Lelaki itu hanya menyeringai mendengar gerutuan sang istri, matanya tetap fokus ke jalanan dan sesekali melihat wajah Kania yang cemberut. Beberapa menit kemudian perempuan ini memandang waspada pada Devano, melihat jalanan sepi, dia juga baru pertama kali kemari. "Apa dia ingin membunuhku? Tapi mana mungkin, bukannya dia ...." Ucapannya terhenti dia memekik karena Devano tidak menyadari ada polisi tidur. Membuat lelaki itu juga agak panik dan segera menepi. Dada Kania berdebar sangat kencang, ia langsung memandang sang suami yang setelah menepikan kendaraan segera menyentuh perutnya. "Maafkan aku, perasaan dulu gak ada polisi tidur di sini. Sepertinya baru dibuat," ujar Devano. Setelah berkata demikian, lelaki itu terus memandang khawatir sang istri. Mendapatkan perlakuan tersebut, rasa cemas Kania segera hilang. Dia mengulum senyum lalu menyentuh tangan Devano pria yang dikursi kemudi. "Aku gak apa-apa kok, kamu tenang aja," balas perempuan tersebut.Mendengar ucapan sang istri
Lelaki itu langsung berlari ke arah Kania dengan spontan, dia menarik lengan sang istri yang hendak menarik buah. Perempuan ini tertarik ke belakang beberapa langkah lalu membulatkan mata melihat ular terjatuh ke tanah. Beruntung bawahan Devano melihat, ia lekas menangkap hewan tersebut."Sayang, aku takut," pekik wanita tersebut. Kania memeluk erat tubuh sang suami, menyusupkan wajah ke dada lelaki tersebut. Devano menenangkan dengan cara mengusap-usap punggung perempuannya, setelah hewan itu di tangkap para bawahan langsung menjatuhkan lutut di hadapan suami wanita itu yang memasang wajah datar. "Tuan tolong maafkan, kami ...." Perempuan tersebut langsung menoleh, dia baru menyadari hal ini setelah salah satu dari yang berlutut bersuara. Kania segera mendongak, mendapati Devano memasang wajah dingin."Kalian apa, ha!" geram lelaki itu. Tangan Kania segera menyentuh lengan Devano membuat sang empu memandangnya. Tatapan lelaki itu semula sangat penuh amarah lalu lekas ia ubah menj
Wanita itu langsung mengusap kening sang suami, sedangkan Devano menyeringai mendapatkan respon tersebut. Melihat wajah lelaki ini membuat Kania segera menarik lengannya. "Kamu mengerjaiku, ya!" seru perempuan tersebut. Lelaki tersebut hanya tersenyum menanggapi seruan sang istri, sedangkan Kania langsung mengerucutkan bibir. Devano lekas memandang bawahannya dengan wajah datar. "Cepatlah, pergi! Kalian mau pulang bukan, barang yang aku inginkan taruh di sana aja," perintah Devano. Semua mengangguk patuh lalu mengucapkan terima kasih karena dia tidak memecat mereka. Lelaki tersebut langsung menjawab agar berterimakasih pada istrinya, jika bukan karena Kania mereka sudah dipecat secara tak hormat. "Terimakasih, Nyonya muda. Semoga kehamilan lancar, sehat-sehat terus, langgeng dan hidup bahagia," lontar salah satu dari mereka. Lalu semua menjawab dengan anggukkan membuat Kania hanya tersenyum, mereka segera pergi karena tatapan Devano seperti ingin menelan mereka. Kini hanya dua m
Kania memegang lengan suaminya lalu mengayunkan ke kiri dan kanan. Tatapan terus terarah pada paras lelaki tersebut, kelakukan wanita ini membuat Devano menoleh menatap. Dari gerakan kepala perempuan yang ia pandang segera paham, dia menghela napas, memandang pada bawahan. "Sudahlah, kinerja kalian bagus kok. Tenang aja, cuma memang sayanya aja yang lagi masuk masak bareng istriku," terang Devano. Mendengar ucapan lelaki itu, semua langsung bernapas lega. Kania segera memerintahkan agar mereka untuk berdiri, lalu Ida lekas menyuruh para bawahan pergi dari ruangan ini. "Grandma kenapa masih di sini?" tanya lelaki itu. Ida langsung menoleh memandang cucunya, dia bersidekap dan menarik kursi lalu mendaratkan bokong di sana. "Mau nonton, baru pertama kali lihat kamu datang ke dapur gini. Kesempatan langka banget, harus diabadikan," celetuk wanita paruh baya tersebut. Dia segera merogoh saku lalu mengarahkan kamera ke arah mereka berdua, Devano hanya menggelengkan kepala dan menghela
