Wanita itu langsung mendekap tubuh putrinya, tangan terkepal dan mata memancarkan amarah yang terkumpul. "Tenang aja, Sayang. Mommy bakal nyari cara biar kamu bisa menikah dengan Devano," tutur perempuan tersebut. Waktu terus berjalan, dikediaman Ida wanita itu tengah memperhatikan Devano yang tengah membantu sang istri. Senyuman terukir, apalagi melihat lelaki tersebut tertawa sangat bahagia. "Siapa yang hamil siapa yang ngidam," ejek Ida. "Lihat, Nia! Suamimu sangat bersemangat, melebihi kamu," lanjutnya. Kania mendengar perkataan Ida hanya menyeringai, wanita itu kembali menatap sang suami yang dibalas Devano. "Jangan terus menatapku, nanti kamu semakin jatuh dalam pesonaku," goda Devano. Ida sampai terbatuk mendengar perkataan Devano, dia tidak menyangka akan perkataan cucunya. "Wah, wah ... ini kemajuannya terlalu besar," lontar perempuan tersebut. Istri Devano ini menundukkan kepala, dia tersipu malu. Bibirnya ia sedikit gigit agar tidak terlalu lebar mengulas senyuman
Mendengar ucapan lelaki itu, mereka segera mendekat dan dengan ragu-ragu mencomot buah. Melihat hal ini, Kania segera mengambil dan memberikan pada wanita yang masih rasa sungkan."Ayo ambil! Seperti biasa aja, kaya kita-kita ngerujak bareng temen." Mereka langsung memandang Kania lalu melirik Ida dan Devano yang menganggukkan kepala. Semua menikmati makan bersama ini, sampai tidak terasa buah yang dipotong suami perempuan ini telah habis. "Yah ... habis," ucap salah satu pembantu spontan.Dia segera menutup bibirnya sedangkan Kania hanya mengulum senyum. Wanita yang berstatus istri Devano ini memandang sang suami, paham akan tatapan tersebut pria tersebut lekas bangkit. "Okey, okey, aku bakal kupas dan potong lagi. Kamu ikut saya buat bantuin ya!" seru Devano. Orang yang diajak Devano itu segera menganggukkan kepala, dia lekas bangkit dan memandang pria tersebut sekilas lalu menunduk. Dia langsung mengikuti cucu majikannya ini ke dapur, sedangkan Kania hanya tersenyum. "Tuan san
Kedua wanita berbeda usia itu terkejut mendengar suara Devano, Kania bahkan spontan membalikkan tubuh. Membuat ia memegang perut karena merasa sedikit nyeri, melihat hal ini suami perempuan yang ada di dekat Ida sedikit kaget juga ekpresinya berubah khawatir tetapi kembali lagi ke mode dingin."Aku tanya sekali lagi! Apa kamu mendekatiku karena perintah Grandma?" tanya perempuan tersebut. Kania masih terdiam, matanya memandang wajah Devano yang terlihat sangat murka. Melihat adegan ini, Ida segera nenggenggam jemari perempuan pilihannya lalu menatap sang cucu. "Pelankan suaramu, Vano! Kamu membuat Kania takut," tegur Ida. Devano berdecak kesal mendengar teguran wanita paruh baya itu, dia memalingkan wajah dan mengembuskan napas kasar. Tangannya bahkan terkepal sangat kuat membuat kuku sampai memerah. "Ini memang perintah Grandma, tapi ... Grandma juga memberikan pilihan, bukan paksaan. Dia mengiyakan karena memang sudah ada rasa sama kamu," seru Ida. Lelaki itu yang menatap Ida,
Wajah Kania sangat murung, bahkan tidak ia sembunyikan sama sekali dari Devano. Melihat hal tersebut lelaki itu hanya menyeringai, dia memilih melajukan kendaraan kembali. Membuat sang istri merasa tak dipedulikan semakin sedih, sesampai di kediaman pria ini lekas keluar dan membukakan pintu buat kekasihnya. "Turun! Apa kamu bakal terus diam di situ," ucap Devano. Nada suara lelaki itu sangat datar, membuat Kania terdiam sebentar lalu menurut. Dia segera keluar dari kendaraan dan membuat Devano mundur beberapa langkah, melihat reaksi ini membuat istrinya semakin kecewa. "Masuklah ke dalam!" perintah pria tersebut. Kania mengangguk sebagai balasan, wanita itu melangkah menuju kediaman dan diikuti sang lelaki. Sesampai di pintu, para pelayan lekas membukakan benda panjang alat akses masuk. "Selamat datang, Tuan, Nyonya muda," sapa mereka bersamaan. Devano hanya menampilkan wajah datar, liriknya membuat semua merasa merinding. Kania memandang mereka dengan tersenyum kecil lalu mel
