Susan masih tidak percaya dengan yang baru saja dia dengar dari mulut Evan. Betapa mudahnya pertanyaan penting seperti itu keluar dari mulut pria yang sudah beristri. Terlebih lagi, istrinya duduk di samping dirinya saat ini. Hal yang sangat tidak bisa dipercaya oleh Susan, bahkan Renata sendiri tidak merasa terkejut dan marah mendengar suaminya bertanya seperti itu pada wanita lain. Selain itu, Susan juga adalah wanita yang baru saja hadir dalam hidup mereka berdua. Bukan sengaja hadir sebagai orang ketiga, tapi mungkin takdir yang membuat mereka bertiga akhirnya bertemu saat ini. “Maaf, Mas Evan! Aku bukan perempuan seperti itu. Aku nggak akan merusak rumah tangga wanita lain hanya untuk membalas budi. Aku tau, Mas Evan udah menyelematkan aku dari lembah hitam yang selama ini menjerat kaki dan tubuhku, tapi bukan seperti ini juga caranya aku membalas kebaikan yang udah Mas Evan lakukan untukku,” cecar Susan dengan emosi yang meluap dan air mata yang menggenang di bola matanya yang
“Ya Tuhan! Apa sebenarnya yang ada dalam pikiran mba Renata itu? Kenapa dia dengan mudahnya bicara seperti itu?” tanya Susan yang sudah kembali lagi ke dalam kamar tamu.Tadinya, dia ingin meminta maaf pada Renata karena sudah bicara terlalu kasar. Padahal, saat ini pun posisinya sedang menumpang di rumah wanita itu. Namun, belum sampai langkah kaki Susan ke meja makan, dia sudah mendengar semua yang diucapkan oleh Renata kepada mbok Minah tadi.Di meja makan, Renata masih tersedu sedu karena merasa tidak tahu lagi harus berbuat apa. Dia sudah merasakan titik terendah dalam hidupnya sebagai seorang wanita. Berharap pada wanita lain untuk bisa mengandung anak suaminya. Semuanya itu tentu saja tidak lah mudah, tapi dia terus mencoba untuk menanggung sakitnya sendiri dan hanya ingin memperlihatkan senyumannya.“Mbok Nah, aku ke kamar dulu. Aku mau bicara lagi sama mas Evan.”“Nanti aja, Mba. Sepertinya mas Evan juga lagi dalam suasana hati yang nggak baik sekarang. Nggak usah membahas ha
Satu hari setelah kepergian Renata ke Bali dan untuk pertama kalinya dia tidak bersama dengan Evan. Sudah bisa dipastikan bahwa akan banyak pertanyaan dan juga gosip menyebar di kalangan para sahabat dan kolega bisnisnya. Selama ini Renata dan Evan selalu terlibat bersama dalam acara apapun dan tidak pernah hanya hadir seorang diri.Di rumah, Evan sudah bersiap untuk pergi bekerja dan tidak menemukan dasi yang biasa dia gunakan di dalam kamarnya. Evan merasa Renata sengaja tidak mempersiapkan pakaian kerjanya seperti biasa dan itu membuatnya kesal.“Mbok ... bisa bantu aku carikan dasi warna maroon yang biasa aku pakai itu nggak? Aku nggak nemu di kamar, mungkin masih ada di laundry room.” Evan berkata dengan pasrah sambil memasang kancing kemejanya di depan wanita tua itu.“Duh, gimana ini, Mas? Mbok Nah lagi goreng ini, takutnya gosong. Tapi, di ruang menyetrika ada Susan yang lagi bantu-bantu juga. Coba Mas Evan tanya sama dia aja, mungkin dia bisa bantu,” jelas mbok Minah yang mem