Wanita itu langsung mendekap tubuh putrinya, tangan terkepal dan mata memancarkan amarah yang terkumpul. "Tenang aja, Sayang. Mommy bakal nyari cara biar kamu bisa menikah dengan Devano," tutur perempuan tersebut. Waktu terus berjalan, dikediaman Ida wanita itu tengah memperhatikan Devano yang tengah membantu sang istri. Senyuman terukir, apalagi melihat lelaki tersebut tertawa sangat bahagia. "Siapa yang hamil siapa yang ngidam," ejek Ida. "Lihat, Nia! Suamimu sangat bersemangat, melebihi kamu," lanjutnya. Kania mendengar perkataan Ida hanya menyeringai, wanita itu kembali menatap sang suami yang dibalas Devano. "Jangan terus menatapku, nanti kamu semakin jatuh dalam pesonaku," goda Devano. Ida sampai terbatuk mendengar perkataan Devano, dia tidak menyangka akan perkataan cucunya. "Wah, wah ... ini kemajuannya terlalu besar," lontar perempuan tersebut. Istri Devano ini menundukkan kepala, dia tersipu malu. Bibirnya ia sedikit gigit agar tidak terlalu lebar mengulas senyuman
Mendengar ucapan lelaki itu, mereka segera mendekat dan dengan ragu-ragu mencomot buah. Melihat hal ini, Kania segera mengambil dan memberikan pada wanita yang masih rasa sungkan."Ayo ambil! Seperti biasa aja, kaya kita-kita ngerujak bareng temen." Mereka langsung memandang Kania lalu melirik Ida dan Devano yang menganggukkan kepala. Semua menikmati makan bersama ini, sampai tidak terasa buah yang dipotong suami perempuan ini telah habis. "Yah ... habis," ucap salah satu pembantu spontan.Dia segera menutup bibirnya sedangkan Kania hanya mengulum senyum. Wanita yang berstatus istri Devano ini memandang sang suami, paham akan tatapan tersebut pria tersebut lekas bangkit. "Okey, okey, aku bakal kupas dan potong lagi. Kamu ikut saya buat bantuin ya!" seru Devano. Orang yang diajak Devano itu segera menganggukkan kepala, dia lekas bangkit dan memandang pria tersebut sekilas lalu menunduk. Dia langsung mengikuti cucu majikannya ini ke dapur, sedangkan Kania hanya tersenyum. "Tuan san
Kedua wanita berbeda usia itu terkejut mendengar suara Devano, Kania bahkan spontan membalikkan tubuh. Membuat ia memegang perut karena merasa sedikit nyeri, melihat hal ini suami perempuan yang ada di dekat Ida sedikit kaget juga ekpresinya berubah khawatir tetapi kembali lagi ke mode dingin."Aku tanya sekali lagi! Apa kamu mendekatiku karena perintah Grandma?" tanya perempuan tersebut. Kania masih terdiam, matanya memandang wajah Devano yang terlihat sangat murka. Melihat adegan ini, Ida segera nenggenggam jemari perempuan pilihannya lalu menatap sang cucu. "Pelankan suaramu, Vano! Kamu membuat Kania takut," tegur Ida. Devano berdecak kesal mendengar teguran wanita paruh baya itu, dia memalingkan wajah dan mengembuskan napas kasar. Tangannya bahkan terkepal sangat kuat membuat kuku sampai memerah. "Ini memang perintah Grandma, tapi ... Grandma juga memberikan pilihan, bukan paksaan. Dia mengiyakan karena memang sudah ada rasa sama kamu," seru Ida. Lelaki itu yang menatap Ida,
Wajah Kania sangat murung, bahkan tidak ia sembunyikan sama sekali dari Devano. Melihat hal tersebut lelaki itu hanya menyeringai, dia memilih melajukan kendaraan kembali. Membuat sang istri merasa tak dipedulikan semakin sedih, sesampai di kediaman pria ini lekas keluar dan membukakan pintu buat kekasihnya. "Turun! Apa kamu bakal terus diam di situ," ucap Devano. Nada suara lelaki itu sangat datar, membuat Kania terdiam sebentar lalu menurut. Dia segera keluar dari kendaraan dan membuat Devano mundur beberapa langkah, melihat reaksi ini membuat istrinya semakin kecewa. "Masuklah ke dalam!" perintah pria tersebut. Kania mengangguk sebagai balasan, wanita itu melangkah menuju kediaman dan diikuti sang lelaki. Sesampai di pintu, para pelayan lekas membukakan benda panjang alat akses masuk. "Selamat datang, Tuan, Nyonya muda," sapa mereka bersamaan. Devano hanya menampilkan wajah datar, liriknya membuat semua merasa merinding. Kania memandang mereka dengan tersenyum kecil lalu mel