Elsa mendengar perkataan perempuan yang melahirkan Chelsi itu segera menjawab. Tangannya terkepal sangat kuat, emosi langsung tertuju pada Kania. "Kamu tenang aja, ayo kita bertemu dan pikirkan gimana caranya biar si jalang itu pergi dari anakku. Lagian Devano sudah bisa bersentuhan sama cewek," lontar Elsa. "Dia udah gak membutuhkan wanita itu, dia cuma objek biar anakku sembuh. Kamu tenang aja," lanjutnya. Ibu Chelsi ini memandang putrinya, senyuman terukir di bibir wanita tersebut. Saat melihat sang anak mengangguk membuat perempuan itu paham. "Oke kalau gitu, please ... jangan mengecewakan lagi, anakku udah menolak banyak pria demi putramu. Jangan membuat perjuangan dia sia-sia," ucap perempuan yang melahirkan Chelsi. Perempuan itu mengiyakan ucapan Ibu Chelsi, setelah telepon terputus wanita tersebut langsung melemparkan benda pipih ke sofa. "Sialan! Ini semua gara-gara gadis itu," sungut Elsa. "Awas aja, aku harus menyingkirkanmu. Jangan sampai uang yang diberikan mereka
Waktu berjalan dengan cepat, mereka kini tengah berkumpul di villa. Memang tidak sesuai rencana mereka, karena cucu Ida beberapa menggagalkan keberangkatan. Kania memandang sekitar, matanya berbinar melihat sekeliling yang sangat memanjakan penglihatan. Mendapati sang istri terlihat begitu menyukai, Devano mengulas senyuman. "Kamu suka?" tanya Devano dengan nada lembut. Perempuan itu langsung mengangguk penuh semangat, sedangkan orang yang tidak menyukainya memandang sinis. [Sand photo][Cepatlah ke sini! Aku mual melihat kemesraan mereka. Devano lebih pantas denganmu.]Di tempat lain, Chelsi membaca deretan kata yang dikirimkan oleh Thania. Ia segera memasukkan benda pipih ke saku, lalu mengembuskan napas kasar. "Mommy, kamu beneran tau kan. Di mana mereka mau berkumpul," seru Chelsi. Mendengar perkataan sang anak, wanita itu juga merasa bingung. Ia menunggu pesan whatsapp dari Elsa, tak berselang lama notifikasi pesan berbunyi di benda pipih milik Ibu perempuan tersebut. [Ini
Devano memasang wajah datar mendengar permintaan istrinya, melihat riak muka sang suami. Reflek tangan wanita itu meremas pakaian, jantung berdebar sangat cemas. Sampai ia merasa jika mendengar setiap detakkan di telinga. "Gok!" Lelaki itu mengonggong dengan suara berat dan nada tinggi, membuat Kania terkejut. Wanita tersebut matanya berkaca-kaca, membuat sang empu segera mengubah mimik wajah dan memegang lengan kekasih. "Sayang, kamu kenapa. Katanya mau dengar aku mengonggong, aku udah nurutin. Sekarang kenapa lagi malah mau nangis," seru Devano. Wajah Kania memasang mimik masam, bibirnya mengerucut dengan mata memandang sendu sang suami. Tangannya meremas pelan jemari besar Devano. "A-aku pengen gonggongan anjing imut, Sayang. Bukan anjing liar," tuturnya. Pria ini memandang wajah sang istri yang memasang mimik menggemaskan menurutnya, ia mengembuskan napas kasar lalu membuat muka. Lelaki tersebut segera melakukan apa yang dipinta oleh Kania. "Gok, gok ...." Senyuman wanita
Semua mata menatap sepasang suami istri yang baru keluar dari kamar semenjak datang ke Villa. Sedangkan Ida segera mendekat lalu membantu memapah Kania menuju meja makan, dan beberapa orang tidak menyukai perempuan itu memandang sinis. "Karena ulah kalian, kami kelaparan," gerutu salah satu. "Ngerasa jadi pengantin baru aja apa! Inget, udah lama kalian menikah, mungkin aja udah berhubungan sejak lama, emang gak bosen," cibir seorang wanita. Mendengar ucapan perempuan yang ia tebak tak menyukai istrinya, Devano melipat tangan. Tatapan tajam dilayangkan oleh lelaki itu, suami wanita yang mencibir tersebut menyentuh paha sang kekasih membuat dia menoleh. "Kamu jangan cari gara-gara, yang ada acara jalan, jalan ini hancur dan kita diusir," tegur sang suami. "Villa baru ini sangat mahal lho, kita gak boleh menyia-nyiakannya," lanjut lelaki itu. Perempuan itu akhirnya mengangguk, dia menundukkan kepala saat Devano terus memandangnya. Sedangkan Kania segera menyentuh lengan pria terseb
