"Kita bahkan nggak kenal, tapi kamu malah minta dilamar? Mikir!" Duta mengetuk kepalanya dengan ujung telunjuk ketika mengucapkan kata terakhir.
"Oke. Aku paham banget kalau kamu bakal ngecap aku ini cewek gila atau apa pun itu, tapi aku benar-benar butuh bantuan kamu sekarang.""Bantuan gimana?" tanya Duta dengan sengak."Yang tadi aku bilang, tolong lamar aku," jawab Rindu dengan posisi kedua tangan yang siaga, seolah siap menerkam Duta kalau berniat kabur."Astaga!" Duta terkekeh muak. "Hari ini mood-ku lagi kacau, jadi tolong jangan nambah-nambahin."Ini emang rumit banget, tapi sumpah, nggak ada waktu buat ngejelasin sampai kamu benar-benar ngerti.""Ya udah, minta tolong sama yang lain aja!" Duta berbalik, tapi secepat kilat cewek gendut ini sudah berpindah ke depannya lagi."Nggak ada waktu buat nyari cowok lain. Tuh, lihat, di sekitar sini adanya kamu doang."Duta ikut mengedarkan pandangan sambil berdecak."Aku janji, nanti aku jelasin semuanya. Tapi sekarang kamu benar-benar harus lamar aku dulu.""Mana ada dilakuin dulu baru dijelasin?" Duta menghela napas kesabaran. Dia bahkan mulai bosan mendengar kata "melamar" itu. "Itu sama aja kamu mau bunuh aku, terus nanti jelasin kenapanya di akhirat. Gitu?" Cowok berahang tegas itu kembali berdecak. "Aneh!""Aku bayar, deh. Berapa pun yang kamu minta." Rindu mengeluarkan senjata terakhirnya. Biasanya orang lebih gampang diluluhkan dengan rupiah.Mendengar kata "bayar", semacam ada logo dollar yang seketika menyala di kepala Duta. "Serius, berapa pun?" tanyanya memastikan dengan urat leher yang sudah kendur."Selama masih wajar," imbuh Rindu buru-buru. Karena, tatapan cowok yang lebih tinggu 15 centimeter darinya ini tiba-tiba berubah, seolah sedang merancang hal buruk dalam kepalanya."Tiga juta.""Cuma tiga juta?"Pangkal alis Duta bertaut. Siapa sebenarnya cewek ini, kenapa terkesan sangat meremehkan nominal tiga juta?"Oke. Deal!" Rindu mengulurkan tangan sambil mengembangkan senyum. "Nanti tinggal pilih, mau ditransfer atau bayar cash."Duta tidak langsung menyambut uluran tangan itu. Dia tampak menimbang. Dia masih berusaha menebak apa motif di balik permintaan aneh cewek ini. Dan dia tidak yakin akan benar-benar dibayar. Zaman sekarang penipu ada di mana-mana. Namun, dia tidak mungkin lagi melarikan diri setelah cewek ini menyepakati harga yang dia sebutkan. Maka, dia pun menjabat tangan cewek itu. Kalau Duta boleh sedikit berkomentar, senyumnya lumayan manis. Dia terlihat lebih "cewek" kalau tidak sepanik tadi."Sekalian kenalan, ya. Telanjur salaman soalnya. Aku Rindu."Namanya unik. "Duta!""Oke, Dut—""Moon maap, kalau mau menggal nama orang jangan seenaknya, ya," sela Duta buru-buru.Kening Rindu berkerut samar. "Terus, kalau bukan Dut, apa dong?""Ta. Kedengarannya lebih kece."Rindu memutar bola mata malas sambil menggeleng samar. "Oke, Ta," Dia sengaja menekankan penggalan nama itu, "entah kamu hanya pura-pura atau emang belum pernah nonton videoku sama sekali. Aku ini Rindu, si youtuber spesialis mukbang dengan 4 juta subscribers."Apa pentingnya buat aku???"Saat ini aku dan tim lagi live. Mereka di sana." Rindu menunjuk ke arah teman-temannya. Devi masih terlihat sibuk mengulur waktu. Ajaib dan syukurnya, dia tidak pernah kehabisan topik. "Karena alasan tertentu, kamu harus lamar aku di live ini.""Ha?" Duta seketika memekik. "Jadi bakal ditayangin dan ditonton banyak orang?""Kita udah deal. Artinya, kamu nggak boleh berubah pikiran."Duta mendengkus. "Ini penipuan tipis-tipis!""Soal kamu harus ngapain aja, nanti dijelasin sama temanku." Rindu pun memanggil Tasya.Tasya yang tadinya sibuk