu.
“Sudah cukup, Dok. Saya tidak butuh permintaan maaf dari dokter karena itu juga tidak bisa mengembalikan kondisi saya seperti semula,” ucap Erlin tegas. Dokter Nuri tidak tersinggung dan merasa kemarahan Erlin adalah sesuatu yang wajar.
“Saya tidak terima dengan semua ini. Saya merasa sangat dirugikan. Saya akan membuat tuntutan atas kesalahan dokter,” imbuh Erlin membuat Dokter Nuri tercengang.
“Maaf, Mbak. Tapi kamu tidak bisa membuat tuntutan atas Dokter Nuri,” ucap seorang laki-laki yang tiba-tiba menimpali. Pandangan Erlin dan Dokter Nuri sama-sama teralihkan pada sosok yang baru masuk ke ruangan itu.
“Dokter Antonio,” sapa Dokter Nuri. Sementara Erlin tidak mengenali laki-laki berjas putih itu.
“Jadi bagaimana hasilnya, Dokter Nuri?” tanya Dokter Antonio.
“Dia benar-benar sedang hamil,” jawab Dokter Nuri sedikit meringis. Eskpresi Dokter Antonio juga tak jauh berbeda. Sementara Erlin hanya melongo menyaksikan perbincangan kedua tenaga medis itu.
Setelah mengetahui hasil pemeriksaannya, Dokter Antonio mengambil alih untuk berbicara dengan Erlin. Dia menjelaskan bagaimana kesalahan inseminasi buatan itu bisa terjadi. Ternyata Dokter Antonio juga ikut andil dalam proses itu walau tidak secara langsung.
Dokter Antonio mengatakan bahwa bukan Dokter Nuri yang melakukan proses inseminasi itu pada Erlin. Itu sebabnya Erlin tidak bisa menuntut Dokter Nuri. Orang yang melakukan kesalahan utama sebenarnya adalah Dokter Raisa, dokter spesialis kandungan yang juga bertugas di rumah sakit itu.
Antonio tahu bagaimana watak Raisa dan Nuri. Nuri lebih ramah dan sabar. Itu sebabnya dia lebih memilih agar Nuri yang menjelaskan duduk perkaranya secara baik-baik pada pasien yang menjadi korban.
“Siapa pun pelakunya, saya tetap akan membuat tuntutan,” ujar Erlin tetap menunjukkan sikap tegas.
“Tolong, Mbak. Saya harap kita bisa membicarakan masalah ini dengan baik dan menyelesaikannya secara kekeluargaan. Lagi pula dengan membuat tuntutan juga tidak akan membuat kondisimu berubah,” bujuk Antonio.
Antonio juga mengerti bagaimana sulitnya menerima kehamilan yang tidak diinginkan. Antonio tahu mereka sudah melakukan kesalahan. Tapi tetap saja setiap orang yang bersalah masih mencari kesempatan untuk mencari aman.
Setelah mengetahui terjadi kesalahan dalam proses inseminasi buatan, Antonio selaku dokter yang bertanggung jawab langsung mencari siapa korbannya dan memanggilnya ke rumah sakit. Dia meminta bantuan Dokter Nuri untuk memastikan kondisi pasien untuk mengetahui akibat proses inseminasi itu. Ternyata benar korbannya dinyatakan hamil.
Antonio berusaha membujuk Erlin agar mau menempuh jalan damai. Dia tidak ingin sampai banyak orang tahu dan masalah itu didengar oleh pimpinan rumah sakit. Setidaknya ada tiga dokter yang bisa terseret jika masalah itu tersebar.
Tapi membujuk Erlin juga bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Membujuknya tidak sama seperti merayu anak kecil dengan memberikan permen.
“Ya kalau begitu sama saja. Memaafkan kalian juga tidak akan membuat saya tidak jadi hamil,” balas Erlin tak mau kalah. Mendengar hal itu, Antonio sempat menghembuskan napas berat agar tidak ikut terbawa emosi. Antonio berusaha tetap tenang menghadapi sikap Erlin dengan usianya yang memang masih muda dan mengedepankan ego.
“Tolong mengertilah bahwa masalah ini bisa beresiko besar pada pekerjaan kami. Jadi kami sangat mengharap kerja samanya,” pinta Antonio setengah memohon.
“Saya yang minta tolong agar kalian jangan egois mementingkan pekerjaan. Di sini nasib masa depan saya yang dipertaruhkan. Kuliah saya belum selesai, belum menikah tapi tiba-tiba dinyatakan hamil. Apa yang akan saya katakan pada orang-orang? Apalagi saya juga tidak tahu siapa ayahnya,” ujar Erlin menumpahkan sedikit kegundahan hati.
“Tapi saya tahu siapa ayah dari anak itu,” balas Antonio tak kalah membuat Erlin tercengang.
“Siapa orangnya?”
