Bab 39. Tangisan AliaAlia merenung sendiri dalam kamar setelah mencuci piring bekas makan siang tadi. Suaminya telat pulang karena ada pekerjaan tambahan di sekolah tempatnya mengajar dan Bu Aminah memaksa agar wanita itu mau ikut makan duluan bersamanya. Nizar pun mengizinkan.Dia merenung bukan tanpa sebab, tetapi story Whats-App Ainun yang menjadi penyebabnya. Sepulang dari sana, Ainun memang langsung menyimpan nomor sahabatnya kembali.'Tuhan, bila cintaku pada Shinta terlarang, mengapa Kau bangun megah perasaan ini dalam sukmaku. —Rahwana.'"Ai, kamu gak marah kan sama ibu? Setelah aku tanya Nizar, beliau ternyata emang suka nonton kisah Ramayana. Makanya tadi mungkin tanpa sengaja ibu bahas tentang kisah cinta Rahwana." Pesan suara itu Alia kirim sebagai balasan atas story Ainun.Tidak berselang lama, centang dua abu-abu itu berubah menjadi biru menyusul tulisan 'mengetik...' di bawah nama pemilik akun.Ainun : Apakah aku akan menemukan lelaki seperti Rahwana yang mencintai Shi
Bab 40. Pengkhianat Berkedok Sahabat"Jadi, kita harus melakukan apa?"Rania tersenyum licik. "Mudah saja, pukul lima sore nanti kita ke rumah mertuanya. Kita buat kekacauan di sana supaya suami dan kedua mertuanya tahu kalau Alia nggak sebaik yang mereka pikir. Tadi kamu bilang Bu Aminah muji-muji Alia, kan? Lakukan bagianmu, kulakukan bagianku.""Ah, aku pusing. Kayaknya Alia gak bakal tega deh ngefitnah aku ke Diqi. Secara dia tahu kalau Diqi itu sahabat aku juga." Ainun memutar badan, sengaja memunggungi Rania yang langsung memanyunkan bibir.Perasaannya kacau balau. Meskipun kesal, tetapi hatinya tidak sejalan dengan pikiran. Antara mau mengomel atau diam saja menunggu klarifikasi dari Alia sendiri.Selain karena takut pada Bu Aminah, Ainun juga khawatir Nizar salah paham dan langsung mengusirnya demi melindungi sang istri. Bisa saja kan itu terjadi karena Nizar adalah tipe lelaki pelindung.Bagaimana jika Nizar sekeluarga menyerbu Ainun, balas mempermalukannya? Terlebih Bu Amina
Bab 41. Kericuhan Menjelang SenjaSetelah menemukan hasil screenshoot itu, Rania langsung menunjukkannya pada Nizar. "Baca baik-baik. Teman aku bisa menyadap Whats-App."Nizar cukup terkejut, tetapi masih bisa menyembunyikan ekspresinya dengan senyum tipis. "Biar Alia sendiri yang menjelaskan karena siang tadi aku cek semua sosmed-nya gak ada chat seperti itu sama Diqi."Sebelah alis Rania terangkat tipis seakan menunjukkan kalau dia tidak percaya. Namun, isakan kecil dari Ainun kembali memancing perhatian mereka semua termasuk Bu Aminah yang sejak tadi memilih diam."Gak usah nangis, Ai. Pokoknya Alia harus menjelaskan kenapa dia sebenci ini sama kamu," tegur Rania dengan suara tegas dan napas memburu. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya menahan amarah yang terus meronta dalam dada.Sementara Alia, dia meraih ponsel Rania dan membaca pesan antara dirinya dengan Diqi. Ponsel itu hampir saja jatuh dari tangan Alia jika Rania tidak bergerak cepat m
Bab 42. Sedikit BuktiPercaya pada sesuatu yang kebenarannya masih buram itu tidak boleh meskipun dia adalah keluarga sendiri. Sebenarnya Nizar berada di pihak Alia, tetapi dia khawatir jika istrinya benar-benar melakukan itu.Pertama, dia adalah sahabat Diqi. Mudah bagi Alia untuk mengatakan itu jika memang ingin. Apalagi melalui pesan di Whats-App yang tanpa pengawasan.Kedua, Alia seorang wanita. Mereka cenderung suka bercerita tentang banyak hal termasuk sesuatu yang sepele sekalipun. Bisa saja mereka mengobrol ringan, berujung fitnah itu.Pada intinya, Nizar akan selalu membela Alia jika berada dalam kebenaran. Akan tetapi, ketika fakta mengatakan kalau sang istri di posisi salah, Nizar tentu harus menegur dengan baik.Alia mengurai pelukan, menatap dalam kedua mata Nizar yang selalu dia rindukan. Jantung Alia berdegup cepat, terdengar bagai pacuan kuda. "Sayang, aku berani bersumpah, aku tidak melakukannya. Chat itu palsu, mungkin sengaja die