membalas komentar sampai jempolnya lecet, lekas menghampiri Rindu. "Gimana?" tanyanya setelah tiba di depan Rindu. Tatapan herannya sempat mengarah ke Duta sekian detik."Ini Duta, yang akan menggantikan Ari untuk melamarku.""Ha?" Tasya sontak terbelalak. "Gimana gimana?" Dia menatap Rindu dan Duta bergantian."Dia akan pura-pura melamarku agar kita nggak kehilangan sumber penghasilan."Tasya menarik Rindu menjauh sambil berkata pelan. "Kayaknya ini bukan ide yang bagus, deh. Urusannya bakal panjang, loh, bukan cuma untuk hari ini aja.""Untuk besok-besok kita pikirin lagi nanti. Yang paling penting hari ini kita harus menyelamatkan diri dulu."Tasya tampak sangsi."Udah, nggak usah banyak mikir. Sekarang kamu jelasin ke cowok itu dia harus ngapain aja. Jelasin seperti yang kamu jelasin ke Ari kemarin. Pastikan dia benar-benar paham. Aku langsung ke sana untuk siap-siap," Rindu menunjuk sebuah bangku, "sekalian ngode Beni dan Devi." Cewek berbadan bongsor itu pun langsung beranjak tanpa memberi Tasya kesempatan untuk menyanggah.Mau tidak mau Tasya terpaksa mengikuti ide gila ini. Dia pun menghampiri Duta dan menjelaskan serinci mungkin apa-apa yang harus cowok itu lakukan.Sekitar lima menit kemudian, kamera sudah kembali menyorot Rindu. Dia menyapa ulang penonton dan mengarang cerita penyebab dia hilang sekitar 20 menit tadi.Kolom komentar riuh lagi. Mereka yang bela-belain nonton dari awal mulai tidak sabar.Setelah mendapatkan kode dari Tasya, Duta pun melangkah memasuki frame. Entah apa yang Tuhan rencanakan untuk hidupnya hari ini. Niat menembak sang pujaan hati malah berakhir dengan syuting tidak jelas begini.Di layar, Duta muncul dari sisi kiri. Rindu pun langsung berdiri menyambutnya. Sekarang mereka berdiri berhadap-hadapan dengan posisi menyamping dari arah penonton. Terlihat buket mawar merah yang disembunyikan Duta di balik punggungnya.Setelah berbasa-basi ala kadarnya, Duta pun berlutut di depan Rindu, kemudian mengangkat buket bunganya. Tadinya dia memprotes adegan ini. Rasanya menggelikan. Namun, Tasya bersikeras agar adegan ala-ala film India itu tetap ada. Rasanya sulit dipercaya, saat ini Duta benar-benar melakukannya."Rin ... selama ini mungkin kamu masih nganggap aku sama aja kayak cowok lain, yang bakal ninggalin kamu setelah mendapatkan apa yang mereka mau." Duta menatap lurus ke mata Rindu.Rasanya aneh, tapi tatapan itu membuat Rindu berdebar. Padahal ini cuma akting."Entah dengan cara apa aku harus nunjukin ketulusan yang nggak berwujud ini. Karena itu, aku nggak akan maksa kamu untuk percaya. Tapi, pelan-pelan aku akan terus belajar dan berjuang sebisaku untuk menjadi rumah bagi segala perasaanmu. Pulanglah padaku dalam keadaan apa pun. Nggak peduli apa yang terjadi di luar sana, aku akan selalu ada untukmu."Tanpa sadar Rindu berkaca-kaca. Ini salah. Salah besar! Meskipun kalimat itu terdengar sangat tulus, jelas-jelas Duta hanya berakting. Andai yang berlutut di depannya saat ini adalah Ari."Rindu, maukah kamu menjadi ratu di hatiku?" Duta mengangkat bunganya lebih tinggi. Tatapannya tetap fokus, seolah tidak ada kepura-puraan di sana.Begonya, Rindu malah terbawa suasana. Air mata harunya tergelincir begitu saja. terlebih saat dia mengangguk dan menerima buket bunga itu.Masih dalam posisi berlutut, Duta merogoh sakunya untuk mengambil sesuatu.Rindu bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan cowok ini. Seharusnya dia sudah berdiri dan Devi akan mengambil alih untuk closing.Rindu seketika membekap mulutnya ketika Duta membuka kotak kecil itu dan menunjukkan isinya. Bukan hanya Rindu yang kaget, teman-temannya juga. Tasya bahkan sampai tepuk tangan sambil loncat-loncat. Berkat inisiatif Duta, adegan ini jauh lebih sempurna dari bayangannya.Perlahan Duta berdiri, lalu menyematkan cincin itu di jari manis Rindu. Rindu kembali kaget ketika cowok itu tiba-tiba memeluknya. Dia sempat kikuk dan bingung harus merespons seperti apa. Namun, berkat arahan dari Tasya, akhirnya dia balas melingkarkan tangannya di punggung cowok hitam manis itu.Detak jantung Rindu meningkat berkali-kali lipat.Tuhan ... kenapa pelukannya begitu hangat?