"Saya harus kembali ke kantor, Nyonya. Pak Devan pasti akan curiga jika saya terlalu lama di sini."William tampak turun dari ranjang dan memakai kembali pakaiannya yang berceceran di lantai."Kenapa harus buru-buru, Will. Lagipula Devan gak akan curiga ini kamu ada di mana sekarang." Nasuha pun turun dari ranjang dengan hanya memakai lingerie yang melekat di tubuhnya. Kemudian memeluk William dari arah belakang. "Tidak, Nyonya. Saya harus kembali. Kita bisa bertemu malam nanti kalau anda mau. Saya mohon anda mengerti bagaimana posisi saya saat ini." William secara tidak langsung menolak permintaan Nasuha yang satu ini karena menyangkut pekerjaan. Terlebih lagi tidak ingin membuat masalah sekecil apapun.Nasuha menghela nafasnya panjang. Andai saja Wiliam sekaya Devan, mungkin ia memilih untuk bersama pria simpanannya tersebut dibandingkan suaminya sendiri.Bagaimana tidak, Wiliam satu-satunya pria yang selama ini menemani kesepiannya dan mau mendengarkan isi curahan hatinya. Bahkan
"Mas, apa yang Mas Devan lakukan?! Kenapa menampar William seperti itu? Apa kesalahan dia, Mas?! Sampai diperlakukan seperti ini?!"Nasuha memekik dan menyorot tajam kepada Devan ketika melihat William yang ditampar oleh suaminya tersebut. Ia bahkan tanpa sadar berlari menuju William dan memasang badan untuk sekretaris suaminya itu.Melihat sikap Nasuha saat ini, Devan dibuat tertawa di dalam hati karena sangat jelas bahwa istri pertamanya itu begitu mempedulikan William, lebih dari perkiraannya selama ini."Lihat ternyata kamu sangat begitu perhatian dengan pria itu, Suha? Apa sepenting itukah Wiliam bagi kamu? Oh tentu, itu karena dia adalah selingkuhan kamu selama ini!" ucapnya dengan nada sinis. Ia bukanlah cemburu, melainkan merasa kesal karena dipermainkan oleh dua orang yang berada di dekatnya selama ini dan dan mereka malah tertawa di atas penderitaannya.Nasuha tersadar bahwa apa yang dilakukan olehnya Itu adalah sebuah kesalahan besar. Ia tidak boleh menunjukkan perhatiannya
"Berhenti, Suha! Jangan melakukan hal yang akan membuatmu kamu menyesal!"Devan berusaha mencegah perbuatan konyol yang akan dilakukan oleh Nasuha.Begitu juga dengan William yang sama paniknya saat ini, melihat bagaimana Nasuha yang segitu putus asanya tidak ingin diceraikan oleh Devan."Nyonya tolong hentikan! Sadarlah, ada janin yang harus anda lindungi saat ini. Aku mohon hentikan dan simpan pisaunya kembali." ucapnya sambil berjalan pelan untuk menghampiri Nasuha.Sementara Nasuha menggelengkan kepala dengan derai air matanya. Ia tidak mau berpisah dengan Devan apapun yang terjadi. Bahkan, jika harus menggugurkan kandungannya demi suaminya itu mau menerimanya kembali, maka akan dilakukannya dengan sukarela. Itu karena sejak awal kehamilan itu bertujuan agar Devan tetap di sisinya. Tapi, keadaan malah berbalik saat ini."Gak mau! Aku gak mau cerai sama kamu, Mas. Tolong tarik kata-kata kamu tadi. Aku gak mau hidup lagi kalau kamu ceraikan aku," ucapnya lirih.Devan menghela nafas
"Ada apa, Mas? Apa terjadi sesuatu? Siapa yang nelpon?" Mazaya bertanya kepada Devan karena sang suami tampak memasang wajah cemas."Mas, ada apa?" ulang Mazaya sambil menepuk pundak Devan karena tak kunjung menjawab pertanyaannya.Devan terdengar menghela nafasnya panjang. Ada rona penyesalan di sana dan rasa bersalah menggelayutinya saat ini."Rendra mengalami kecepatan. Aku harus segera ke sana untuk memastikan keadaannya. Kamu tidak apa-apa kan aku tinggal?" ucapnya yang terdengar seperti meminta izin Mazaya apakah diperbolehkan untuk pergi atau tidak.Sontak saja Mazaya dibuat terkejut mendengar penuturan Devan. Pasalnya mereka beberapa saat yang lalu bertemu dan sempat berdebat. Lalu kini tiba-tiba mendengar pria tersebut kecelakaan. Ada setitik rasa bersalah yang menyerang hatinya saat ini."Iya, Mas. Gak apa-apa. Kamu pergi aja sekarang. Kamu juga pasti khawatir sama keadaan dia saat ini. Aku udah lebih baik sekarang kok," tuturnya yang tidak mungkin mencegah Devan untuk pergi
