Sementara itu di tempat lain."Tolong siapkan semuanya. Ini demi calon istri dan calon anakku nanti. Aku yakin semuanya akan berjalan lancar sampai anak itu dilahirkan."William rampak berbicara santai dengan seseorang di ujung panggilan. Ia mempunyai rencana membangun sebuah rumah sederhana untuk mereka tempati nantinya.Pria yang sudah dipecat dari pekerjaannya itu tampak bersemangat dan yakin, jika suatu saat nanti Nasuha akan menerimanya dengan lapang dada, tanpa melihat dengan status sosialnya. Terlebih lagi ketika anak mereka sudah lahir dan akan semakin membuat ikatan jalinan diantara mereka semakin kuat.Begitu urusannya selesai dengan orang yang ditelpon nya barusan, William beralih untuk menghubungi Nasuha. Ia sudah dua hari itu tidak memberikan kabar kepada kekasih hatinya tersebut.Namun, panggilan William itu tak kunjung dijawab oleh Nasuha. Bahkan setelah usahanya menghubungi ke tiga dan empat kalinya."Apa terjadi sesuatu?" gumamnya menebak-nebak sambil berjalan mondar-
"Aku harus pergi sekarang ... Yaya, ayo kita pergi dari sini."Devan tanpa melirik ke arah Nasuha dan William itu segera berbalik, meninggalkan ruangan perawatan tersebut.Mazaya sebentar bertanda tanya kenapa Devan tiba-tiba ingin pergi, padahal sebelumnya sedang berbicara serius dengan William. Apakah karena panggilan di telepon sebelumnya? Tapi, ada apa? Apa terjadi sesuatu?Meskipun ada banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya saat ini, Mazaya tidak bisa langsung menanyakannya sebelum Devan yang berbicara terlebih dahulu.Sementara Nasuha masih memasang tatapan kosong karena kehilangan calon anaknya. Tidak peduli seberapa keras usaha Willian menghiburnya saat ini. Tapi, kenyataan ia telah keguguran dan tidak ada hal bisa mengembalikan anaknya."Ini semua gara-gara Mazaya, Wil. Aku yakin dia gak terima aku hamil dan akan menjadi bagian keluarga Devan. Dia pasti mencampurkan sesuatu ke minumanku dan buat aku kehilangan anakku yang berharga itu," lirihnya yang menyalahkan Mazaya
Mazaya dan Devan tampak berada di dalam mobil yang melaju saat ini. Tapi, sejak tadi tidak ada pembicaraan diantara mereka.Keduanya saling mendiamkan satu sama lain. Terutama Devan yang pikirannya seakan entah di mana.Sedangkan Mazaya sendiri seperti berada di persimpangan jalan, antara apa harus bertanya atau diam saja. Mengingat sebelumnya sang suami bertemu dengan seorang wanita dan wanita itu begitu banyak bicara."Udah lama ya, Devan. Aku dengar kamu sudah menikah dan mempunyai anak juga? Eh, kalau gak salah istrinya pun ada dua. Wah, hebat ya ... Aku baru sadar kalau Devan yang dulunya pemalu, bisa punya dua istri sekaligus."Itulah ucapan wanita yang berbicara dengan Devan sebelumnya, dimana masih teringat dalam ingatan Mazaya saat ini.Namun, Devan tidak menanggapi wanita yang entah siapa namanya itu dan bergegas masuk ke dalam mobil.Mazaya yang tidak mengerti situasi yang ada di depannya itu pada akhirnya mengikuti Devan dan turut masuk ke mobil dengan tanda tanya besar d