Bab 43. Perusak MoodPagi-pagi sekali, ketika hendak pergi ke majlis, Ainun dihadang oleh Rania. Kunci motornya dirampas dan sayang sekali karena Bu Madinah telah keluar lebih dulu."Kunci aku kenapa direbut? Ada masalah? Marah?""Iya, aku marah.""Harusnya aku yang marah karena ternyata kamu nipu aku. Chat-chat itu cuma karangan kamu. Kamu pikir aku gak malu di depan Nizar, nangis-nangis terus nuduh istrinya ngefitnah aku?"Rania mendengus kesal. Sekali lagi dia tidak merasa bersalah. Gadis itu lantas mengikis jarak dengan senyum yang sulit diartikan.Napasnya berembus pelan. "Sebenarnya itu bagian dari rencana aku demi kamu. Sudah kubilang, kita harus berusaha mengusik kebahagiaan Alia. Aku sengaja gak ngasih tahu kamu supaya aktingnya terlihat alami. Biasanya kamu paling jago urusan ngomel, kenapa kemarin ngandelin air mata doang?""Kamu gak tahu gimana aku ngehargai Nizar sebagai penuntut ilmu. Meskipun dia nyakitin aku, tetap saj
Bab 44. Dunia Milik Berdua"Idih, najis kalau sampai ngajakin kamu!" umpat Ainun mengangkat sudut bibir atasnya pertanda kesal."Maaf, terlalu banyak bukannya belajar malah sibuk cerita." Diqi menyela, sambil tersenyum santai pada Ainun yang merupakan sahabatnya sendiri.Sebenarnya sikap sembrono Ainun menjadi salah satu alasan kenapa Diqi sampai jatuh hati padanya. Tentu karena ingin mengubah sifat itu, menuntunnya agar semakin baik dari hari ke hari meski tidak dipungkiri kalau dia juga masih kadang suka usil.Namun, sikap usil itu tidak dia tunjukan pada semua orang. Hanya sosok tertentu saja yang sudah pasti lama bersahabat dengannya. Pun Diqi mulai menjaga sikap semenjak Alia menikah."Pelit terhadap ilmu itu gak boleh, tapi rakus ilmu malah dianjurkan. Aku, Nina sama Santi niat pengen belajar kok ya malah ditolak!" cetus Ayu, memasang tampang judes karena tidak menerima penolakan."Kalau ditolak itu mundur, bukan maju terus pantang mun
Bab 45. Luka yang Dipelihara"Jangan menghakimi siapa pun atas tindakan yang dia lakukan, sampai engkau bisa menempatkan dirimu andai saja berada di posisinya.Sebab orang yang di tangannya memegang bara api tidaklah sama keadaannya dengan orang yang sedang memegang dinar."~ Ath Tharifi________________________Story itu sengaja Ainun unggah di Whats-App, bukan menyindir siapa pun, hanya memikirkan tentang dirinya sendiri yang mungkin tiba-tiba saja menjadi jahat.Itu bukan keinginannya. Hati yang bermain atas segala itu. Tentang bagaimana seseorang mengambil tindakan, sungguh berdasarkan suara hati.Ainun bukan tipikal manusia yang pandai menyembunyikan lukanya lama. Dia butuh seseorang untuk mencurahkan segala yang terpendam dalam hati.Seperti sore tadi, Ainun mati-matian menyembunyikan rasa cemburunya. Terus tersenyum di antara orang-orang yang sedang bersenda gurau tanpa tahu keadaan Ainun. Berulang kali melakukan kontak