Evan melangkahkan kakinya menuju sebuah ruangan yang biasa dipakai untuk menyetrika dan di sampingnya ada mesin cuci otomatis seperti yang biasa dipakai oleh tukang laundry di luaran sana. Terdengar oleh Evan senandung indah dari dalam ruangan itu, pertanda memang ada sesesorang di dalam sana.“Suaranya bagus juga kalau nyanyi.” Evan berkata dengan sangat pelan dan mengetuk pintu ruangan itu.Tidak ada sahutan dari dalam dan tetap hanya ada suara seorang wanita yang sedang bernyanyi lagu sedih. Evan merasa bahwa sepertinya Susan menyanyikan lagu itu untuk mengungkapkan perasaannya saat ini.Evan melirik jarum jam di tangan kirinya dan sudah jam tujuh lewat tiga puluh menit. Biasanya, jam segini Evan sudah selesai sarapan dan bersiap untuk pergi ke kantor. Namun, hari ini bahkan dasi saja dia belum memakainya dan masih harus mencarinya. Perlahan, Evan menarik kenop pintu dan mendorong pintu itu ke dalam.Terlihat seorang gadis berpakaian daster kensi yang berdiri membelakanginya dan ma
Susan menatap Evan dengan lekat dan tak berkedip sama sekali, karena tidak tahu apa yang akan dikatakan oleh pria itu selanjutnya. Terlebih lagi, Susan teringat dengan pertengkaran antara Evan dan Renata tempo hari dan melibatkan dirinya juga. Jadi, Susan tidak punya keberanian untuk bertanya hal apa yang bisa dia lakukan untuk membalas jasanya kepada Evan.“Apa dasinya udah ketemu, Mas Evan?” tanya mbok Minah yang mendadak datang dan menepis kecanggungan antara Susan dan Evan.Evan menoleh ke arah pintu masuk dan melihat mbok Minah yang juga menjadi serba salah seperti sudah memergoki sepasang kekasih dan tidak sepantasnya dilihat. Namun, Evan dengan cepat membuat jarak pada Susan dengan mengayunkan langkah ke arah pintu masuk itu.“Udah, Mbok Nah. Udah rapi belum? Aku sarapan dulu, ya Mbok Nah.” Evan berkata dengan sedikit canggung dan hal itu bisa ditangkap dengan jelas oleh mbok Minah.“Iya, Mas. Sarapannya udah Mbok Nah siapin sejak tadi. Buruan gih, udah mau jam delapan. Mas Eva
Susan masih memikirkan yang tadi dikatakan oleh mbok Nah. Wanita tua itu tidak menjelaskan lebih detail maksud dari ucapannya tadi. Susan yang sedang menyetrika pakaian menjadi tidak tenang dan terus memikirkannya. Mbok Minah berkata bahwa pria akan lebih mencintai darah dagingnya dari pada apapun.“Aku nggak mau serakah nantinya kalau ternyata aku jadi suka dan nggak mau melepaskan mas Evan. Seperti yang terjadi dalam film india itu. Tapi, kalau dipikir-pikir kok memang mirip juga dengan kisahku sekarang, ya? Ah, udahlah! Yang penting kan aku nggak mau!” gumam Susan dan kemudian menghela napas panjang lalu melanjutkan pekerjaannya.Memang tidak ada yang menyuruhnya bekerja dan melakukan pekerjaan yang sebenarnya sudah ada pekerjanya sendiri walau bukan mbok Minah. Namun, Susan tetap merasa tidak bisa tenang begitu saja karena sekarang posisinya dia sedang menumpang di rumah Evan dan Renata.Setelah satu keranjang pakaian kering itu selesai dan tersusun rapi di meja yang tersedia, Sus
“Tapi, bersikaplah biasa aja dan seperti kamu nggak tau apa-apa tentang masalah ini, Nak!” ucap mbok Minah pula setelah melihat Susan berusaha menetralkan rasa keterkejutannya itu.“I-iya, Mbok Nah. Aku nggak mungkin ikut campur tentang masalah itu!” balas Susan yang terus terang saja masih merasa kasihan kepada Renata.Wanita dengan segala kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidupnya, ternyata masih tetap saja ada kurangnya. Dia bukan saja tidak mampu memberikan anak untuk suaminya dalam jangka waktu tertentu, tapi untuk selamanya. Sebagai seorang wanita, jelas saja Susan juga merasa perih dan juga iba pada kenyataan hidup yang harus dijalani Renata.Mbok Minah menangkap sesuatu yang tidak biasa pada raut wajah Susan saat ini. Dia mengerti bahwa sisi kepedulian Susan sebagai sesama wanita sedang tergugah mendengar kenyataan pahit itu. Bukannya sengaja ingin memanfaatkan keadaan, tapi mbok Minah juga sangat ingin membantu Renata dan Evan. Meskipun dengan cara yang harus terlalu dalam sep
