Chelsi berkata demikian dengan langkah cepat mendekati pemilik perusahaan ini dan dengan spontan mendarat di pangkuan Devano sebelum sang empu bereaksi. Senyuman mengembang di bibir perempuan tersebut kala tidak mendaratkan dorongan dari pria pujaannya, sedangkan Devano memang wajah gadis yang selalu menempel pada dia sejak kecil.
"Turunlah! Aku belum bisa bersentuhan lama," perintah lelaki ini.Perempuan ini akhirnya menurut, dia sudah sangat bahagia karena Devano tidak menghindar lagi. Tetapi tangan wanita tersebut masih menempel di leher sang pria, tetapi suami Kania sangat tenang dan tak menepisnya."Ada apa kemari? Aku masih banyak kerjaan. Gak bisa melayanimu bermain-main," jelas Devano.Senyuman Chelsi pudar kala mendengar ucapan Devano, dia segera menarik tangannya lalu melangkah memutari meja kerja lelaki itu. Sedangkan William pamit dari sana setelah mendapatkan persetujuan sang Bos."Cepatlah! Mau bicara apa? Pintu sudah tTangan Devano terkepal mendengar teriakan Chelsi, bibir wanita itu langsung tertutup rapat kala melihat pandangan sang pria sangat menyeramkan. Spontan ia menunduk kala mata mereka bertabrakan, telinga William menangkap teriakan perempuan ini segera mendekati wanita tersebut lalu menarik pergi keluar. "Apa yang kamu lakukan! Lepaskan," omel Chelsi. Wanita itu hempaskan tangannya membuat cengkraman William terlepas, asisten Devano ini menatap malas perempuan di hadapannya. "Kalau aku gak bawa kamu pergi, kamu bakal makin malu! Dan dapat amukan Tuan Devano. Aku tadinya malas tapi lagi gak mau ada masalah yang bikin aku pusing lagi," balas William. Chelsi mendelik ia membenarkan perkataan William dalam hati tapi tidak mau mengakui. Perempuan tersebut memilih melangkah pergi meninggalkan lelaki itu tanpa sepatah kata pun. Sedangkan asisten Devano hanya menggelengkan kepala melihat tingkah wanita yang sejak dulu mengejar majikannya. "Dasar, kirain kalau setengah pulang bakal berubah,
Kania spontan dengan tangan gemetar berusaha mengalihkan layar handphone agar terganti ke kamera depan. Karena gugup wanita itu tak sengaja melepaskan benda pipih ini dan membuat terjun bebas ke bawah. Perempuan tersebut memekik lalu berusaha keluar kediaman untuk melihat alat yang tidak lepas dari manusia, sedangkan Devano bergegas menelepon sang Grandma karena sambungan terputus. "Ada apa, Kania? Kenapa Devano menyuruh Grandma segera mencarimu," seru sang Nenek dengan napas terengah. Perempuan hamil ini yang baru memegang handle pintu itu menoleh, dia memandang Ida yang menyentuh pundaknya. Gadis tersebut langsung menghela napas, ia menerima handphone dipegang sang Nenek. "Kamu gak apa-apa kan, Sayang?" tanya Devano khawatir. Istri Devano menggeleng sebagai jawaban, sedangkan Ida mengerutkan kening apalagi mendengar suara sang cucu sangat khawatir. "Emangnya ada apa, Nia? Kenapa cucuku sangat khawatir." Mendengar pertanya