Bab 46. Terdengar MemilukanAlia memelankan laju kendaraan, kemudian menjawab, "Tidak. Tepatnya tergantung situasi.""Situasi seperti apa yang membuat orang ketiga tidak bersalah.""Ketika si C menikah misal dijodohkan dengan si B lantas si A sebagai sakit hati, kita tidak musti menyalahkan si C. Ini permainan takdir, makanya kita tidak diperbolehkan menaruh harap kepada selain Allah. Allah yang mengatur segala sesuatu di muka bumi ini, bukan manusia."Ainun diam. Dia menduga Alia tahu kalau dirinya sedang menyindir. Gadis bermata indah itu tidak pernah mau terluka sendirian. Jika Ainun basah karena mandi, minimal sahabatnya terkena cipratan air."Lalu kapan orang ketiga dianggap salah?" Ainun kembali bertanya."Ketika ada sepasang suami istri yang sedang bahagia, lalu dia hadir sebagai duri dalam rumah tangga mereka. Hadirnya dengan cara yang salah, apakah karena menjadi selingkuhan atau cara-cara lain yang tidak dibenarkan dalam agama. Ten
Bab 88. Takdir Itu Selalu Indah.Setiap hari selalu sama, diisi dengan warna kehidupan yang indah. Seperti dulu, seolah tidak ada kisah kelam di masa lalu yang menyebabkan hati hancur tanpa kepingan lagi.Ainun bahagia berada di dekat teman-temannya, tetapi tentu saja ada masa dia menangis dalam kesendirian mengingat orang yang telah mendahului.Semua orang bahagia meski tidak ada kabar dari Rania. Semenjak pindah ke Manado, dia menghilang bagai ditelan bumi. Namun, mereka semua berusaha untuk terlihat santai walau khawatir pindah agama.Tak terasa sudah dua tiga berlalu. Usaha bakso meriang pun tidak lagi berada di depan rumah Bu Zahra melainkan di sampingnya. Jadi tetangga sebelah rumah Alia pindah ke luar kota, jadi mereka membeli lokasi itu karena lumayan luas.Rumah diratakan, lalu membangun warung makan yang lebih terkesan mewah dan bersih. Sementara pada tingkat dua adalah rumah Nizar dan Alia."Cie yang mau nikah. Jadinya sama
Bab 87. Pengaruh NgidamAlia pulang ke rumahnya setelah siang karena Nizar yang meminta. Sementara Ainun berkumpul dengan keluarga Diqi, mereka begitu baik karena mau membantu Ainun.Sebenarnya perempuan itu merasa sedih, seolah dilupakan oleh Rania. Dia hanya menanggapi status Face-book tentang kematian sang umi dengan emotikon sedih, tanpa mengirim pesan apalagi memunculkan batang hidungnya.Dia terbuai oleh godaan Cris. Mereka terlalu bucin sampai lupa pada teman dan yang lainnya. Mereka seperti perangko, menempel siang dan malam. Rania melangkah semakin jauh dari Tuhannya."Kamu pake parfum kopi ya?"Sebelah alis Nizar terangkat tipis. "Iya, emang selalu pake, kan?"Alia mengulum senyum, kemudian memeluk erat Nizar padahal posisinya sedang berada di depan rumah. Untung saja lagi sepi pelanggan siang itu karena cuaca benar-benar panas.Menghirup lekat-lekat aroma parfum Nizar, membuatnya mengulum senyum. "Suka banget!""Lepa
Bab 86. Aroma MenyengatPukul delapan pagi, Ainun baru saja keluar dari kamar mandi tepat setelah Nawaf dan Nizar pulang karena harus bekerja, begitu pula dengan kedua mertuanya.Saat tiba di dalam kamar, aroma sabun lemon menguar begitu saja sampai menusuk indra penciuman Alia yang sedang sibuk berkirim pesan dengan suaminya."Ainun!" pekik Alia merasa mual. Dia berlari keluar dari kamar sambil menutup hidung rapat. Kepalanya mendadak pusing, keringat membasahi pelipis.Perempuan yang baru saja ingin mengambil daster panjang dalam lemari pakaian itu mengerutkan kening, bingung. Kenapa Alia menutup hidung seakan mencium bau busuk atau menyengat?Padahal selama ini selera sabun mereka sama. Lantas, kenapa? batin Ainun penasaran.Sementara dalam kamar mandi, Alia muntah sedikit. Setelah itu mengambil minum dan langsung meneguknya setengah gelas. Dia terduduk lesu di meja makan sambil sesekali menghela napas panjang."Kamu kenapa, sih?"
