Selly begitu marah, ia tak terima sebab Matius tak pernah datang mengunjunginya dalam beberapa hari ini. Ia merasa kini Matius begitu berbeda, perubahan sikap yang begitu ketaran yang membuat Selly menyadari perubahan itu.
"Akhh! Sialan, siapa yang berani menggoda kekasihku," teriaknya menghancurkan setiap barang didalam kamarnya.
"Darling, ada apa ini? Kenapa kamar kamu begitu berantakan," seru Lastri melihat-lihat isi kamar putrinya.
"Apa Matius sudah datang mah," tanya Selly buru-buru menghampiri mamanya.
"Pelan-pelan, kaki kamu bisa kena pecahan kaca darling. Lagian kamu juga baru pulih, jangan sembarangan bergerak atau cedera kamu akan kambuh lagi."
Selly membalikkan dirinya, ia mendudukan dirinya dengan begitu kesal diatas ranjang miliknya. Wanita itu hanya menginginkan kekasihnya, Selly hanya membutuhkan Matius untuk menemaninya.
Namun dalam beberpa hari ini ponsel Matius berada diluar jangkauan ketika Selly berusaha menghubunginya. E
Antonio begitu bahagia melihat tawa anak juga istrinya, ia juga ikut bahagia menunggu kedatangan calon buah hatinya."Pelan-pelan nak, awas kena perut mama loh ya,"seru Nio ketika melihat ibu dan anak tersebut sedang bersenda gurau.Mendengar ucapan sang papa membuat Sasa teringat dengan calon adiknya, ia bangkit dan duduk dengan tegap didepan sang mama. Sabrina menggerutkan dahinya melihat Sasa yang tiba-tiba terdiam dan duduk dengan begitu seriusnya didepannya"Kenapa sayang," tanya Sabrina."Mah, adiknya tau nggak ya kalau aku itu kakaknya," tanya Sasa dengan wajah seriusnya.Sabrina tertawa mendengar pertanyaan tak masuk akal dari anaknya tersebut, ia tertawa hingga mengeluarkan air matanya. Sungguh lucu Sasa yang menyakan akan hal itu."Aww," pekik Sabirna tiba-tiba.Nio melihat istrinya kesakitan memegangi perutnya, ia berlari dan segera mendekati keduanya. Mengelus perut Sabrina ia mencoba membuat istrinya itu menjadi rileks.
Irma benar-benar tak tahan dengan perlakuan Max terhadapnya, namun ia juga tak bisa memaksanya dengan semua keinginannya. Entah kini apa yang harus dilakukannya kali ini untuk membujuk Max agar kembali seperti dulu lagi.Irma kembali kerumah sakit dengan wajah lesunya, mood nya benar-benar hancur saat ini. Namun tiba-tiba saja ia menyeringai dengan penuh kelicikan diwajahnya.Nio sedang menemani Sasa untuk membeli minuman untuk sang mama, sedang Sabrina menunggu dilobby rumah sakit seorang diri sambil menunggu semua bawaan suami juga anaknya."Haus banget lagi," mengelus tenggorokannya.Prok,, pork,, prok,,Suara tepuk tangan mengalihkan pandangan Sabrina, didepannya kini berdiri Irma yang tersenyum penuh kesenangan diwajahnya."Hahhh," menghela nafasnya dengan begitu malas."Apa-apaan itu tadi," sungut Irma."Nafas.""Ngapain nafas gitu.""Nafas juga nafas saya ini, kenapa anda yang ribet deh."