“Siapa orangnya?” tanya Erlin penasaran. Namun belum sempat Antonio memberikan jawaban, ponsel di dalam tas Erlin sudah lebih dulu berdering. Ada satu panggilan dari teman kuliahnya. “Ada apa, Windy?” ujar Erlin setelah panggilan tersambung. “Kamu di mana sih? Jam segini belum kelihatan di kampus. Kamu enggak bolos kan?” cecar temannya yang bernama Windy dari seberang. “Bolos sih enggak. Tapi mungkin telat sebentar. Aku masih ada urusan,” jawab Erlin. “Ya ampun urusan apa sih? Lebih baik kamu segera ke kampus deh. Pokoknya usahakan jangan telat,” titah Windy. “Emangnya kenapa sih sampai segitunya?” tanya Erlin heran dengan sikap Windy yang tak biasa. “Kalau hanya karena ada gosip terbaru yang ingin kamu ceritakan, bisa pending nanti aja deh. Serius aku lagi ribet sekarang,” imbuh Erlin. Dia tahu biasanya Windy bersikap heboh jika mendapatkan isu terbaru seputar anak-anak di kampus. Bisa dikatakan mereka berdua adalah partner in crime dalam urusan berburu gosip. “Aduh...justru ak
“Van, aku bisa jelasin semuanya sama kamu. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan,” kata Erlin panik. Dia benar-benar tidak ingin Ervan salah paham. “Sekarang jawab aku dengan jujur, Erlin. Apa test pack ini punya kamu?” tanya Ervan dengan tegas. Erlin hanya menggigit bibir dan tak langsung menjawab. “Jawab aku!” bentak Ervan. “Iya itu memang punyaku. Tapi...” “Tapi apa? Kamu hamil? Siapa laki-laki itu, Erlin? Jadi selama ini kamu sudah berselingkuh di belakangku begitu?” cecar Ervan emosi. Dia tidak memberikan kesempatan pada Erlin untuk menjelaskan. “Enggak. Aku enggak pernah selingkuh,” bantah Erlin lemah. “Tapi faktanya sekarang kamu hamil. Itu apa namanya kalau bukan main di belakang? Selama ini aku tidak pernah menyentuhmu berlebihan jadi jelas itu bukan anakku,” tegas Ervan. “Aku sangat mencintai kamu dan aku tidak pernah mengkhianati kamu dengan laki-laki lain. Semua ini terjadi karena kesalahan,” kata Erlin masih berusaha memberi penjelasan. “Semua ini memang kesalahan.
Pada suatu hari Adian pergi ke rumah sakit untuk menemui temannya yang bernama Antonio. Antonio adalah salah satu dokter di sana. Mereka berteman dekat sejak masih SMA karena kebetulan juga bertetangga. Belakangan ini Adian memang memiliki misi khusus dan cukup rahasia. Dia melakukannya dengan bantuan Antonio. Antonio adalah teman yang sangat dia percaya. Hari itu dia datang untuk mendiskusikan kelanjutan dari misinya. Dia langsung masuk ke dalam ruangan Antonio karena sebelumnya juga sudah membuat janji. "Hai, Bro. Enggak ada jadwal ngajar di kampus hari ini?" sapa Antonio santai. Dia tidak menyikapi Adian dengan cara formal seperti pasien pada umumnya. "Kebetulan lagi kosong," jawab Adian singkat. "Jadi gimana prosesnya? Apa sudah berhasil?" tanya Adian. "Wah...langsung to the point aja nih orang. Sepertinya kamu udah enggak sabar ya pengen punya bayi," seloroh Antonio. "Udah enggak usah bercanda deh, Ton" balas Adian. "Jujur ya, Bro. Aku masih heran aja sama kamu. Kamu pengen
"Dokter Nuri tidak salah ingat kan? Prosesnya terjadi sekitar satu bulan yang lalu," tanya Antonio memastikan. "Tapi saya memang tidak pernah melakukannya," tegas Dokter Nuri tetap dengan jawaban yang sama. "Apa yang sebenarnya sudah terjadi?" tanya Adian tak mengerti. "Mohon maaf sebelumnya. Waktu itu saya juga merasa ada hal yang aneh karena saya seperti hanya diperiksa biasa. Tidak dilakukan tindakan apa pun. Jadi saya pikir hanya semacam tes kesuburan," kata Wulan mengakui. "Astaga...kenapa tidak bilang dari tadi?" keluh Antonio sembari mengusap wajahnya dengan kasar. "Jika bukan Dokter Nuri, lalu siapa yang menanganimu waktu itu?" tanya Antonio. "Kalau tidak salah namanya Dokter Raisa," jawab Wulan. "Kacau! Dia salah satu penggemar beratmu, Adian. Pasti dia yang sudah merekayasa semua ini," ujar Antonio membuat kesimpulan. Di rumah sakit itu memang hanya ada dua dokter spesialis kandungan yaitu Dokter Nuri dan Dokter Raisa. Dokter Raisa cukup dekat dengan Antonio namun pri
"No. Saya enggak setuju," tegas Adian setelah mendengar niat Erlin untuk menggugurkan kandungan. "Lho, ini hidup saya dan saya bisa memperjuangkan masa depan saya sendiri. Bapak enggak berhak melarang," balas Erlin dengan ketus. Erlin sudah tidak peduli sekalipun laki-laki itu adalah dosennya. Dia pikir mereka tidak sedang dalam proses belajar mengajar di kampus jadi tak masalah jika dia sedikit mengabaikan etika. Perdebatan akhirnya terjadi di antara mereka berdua. "Tapi yang ada dalam kandungan kamu itu anak saya. Kamu enggak bisa ambil keputusan secara sepihak," kata Adian keberatan. "Kok jadi ribet begini sih urusannya? Saya enggak punya kewajiban buat nurut sama bapak karena bapak juga bukan suami saya," ujar Erlin tak mau kalah. Adian terdiam karena dia memang tidak punya status lebih atas Erlin. Tapi dia jelas tidak mau jika calon anaknya sampai dibunuh dengan cara aborsi. Adian sangat menginginkan kehadiran anak itu. "Lagian kenapa sih bapak pakai cara inseminasi segala?