Bab 85. Jangan Tinggalkan Aku"Jangan larut dalam kesedihan, Ainun. Perbanyak doa untuk umi, semoga Allah menerima semua amal kebaikannya," kata Ustazah Halimah begitu melihat perempuan itu duduk di dalam kamarnya, menatap kosong dalam pelukan Alia."Umi sudah nggak ada. Sekarang aku yatim piatu, Ustazah," balas Ainun lirih. Tidak ada lagi air mata yang mengalir di sepanjang pipinya.Puncak dari segala kesedihan adalah ketika mata tak lagi mampu menangis. Kehilangan kedua orang tua sangat menyakitkan, membuat Ainun merasa sendiri di dunia.Sakit yang disebabkan kehilangan itu tidak memiliki obat. Mereka bilang, hati akan pulih seiring berjalannya waktu. Akan tetapi, menurut Ainun berbeda. Sampai kapan pun, rasa sakit itu akan selalu ada.Apalagi karena kehilangan orang tua, di mana setiap insan tidak bisa terlahir kembali. Orang tua adalah sosok yang tidak ada gantinya. Mereka ada dalam hati, di tempat paling istimewa.Perempuan itu menunduk
Bab 84. Berujung Air MataEmosi Diva meluap sampai ke ubun-ubun. Baru saja si Kemayu itu ingin menyerang Ainun ketika Diqi lantas mendorongnya.Diqi sudah berjanji akan melindungi Ainun dalam keadaan apa pun bahkan jika harus kehilangan nyawa sendiri. Dia memberi tatapan tajam, dingin tak tersentuh pada Diva. "Jangan berani menyentuh istriku atau kamu harus berakhir di rumah sakit!" ancamnya serius."Serius amat, Yang? Padahal kalau kamu bagi nomer Whats-App, kan, gak bakal seribet ini. Ayolah!" Diva mengedipkan sebelah mata, sengaja ingin menggoda Diqi.Namun, siapa yang akan tergoda padanya? Setiap lelaki normal itu mencintai wanita dan bukan waria. Diqi sangat tahu bagaimana Islam melarang perbuatan yang meniru umat terdahulu, sebut saja Kaum Sodom."Minggir!" Ainun dengan penuh keberanian mendorong bahu lelaki kemayu itu sampai harus tersungkur ke belakang. Beberapa pasang memperhatikan mereka. Ada yang merasa kasihan ada pula yang menganggap m
Bab 83. Senyum tanpa Makna"Kamu beneran hamil, Sayang?" tanya Nizar sangat antusias. Kedua matanya berbinar, lalu bulir bening menggenang di sana."Iya, alhamdulillah. Sebentar lagi kamu akan jadi seorang ayah." Alia mengulum senyum, tidak lama setelah itu Nizar langsung menariknya masuk kamar agar bisa leluasa memeluk sang istri.Sebenarnya bisa saja melakukan itu di luar, tetapi khawatir tertangkap basah sama Bu Aminah dan Pak Abdullah, mereka bisa malu. Di dalam kamar, Nizar memeluk erat istrinya sambil menghujaninya dengan kecupan lembut di seluruh wajah."Makanya tadi aku suruh mandi dulu sebelum ngasih tahu, takut bau jigong!" kata Alia setelah Nizar melonggarkan pelukannya.Namun, lelaki itu tidak menanggapi. Dia menuntun Alia untuk duduk di tepi ranjang, setelah itu dia akan mensejajarkan wajahnya dengan perut Alia yang masih sangat rata.Tangan kanannya mengusap perut perempuan itu. "Anak abi. Apa kabar, Sayang? Oh iya, kamu jangan