Devano terperanjak mendengar seruan sang istri kala selesai menutup pintu, percakapan mereka tidak terdengar ke luar. Lelaki itu segera memandang wajah cemburu Kania dan membelai penuh kasih sayang. “Apa yang dipikirkan otak kecilmu itu, jangan bicara sembarangan,” tegur lelaki itu. Dia mendorong kening Kania membuat sang empu mengerucutkan bibirnya, lelaki itu segera menyalakan kemudi lalu Kania spontan memegang lengannya membuat dia menoleh. “Ada apa lagi,” kata Devano dengan nada malas. Perempuan itu masih memajukan bibirnya, dia bahkan berani menunjuk pipi sang suami sampai jari wanita tersebut menyentuh wajah Devano. “Kamu pasti berbohong, karena kamu sedikit lagi mau sembuh. Kamu mau mencari wanita lain yang lebih pantas denganmu,” sungut perempuan tersebut. Devano memutarkan bola mata mendengar ucapan sang istri, ia memilih mematikan mesin kendaraan lagi dan tangannya memilih menggengga
Li Jiazhen segera pergi setelah selesai dengan urusannya, tidak ingin menyulut amarah Devano lagi. Kini hanya sepasang suami istri ini yang ada di ruangan, kekasih Kania melangkah kaki menuju dispenser air lalu menyalakan unruk mengisi air di gelas dan meneguk hingga tandas. Sang perempuan tersebut mengikuti, tetapi lelaki ini sama sekali tak mengeluarkan suara. Terlihat jelas dari wajah tidak ingin diganggu sedikitpun."Sayang ….""Kamu marah?" tanyanya pelan.Lelaki ini hanya melirik tanpa menjawab pertanyaan Kania, padahal wanita itu sudah sangat jelas tau jika sang suami tengah berperang dengan emosi yang bergejolak."Pergilah! aku bakal lembur, kamu pulang aja."Devano secara halus mengusir sang istri, mendengar hal ini Kania menggeleng. Perempuan itu segera memeluk suaminya yang berjalan menuju sofa, membuat sang empu menghentikan langkah."Maafkan aku, Sayang. Lain kali aku gak bakal berbicara dengan pria itu kalau diajak
Karyawan itu tidak menanggapi ucapan Devano, dia langsung berlari lalu memeluk suami Kania. Mata pria tersebut membulat sempurna karena terkejut, ia berusaha melindungi minuman yang dibawa agar tidak tumpah.“Tuan … terima kasih!”seru lelaki tersebut.Setelah tersadar akan pandangan mata Devano, ia segera melepaskan pelukkan lalu menjauh. Menundukkan kepala tidak berani memandang wajah pemilik perusaaan ini.“Di mana sikapmu yang tadi? Kenapa sangat cepat lenyap,” ucap Devano datar.Pria ini semakin menunduk, sedangkan yang lain hanya memandang nanar. Mereka segera melakukan pekerjaan kembali kala Devano melirik semua. “Sudahlah, aku tidak mau menakutimu lagi. Selamat karena sudah menjadi Ayah, doakan istriku juga. Semoga dia lancar sampai anakku lahir,” ujar Devano.Karyawan itu mengangguk lalu mengucapkan terimakasih dan mendoakan istri Devano yang dibalas senyuman pria tersebut. Beberapa orang yang melihat memandang tak perca
Devano mendengar ucapan karyawannya langsung mendelik, ia kembali memandang ke depan.“Kalau kamu ada kesalahan lagi aku gak akan mengeluarkanmu begitu saja dari ruangan, aku aku keluar mau menjemput istriku di luar. Oh ya, siapkan minuman untuk dia, eh jangan! Biar saya aja yang buat, kamu cepat pergi beli susu untuk ibu hamil,” seru Devano.Setelah berkata demikian lelaki itu kembli bergegas melangkah, sedangkan karyawan yang diperintahkan mulutnya terbuka lebar. Ia benar-benar tidak mengenali Devano, sikap sangat berbeda dengan dulu. Bahkan sekarang ada rasa toleransi, dia merasa bersyukur akan kehadiran yang datang ke hidup sang Bos.“Ah, iya! Aku harus segera pergi membeli susu ibu hamil,” pekik pria tersebut.Dia langsung berlari untuk melakukan kerjaannya, se
William terperanjak mendengar suara Devano, membuat ia spontan menginjak pedal gas. Beruntung Kania sudah memakai sabuk pengaman dan berpegangan sebagai jaga-jaga. Bahkan handphone yang dipegang perempuan tersebut sampai terjatuh, lelaki sedang berganti profesi jadi supir ini lekas mematikan mesin dan membantu mengambil ponsel sang majikan.“Tu-Tuan,” kata William terbata-bata kala melihat layar handphone.Pria yang dipanggil Tuan itu memasang wajah datar kala mendengar suara William, sedangkan Kania segera mengambil handphone lalu segera mengganti jadi kamera depan.“Sayang, kamu mengejutkan kami,” tegur Kania.Lelaki itu hanya mendengkus mendengar teguran sang istri, ia memalingkan wajah menyembunyikan riak kekesalan.“Iya, maafkan aku. Aku hanya terkejut karena William melajukan kendaraan sangat kencang,” seru Devano.Me