Devano terperanjak mendengar seruan sang istri kala selesai menutup pintu, percakapan mereka tidak terdengar ke luar. Lelaki itu segera memandang wajah cemburu Kania dan membelai penuh kasih sayang. “Apa yang dipikirkan otak kecilmu itu, jangan bicara sembarangan,” tegur lelaki itu. Dia mendorong kening Kania membuat sang empu mengerucutkan bibirnya, lelaki itu segera menyalakan kemudi lalu Kania spontan memegang lengannya membuat dia menoleh. “Ada apa lagi,” kata Devano dengan nada malas. Perempuan itu masih memajukan bibirnya, dia bahkan berani menunjuk pipi sang suami sampai jari wanita tersebut menyentuh wajah Devano. “Kamu pasti berbohong, karena kamu sedikit lagi mau sembuh. Kamu mau mencari wanita lain yang lebih pantas denganmu,” sungut perempuan tersebut. Devano memutarkan bola mata mendengar ucapan sang istri, ia memilih mematikan mesin kendaraan lagi dan tangannya memilih menggengga
Li Jiazhen segera pergi setelah selesai dengan urusannya, tidak ingin menyulut amarah Devano lagi. Kini hanya sepasang suami istri ini yang ada di ruangan, kekasih Kania melangkah kaki menuju dispenser air lalu menyalakan unruk mengisi air di gelas dan meneguk hingga tandas. Sang perempuan tersebut mengikuti, tetapi lelaki ini sama sekali tak mengeluarkan suara. Terlihat jelas dari wajah tidak ingin diganggu sedikitpun."Sayang ….""Kamu marah?" tanyanya pelan.Lelaki ini hanya melirik tanpa menjawab pertanyaan Kania, padahal wanita itu sudah sangat jelas tau jika sang suami tengah berperang dengan emosi yang bergejolak."Pergilah! aku bakal lembur, kamu pulang aja."Devano secara halus mengusir sang istri, mendengar hal ini Kania menggeleng. Perempuan itu segera memeluk suaminya yang berjalan menuju sofa, membuat sang empu menghentikan langkah."Maafkan aku, Sayang. Lain kali aku gak bakal berbicara dengan pria itu kalau diajak
Karyawan itu tidak menanggapi ucapan Devano, dia langsung berlari lalu memeluk suami Kania. Mata pria tersebut membulat sempurna karena terkejut, ia berusaha melindungi minuman yang dibawa agar tidak tumpah.“Tuan … terima kasih!”seru lelaki tersebut.Setelah tersadar akan pandangan mata Devano, ia segera melepaskan pelukkan lalu menjauh. Menundukkan kepala tidak berani memandang wajah pemilik perusaaan ini.“Di mana sikapmu yang tadi? Kenapa sangat cepat lenyap,” ucap Devano datar.Pria ini semakin menunduk, sedangkan yang lain hanya memandang nanar. Mereka segera melakukan pekerjaan kembali kala Devano melirik semua. “Sudahlah, aku tidak mau menakutimu lagi. Selamat karena sudah menjadi Ayah, doakan istriku juga. Semoga dia lancar sampai anakku lahir,” ujar Devano.Karyawan itu mengangguk lalu mengucapkan terimakasih dan mendoakan istri Devano yang dibalas senyuman pria tersebut. Beberapa orang yang melihat memandang tak perca
Devano mendengar ucapan karyawannya langsung mendelik, ia kembali memandang ke depan.“Kalau kamu ada kesalahan lagi aku gak akan mengeluarkanmu begitu saja dari ruangan, aku aku keluar mau menjemput istriku di luar. Oh ya, siapkan minuman untuk dia, eh jangan! Biar saya aja yang buat, kamu cepat pergi beli susu untuk ibu hamil,” seru Devano.Setelah berkata demikian lelaki itu kembli bergegas melangkah, sedangkan karyawan yang diperintahkan mulutnya terbuka lebar. Ia benar-benar tidak mengenali Devano, sikap sangat berbeda dengan dulu. Bahkan sekarang ada rasa toleransi, dia merasa bersyukur akan kehadiran yang datang ke hidup sang Bos.“Ah, iya! Aku harus segera pergi membeli susu ibu hamil,” pekik pria tersebut.Dia langsung berlari untuk melakukan kerjaannya, se
William terperanjak mendengar suara Devano, membuat ia spontan menginjak pedal gas. Beruntung Kania sudah memakai sabuk pengaman dan berpegangan sebagai jaga-jaga. Bahkan handphone yang dipegang perempuan tersebut sampai terjatuh, lelaki sedang berganti profesi jadi supir ini lekas mematikan mesin dan membantu mengambil ponsel sang majikan.“Tu-Tuan,” kata William terbata-bata kala melihat layar handphone.Pria yang dipanggil Tuan itu memasang wajah datar kala mendengar suara William, sedangkan Kania segera mengambil handphone lalu segera mengganti jadi kamera depan.“Sayang, kamu mengejutkan kami,” tegur Kania.Lelaki itu hanya mendengkus mendengar teguran sang istri, ia memalingkan wajah menyembunyikan riak kekesalan.“Iya, maafkan aku. Aku hanya terkejut karena William melajukan kendaraan sangat kencang,” seru Devano.Me