"Kenapa kamu nekat melakukan kesalahan sebesar ini, Raisa?" ujar Antonio sedang memarahi Dokter Raisa di ruangannya setelah mereka diadili oleh pimpinan rumah sakit. Sekarang Raisa sudah diberhentikan. Antonio sangat menyayangkan karir Raisa harus berakhir dengan cara seperti itu. "Aku dibutakan oleh rasa cemburu. Aku sudah tertarik pada Adian sejak lama. Harusnya sebagai teman, kamu mengerti hal itu dan membantuku," tukas Raisa. "Kamu benar-benar sudah gila, Raisa. Tindakanmu sangat ceroboh hanya karena ketertarikan pada seorang laki-laki. Aku sungguh tidak menyangka kamu bisa berbuat sejauh itu," keluh Antonio. "Sudah cukup. Kamu hanya bisa marah-marah dan menghakimiku dari satu sisi. Kamu tidak akan mengerti bagaimana perasaanku sebagai seorang perempuan, Anton" tegas Raisa dengan nada tinggi. Dia sudah lelah terus dipojokkan. "Aku mengerti. Tapi kamu yang terlalu bodoh, Raisa. Kamu melakukan sesuatu yang merugikan dirimu sendiri hanya karena seorang laki-laki yang bahkan tidak
Darman terkejut mendengar penuturan Adian. Dia tidak mengerti apa maksud Adian yang mengatakan akan bertanggung jawab tapi tidak bisa menikahi Erlin. Darman meminta Adian menjelaskan semuanya secara gamblang.Adian mengatakan kurang lebih seperti apa yang dia katakan pada Erlin sebelumnya. Namun tentu saja gagasan itu ditolak mentah-mentah oleh Darman. Darman tidak setuju putrinya seolah dijadikan perempuan bayaran untuk melahirkan anak Adian.“Tidak bisa begitu, Nak Adian. Saya tahu mungkin Nak Adian punya banyak uang. Tapi saya tidak akan membiarkan putri saya diperlakukan seperti itu. Kalau kamu memang mau bertanggung jawab, maka kamu harus menikahi Erlin,” tegas Darman sama persis seperti tantangan yang diberikan Erlin sebelumnya. Rupanya anak dan ayah itu langsung sepemikiran walau tak sempat berunding.“Kamu harus segera membuat keputusan selagi kandungan Erlin masih kecil. Kalau memang kamu tidak bersedia, terpaksa saya juga akan memilih jalan aborsi untuk menyelamatkan kehidup
“Papa yakin rela menyerahkan putri kita untuk menikah dengan laki-laki yang sama sekali tidak mencintainya? Erlin itu putri kita satu-satunya lho, Pa. Mama takut dia tidak bahagia bersama Adian,” bisik Gayatri sebelum acara dimulai. Ada kecemasan tersendiri bagi Gayatri karena mengetahui pernikahan putrinya hanya didasari oleh rasa terpaksa. Entah dari pihak Adian maupun dari pihak keluarganya sendiri. Seandainya masih ada pilihan lain, mungkin mereka juga tidak akan setuju menikahkan Erlin dengan Adian. Pernikahan yang sama sekali tidak pernah dibayangkan sebelumnya.Beberapa hari yang lalu, Adian datang ke rumah keluarga Darman. Dia menyatakan persetujuannya untuk menikahi Erlin. Meski bukan berarti Adian setuju sepenuhnya karena dia juga masih mengajukan beberapa perjanjian tertulis.Setelah kesepakatan dibuat, hari dan tanggal pernikahan langsung ditentukan dengan cepat. Mereka tidak bisa menunda waktu lama karena khawatir orang lain akan tahu tentang kehamilan Erlin. Terlebih p