Setelah mendengar suara diujung telepon, spontan Kania segera memutuskan panggil dengan ekspresi marah dengan sangat jelas. Ida mengusap punggung cucu menantunya, sedangkan William menahan bos perusahaan ini kala pria tersebut beranjak dari duduk dan hendak melangkah pergi. "Jangan pergi, Tuan! Banyak kerjaan yang harus Tuan bereskan dulu," seru sang asisten. Lelaki itu langsung menghempaskan tangan William yang mencengkram lengannya. Ia memukul meja dengan penuh emosi, lalu mendaratkan bokong di kursi. Tangan terkepal sangat kuat, guratan amarah terlihat jelas. Mata pria ini menatap kertas diatas meja, dia mengambil lalu mengeluarkan korek dan membakar surat dari Chelsi. "Cuma karena kertas ini membuat istriku marah, Chelsi bener-bener menyebalkan. Baru kali ini aku risih dengan gadis itu," geram Devano. William yang mendengar hanya menyeringai, dia paham dengan apa yang ada di hati sang majikan. Waktu terus bergerak, tetapi terasa sangat lam
Kania langsung membuka nata saat mendengar ucapan sang suami, pandangannya segera beradu dengan manik mata lelaki itu. Mereka saling berpandangan lumayan lama, lalu wanita tersebut lekas memalingkan wajah. "Kamu masih marah sama aku?" tanya lelaki itu lembut. Perempuan itu memandang sang suami, ia menggeleng tetapi pandangan melihat ke bawah membuat Devano menghela napas. Pria tersebut segera menarik dagu Kania agar mereka saling bertatapan. "Terus kenapa kamu gak balas tatapan aku? Itu artinya kamu masih marah bukan. Bisa gak percaya sama aku? Aku cuma punya rasa sama kamu, Chelsi cuma aku anggap adik aja, gak lebih," jelas sang suami. Mata Kania langsung membalas tatapan sang suami, tangannya tergerak memegang lengan Devano yang menyentuh dagu perempuan ini. "Gak, Tuan. Aku percaya sama kamu, cuma sekarang lagi lesu aja badanku, mau istirahat," balas Kania. Mendengar balasan sang istri, ia terus menatap manik mata wanita tersebut. Mencari kesungguhan dari pancaran netra,
Devano ingin sekali tertawa melihat wajah takut sang istri. Ia langsung menghela napas dan menyentuh punggung tangan Kania dan sedikit meremas lembut. "Kenapa kamu masih memanggilku, Tuan?" tanya Devano dengan nada datar. Mendengar pertanyaan sang suami, wanita itu mendongak dan memandang wajah lelaki tersebut. "Eum, itu ... Aku kira kamu marah karena ...." Perkataannya terhenti kala Devano mengulurkan tangan lalu menyentuh bibir perempuan tersebut dengan jari. Dia terpaku beberapa menit, sedangkan sang suami masih berwajah datar. "Aku marah karena kamu masih sering memanggilku, Tuan. Bisa singkirkan panggilan itu? Nanti orang yang dengar mengira aku menindasmu," seru pria tersebut.Kania segera menggeleng dengan cepat, membuat Devano tak sanggup untuk menahan tawanya. Kening wanita itu mengkerut kala melihat reaksi sang suami, ia beberapa saat terpaku dengan ketampanan lelaki yang dipandang ini. "Udahlah, Vano! Kamu jangan terus mengerjai istrimu. Mendingan ayo cepat makan," te
Lelaki itu hanya menyeringai mendengar gerutuan sang istri, matanya tetap fokus ke jalanan dan sesekali melihat wajah Kania yang cemberut. Beberapa menit kemudian perempuan ini memandang waspada pada Devano, melihat jalanan sepi, dia juga baru pertama kali kemari. "Apa dia ingin membunuhku? Tapi mana mungkin, bukannya dia ...." Ucapannya terhenti dia memekik karena Devano tidak menyadari ada polisi tidur. Membuat lelaki itu juga agak panik dan segera menepi. Dada Kania berdebar sangat kencang, ia langsung memandang sang suami yang setelah menepikan kendaraan segera menyentuh perutnya. "Maafkan aku, perasaan dulu gak ada polisi tidur di sini. Sepertinya baru dibuat," ujar Devano. Setelah berkata demikian, lelaki itu terus memandang khawatir sang istri. Mendapatkan perlakuan tersebut, rasa cemas Kania segera hilang. Dia mengulum senyum lalu menyentuh tangan Devano pria yang dikursi kemudi. "Aku gak apa-apa kok, kamu tenang aja," balas perempuan tersebut.Mendengar ucapan sang istri