"Bagaimana kalau satu kali lagi, sayang? Mandi bersama gak masalah kan?"Devan memasang wajah memelas di depan Mazaya saat ini. Hal yang tidak pernah ditunjukkannya kepada siapapun, kecuali dengan istri keduanya itu seperti sekarang. Ia sudah seperti dibuat mabuk dan selalu menginginkannya lagi dan lagi.Sementara Mazaya menggigit bibir bawahnya untuk sesaat di depan Devan saat ini. Pasalnya ia sebenarnya sudah kelelahan sehabis bermain dengan sang suami di atas ranjang beberapa saat yang lalu. Tapi siapa sangka tenaga Devan dua kali lebih besar dari sebelumnya dan kini malah meminta lagi."Hmm, gimana ya, Mas. Aku sebenarnya--" Mazaya menggantungkan ucapannya, itu karena jika ia menolak maka Devan pasti akan kecewa. Terlebih lagi sang suami sudah menahan diri selama beberapa hari terakhir dengan tidak menyentuhnya. Apa jadinya jika hari ini gagal dan membuat mereka masuk ke dalam hal pertengahan yang sebentar cukup sepele, tapi imbasnya pernikahan mereka yang akan dipertaruhkan di s
"Mas, kenapa diam aja?! Jawab dengan jujur siapa perempuan itu sebenarnya? Tolong katakan apa adanya. Aku sama sekali gak masalah sama masa lalu Mas Devan. Aku hanya gak mau dengar tentang perempuan itu dari orang lain dan bukannya dari Mas Devan sendiri ...."Mazaya mencecar Devan dengan berbagai pertanyaan tentang wanita yang ingin diketahuinya. Pasalnya wanita yang dimaksudkan oleh Mazaya, sepertinya lebih berani dari dugaannya. Tentu saja karena di mana ada seorang wanita yang ingin menjadi istri ketiga. Menurutnya hal tersebut merupakan di luar nalar, kecuali memang wanita tersebut mempunyai niat tertentu sejak awal.Devan masih terdiam dibalik kemudinya saat ini, ia bahkan tidak bisa fokus menyetir karena Mazaya kukuh ingin mengetahui siapa wanita yang mengirim pesan sebelumnya."Dia hanya kenalan sewaktu sekolah dulu, gak ada yang istimewa," ucapnya pada akhirnya.Mazaya menyipitkan matanya ke arah Devan. Ia merasa ada yang masih disembunyikan oleh suaminya tersebut."Mungk
"Selamat malam, Pak Devan dan Bu Mazaya ya? Kenalkan saya Patricia, guru di sekolah yang Bu Mazaya daftarkan untuk Askara.Dengan senyum ramah, seakan tidak ada hal yang membebani pada raut wajahnya saat ini, wanita yang bernama Patricia itu memperkenalkan dirinya di Devan depan juga Mazaya.Sementara pasangan suami istri itu malah memasang raut wajah datar saat ini, menatap wanita yang saat ini menjadi tamu di rumah mereka tersebut.Bagaimana tidak, itu karena wanita tersebut adalah yang beberapa saat yang lalu dibicarakan oleh Mazaya dan Devan sebelumnya. Wanita yang dianggap gila oleh Mazaya karena telah mengirim pesan kepada suaminya, bahwa Masa dia dijadikan istri yang ketiga.Namun, siapa sangka wanita tersebut ternyata adalah salah satu guru di tempat sekolah yang sudah didaftarkan oleh Mazaya beberapa hari yang lalu.Baik Mazaya maupun Devan sama sekali tidak mengetahui, jika Patricia adalah profesi sebagai guru taman kanak-kanak."Apa boleh saya, duduk?" tanya Patricia dengan
"Maksud anda apa? Janji apa?"Mazaya menunjukkan raut wajah tidak bersahabat di depan tamunya itu. Ia sudah tidak bisa menahan diri dan rasa sabarnya sudah berada diambang batasnya.Patricia malah tersenyum tipis, lalu beralih kepada Devan yang wajahnya terlihat pucat pasi."Sebaiknya anda tanyakan sendiri pada suami anda itu, Bu Mazaya ... Sepertinya saya harus pamit pulang. Terima Kasih untuk wawancaranya dan sampai bertemu di sekolah Minggu depan, Aska," tukasnya yang turut berpamitan kepada Askara, tapi di saat yang sama ia sama sekali tidak peduli untuk menjawab pertanyaan Mazaya sebelumnya.Sementara Mazaya semakin meradang dari sebelumnya, karena Partisi malah mengabaikan pertanyaannya dan hal itu terang-terangan di depan Devan saat ini."Jangan bersikap di luar batas, Patricia! Kamu pikir siapa bisa bicara seperti itu di sini!" Devan pada akhirnya membuka suara karena tidak tahan lagi dengan sikap kurang ajar Patricia.Dan lagi-lagi Patricia menampilkan raut wajah tenang di de