Waktu terus bergerak sangat cepat, kini kehidupan sepasang suami istri itu sangat harmonis. Tetapi kadang Kania sangat jengkel pada Devano karena terlalu oper protektif pada dia. Bahkan untuk ke dapur aja tidak diperbolehkan, katanya takut sesuatu hal buru terjadi."Yasmin … aku sangat bosan," keluh Kania.Bibirnya mengerucut tanda sangat kesal, sedangkan Yasmin paham akan perasaan keduanya. Satu sisi Devano takut sesuatu terjadi, karena pas usia kandungan perempuan itu empat bulan, Kania sempat hendak terjatuh di dapur akibat ada minyak yag tumpah. Bahkan karena hal tersebut, beberapa pelayan dipecat begitupun yang tak menyukai wanita hamil ini."Tuan begitu karena sangat menyayangimu, takut kamu kenapa-napa," balas Yasmin.Kania menganggukkan kepala mengiyakan perkataan Yasmin, tetapi ia juga kembali cemberut karena merasa terkekang di sangkar emas milik sang suami. Sedangkan sahabat perempuan tersebut, sebenarnya mereka percakapan dan segera m
Mendengar ucapan wanita itu mereka terdiam sejenak, membuat Elsa langsung menyeringai. Tak berselang lama perempuan tersebut segera dibopong salah satu dari para pria ini.“Diamlah, Nyonya! Ini perintah Tuan Devano, kalau anda terus memberontak. Mohon maaf kalau kami bakal kasar, karena Tuan Devano memperbolehkan hal itu.”Mendengar hal itu Elsa membulatkan mata, perempuan tersebut berhenti memberontak. Sedangkan bawahan Devano lekas memasuki ke kendaraan, William yang ada di dalam mobil hanya tersenyum lalu melajukan alat tranfortasi tersebut.“William, kalian mau membawaku ke mana?” tanya wanita tersebut.Lelaki tersebut tidak menjawab, membuat Elsa mengepalkan tangan.“Pinjam handphone-mu, aku mau berbicara dengan anakku.’Elsa menyodorkan tangannya ke arah William, pria tersebut tak merespon sedikitpun membuat Ibu Devano memakinya. Tangan perempua
Suara lembut dan serak terdengar di indra pendengar Devano, apalagi panggilan sayang membuat ia bergegas menoleh. Senyuman langsung ia lemparkan kala mata bertabrakan dengan manik Kania. Tatapan perempuan itu masih sangat sayu, pria ini segera menyudahi telepon lalu memasukkan benda pipih ke saku. Melangkah mendekat dan melingkarkan pelukkan di pinggang Kania.“Sayang, kamu ngobrol sama siapa tadi?” tanya Kania dengan suara serak.Devano mendengar perkataan Kania hanya mengulas senyuman, dia membenarkan pelukkan pada istrinya agar wanita ini nyaman.“Gak perlu kamu pikirkan, mendingan temani aku berbaring sebentar. Kepalaku agak pusing,” tutur pria tersebut.Mendengar perkataan sang suami, Kania spontan mengarahkan punggung tangan ke dahi Devano dan dia sendiri. Gerakkan perempuan tersebut sangat cepat, refleks dilakukan seolah ingin segera memastikan keadaan pri
Liburan keluarga besar ini masih sangat ramai, walau beberapa sudah ada yang pergi. Entah karena urusan mendadak atau usiran dari pria berstatus suami Kania. Mereka sekarang tengah pulang ke kediaman masing-masing, sedangkan Devano pergi mengantarkan Farrah terlebih dahulu. Saat gadis kecil itu turun diikuti istri lelaki tadi mengemudi, kedua manusia saling berpelukkan."Auntie, nanti kalau jalan-jalan ajak aku lagi ya," kata Farrah.Mendengar perkataan gadis kecil itu, Devano mendelik. Dia memandang sinis Farrah, tetapi disambut senyuman di bibir perempuan muda ini."Cih, malas aku bawa kamu. Kamu menyabotase waktu istriku," balas lelaki berkemeja hitam itu.Kania hanya terkekeh mendengar balasan sang suami pada Farrah, wanita itu langsung mengulurkan tangan dan mengusap penuh kasih sayang puncuk kepala gadis kecil tersebut."Gak usah dengarkan, Paman. Okey, nanti Auntie ajak ka