Lelaki itu langsung berlari ke arah Kania dengan spontan, dia menarik lengan sang istri yang hendak menarik buah. Perempuan ini tertarik ke belakang beberapa langkah lalu membulatkan mata melihat ular terjatuh ke tanah. Beruntung bawahan Devano melihat, ia lekas menangkap hewan tersebut."Sayang, aku takut," pekik wanita tersebut. Kania memeluk erat tubuh sang suami, menyusupkan wajah ke dada lelaki tersebut. Devano menenangkan dengan cara mengusap-usap punggung perempuannya, setelah hewan itu di tangkap para bawahan langsung menjatuhkan lutut di hadapan suami wanita itu yang memasang wajah datar. "Tuan tolong maafkan, kami ...." Perempuan tersebut langsung menoleh, dia baru menyadari hal ini setelah salah satu dari yang berlutut bersuara. Kania segera mendongak, mendapati Devano memasang wajah dingin."Kalian apa, ha!" geram lelaki itu. Tangan Kania segera menyentuh lengan Devano membuat sang empu memandangnya. Tatapan lelaki itu semula sangat penuh amarah lalu lekas ia ubah menj
Wanita itu langsung mengusap kening sang suami, sedangkan Devano menyeringai mendapatkan respon tersebut. Melihat wajah lelaki ini membuat Kania segera menarik lengannya. "Kamu mengerjaiku, ya!" seru perempuan tersebut. Lelaki tersebut hanya tersenyum menanggapi seruan sang istri, sedangkan Kania langsung mengerucutkan bibir. Devano lekas memandang bawahannya dengan wajah datar. "Cepatlah, pergi! Kalian mau pulang bukan, barang yang aku inginkan taruh di sana aja," perintah Devano. Semua mengangguk patuh lalu mengucapkan terima kasih karena dia tidak memecat mereka. Lelaki tersebut langsung menjawab agar berterimakasih pada istrinya, jika bukan karena Kania mereka sudah dipecat secara tak hormat. "Terimakasih, Nyonya muda. Semoga kehamilan lancar, sehat-sehat terus, langgeng dan hidup bahagia," lontar salah satu dari mereka. Lalu semua menjawab dengan anggukkan membuat Kania hanya tersenyum, mereka segera pergi karena tatapan Devano seperti ingin menelan mereka. Kini hanya dua m
Devano terperanjak mendengar seruan sang istri kala selesai menutup pintu, percakapan mereka tidak terdengar ke luar. Lelaki itu segera memandang wajah cemburu Kania dan membelai penuh kasih sayang. “Apa yang dipikirkan otak kecilmu itu, jangan bicara sembarangan,” tegur lelaki itu. Dia mendorong kening Kania membuat sang empu mengerucutkan bibirnya, lelaki itu segera menyalakan kemudi lalu Kania spontan memegang lengannya membuat dia menoleh. “Ada apa lagi,” kata Devano dengan nada malas. Perempuan itu masih memajukan bibirnya, dia bahkan berani menunjuk pipi sang suami sampai jari wanita tersebut menyentuh wajah Devano. “Kamu pasti berbohong, karena kamu sedikit lagi mau sembuh. Kamu mau mencari wanita lain yang lebih pantas denganmu,” sungut perempuan tersebut. Devano memutarkan bola mata mendengar ucapan sang istri, ia memilih mematikan mesin kendaraan lagi dan tangannya memilih menggengga