Patricia baru saja keluar dari ruangan Nasuha dirawat dengan senyuman tipis, lalu melanjutkan perjalannya sambil menghubungi seseorang melalui ponselnya."Iya, ini aku Patricia. Aku baru saja bertemu dengan Nasuha, sesuai dengan permintaan kamu. Sebaiknya kamu secepatnya ke sini dan bawa dia pulang."Usai berbicara dengan seseorang di telepon, Patricia menutup panggilan tersebut. Kemudian kembali tersenyum tipis dan melangkah kakinya keluar dari rumah sakit tersebut.Patricia teringat pertemuannya dengan Nasuha, yang mana wanita tersebut adalah istri pertama dari Devan. Ia sudah mengetahui banyak tentang Nasuha selama ini."Siapa kamu dan apa maksud tujuan kamu ke sini?" Itulah hal pertama yang dikatakan oleh Nasuha, ketika bertemu pertama kali dengan Patricia. Ia sama sekali tidak mengenali wanita tersebut dan tiba-tiba datang menjenguknya.Patricia mengulas senyumnya. Ia sudah menebak, jika sikap Nasuha memang tidak akan seramah yang diharapkannya."Aku Patricia. Dulu aku pacarnya De
"Mas, kita harus bagaimana menghadapi Patricia? Pasti dia akan cari cara buat bisa nikah sama Mas Devan. Selain itu juga aku khawatir Askara sekolah dengan guru TK seperti dia."Mazaya mengeluarkan uneg-uneg yang ada di kepalanya saat ini, di saat minum teh di balkon kamar karena hari itu waktu libur kerja mereka.Devan menghela nafasnya panjang. Ia pun sama gelisah dan khawatir seperti Mazaya. Tapi, ia tidak akan tinggal diam saja. Itu karena dirinya sudah diam-diam menyewa detektif swasta untuk mengikuti dan mengawasi PatriciaDan siapa sangka usaha Devan itu membuahkan hasil. Di mana Patricia pada akhirnya ditangkap, hingga kabar tentang penangkapannya segera menyebar luas.Ternyata Patricia selama ini menjadi duri bagi Devan dan Mazaya itu telah melakukan penipuan kepada beberapa orang, hingga akhirnya aparat kepolisian berhasil menangkapnya karena laporan beberapa korbannya. Di balik jeruji besi, Patricia harus merasakan kepedihan hati dan penyesalan.Devan dan Mazaya yang menden
"Apa ini sebenarnya? Sejak kapan aku menulis ini semua?"Devan membaca surat perjanjian yang ada di tangannya dengan perasaan tidak percaya. Kata-kata dalam surat tersebut terasa seperti cambuk yang menghantam hatinya. Semakin ia membaca, semakin sulit baginya untuk menahan ketakutan yang melanda dirinya, menyadari bahwa isinya bisa menyeretnya ke dalam jeruji besi penjara. Meskipun begitu dirinya tidak menunjukkan langsung bagaimana raut wajahnya saat ini di depan Patricia.Sementara itu, di sudut ruangan tersebut, Patricia menatap Devan dengan senyuman licik yang tersungging di bibirnya. Ia menikmati melihat bagaimana raut wajah Devan berubah-ubah, mulai dari penasaran, kemarahan, hingga ketakutan yang tergambar jelas. Matanya terus mengikuti gerak-gerik Devan, seakan ingin memastikan bahwa pria itu benar-benar merasa terpojok.Tangan Devan bergetar saat dirinya mencoba menahan amarah yang membara. Ia menggenggam surat perjanjian itu dengan erat, seolah mencoba menemukan kekuatan u