***[Bersambung]Wah, kelanjutannya bakal gimana, nih?Rindu pake baper segala lagi. 🤦🏻♂️😁Duta tak pernah menyangka, kalimat yang dia persiapkan untuk Tiwi, akhirnya malah diucapkan untuk cewek lain. Dia memang melakukan sedikit penyesuaian berdasarkan arahan Tasya, tapi inti kalimat yang baru saja dia ucapkan di depan Rindu adalah bongkahan perasaan yang sudah lama tertanam di dasar hatinya. Sayangnya, Tiwi tidak memberinya kesempatan sedikit pun. Seserius itu dia menganggap Duta tidak pantas untuknya.Setelah mendapat kode dari Tasya, Duta pun melerai pelukannya. Sisanya diambil alih oleh Devi untuk closing dan menebar bibit-bibit penasaran agar pemirsa mereka tetap setia dan tidak sabar menunggu video-video selanjutnya."Sori. Aku terpaksa meluk biar lebih meyakinkan. Aku emang totalitas banget kalau lagi kerja." Duta tidak mengada-ada. Baginya, tiga juta adalah angka yang sangat fantastis untuk pekerjaan segampang ini.Rindu mengusap tengkuk, bingung harus membalas apa. Akhirnya dia hanya nyengir, seolah barisan giginya bisa mewakili untuk berkata, "nggak apa-apa"."Gi
Hari ini rasanya benar-benar campur aduk. Gelisah, takut, heran, serta baper menjejali dada Rindu di saat bersamaan. Namun, dia tetap bersyukur, kemunculan Duta yang tiba-tiba itu paling tidak bisa membuatnya aman untuk sementara.Rindu yang baru keluar dari kamar mandi langsung menuju meja rias sambil menggosok rambutnya dengan handuk. Setelah duduk di depan meja rias berbahan kayu kualitas premium itu, tatapannya mengarah ke wadah kaca di antara peralatan make up-nya. Di wadah kaca itu dia meletakkan cincin Duta sebelum masuk ke kamar mandi tadi. Dia lekas memakai kembali dan memperhatikannya dari dekat. Kalau dipikir-pikir, untuk apa Duta membawa cincin segala? Buket bunga juga? Sebenarnya apa tujuannya ke taman itu?Teringat Duta, netra Rindu melebar. Dia belum mentransfer bayaran cowok itu. Dia pun langsung ke tempat tidur dan menyambar ponselnya yang tergeletak di atas kasur. Dia segera login ke M-banking-nya dan melakukan transaksi. Untungnya kali ini berhasil. Lagian, tumben-t
"Gimana, dong, Rin?" tanya Tasya. Sedari tadi dia mondar-mandir sambil memegang skrip.Saat ini Rindu dan timnya sedang berada di halaman samping basecamp mereka, yang sudah didekor sedemikian rupa hingga tampilannya cukup hangat untuk ukuran tempat perayaan ulang tahun bersama pasangan. Ini ide Tasya, yang memang sudah tidak diragukan lagi."Bisa apa kita selain nunggu?""Kamu yakin Duta bakal datang?""Kalau dia masih mau cincinnya balik, harusnya, sih, datang.""Kalau nggak?"Rindu hanya mengedik. Dia bahkan mulai memikirkan plan B kalau memang Duta benar-benar tidak ingin dilibatkan lagi."Alamat bakal begadang lagi, nih, buat ngedit." Devi masuk ke obrolan. "Besok harus tayang, kan?""Bukannya kamu udah sering begadang buat maraton drakor?" Beni menimpali dengan candaan. Devi langsung menoyor lengannya.Rindu kembali mengecek chat room-nya dengan Duta, sama sekali tidak ada balasan."Atau kita bikin aja vlog tanpa Duta, nanti tinggal alasan dia lagi halangan apa gitu," usul Beni.