Li Jiazhen segera pergi setelah selesai dengan urusannya, tidak ingin menyulut amarah Devano lagi. Kini hanya sepasang suami istri ini yang ada di ruangan, kekasih Kania melangkah kaki menuju dispenser air lalu menyalakan unruk mengisi air di gelas dan meneguk hingga tandas. Sang perempuan tersebut mengikuti, tetapi lelaki ini sama sekali tak mengeluarkan suara. Terlihat jelas dari wajah tidak ingin diganggu sedikitpun."Sayang ….""Kamu marah?" tanyanya pelan.Lelaki ini hanya melirik tanpa menjawab pertanyaan Kania, padahal wanita itu sudah sangat jelas tau jika sang suami tengah berperang dengan emosi yang bergejolak."Pergilah! aku bakal lembur, kamu pulang aja."Devano secara halus mengusir sang istri, mendengar hal ini Kania menggeleng. Perempuan itu segera memeluk suaminya yang berjalan menuju sofa, membuat sang empu menghentikan langkah."Maafkan aku, Sayang. Lain kali aku gak bakal berbicara dengan pria itu kalau diajak
Karyawan itu tidak menanggapi ucapan Devano, dia langsung berlari lalu memeluk suami Kania. Mata pria tersebut membulat sempurna karena terkejut, ia berusaha melindungi minuman yang dibawa agar tidak tumpah.“Tuan … terima kasih!”seru lelaki tersebut.Setelah tersadar akan pandangan mata Devano, ia segera melepaskan pelukkan lalu menjauh. Menundukkan kepala tidak berani memandang wajah pemilik perusaaan ini.“Di mana sikapmu yang tadi? Kenapa sangat cepat lenyap,” ucap Devano datar.Pria ini semakin menunduk, sedangkan yang lain hanya memandang nanar. Mereka segera melakukan pekerjaan kembali kala Devano melirik semua. “Sudahlah, aku tidak mau menakutimu lagi. Selamat karena sudah menjadi Ayah, doakan istriku juga. Semoga dia lancar sampai anakku lahir,” ujar Devano.Karyawan itu mengangguk lalu mengucapkan terimakasih dan mendoakan istri Devano yang dibalas senyuman pria tersebut. Beberapa orang yang melihat memandang tak perca
Devano mendengar ucapan karyawannya langsung mendelik, ia kembali memandang ke depan.“Kalau kamu ada kesalahan lagi aku gak akan mengeluarkanmu begitu saja dari ruangan, aku aku keluar mau menjemput istriku di luar. Oh ya, siapkan minuman untuk dia, eh jangan! Biar saya aja yang buat, kamu cepat pergi beli susu untuk ibu hamil,” seru Devano.Setelah berkata demikian lelaki itu kembli bergegas melangkah, sedangkan karyawan yang diperintahkan mulutnya terbuka lebar. Ia benar-benar tidak mengenali Devano, sikap sangat berbeda dengan dulu. Bahkan sekarang ada rasa toleransi, dia merasa bersyukur akan kehadiran yang datang ke hidup sang Bos.“Ah, iya! Aku harus segera pergi membeli susu ibu hamil,” pekik pria tersebut.Dia langsung berlari untuk melakukan kerjaannya, se
William terperanjak mendengar suara Devano, membuat ia spontan menginjak pedal gas. Beruntung Kania sudah memakai sabuk pengaman dan berpegangan sebagai jaga-jaga. Bahkan handphone yang dipegang perempuan tersebut sampai terjatuh, lelaki sedang berganti profesi jadi supir ini lekas mematikan mesin dan membantu mengambil ponsel sang majikan.“Tu-Tuan,” kata William terbata-bata kala melihat layar handphone.Pria yang dipanggil Tuan itu memasang wajah datar kala mendengar suara William, sedangkan Kania segera mengambil handphone lalu segera mengganti jadi kamera depan.“Sayang, kamu mengejutkan kami,” tegur Kania.Lelaki itu hanya mendengkus mendengar teguran sang istri, ia memalingkan wajah menyembunyikan riak kekesalan.“Iya, maafkan aku. Aku hanya terkejut karena William melajukan kendaraan sangat kencang,” seru Devano.Me