“Bukan apa-apa sih, Ren. Aku kan ngingetin Talita doang biar nasibnya nggak sama kek kamu gitu. Jangan sampai kejadian gitu maksdunya loh, kan lebih baik diantisipasi dari sekarang,” jawab Dinda yang tak nampak seperti orang berdosa sama sekali di sana.Talita menggigit bibir bagian bawahnya dengan pelan karena dia juga merasa bahwa ucapan Dinda terlalu keras dan menyakitkan pastinya didengar oleh Renata. Namun, mereka semua memang sudah tahu tabiat dan juga cara berbicara Dinda selama ini. Memang terlalu wor dan pedas tapi mengena tepat pada sasaran.Bukan sekedar ucapan belaka yang nggak ada buktinya atau sekedar omongan belaka. Kini Renata seperti sedang terpojokkan di antara Talita dan Dinda. Ingin sekali dia marah dan mengamuk di sini, tapi Renata cukup tahu diri bahwa dia sedang berada di tempat keramaian.“Kalian terlalu menyudutkan aku dengan alasan tak jelas. Kalian terlalu ingin ikut campur masalah rumah tanggaku, terutama kamu Dinda!” ucap Renata yang balas menyerang Dinda
Sarah baru sadar bahwa Renata ada di sana dan membuatnya menjadi sedikit canggung. Renata hanya tersenyum kaku saat ditatap tak enak hati oleh Sarah. Begitu pula dengan Evan yang merasa bahwa ibunya itu sudah menyakiti hati dan perasaan Renata secara tidak sengaja.“Maafkan Mami, ya Sayang. Mami nggak bermaksud menyinggung kamu dan mengabaikan kamu. Mami hanya kasian sama Susan, dia kan senndirian sekarang dan kondisinya juga sedang hamil seperti kamu. Jadi, kita keluarganya sekarang supaya dia tetap semangat,” jelas Sarah kepada Renata dan memang terlihat sedikit gurat perasaan bersalah di wajah wanita paruh baya itu.“Nggak apa-apa kok, Mi. Aku juga udah bilang seperti itu sebelumnya sama Susan. Dia boleh anggap kami semua ini sebagai keluarganya.” Renata berkata dengan bijak dan tidak marah sama sekali.“Iya, Nak. Bagus kalau kamu mempunyai pemikiran seperti itu dan memang biasanya kalau wanita hamil akan peka terhadap perasaan wanita hamil lainnya. Jadi, Mami salut banget sama pem
“Baru trimester pertama, Bu.” Susan menjawab dengan singkat dan senyuman yang canggung.“Oh gitu, ya. Berarti sama dengan usia kehamilan Renata,” ucap Sarah lagi dan berusaha menepis perasaan aneh atau curiganya saat tadi menyentuh perut Susan.“Iya, Bu. Memang usia kehamilan kami sepertinya sama,” kata Susan dengan senyum canggung.“Nggak usah takut dan malu-malu sama saya. Saya ini maminya Evan dan kamu boleh panggil mami juga sama saya. Nggak usah panggil ibu lagi, ya.” Sarah berkata dengan sangat ramahnya kepada Susan dan hal itu tentu saja membuat Renata sedikit cemburu.Walaupun pada dasarnya dia memang ingin mencurikan simpati Sarah untuk Susan, agar Sarah tidak terlalu fokus pada kehamilan palsunya itu. Namun, tetap saja saat semua terjadi di depan mata kepalanya sendiri Renat merasa cemburu akan hal itu.Evan sudah bisa melihat gelagat cemburu dari istrinya itu dan mulai bergerak ke kursi tempat di mana Renata duduk bersama dengan Sarah saat ini. Akan tetapi, saat Sarah melih