"Benar-benar harum, apa kamu juga pakai shampoo, Yaya." Devan yang seperti terbius oleh aroma sabun dan shampo dari tubuh Mazaya, karena menyeruak di kamar tersebut, hingga sampailah ke indera penciumannya."Tentu pakai shampo karena habis mandi, Mas. Mas Devan sendiri kapan mau mandinya? Kan hari ini harus masuk kerja." Mazaya dengan santainya berbicara seperti itu sambil mengambil pakaian di dalam lemari, seakan tidak peka apa sebenarnya yang diinginkannya oleh Devan saat ini."Iya, ini juga mau ke kamar mandi, mau mandi. Tapi, gak mau mandi bersama? Siapa tahu bisa kasih adik buat Aska," ungkap Devan sembari menahan senyumnya agar tidak terlalu kentara bahwa, ia memang dirinya memang menginginkan Mazaya saat ini.Dan Mazaya sendiri bisa menebak ke arah mana ucapan Devan yang mana ia memang sudah tidak memberikan hak sang suami."Nanti aja, Mas. Gimana kalau kita check in di hotel pulang dari kantor dan sampai malam terus pulang buat makan malam, gimana? ... Lagian kan nanti mau pe
Sementara itu di tempat lain."Tolong siapkan semuanya. Ini demi calon istri dan calon anakku nanti. Aku yakin semuanya akan berjalan lancar sampai anak itu dilahirkan."William rampak berbicara santai dengan seseorang di ujung panggilan. Ia mempunyai rencana membangun sebuah rumah sederhana untuk mereka tempati nantinya.Pria yang sudah dipecat dari pekerjaannya itu tampak bersemangat dan yakin, jika suatu saat nanti Nasuha akan menerimanya dengan lapang dada, tanpa melihat dengan status sosialnya. Terlebih lagi ketika anak mereka sudah lahir dan akan semakin membuat ikatan jalinan diantara mereka semakin kuat.Begitu urusannya selesai dengan orang yang ditelpon nya barusan, William beralih untuk menghubungi Nasuha. Ia sudah dua hari itu tidak memberikan kabar kepada kekasih hatinya tersebut.Namun, panggilan William itu tak kunjung dijawab oleh Nasuha. Bahkan setelah usahanya menghubungi ke tiga dan empat kalinya."Apa terjadi sesuatu?" gumamnya menebak-nebak sambil berjalan mondar-
"Aku harus pergi sekarang ... Yaya, ayo kita pergi dari sini."Devan tanpa melirik ke arah Nasuha dan William itu segera berbalik, meninggalkan ruangan perawatan tersebut.Mazaya sebentar bertanda tanya kenapa Devan tiba-tiba ingin pergi, padahal sebelumnya sedang berbicara serius dengan William. Apakah karena panggilan di telepon sebelumnya? Tapi, ada apa? Apa terjadi sesuatu?Meskipun ada banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya saat ini, Mazaya tidak bisa langsung menanyakannya sebelum Devan yang berbicara terlebih dahulu.Sementara Nasuha masih memasang tatapan kosong karena kehilangan calon anaknya. Tidak peduli seberapa keras usaha Willian menghiburnya saat ini. Tapi, kenyataan ia telah keguguran dan tidak ada hal bisa mengembalikan anaknya."Ini semua gara-gara Mazaya, Wil. Aku yakin dia gak terima aku hamil dan akan menjadi bagian keluarga Devan. Dia pasti mencampurkan sesuatu ke minumanku dan buat aku kehilangan anakku yang berharga itu," lirihnya yang menyalahkan Mazaya
Mazaya dan Devan tampak berada di dalam mobil yang melaju saat ini. Tapi, sejak tadi tidak ada pembicaraan diantara mereka.Keduanya saling mendiamkan satu sama lain. Terutama Devan yang pikirannya seakan entah di mana.Sedangkan Mazaya sendiri seperti berada di persimpangan jalan, antara apa harus bertanya atau diam saja. Mengingat sebelumnya sang suami bertemu dengan seorang wanita dan wanita itu begitu banyak bicara."Udah lama ya, Devan. Aku dengar kamu sudah menikah dan mempunyai anak juga? Eh, kalau gak salah istrinya pun ada dua. Wah, hebat ya ... Aku baru sadar kalau Devan yang dulunya pemalu, bisa punya dua istri sekaligus."Itulah ucapan wanita yang berbicara dengan Devan sebelumnya, dimana masih teringat dalam ingatan Mazaya saat ini.Namun, Devan tidak menanggapi wanita yang entah siapa namanya itu dan bergegas masuk ke dalam mobil.Mazaya yang tidak mengerti situasi yang ada di depannya itu pada akhirnya mengikuti Devan dan turut masuk ke mobil dengan tanda tanya besar d