Waktu terus bergerak sangat cepat, kini kehidupan sepasang suami istri itu sangat harmonis. Tetapi kadang Kania sangat jengkel pada Devano karena terlalu oper protektif pada dia. Bahkan untuk ke dapur aja tidak diperbolehkan, katanya takut sesuatu hal buru terjadi."Yasmin … aku sangat bosan," keluh Kania.Bibirnya mengerucut tanda sangat kesal, sedangkan Yasmin paham akan perasaan keduanya. Satu sisi Devano takut sesuatu terjadi, karena pas usia kandungan perempuan itu empat bulan, Kania sempat hendak terjatuh di dapur akibat ada minyak yag tumpah. Bahkan karena hal tersebut, beberapa pelayan dipecat begitupun yang tak menyukai wanita hamil ini."Tuan begitu karena sangat menyayangimu, takut kamu kenapa-napa," balas Yasmin.Kania menganggukkan kepala mengiyakan perkataan Yasmin, tetapi ia juga kembali cemberut karena merasa terkekang di sangkar emas milik sang suami. Sedangkan sahabat perempuan tersebut, sebenarnya mereka percakapan dan segera m
Mendengar ucapan wanita itu mereka terdiam sejenak, membuat Elsa langsung menyeringai. Tak berselang lama perempuan tersebut segera dibopong salah satu dari para pria ini.“Diamlah, Nyonya! Ini perintah Tuan Devano, kalau anda terus memberontak. Mohon maaf kalau kami bakal kasar, karena Tuan Devano memperbolehkan hal itu.”Mendengar hal itu Elsa membulatkan mata, perempuan tersebut berhenti memberontak. Sedangkan bawahan Devano lekas memasuki ke kendaraan, William yang ada di dalam mobil hanya tersenyum lalu melajukan alat tranfortasi tersebut.“William, kalian mau membawaku ke mana?” tanya wanita tersebut.Lelaki tersebut tidak menjawab, membuat Elsa mengepalkan tangan.“Pinjam handphone-mu, aku mau berbicara dengan anakku.’Elsa menyodorkan tangannya ke arah William, pria tersebut tak merespon sedikitpun membuat Ibu Devano memakinya. Tangan perempua
Suara lembut dan serak terdengar di indra pendengar Devano, apalagi panggilan sayang membuat ia bergegas menoleh. Senyuman langsung ia lemparkan kala mata bertabrakan dengan manik Kania. Tatapan perempuan itu masih sangat sayu, pria ini segera menyudahi telepon lalu memasukkan benda pipih ke saku. Melangkah mendekat dan melingkarkan pelukkan di pinggang Kania.“Sayang, kamu ngobrol sama siapa tadi?” tanya Kania dengan suara serak.Devano mendengar perkataan Kania hanya mengulas senyuman, dia membenarkan pelukkan pada istrinya agar wanita ini nyaman.“Gak perlu kamu pikirkan, mendingan temani aku berbaring sebentar. Kepalaku agak pusing,” tutur pria tersebut.Mendengar perkataan sang suami, Kania spontan mengarahkan punggung tangan ke dahi Devano dan dia sendiri. Gerakkan perempuan tersebut sangat cepat, refleks dilakukan seolah ingin segera memastikan keadaan pri
Liburan keluarga besar ini masih sangat ramai, walau beberapa sudah ada yang pergi. Entah karena urusan mendadak atau usiran dari pria berstatus suami Kania. Mereka sekarang tengah pulang ke kediaman masing-masing, sedangkan Devano pergi mengantarkan Farrah terlebih dahulu. Saat gadis kecil itu turun diikuti istri lelaki tadi mengemudi, kedua manusia saling berpelukkan."Auntie, nanti kalau jalan-jalan ajak aku lagi ya," kata Farrah.Mendengar perkataan gadis kecil itu, Devano mendelik. Dia memandang sinis Farrah, tetapi disambut senyuman di bibir perempuan muda ini."Cih, malas aku bawa kamu. Kamu menyabotase waktu istriku," balas lelaki berkemeja hitam itu.Kania hanya terkekeh mendengar balasan sang suami pada Farrah, wanita itu langsung mengulurkan tangan dan mengusap penuh kasih sayang puncuk kepala gadis kecil tersebut."Gak usah dengarkan, Paman. Okey, nanti Auntie ajak ka