"Bercerai? Apa aku gak salah dengar, Mas? Bukannya dia waktu itu ngotot dan gak mau pisah sama kamu?"Mazaya hampir saja tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari Devan, mengenai permintaan Nasuha yang ingin berpisah. Padahal jelas-jelas semalam kakak angkatnya itu dengan tegas mengatakan tidak mau bercerai apapun alasannya"Bukannya kamu senang kalau dia minta bercerai? Itu kan yang kamu mau, Yaya?" Devan balik bertanya."Iya sih, Mas. Tapi, kok aku ngerasa ada yang aneh aja. Kenapa dia tiba-tiba minta pisah gitu aja. Apa Mas Devan gak ngerasa curiga apapun gitu," ungkap Mazaya yang merasa harus waspada untuk hal-hal yang tidak diinginkan."Aku juga sama, makanya aku ingin menemuinya langsung dan mungkin saja ada hal yang bisa ketahui nanti," ungkap Devan yang saat ini memiliki pikiran yang sama dengan istrinya tersebut.Mazaya manggut-manggut tanda mengerti apa yang dikatakan oleh Devan."Memang harus seperti itu, Mas. Syukur-syukur kalau dia memiliki niatnya untuk berubah, ta
"Ini maksudnya apa ya? Saya calon istri dari mana, Pak? Pak Malvin jangan seenaknya gitu dong! Saya gak terima diperlakukan seperti ini!"Melinda langsung melayangkan protes kepada Malvin karena pria tersebut malah bersikap seenaknya, mengatakan dirinya itu adalah calon istri dari pria tersebut. Terlebih lagi dirinya sudah mempunyai kekasih dan apa jadinya sampai menimbulkan kesalahpahaman nantinya.Malvin nyatanya tanpa sadar mengatakan hal tersebut sebagai refleknya agar mantan tunangannya itu menjaga sikap. Ia sama sekali tidak memikirkan bagaimana tanggapan Melinda akibat perbuatannya tersebut."Maaf, tadi aku salah bicara, Linda. Aku tidak bermaksud lain," ucapnya yang tidak ingin memperpanjang masalah yang ada di depan matanya saat ini. Belum sempat Melinda menanggapi ucapan Malvin, tapi pria tersebut malah bergegas pergi dengan membawa Vivian dari hadapan mereka."Kita harus bicara di tempat lain, Vivian?!" Malvin dengan nada tegas."Oke, ayo," jawab Vivian yang memang ingin
Tiga puluh menit sebelumnya.Patricia, yang mengenakan pakaian serba hitam dan berkacamata gelap, melirik Mazaya dengan tatapan tajam. Ia berjalan mendekati Mazaya dan Devan dengan langkah pasti dan pura-pura bertanya, "Permisi, apakah anda tahu dimana toilet di tempat ini?" Patricia pura-pura tersenyum ramah pada Mazaya.Mazaya menoleh, awalnya tersenyum ramah sambil menjawab, "Oh, itu tinggal mengikuti jalur ini saja, Mbak pasti akan sampai di sana."Namun, tidak lama setelah itu raut wajah Mazaya berubah dingin, dan ia mulai berbicara dengan nada lebih tegas."Sebenarnya, apa mau kamu di sini, Mbak?" tanya Mazaya dengan curiga dan setengah berbisik.Devan pun ingin mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh istrinya tersebut. Tapi, ia harus bertemu dengan beberapa kliennya yang datang ke acara tersebut."Sayang, aku ke sana dulu sebentar. Gak apa-apa kan?" tanyanya memastikan terlebih dahulu."Iya, Mas," jawab Mazaya. Ia lebih dari mampu menghadapi Patricia seorang diri
"Om aku mau es krim yang rasa blueberry. Yang ukurannya besar ya. Terus nanti beli popcorn juga."Askara tampak membuat Malvin dibuat pusing tujuh keliling dengan permintaan bocah laki-laki tersebut yang ternyata begitu banyak ini dan itunya.Berbanding terbalik dengan Melinda saat ini, ia malah senang dengan kata-kata yang keluar dari wajah menggemaskan bocah laki-laki di depan itu dan sama sekali tidak menunjukkan lewat wajah kekesalan atau merasa dibuat pusing dengan tingkah Askara saat ini. Seakan wanita tersebut sudah terbiasa menghadapi yang namanya anak kecil."Hmm, boleh. Boleh banget Aska mau es krim, popcorn atau permen dan bahkan coklat. Tapi ada satu syarat yang harus dilakukan sama Aska," ucapnya yang bernegosiasi dengan Askara saat ini."Apa syaratnya, Tante?" Askara langsung menanggapi ucapan Melinda dan tampak begitu antusias.Dan Melinda pun tak kalah antusiasnya saat ini. "Hmm, syaratnya mudah kok. Askara harus mau makan makanan berat dulu sebelum makan eskrim, mau