“Oh dia ... dia istri temannya mas Evan, Ma. Dan sekarang dia udah jadi janda ...,” ucap Renata menjawab pertanyaan Sarah dengan membawa ekspresi sedih yang dibuat-buat.“Hah? Teman Evan yang mana? Kamu punya teman yang udah meninggal, Van? Kok Mami nggak tau?” tanya Sarah pula beralih kepada Evan yang berada di sisi Renata.“Eh, i-iya, Ma. Teman aku waktu masih SMA dulu dan dia memilih untuk jadi abdi negara. Tapi, sayangnya dia gugur di medan pertempuran dan sekarang istrinya menjanda dan juga lagi hamil, sama seperti Rena.” Evan untuk pertama kalinya bicara panjang lebar untuk menjelaskan semua hal yang tentu saja adalah kebohongan itu kepada SarahSelama ini Evan terkenal dengan sebutan pria yang bersikap dingin dan tidak banyak bicara. Memang seperti itulah Evan, dan dia tidak terlalu suka banyak bicara dalam hal apapun. Sarah sangat hafal dengan sikap dan kebiasaan putranya itu.Jadi, saat dia mendengar Evan berbicara seperti tadi tentu saja membuat Sarah tahu bahwa putranya jug
“Mami! Kenapa nanya gitu sama Renata? Mami melukai hati istriku!” tegur Evan lagi dan kini berpindah ke sisi Renata.Dia merangkul tubuh istrinya yang tampak sedih dan mata Renata bahkan sudah berkaca-kaca. Walaupun dia berpura-pura hamil saat ini di depan Sarah, tetap saja sebenarnya dia tidak akan pernah bisa mengandung lagi. Jadi, pertanyaan yang dilemparkan Sarah kepadanya itu terasa begitu menyakitkan dan juga mengoyak ngoyak perasaannya saat ini.“Sayang ... nggak usah diambil hati, ya ucapan mami. Mami hanya kaget dan merasa syok, soalnya kan selama ini kita udah berjuang keras untuk bisa mendapatkan keturunan.” Evan berusaha untuk menghibur hati dan perasaan Renata yang sudah jelas merasa kacau berat sekarang ini.“Nggak apa-apa, Mas. Aku ngerti kok kalau Mami masih nggak percaya sama kehamilan aku ini. Mudah-mudahan nanti anak ini lahir mirip banget sama kamu, ya Mas. Jadi, Mami nggak meragukan lagi bayi dalam kandunganku ini,” ungkap Renata dengan nada sedih di depan Sarah.
Setelah memberikan arahan kepada Susan, Renata pun turun ke bawah dan mempersiapkan jamuan untuk ibu mertuanya yang akan datang dan menginap. Tentu saja mbok Minah sudah membantunya membersihkan rumah yang memang selalu sudah dalam keadaan rapi dan bersih.“Mbok Nah udah masak apa di dapur?” tanya Renata yang duduk di ruang keluarga, di atas sebuah sofa empuk berwarna merah hati.“Mbok Nah lagi bikin sambalado tanak gitu, Mba. Soalnya bu Sarah kan suka itu banget dari dulu.”“Oh iya. Apa kebetulan semua bahan ada di kulkas, ya Mbo?” tanya Renata lagi.“Iya, Mba. Kebetulan semua bahan ada karena kemarin kan mas Evan abis belanja online juga sama yang biasa nganter ke rumah. Tapi, tadi Mbok Nah tambahin telor puyuh aja biar enak dan ada lauknya selain campuran teri dan kawan-kawannya di sana.” Mbok Minah menjelaskan hal itu kepada Renata dengan sangat detail.Renata tidak mendapatkan info dari Evan bahwa ibunya akan datang dan menginap. Sebenarnya, Renata merasa kesal kepada Evan karena
“Bu Sarah itu maminya mas Evan, berarti itu mertuanya Nak Susan juga sekarang. Tapi ... tetap nggak boleh dikasih tau, ya.” Mbok Minah berkata dengan wajah yang sendu setelah sempat bersemangat.“Maminya mas Evan? Jadi, dia mau datang ke sini, Mbok Nah?” tanya Susan yang jujur saja merasa kaget dengan kabar kedatangan ibu mertua Renata itu.“Iya, Nak. Beliau udah ada di Bandara sekarang. Biasanya kalau datang, beliau akan menginap seminggu paling lama di sini,” jelas mbok Minah kepada Susan pula.“Menginap seminggu di sini? Terus, aku gimana, dong Mbok Nah? Apa aku harus sembunyi selama seminggu sampai maminya mas Evan pulang?”“Itu yang Mbok Nah belum tau, Nak. Gimana kalau kita tunggu aja keputusan dari mba Renata atau mas Evan? Biar lebih jelas dan nggak salah ambil langkah.”“Mbok Nah benar. Aku siap kalau harus pergi dulu dari rumah ini selama maminya mas Evan menginap. Kalau sembunyi di dalam rumah doang selama seminggu, aku nggak mau, Mbok!”Susan terus terang saja kepada mbok
