Happy Reading*****Arvin tak lagi bisa mengendalikan laju kendaraannya. Sekuat tenaga memutar kemudi demi menghindari kecelakaan, dia malah menabrak pohon besar di sisi berbeda. Asap mengepul dari kap depan mobil yang ditumpangi Zoya dan suaminya. Beberapa orang segera menghampiri mereka dan berkerumun. Ada juga yang bertindak cepat dengan menolong pasangan tersebut. "Tolong istri saya," ucap Arvin sebelum kesadarannya menghilang. "Pak ... Pak," panggil seseorang yang tadi mengeluarkan Arvin. Lalu, lelaki itu mengambil ponsel di tangan suami Zoya dan menghubungi kontak yang belum sempat di tekan oleh Arvin."Ya, Mas. Ada apa?" ucap seseorang di seberang sana yang ternyata adalah Hasbi."Maaf, Mas. Kalau boleh tahu njenengan ini siapanya yang punya HP, ya?""Lho, ini siapa? Bukankah HP ini punyanya Mas Arvin?""Iya, bener. Saya cuma mau mengabarkan jika pemilik HP ini mengalami kecelakaan.""Astagfirullah," ucap Hasbi, "di mana kejadiannya, Pak?"Sang penolong menyebutkan nama jalan
Happy Reading*****Hasbi mengikuti langkah beberapa tetangganya hingga sampai di pos ronda perumahan tersebut. Tampak ibunya kacau dengan jilbab robek serta tangisan memilukan. Hasbi mendekap ibunya erat. "Bu, tenang. Ini Hasbi," bisik lelaki berkemeja cokelat muda tersebut. Perempuan paruh baya dengan gamis batik itu mendorong sedikit tubuh si lelaki. Menatap, memastikan bahwa yang memeluknya tadi adalah Hasbi, anaknya. "Hasbi." Tangis perempuan paruh baya itu pecah. Hasbi, hanya bisa mengelus punggungnya dengan sabar. Setelah tangis sang wanita mulai reda, barulah putra semata wayangnya itu mengajak pulang."Terima kasih, sudah menolong ibu saya," ucap Hasbi, tulus pada para tetangganya."Sudah menjadi kewajiban kami untuk menolong tetangga yang kesusahan. Kalau saya boleh ngasih saran, lain kali kalau Mas Hasbi mau ninggal Ibu di rumah sendirian. Sebaiknya ada yang menemani," nasihat salah satu dari Bapak-bapak yang menolong. Dia dikenal sebagai ketua RT di perumahan tersebut.
Happy Reading*****Sekar merebut kertas di tangan putrinya. Membaca sebentar, lalu tersenyum. "Kamu yakin ini surat kuasa yang ditulis Zoya, sedangkan semalam dia belum siuman bahkan sampai tadi pagi matanya belum terbuka sama sekali. Arvin sendiri sampai saat ini belum bangun juga. Jadi, jangan membohongi kami dengan surat kuasa yang kamu bawa ini."Hasbi tersenyum miring. "Kapan Tante menjenguk Mbak Zoya? Coba cek keadaannya sekarang? Benarkah dia belum bangun? Untuk apa aku memalsukan surat kuasa.""Mari kita putuskan setelah semua pemilik saham datang," kata Adeeva.Mengerutkan kening, Hasbi bertanya, "Untuk apa para pemilik saham datang? Bukankah rapat pemegang saham masih dua hari lagi?""Kenapa? Apa kami akan tetap diam saja melihat pabrik tanpa pemimpin?" tambah Sekar. Para karyawan saling pandang, mereka sama sekali tidak mengerti dan memahami apa yang terjadi dengan para atasan tersebut. "Mohon maaf senelumnya, Pak Hasbi, Bu Sekar dan Mbak Adeeva. Kami rasa, perdebatan in
Happy Reading*****"Jangan salah paham, Mas. Kami bermaksud baik," sahut Ashari."Benar, Mas Hasbi. Coba njenengan lihat keadaan Mbak Zoya sekarang. Apakah tega terus-terusn melihatnya seperti itu?" tambah Maryam, "Ibu sama Bapak cuma ingin yang terbaik.Hasbi memandang Zoya, lalu menatap kedua orang tua Arvin. Kemarahan yang semula mulai hadir kini perlahan mereda. Lelaki itu mencoba menempatkan dirinya pada posisi orang-orang tersebut. "Gini, lho, Bu, Pak. Coba njenengan pikirkan lagi, apa yang akan Mas Arvin rasakan jika dia terbangun nanti. Dia sudah menunggu Mbak Zoya lama sekali, lho. Mbak Zoya sendiri pastinya nggak akan mau meninggalkan suaminya dalam keadaan seperti ini," jelas Hasbi."Tapi, Mas. Coba njenengan bayangkan, sudah sebulan lebih nggak ada perkembangan pada Arvin. Ibu sama Bapak nggak tega melihat Mbak Zoya terus-terusan seperti ini." Maryam mulai menitikkan air mata."Biarlah, jika dia bangun nanti kami yang akan menjelaskan," tambah Ashari.Hasbi menggelengka