[ Aku akan ke rumah sakit nanti untuk membicarakan keputusan kamu itu, Suha ][ Baik, aku tunggu, Mas ]Devan membalas pesan Nasuha secara singkat, lalu langsung dibalas oleh Nasuha di waktu yang sama.Devan memang harus memastikan sendiri dengan menemui istri pertamanya itu di rumah sakit. Selain itu juga ia harus berbicara dengan William untuk memastikan sesuatu. Meskipun pria tersebut sudah mengkhianatinya, tapi dirinya juga harus mengorek informasi dari mantan sekretarisnya."Ada apa, Mas?" Mazaya menghampiri Devan karena suaminya tersebut malah fokus ke layar ponselnya dan tampak begitu serius. Padahal jarang-jarang Devan bersikap seperti itu dengan benda pipih tersebut, kecuali memang ada hal yang begitu penting.Devan menoleh, lalu menyimpan ponselnya itu ke saku jasnya kembali."Oh tadi ada beberapa laporan dari divisi lain, mengenai acara yang sebentar lagi dilangsungkannya," jawab Devan yang terpaksa berdusta kepada Mazaya, ia akan membicarakan tentang Nasuha usai acara di m
Mazaya menghela nafasnya panjang karena Devan tak kunjung mengatakan, hal yang paling diinginkannya.Bukan tanpa alasan, sang suami malah mendadak sakit perut dan katanya harus ke toilet. Lalu Mazaya bisa apa saat ini, selain menunggu Devan selesai dengan urusannya."Jangan lama-lama ya, Mas. Aku tinggal tidur nanti," seru Mazaya dari balik pintu kamar mandi. Ia bahkan saat ini sudah berganti pakaian tidur, itu karena merasa tidak nyaman dengan memakai lingerie dan khawatir sewaktu-waktu Askara terbangun dan mengetuk pintu kamar mereka"Iya, gak akan lama. Ini sebentar lagi selesai kok," sahut Devan dari dalam kamar mandi.Sambil menunggu Devan, Mazaya memutuskan membuka laptopnya untuk memeriksa jadwal kegiatan di kantor besok. Di mana akan diadakan event peragaan busana di mall dengan tujuan untuk amal, meskipun sempat terjadi insiden. Tapi, acaranya masih harus berlangsung sesuai dengan jadwal."Oke, gak ada masalah kayaknya. Semuanya juga sudah lapor di bagiannya masing-masing ...
Patricia baru saja keluar dari ruangan Nasuha dirawat dengan senyuman tipis, lalu melanjutkan perjalannya sambil menghubungi seseorang melalui ponselnya."Iya, ini aku Patricia. Aku baru saja bertemu dengan Nasuha, sesuai dengan permintaan kamu. Sebaiknya kamu secepatnya ke sini dan bawa dia pulang."Usai berbicara dengan seseorang di telepon, Patricia menutup panggilan tersebut. Kemudian kembali tersenyum tipis dan melangkah kakinya keluar dari rumah sakit tersebut.Patricia teringat pertemuannya dengan Nasuha, yang mana wanita tersebut adalah istri pertama dari Devan. Ia sudah mengetahui banyak tentang Nasuha selama ini."Siapa kamu dan apa maksud tujuan kamu ke sini?" Itulah hal pertama yang dikatakan oleh Nasuha, ketika bertemu pertama kali dengan Patricia. Ia sama sekali tidak mengenali wanita tersebut dan tiba-tiba datang menjenguknya.Patricia mengulas senyumnya. Ia sudah menebak, jika sikap Nasuha memang tidak akan seramah yang diharapkannya."Aku Patricia. Dulu aku pacarnya De