Evan melangkahkan kakinya menuju sebuah ruangan yang biasa dipakai untuk menyetrika dan di sampingnya ada mesin cuci otomatis seperti yang biasa dipakai oleh tukang laundry di luaran sana. Terdengar oleh Evan senandung indah dari dalam ruangan itu, pertanda memang ada sesesorang di dalam sana.“Suaranya bagus juga kalau nyanyi.” Evan berkata dengan sangat pelan dan mengetuk pintu ruangan itu.Tidak ada sahutan dari dalam dan tetap hanya ada suara seorang wanita yang sedang bernyanyi lagu sedih. Evan merasa bahwa sepertinya Susan menyanyikan lagu itu untuk mengungkapkan perasaannya saat ini.Evan melirik jarum jam di tangan kirinya dan sudah jam tujuh lewat tiga puluh menit. Biasanya, jam segini Evan sudah selesai sarapan dan bersiap untuk pergi ke kantor. Namun, hari ini bahkan dasi saja dia belum memakainya dan masih harus mencarinya. Perlahan, Evan menarik kenop pintu dan mendorong pintu itu ke dalam.Terlihat seorang gadis berpakaian daster kensi yang berdiri membelakanginya dan ma
Susan menatap Evan dengan lekat dan tak berkedip sama sekali, karena tidak tahu apa yang akan dikatakan oleh pria itu selanjutnya. Terlebih lagi, Susan teringat dengan pertengkaran antara Evan dan Renata tempo hari dan melibatkan dirinya juga. Jadi, Susan tidak punya keberanian untuk bertanya hal apa yang bisa dia lakukan untuk membalas jasanya kepada Evan.“Apa dasinya udah ketemu, Mas Evan?” tanya mbok Minah yang mendadak datang dan menepis kecanggungan antara Susan dan Evan.Evan menoleh ke arah pintu masuk dan melihat mbok Minah yang juga menjadi serba salah seperti sudah memergoki sepasang kekasih dan tidak sepantasnya dilihat. Namun, Evan dengan cepat membuat jarak pada Susan dengan mengayunkan langkah ke arah pintu masuk itu.“Udah, Mbok Nah. Udah rapi belum? Aku sarapan dulu, ya Mbok Nah.” Evan berkata dengan sedikit canggung dan hal itu bisa ditangkap dengan jelas oleh mbok Minah.“Iya, Mas. Sarapannya udah Mbok Nah siapin sejak tadi. Buruan gih, udah mau jam delapan. Mas Eva
Susan masih memikirkan yang tadi dikatakan oleh mbok Nah. Wanita tua itu tidak menjelaskan lebih detail maksud dari ucapannya tadi. Susan yang sedang menyetrika pakaian menjadi tidak tenang dan terus memikirkannya. Mbok Minah berkata bahwa pria akan lebih mencintai darah dagingnya dari pada apapun.“Aku nggak mau serakah nantinya kalau ternyata aku jadi suka dan nggak mau melepaskan mas Evan. Seperti yang terjadi dalam film india itu. Tapi, kalau dipikir-pikir kok memang mirip juga dengan kisahku sekarang, ya? Ah, udahlah! Yang penting kan aku nggak mau!” gumam Susan dan kemudian menghela napas panjang lalu melanjutkan pekerjaannya.Memang tidak ada yang menyuruhnya bekerja dan melakukan pekerjaan yang sebenarnya sudah ada pekerjanya sendiri walau bukan mbok Minah. Namun, Susan tetap merasa tidak bisa tenang begitu saja karena sekarang posisinya dia sedang menumpang di rumah Evan dan Renata.Setelah satu keranjang pakaian kering itu selesai dan tersusun rapi di meja yang tersedia, Sus
“Tapi, bersikaplah biasa aja dan seperti kamu nggak tau apa-apa tentang masalah ini, Nak!” ucap mbok Minah pula setelah melihat Susan berusaha menetralkan rasa keterkejutannya itu.“I-iya, Mbok Nah. Aku nggak mungkin ikut campur tentang masalah itu!” balas Susan yang terus terang saja masih merasa kasihan kepada Renata.Wanita dengan segala kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidupnya, ternyata masih tetap saja ada kurangnya. Dia bukan saja tidak mampu memberikan anak untuk suaminya dalam jangka waktu tertentu, tapi untuk selamanya. Sebagai seorang wanita, jelas saja Susan juga merasa perih dan juga iba pada kenyataan hidup yang harus dijalani Renata.Mbok Minah menangkap sesuatu yang tidak biasa pada raut wajah Susan saat ini. Dia mengerti bahwa sisi kepedulian Susan sebagai sesama wanita sedang tergugah mendengar kenyataan pahit itu. Bukannya sengaja ingin memanfaatkan keadaan, tapi mbok Minah juga sangat ingin membantu Renata dan Evan. Meskipun dengan cara yang harus terlalu dalam sep