Waktu terus bergerak sangat cepat, kini kehidupan sepasang suami istri itu sangat harmonis. Tetapi kadang Kania sangat jengkel pada Devano karena terlalu oper protektif pada dia. Bahkan untuk ke dapur aja tidak diperbolehkan, katanya takut sesuatu hal buru terjadi."Yasmin … aku sangat bosan," keluh Kania.Bibirnya mengerucut tanda sangat kesal, sedangkan Yasmin paham akan perasaan keduanya. Satu sisi Devano takut sesuatu terjadi, karena pas usia kandungan perempuan itu empat bulan, Kania sempat hendak terjatuh di dapur akibat ada minyak yag tumpah. Bahkan karena hal tersebut, beberapa pelayan dipecat begitupun yang tak menyukai wanita hamil ini."Tuan begitu karena sangat menyayangimu, takut kamu kenapa-napa," balas Yasmin.Kania menganggukkan kepala mengiyakan perkataan Yasmin, tetapi ia juga kembali cemberut karena merasa terkekang di sangkar emas milik sang suami. Sedangkan sahabat perempuan tersebut, sebenarnya mereka percakapan dan segera m
Mendengar ucapan wanita itu mereka terdiam sejenak, membuat Elsa langsung menyeringai. Tak berselang lama perempuan tersebut segera dibopong salah satu dari para pria ini.“Diamlah, Nyonya! Ini perintah Tuan Devano, kalau anda terus memberontak. Mohon maaf kalau kami bakal kasar, karena Tuan Devano memperbolehkan hal itu.”Mendengar hal itu Elsa membulatkan mata, perempuan tersebut berhenti memberontak. Sedangkan bawahan Devano lekas memasuki ke kendaraan, William yang ada di dalam mobil hanya tersenyum lalu melajukan alat tranfortasi tersebut.“William, kalian mau membawaku ke mana?” tanya wanita tersebut.Lelaki tersebut tidak menjawab, membuat Elsa mengepalkan tangan.“Pinjam handphone-mu, aku mau berbicara dengan anakku.’Elsa menyodorkan tangannya ke arah William, pria tersebut tak merespon sedikitpun membuat Ibu Devano memakinya. Tangan perempua
Suara lembut dan serak terdengar di indra pendengar Devano, apalagi panggilan sayang membuat ia bergegas menoleh. Senyuman langsung ia lemparkan kala mata bertabrakan dengan manik Kania. Tatapan perempuan itu masih sangat sayu, pria ini segera menyudahi telepon lalu memasukkan benda pipih ke saku. Melangkah mendekat dan melingkarkan pelukkan di pinggang Kania.“Sayang, kamu ngobrol sama siapa tadi?” tanya Kania dengan suara serak.Devano mendengar perkataan Kania hanya mengulas senyuman, dia membenarkan pelukkan pada istrinya agar wanita ini nyaman.“Gak perlu kamu pikirkan, mendingan temani aku berbaring sebentar. Kepalaku agak pusing,” tutur pria tersebut.Mendengar perkataan sang suami, Kania spontan mengarahkan punggung tangan ke dahi Devano dan dia sendiri. Gerakkan perempuan tersebut sangat cepat, refleks dilakukan seolah ingin segera memastikan keadaan pri
Liburan keluarga besar ini masih sangat ramai, walau beberapa sudah ada yang pergi. Entah karena urusan mendadak atau usiran dari pria berstatus suami Kania. Mereka sekarang tengah pulang ke kediaman masing-masing, sedangkan Devano pergi mengantarkan Farrah terlebih dahulu. Saat gadis kecil itu turun diikuti istri lelaki tadi mengemudi, kedua manusia saling berpelukkan."Auntie, nanti kalau jalan-jalan ajak aku lagi ya," kata Farrah.Mendengar perkataan gadis kecil itu, Devano mendelik. Dia memandang sinis Farrah, tetapi disambut senyuman di bibir perempuan muda ini."Cih, malas aku bawa kamu. Kamu menyabotase waktu istriku," balas lelaki berkemeja hitam itu.Kania hanya terkekeh mendengar balasan sang suami pada Farrah, wanita itu langsung mengulurkan tangan dan mengusap penuh kasih sayang puncuk kepala gadis kecil tersebut."Gak usah dengarkan, Paman. Okey, nanti Auntie ajak ka