Happy Reading*****Pulang dari rumah tua, Sekar dan Adeeva mampir ke tempat orang yang sudah disebutkan Noval. Mereka akan meminta bantuan pada lelaki tersebut. Bintang keberuntungan berpihak pada keduanya. Lelaki yang dicari tengah duduk di teras rumah."Untungnya kamu ada di rumah, Rim," ucap Sekar menyapa lelaki berbadan dempak dengan jambang lebat."Tumben. Ada keperluan apa mencariku?" Lelaki yang tak lain adalah suami kedua ibunya Hasbi itu menatap dua perempuan di depannya dengan tatapan menyelidik."Ada hal yang perlu kita bicarakan," jawab Sekar."Kayaknya hidup Om Karim sangat santai dan tenang. Sore gini sudah duduk di teras rumah menikamati senja," tambah Adeeva.Lelaki itu terkekeh. "Nggak semua yang kamu lihat adalah kebenarannya. Terkadang, orang yang terlihat paling santai adalah orang yang paling ruwet pemikirannya," jawabnya. Lalu, lelaki itu menatap Sekar. "Bagaimana kabar Sano?""Buruk. Dia dalam pengawasan polisi. Oleh karena itulah aku datang menemuimu. Dia memi
Happy Reading*****"Mbak, ada apa sama Mas Arvin?" tanya Hasbi ikut panik seperti Zoya. "Nggak tahu, Bi. Antar Mbak ke rumah sakit. Mbak takut nggak fokus nyetir kalau ke sana sendiri." Membereskan berkas yang ada di hadapannya. Zoya berdiri, lalu melempar kunci mobil tanpa menunggu jawaban Hasbi."Istighfar, Mbak," pinta Hasbi. "Kita nggak punya waktu banyak, Bi. Suara Bapak di telpon seperti orang yang ketakutan.""Ayo, cepat ke rumah sakit." Setengah berlari keduanya menuju parkiran. Tak sedikit orang yang berpapasan dengan keduanya bertanya, tetapi tidak dijawab. Hasbi melakukan kendaraan dengan cepat menuju rumah sakit. Walau beberapa pengendara lain sempat memperingatkannya dengan mengklakson bahkan kadang ada yang mengumpat langsung karena cara berkendaranya yang ugal-ugalan. Namun, Hasbi tak mengindahkannya hingga lima menit kemudian mereka sampai di gerbang rumah sakit."Mbak turun dulu. Biar aku nyari tempat parkir." Mobil yang mereka kendarai sudah ada di depan loket
Happy Reading*****Arvin menatap semua anggota keluarganya bergantian. "Kalau kita nggak menyembunyikannya. Aku takut, apa yang mereka rencanakan akan jauh lebih besar lagi. Bukan nggak mungkin kalau nyawamu juga menjadi incaran mereka," ucapnya pada sang istri. Diam, semua orang yang ada di ruang perawatan itu mencoba berpikir dan menimbang ide yang dikemukakan Arvin."Mereka itu orang yang berpikiran sempit. Kita nggak bisa menjamin jika mereka nggak merencanakan semua itu apalagi selama ini rencana-rencana yang disusun selalu gagal. Bu, Pak, aku nggak bisa mengambil resiko jika sampai mereka benar-benar menargetkan kematian Zoya.""Sepertinya, apa yang dikatakan Mas Arvin benar. Ada baiknya kita mengikuti permainan mereka. Mungkin dengan jalan ini, kita bisa mengetahui keberadaan Om Sano dan Noval. Jika orang yang dianggap penghalang sudah nggak ada, bisa dipastikan keduanya akan muncul," tambah Hasbi yang merasa ide sang ipar bisa dijalankan.Terdengar tarikan napas Zoya, dia m
Happy Reading*****"Jika laporan rugi laba ini benar, kenapa pihak-pihak yang bekerja sama dengan kita masih komplain? Para karyawan juga banyak yang mengeluh jika Zoya membiarkan masalah itu terus berlanjut," tanya Sekar. "Benar. Ketika saya mengadakan sidak beberapa waktu lalu, salah satu karyawan sempat mengatakan bahwa kamu nggak mengambil tindakan apa pun. Cuma menyortir bahan amentah yang ada di frezer gudang. Selebihnya, kamu nggak amengambil tindakan apa pun," kata salah satu pemilik modal."Pasti yang bapak tanyai adalah karyawan dengan posisi pekerja biasa atau pelaksana. Coba njenengan tanya pada semua jajaran presidium yang ada di pabrik ini. Bagaimana Mbak Zoya dan saya berusaha mengatasi masalah yang ada tanpa bantuan siapa pun. Kami malah mendapat intimidasi dari beberapa orang tak dikenal," terang Hasbi. Zoya berdiri, menetap semua orang yang hadir penuh selidik. "Saya tahu, ada seseorang dari njenengan-njenengan ini yang nggak mau saya berada di posisi sekarang. Se