“Bukan apa-apa sih, Ren. Aku kan ngingetin Talita doang biar nasibnya nggak sama kek kamu gitu. Jangan sampai kejadian gitu maksdunya loh, kan lebih baik diantisipasi dari sekarang,” jawab Dinda yang tak nampak seperti orang berdosa sama sekali di sana.Talita menggigit bibir bagian bawahnya dengan pelan karena dia juga merasa bahwa ucapan Dinda terlalu keras dan menyakitkan pastinya didengar oleh Renata. Namun, mereka semua memang sudah tahu tabiat dan juga cara berbicara Dinda selama ini. Memang terlalu wor dan pedas tapi mengena tepat pada sasaran.Bukan sekedar ucapan belaka yang nggak ada buktinya atau sekedar omongan belaka. Kini Renata seperti sedang terpojokkan di antara Talita dan Dinda. Ingin sekali dia marah dan mengamuk di sini, tapi Renata cukup tahu diri bahwa dia sedang berada di tempat keramaian.“Kalian terlalu menyudutkan aku dengan alasan tak jelas. Kalian terlalu ingin ikut campur masalah rumah tanggaku, terutama kamu Dinda!” ucap Renata yang balas menyerang Dinda
“Sayang. Apa itu Susan?” tanya Renata dengan jantung berdebar kencang dan seperti tak bisa percaya dengan pendengarannya saat ini.Di seberang sana, karena terkejut dengan kedatangan Susan yang mendadak membawakan susu hangat untuknya, di saat dia dan Renata sedang saling berbicara dengan mesra pula di sambungan telpon, akhirnya Evan tidak sengaja menekan tombol merah dan akhirnya panggilan mereka terputus begitu saja.“Susan? Maaf, merepotkan kamu.” Evan yang gugup itu langsung meletakkan ponselnya dan juga langsung mengatur duduknya di sisi ranjang.“Iya, Mas. Mbok Nah bilang Mas Evan lagi ga enak badan, perutnya lagi bermasalah. Jadi, aku diminta tolong sama mbok Nah untuk nganterin susu ini.” Susan menjelaskan semuanya kepada Evan.“Oh iya, maaf aku langsung masuk aja. Tadi, aku udah ngetuk pintu tapi mungkin Mas Evan nggak dengar,” lanjutnya menjelaskan karena tidak ingin Evan salah paham dan menganggapnya lancang masuk ke dalam kamar pribadi yang seharusnya tidak dimasuki oleh o
Renata ternyata bertemu dengan Rizal – mantan kekasihnya saat sebelum berpacaran dan dilamar oleh Evan. Mereka memang cukup lama menjalin hubungan dan sudah dalam tahap yang lebih serius. Hanya saja, saat itu Renata meminta kepastian hubungan setelah tujuh tahun berpacaran. Di mana saat itu Rizal masih belum mempunyai pekerjaan tetap dan belum bisa melamar Renata.Mereka berpisah secara baik-baik, karena Renata tidak bisa membantah kehendak orang tuanya. Mereka ingin segera melihat Renata menikah sebelum ayahnya meninggal dunia. Saat itu ayah Renata memang sudah sakit parah dan ternyata Rizal menyatakan belum siap untuk menikah.Hanya pertemuan singkat dan perkenalan secara garis besarnya saja, Renata pun menerima lamaran Evan dan menikahlah mereka. Setelah Renata menikah dengan Evan, dia sama sekali tidak pernah lagi bertemu dengan Rizal. Selain karena dia merasa itu sudah tidak pantas lagi karena statusnya yang sudah menjadi istri pria lain, ternyata Evan juga meratukan dirinya sehi
“Kenapa lama banget ke sininya?” tanya Rizal saat Renata sudah masuk ke dalam sebuah mobil kodok berwarna hijau dengan stiker hello kitty di seluruh body.“Mobil ini beneran punya kamu dan kamu pakai terus? Ini terlalu girly untuk seorang pria macho seperti kamu, Zal!” ungkap Renata yang tidak menjawab pertanyaan Rizal sama sekali.Dia justru terfokus pada kendaraan yang sekarang sedang didudukinya itu. Sebuah mobil kodok berwarna hijau dengan stiker hello kitty, sebenarnya adalah mobil impian Renata sejak masih zaman SMA dulu dan dulu dia pernah mengatakan hal itu kepada Rizal ketika mereka masih bersama.Rizal juga pernah berjanji pada Renata untuk memenuhi semua keinginan wanita yang dicintainya itu. Namun, Rizal hanya meminta Renata sedikit bersabar sampai dia mampu membeli mobil legend itu dan membuatnya sesuai dengan keinginan Renata. Sayangnya, belum sempat semua itu terwujud mereka sudah lebih dahulu berpisah.“Iya. Ini mobil yang aku beli tujuh tahun lalu dan sampai sekarang