“Oke kalau gitu, Mba. Aku pegang janji Mba dan aku pasti akan tagih saat waktunya tiba nanti,” kata Susan dengan suara yang terdengar penuh tekad.Renata tidak menanggapinya terlalu serius karena dia tahu tidak ada yang lebih diinginkan seorang wanita dengan kehidupan miris seperti Susan itu kecuali uang. Bukan maksud hati Renata untuk merendahkan derajat Susan, tapi kebanyakan wanita yang dia temui memang mengidolak uang dan uang di atas segala-galanya untuk dijadikan sebagai permintaan atau persyaratan utama.Jadi, untuk saat ini pun dia sudah bisa menebak apa yang akan diminta Susan ketika anak dalam kandungannya itu sudah lahir. Susan pasti butuh biaya dan juga banyak sekali uang untuk pergi dari hidupnya dan Evan. Gadis dengan latar belakang keluarga tidak mampu itu tentu butuh modal banyak untuk bisa terus melanjutkan hidupnya setelah pergi dan keluar dari keluarga Evan.“Sekarang, kamu ikuti aturan mainnya dan lakukan semua dengan baik. Bisa?” tanya Renata dengan suara pelan ta
Renata tertegun mendengar pertanyaan dari Evan dan tidak menduga kalau pria itu akan bertanya seperti itu. Bagi Renata, dia sudah melakukan semua yang terbaik sejak awal dan sekarang mereka sudah mendapatkan hasil yang diinginkan.“Aku juga akan bantu merawat dia, Mas. Dia kan tinggal di sini, jadi nggak mungkin aku cuek aja sama dia.” Renata menjawab dengan senyum ramah.“Merawat dia bagaimana?” tanya Evan sekali lagi.“Aku akan membantu meringankan tugas kamu sebagai seorang suami lah, Mas. Kamu kan juga harus kerja dan nggak bisa selalu ada untuk Susan. Makanya aku yang akan gantiin kamu selama kamu bekerja.”“Terus, kalau aku udah pulang kerja gimana?”“Saatnya kamu yang mengurus dia dan memenuhi semua yang dia mau, Sayang. Kita harus kerja sama karena anak itu nantinya juga akan menjadi anak kita.”“Kamu yakin itu akan jadi anak kita nantinya? Gimana kalau tiba-tiba aja nanti Susan nggak mau menyerahkan anak itu untuk kita?” tanya Evan yang terdengar tidak terlalu serius bertanya
“Kamu ngomong apa sih, Sayang? Aku nggak ada maksud untuk membawa serius pernikahan dengan Susan saat ini!” tegas Evan kepada Renata.“Kita nggak ada bisa menebak apa yang akan dan bisa terjadi di kemudian hari, Mas.”“Maksudnya, kamu berharap kalau perasaanku ke Susan berubah jadi sungguhan, begitu?” tanya Evan dengan nada penuh penekanan di akhir kalimatnya itu.Renata tidak bisa menjawab lagi karena sebenarnya dia tidak pernah mengharapkan hal itu sama sekali. Hanya saja, dari cara dan sikap Evan yang tampak aneh itu jelas bisa dibaca oleh Renata. Namun, tetap dia tidak ingin mempertegasnya terlalu cepat karena bagaimanapun juga saat ini Renata masih teramat sangat mencintai suaminya itu.Hal yang nekad dan begitu menguji keimanan, kesabaran, keikhlasan, dan juga ketabahan ini harus dia jalani karena rasa cintanya yang begitu besar terhadap Evan pada awalnya. Renata tidak ingin bercerai dan berpisah dari pria yang sudah sepuluh tahun menjadi suaminya itu.Semua hal yang dia takutka