"Aku ke sini cuma mau ngambil cincin." Duta bisa melihat sebuah rencana yang terselubung di balik senyum Rindu. Karena itu dia menekankan lebih awal."Bukan berarti nggak mau masuk, dong. Cincinnya di dalam. Yuk!" Rindu mengedikkan kepala, lalu beranjak ke dalam lebih dulu, meski Duta tampak benar-benar tidak berminat untuk berlama-lama.Tadinya Duta mengira dia akan dibawa ke dalam rumah, tahu-tahunya malah ke halaman samping. Duta disambut oleh ketiga teman Rindu. Mereka berbaris rapi seperti anak SD yang sedang periksa kuku sebelum masuk ke kelas.Melihat aura-aura penjajah di wajah mereka, perasaan Duta jadi tidak enak."Mas Duta, kasihanilah aku ini. Cicilan mobilku masih panjang, malu banget kalau sampai disita," ujar Tasya sambil memasang tampang memelas dibuat-buat."Mas Duta, adikku pengin banget jadi dokter, sementara kedua orangtuaku tidak sanggup membiayainya. Karena itu aku banting tulang siang dan malam." Devi berucap begitu sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada
Sudah terlalu sering Rindu dimodusin cowok, wajar jika hal itu membuatnya agak sangsi dengan kado dari Duta—yang entah kenapa kehadirannya ini masih terasa ajaib. Namun, di sisi lain dia juga penasaran setengah mati apa isinya."Tapi maaf, ya, hadiahnya ala kadarnya banget. Nggak sempat dibungkus cantik pula. Tadi belinya juga buru-buru. Untung tiba-tiba kepikiran."Rindu makin penasaran. "Boleh dibuka sekarang?" tanyanya dengan wajah ceria.Duta mengangguk.Rindu pun membuka tutup kotak mungil itu. Ternyata isinya gantungan kunci Winnie the Pooh. Rindu mengeluarkannya, menatapnya larut-larut dengan perasaan yang menghangat. Benda itu jadi terasa sangat berharga karena datangnya dari seseorang yang tidak diduga-duga. Dan tampaknya memang tidak ada modus di baliknya."Jadi menurut kamu, aku ini kayak beruang?" tanya Rindu kemudian dengan nada kekehan.Duta mengangguk sambil menahan tawa.Karena sudah sering dihadapkan dengan kepalsuan, kejujuran Duta ini malah membuat hati Rindu terasa
Bahkan setelah tiba di tempat tujuan, Duta masih belum mengerti kenapa tiba-tiba dia merasa perlu mengajak Rindu keluar. Dibilang kasihan, Rindu bukan tipe orang yang benar-benar perlu dikasihani. Secara materi dia cukup melimpah. Dari luar, kehidupannya jenis kehidupan yang diidam-idamkan generasi zaman now. Namun, di balik semua itu ada satu hal yang tak luput dari radar Duta. Dia bisa merasakan kesepian akut melingkupi cewek itu.Rindu tidak menyangka Duta akan mengajaknya ke angkringan. Tempat semacam ini mengingatkannya terhadap sekelumit kenangan beberapa tahun silam. Namun, sebisa mungkin dia menahan diri agar tidak perlu merapuh. Ini hari spesialnya, dan seseorang yang tiba-tiba masuk ke hidupnya tengah mengupayakan bahagia. Dia tidak boleh merusaknya sepihak."Wah, udah pada datang rupanya," sahut Duta sambil mendekat ke arah teman-temannya. Ada delapan orang yang kompak duduk lesehan melingkar beralaskan tikar. Mereka teman-teman kosan Duta, juga sesama pekerja bangunan."Ud