Bab 82. Takdir yang DirindukanPukul sebelas malam, kedua mempelai sudah memasuki kamar karena kelelahan karena terus melayani tamu dan memaksakan senyuman. Padahal, Ainun merasa nyeri di bagian perut dan pinggangnya.Saat sedang duduk di depan kaca rias untuk menghapus make up dengan remover, tiba-tiba Diqi berlutut dan memeluknya dari belakang membuat bulu kuduk perempuan itu meremang."Ada apa?" tanya Ainun sedikit gugup. Dia takut melakukan itu. Apalagi sekarang ada di rumah Diqi, mudah bagi lelaki itu untuk memaksanya.Bibirnya yang sedikit gemetar terlihat jelas dari pantulan cermin. Diqi menarik sudut bibir tipis, kemudian berdiri, melangkah menuju lemari pakaian.Setelah kembali, dia meletakkan hadiah dari Alia tadi di meja, tepat depan Ainun. "Buka sekarang!""Nanti saja, Diq–""Eh, bukan Diqi. Habibi, singkatnya 'bi'. Mengerti, Sayangku?"Jauh di lubuk hati, Ainun merasa senang karena melihat binar cinta terpanc
Bab 81. Gemuruh dalam DadaLepas salat asar, kedua mempelai kembali ke pelaminan. Semua masih saja, tamu undangan silih berganti menyalami mereka. Tentu saja, baik Ainun maupun Nizar hanya mengulurkan tangan kepada mahram saja dan mengatup kedua tangan di depan dada untuk yang lainnya.Rasa lelah duduk seharian hadir memeluk raga mereka. Ainun ingin sekali masuk kamar untuk meregangkan otot walau sebentar. Namun, senyum dari setiap tamu seolah membakar semangatnya lagi dan lagi."Kamu udah buka kado dari Alia?" Kembali Diqi bertanya sesuatu yang tidak ingin Ainun bahas saat ini."Belum. Gak mau buka sekarang, nanti saja.""Kenapa?""Pokoknya nanti saja. Gak usah terlalu penasaran, nanti malah gak sesuai harapan. Alia pasti ngasih jilbab kalau gak gamis.""Menurut aku bukan gamis, melainkan ...." Diqi tersenyum, sengaja menggantung ucapannya lantas mengerling manja pada sang istri.Ainun sendiri menghela napas panjang, lalu memb
Bab 80. Qobiltu"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyyu taufiq," ucap Diqi begitu lantang melafazkan sighot qabul di depan penghulu dan semua orang.Air mata Ainun kembali menggenang ketika mengingat momen beberapa jam lalu saat dia telah resmi menjadi seorang istri. Seluruh keluarga serta tamu undangan nampak bahagia, Ainun mengulum senyum.Achmad Asshidiqi adalah sosok lelaki yang sudah lama menjadi sahabat gadis bermata indah itu. Mereka sering berbagi pengalaman dan saling melempar pendapat sehingga Diqi tidak menyadari bahwa benih cinta perlahan tumbuh di dalam hatinya.Dia anak bungsu, tetapi hidup mandiri. Tanpa sahabatnya ketahui bahwa sejak sekolah, Diqi memang pernah diajari berbisnis oleh orang tua. Padahal dia terlahir dari keluarga berada.Cinta yang terus tumbuh detik demi detik. Diqi berjanji akan selalu menjaga Ainun, dalam suka duka bahkan di siang dan malamnya."Alhamdulillah, s