Dalam perjalanan pulang, Rindu kembali berpegangan di pinggang Duta, tapi tidak lagi sekaku tadi."Thanks banget, ya, Ta. Ini salah satu malam ulang tahun paling berkesan di hidupku."Alih-alih membalas dengan satu dua kata, Duta malah menambah kecepatan vespanya.Rindu refleks mengencangkan pegangannya. "Pelan-pelan, Ta!" katanya setengah teriak.Duta seolah tidak menggubris. Dia malah teriak-teriak tidak jelas kayak anak kecil.Rindu menepuk punggung cowok itu. "Apaan, sih, Ta? Malu dilihatin orang.""Motoran sambil teriak gini seru kali," ujar Duta sambil menoleh sekilas. Lalu, dia teriak lagi kayak Tarzan lagi manggil kawan-kawannya.Duta yang teriak, Rindu yang malu.Duta menoleh lagi. "Cobain, deh.""Jangan keseringan lihat ke belakang, ntar nabrak loh." Rindu serius ngeri. Duta melajukan vespanya dengan kecepatan di atas rata-rata, tapi sikapnya pecicilan begitu.Akhirnya Duta pun kembali fokus ke jalanan. Sepertinya Rindu bukan tipe cewek yang gampang dipancing untuk gila-gila
"Maksudnya, aku ngajak dia nikah?" Agak terbata, Rindu memperjelas."Mau nggak mau, kan?" Devi berkata begitu sambil mengangkat sedikit pundaknya."Aku setuju, sih." Tasya menambahkan. "Hitung-hitung tenagaku juga nggak terbuang percuma. Karena konsep konten ala-ala pasutri muda yang tadinya udah aku siapin buat kamu dan Ari jadi bisa dipakai lagi." Cewek bertubuh mungil itu senyum-senyum sendiri. Belum apa-apa konsep untuk video-video lainnya sudah tergambar jelas di benaknya.Rindu mengangkat kedua tangannya, menekan udara dengan gerakan pelan, menahan sedini mungkin agar pikiran kedua temannya ini tidak semakin ke mana-mana. "Aku emang udah setengah waras gara-gara masalah ini, tapi jangan sampai gila beneran, dong." Dia menatap serius kedua temannya bergantian. "Kalian pikir ngajak orang nikah segampang ngajakin makan bakso? Ini Duta, loh. Cowok modelan kayak dia tiba-tiba diajak nikah ...?" Rindu menggeleng samar. "Nggak kebayang pokoknya. Kecuali kalau aku ini cantik, langsing,
Ketika menerima pesan dari Rindu yang mengajak bertemu di salah satu taman kota, Duta bingung harus senang atau bagaimana. Mengingat bagaimana reaksi perempuan itu di makan malam kemarin, Duta takut menerka-nerka.Duta tiba 15 menit lebih awal dari jam janjian, tapi ternyata Rindu sudah lebih dulu ada sana."Maaf, aku telat," ujar Duta setibanya di samping perempuan itu. Sekadar basa-basi, karena saat turun dari taksi tadi, dia sempat mengecek jam dan tahu betul ini belum memasuki jam yang ditentukan."Duduk."Respons berupa satu kata itu sempat membuat Duta bergidik. Kesannya sangat dingin, meski nadanya datar-datar saja.Setelah duduk, malah hening. Duta sungguh bingung harus ngomong apa. Masa yang kemarin harus diulang lagi? Daripada kayak patung, akhirnya Duta memindai suasana taman yang sangat sejuk itu. Setapaknya dipagari pohon maple."Ini tempat pertama yang aku kunjungi sendirian di Korea," ujar Rindu akhirnya.Duta mengerjap berkali-kali. Pasalnya, kalimat barusan, nadanya j
Sejak pulang dari Seomyeon Underground Shopping Center, Rindu tidak pernah keluar kamar. Bahkan saat Mama memanggilnya untuk minum teh bersama di sore hari, dia beralasan agak kurang enak badan sehabis jalan. Saat ini lebih menyenangkan rebahan daripada minum teh, katanya.Rasanya masih seperti mimpi tiba-tiba Rindu bertemu Duta hari ini. Sesengaja itukah Tuhan menghadirkan hal yang dihindarinya hingga rela pergi sejauh ini?Kenapa?Tadi, Rindu memilih buru-buru pergi sebelum bertindak konyol. Karena sejujurnya, hampir saja dia menubruk lelaki itu dan membakar gulungan rindu dalam satu dekapan. Untungnya dia masih bisa menahan diri. Meski tetap saja hatinya belum punya ruang untuk memulai episode baru bersama lelaki itu. Dipikir berapa kali pun, rasanya memang lebih baik jika mereka mengakhiri pernikahan settingan itu sesuai ketentuan, sebelum semakin banyak luka yang tercipta.Malamnya, Mama mengetuk pintu kamar Rindu lagi untuk mengajaknya makan malam. Kali ini Rindu tidak mungkin m
"Kok malah bengong?" Duta mencoba untuk nyengir, meski tarikan sudut bibirnya sungguh sangat kaku. "Padahal aku udah berharap kamu akan membalas pakai bahasa Korea juga, biar nggak sia-sia aku hafalinnya.""Apa menurutmu sekarang waktu yang pas untuk bercanda?"Irama luka di kalimat Rindu seketika memadamkan senyum Duta. Kalimat-kalimat yang sudah dipersiapkannya raib entah ke mana. Dari tempatnya berdiri, Duta bisa melihat sepasang manik perempuan di hadapannya—yang semoga masih bisa disebut istrinya—pelan-pelan dihiasi genangan tipis."Kenapa kamu tiba-tiba muncul?"Duta tidak yakin itu jenis pertanyaan yang benar-benar perlu dijawab."Kamu pikir semudah itu aku ke sini?" Rindu menunduk, menatap ujung sepatunya. Dan tanpa sadar, setetes bening jatuh dari sudut matanya. "Aku menerjang banyak hal sendirian. Cuma aku yang paham sakitnya. Aku kalah di tengah pertarungan rasa yang kuciptakan sendiri. Aku benci kenapa tidak bisa baik-baik saja di tempat yang ada kamunya. Dan sekarang, saa
Busan, Korea SelatanDua bulan kemudian ....Mungkin bagi orang-orang di luar sana, Rindu sesantai itu melepas channel-nya. Karena sama sekali tidak ada klarifikasi lanjutan, atau minimal merespons pertanyaan penggemar yang menumpuk di inbox-nya. Namun siapa sangka, dia pernah menangis semalaman diam-diam. Bukan karena menyesal, tapi dia benar-benar kayak merasa kehilangan separuh nyawanya.Keputusan menghapus channel Rindu anggap sebagai langkah pergi pertama. Dan benar, itu belum cukup. Ternyata dia butuh langkah lainnya yang benar-benar membawanya pergi jauh. Maka, seketika saja pikiran untuk ke Korea terlintas. Karena dia memang pernah berjanji untuk mengunjungi Mama suatu hari nanti.Saidah sangat terpukul ketika Rindu menceritakan semuanya. Dia merasa gagal menjadi ibu. Bahkan, pernikahan Rindu yang ternyata berjangka itu, juga pelariannya ke sini, dia anggap turunan darinya, yang juga gagal di pernikahan pertama. Namun, Rindu berusaha menyakinkan bahwa ini murni kesalahannya pr
Penerbangan Jakarta-Makassar memakan waktu sekitar dua jam. Duta mendapatkan kursi di dekat jendela. Dia menatap kerumunan awan dari atas larut-larut, sambil mengenang kembali awal cerita perantauannya hingga takdirnya terpaut dengan Rindu dengan cara yang tidak biasa. Dia berusaha melapangkan dada, meski beberapa hal berjalan tidak sesuai rencana.Ternyata ibu kota jauh lebih keras dari bayangannya selama ini.Bahkan setelah setengah perjalanan, Duta masih belum paham motif kepulangannya kali ini. Pelarian? Penebusan? Penyembuhan? Atau apa? Namun, yang pasti Duta harus lekas menyusun rencana kalau memang berniat menetap kali ini. Dia tidak ingin pulang hanya untuk menyusahkan Ibu. Untuk urusan di Jakarta dia anggap semuanya sudah beres, setidaknya untuk sementara. Kepada ayah mertuanya, Duta pamit pulang ke Makassar sampai Rindu kembali dari Korea. Dan entah kenapa Duta yakin ini akan menjadi jeda yang lama di hubungan tidak jelas mereka, atau malah akhir sekalian. Karena, sama seper
Makan malam dengan anggota KKN yang lengkap berlangsung cukup hangat. Mereka sengaja memilih restoran pinggir kota yang tidak terlalu ramai, tapi dari segi kualitas makanan tetap juara."Sekali lagi makasih, ya, Bams," ujar Duta di sela-sela makan. "Berkat video kamu, prosesku dipermudah."Bams berhenti mengunyah dan tersenyum ke arah Duta. "Sama-sama, Bang.""Aku doain semoga kamu bisa jadi youtuber yang sukses. Soalnya, belum jadi aja videomu udah sangat bermanfaat.""Amin. Makasih, Bang."Yang lain menyimak obrolan itu sambil tetap makan. Sesekali tawa ringan akan meningkahi denting sendok yang bersahutan."Oh ya, Bang, kenapa Kak Rindu tiba-tiba menghapus channel-nya?" Sebenarnya dari tadi sore Bams ingin menanyakan hal ini, tapi kelupaan. "Apa nggak sayang, tuh? Kan, nggak gampang ngumpulin subscribers sebanyak itu."Duta bingung harus jawab apa. Karena pertanyaan serupa pun sedang mendekam di benaknya. Dan sepertinya Bams dan yang lain belum tahu soal kepergian Rindu. Duta menah
Setelah tahu Rindu pergi, Duta merasa tidak pantas lagi pulang ke rumah ini. Namun, dia tidak mungkin menyuruh ayah mertuanya mengantarnya ke tempat lain. Tanpa Rindu, rumah ini tak lebih dari sekadar ruang-ruang beku yang seketika membuat Duta sadar akan satu hal. Di awal-awal mereka kenal, Rindu pernah cerita tentang hidupnya yang lumayan timpang dengan apa yang orang-orang lihat di channel YouTube-nya. Dan hari ini, Duta bisa merasakan salah satu ketimpangan itu, sudut-sudut sepi yang sejatinya tak pernah terjamah.Selama ini Rindu berusaha menghibur orang-orang dengan pembawaan ceria yang khas, meski di fase-fase tertentu dia adalah sosok yang paling kesepian. Duta mengutuk dirinya dalam hati. Bahkan di posisi ini, dia tidak bisa membuat kondisi cewek itu lebih baik, malah memperburuk. Harusnya, sebagai suami—meskipun cuma sementara—dia bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk berbagi cerita dengan Rindu."Loh, Ta?"Sapaan itu memutus pandangan Duta dari sofa tunggal di ruang teng
Video pamit Rindu seketika booming. View-nya mencapai 10 juta dalam waktu kurang dari 24 jam. Kolom komentar dibanjiri emoticon menangis. Semuanya tidak rela kehilangan Rindu. Sebagian berkomentar lebih bijak, mendukung apa pun keputusan Rindu dan mendoakan semoga sukses di rencana selanjutnya.Pagi-pagi Devi sudah heboh. Dengan tampang tercengang-cengang dia menujukkan hastag #RinduJanganPergi yang langsung trending satu di Twitter. Ribuan akun memosting potongan video terakhir Rindu dan membubuhkan caption berupa pendapat masing-masing. Akun-akun gosip di Instagram juga berlomba-lomba membagikan kabar mengejutkan ini.Kotak masuk Rindu di semua sosial media tak kalah penuh. Semua orang seolah dibikin penasaran, kenapa Rindu tiba-tiba ingin menghapus channel-nya."Gila, gila!" Devi berdecak sambil terus men-scroll berita tentang Rindu. "Seheboh ini, loh. Kamu yakin bakal ninggalin mereka?"Rindu yang sedang menikmati roti panggang, atau lebih tepatnya hanya menusuk-nusuknya dengan pi
Duta sama sekali tidak mengira akan berhadapan dengan Rindu di ruang besuk ini. Pertama, istri kontraknya itu sedang sakit. Kedua, bagaimana terakhir mereka berselisih. Mengingat marahnya kemarin, serta sorot kekecewaan di matanya, rasa-rasanya pemakluman, maaf, atau apa pun itu tidak akan turun secepat ini.Namun, kini mereka sedang berbagi udara di ruang yang sama. Hal ini membuat Duta teringat dengan perkataan Devi; "Rindu cinta sama kamu.". Benarkah cinta yang membawanya ke sini?Dalam tundukannya yang kian senyap, Rindu seolah sedang menyembunyikan sesuatu, atau berusaha merangkai kalimat yang bisa meleburkan kekakuan di antara mereka. Andai Devi ikut masuk, mungkin suasananya akan beda. Namun, temannya itu malah memilih menunggu di luar. Katanya, untuk saat ini berdua lebih baik daripada bertiga.Di tengah laju waktu yang terus bergulir, Duta setia menelisik setiap pergerakan Rindu, sekecil apa pun itu. Sama, dia juga tengah berjuang menemukan sesuatu untuk membuka suara lebih d