Selly pulang dengan wajah kusutnya, ia terlalu malas untuk melihat orang lain didepan matanya. Ia hanya berjalan lurus menuju kamarnya, mengabaikan Lastri yang sedari tadi terus saja memanggili namanya. "Darling," teriak Lastri yang melihat putrinya terus berjalan dan mengabaikan dirinya. Ia begitu kesal, begitu marah dengan Selly yang selalu seenaknya sendiri tanpa memperhatikan dirinya sebagai mamanya. Lastri mengejar Selly hingga kedalam kamarnya, putrinya kini sedang termenung didepan jendela kamarnya. "Apa yang terjadi denganmu darling," tanya Lastri begitu penasaran. Selly hany terdiam, ia tak menjawab apa yang ditanyakan oleh mamanya. Fikirannya kini hanya satu, siapa gadis yang bersama Matius dan berapa lama mereka jalan dibelakangnya? "Astaga darling, bisa nggak sih kamu perhatikan kalau mama sedang bertanya padamu," kesal Lastri meneriaki putrinya. "Mama bisa diam nggak sih! Keluar deh ma," t
Malam begitu larut, Nio membawa sang istri untuk kembali kekamarnya dan beristirahan. Semua orang sudah kembali ke tempatnya masing-masing, termasuk keluarga Rizal yang sudah kembali kerumahnya.Kini hanya ada mereka berdua, hanya ada Sabrina dengan Nio yang sedang menikmati malam berdua."Yank," panggil Nio membelai pelipis sang istri dengan begitu mesra."Ya hubby.""Lain kali, jangan pernah berhadapan dengan wanita itu jika kamu sendirian.""Kenapa, aku bisa kok melawannya walaupun sendirian.""Nggak, itu berbahaya buat kamu yank. Aku hanya nggak ingin kamu kembali terluka."Sabrina melihat kekhawatiran itu dari sorot mata suaminya, ia begitu terharu dengan semua perhatian juga kasih sayang yang telah Nio berikan untuknya. Rasanya ia benar-benar mendapat paket komplit saat menikasih Antonio, tak hanya mendapatkan sosok suami penyayang tapi ia juga mendapat bonus seorang anak yang cantik juga orang tua yang begitu meneri
Kini Lena menatap kedua laki-laki didepannya dengan pandangan penuh dengan kecurigaan, tak ingin membuat Lena semakin curiga Rizal akhirnya memikirkan sebuah ide untuk membohongi istrinya itu."Sebenarnya-"Sebenarnya apa," tanya Lena."Sebenarnya tadi kita itu lagi bahas masalah Marshel yang mau nembak cewek aja, iyakan nak," tanyanya kepada Marshel sembari mengedipkan sebelah matanya."Iya iya, bener," jawab Marshel dengan segera."Kamu mau nembak cewek nak, siapa?""Nembak cewek, siapa?" tanya balik Marshel pada sang bunda dengan wajah bingungnya.Sedetik kemudian rasanya Marshel baru saja tersadar dengan apa yang kini terjadi, dengan apa yang baru saja diucapkan sang ayah padanya dan tentang pertanyaan sang bunda padanya. Kini semua rahasia ini tergantung kepadanya dalam melakoni perannya."Kamu mau nembak siapa, kenapa bunda nggak boleh tahu," tanya Lena kembali."Ehm, itu bun. Ehm apa ya," bingungnya melirik Rizal
Matius tiba didepan rumah Syan, menatap rumah megah yang kini tepat didepan matanya membuat Matisu kembali mengingat kekejaman Max yang telah menghancurkan keluarganya.Rumah begitu nampak sepi, bahkan tak ada penjaga satupun dirumah itu. Matius menatap pintu yang kini ada didepannya kini, tertutup begitu rapat.Dengan tak sopannya Matius mendorong membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu, melangkah masuk sambil matanya menatap seisi rumah tersebut."Cukup harmonis, keluarga yang begitu nampak bahagia dipermukaannya," ucap Matius menatap foto keluarga milik Syan juga Max."Siapa kamu, kenapa masuk tanpa permisi kedalam rumah," tegur pelayan rumah tersebut."Hanya pelayan ternyata," hina Matius menatap sang pelayan."Tolong anda segera pergi dari sini, anda tidak diterima disini," usirnya.Matius yang didorong kasar oleh pelayan tersebut merasa begitu marah, dengan kasarnya ia mendorong balik sang pelayan hingg
Nio mendengarkan Marshel dengan begitu seriusnya, wajanya kini begitu tegang mendengar kenyataan jika nyawa istrinya mungkin masih dalam bahaya. Ia mencoba menenangkan diri, menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan perlahan."Ini masih dugaan saja, tapi baik gue maupun ayah yakin jika Max ada dibelakang semua ini," yakin Marshel."Gue bakal minta orang gue buat selidiki ini, loe tenang aja. Makasih udah ngasih tau masalah ini sama gue.""Sebagai tanda terima kasih, loe harus bantuin gue cari wanita buat dipertemukan dengan bunda."Nio hanya bisa tersenyum menganggukan kepalanya dengan permintaan kakak iparnya tersebut, bagaimanapun juga ia tetap harus waspada. Perbincangan mereka terganggu ketika ponsel Marshel terus saja berdering."Siapa," tanya Nio saat Marshel menatapnya."Tante Bulan," serunya yang kemudian menerima panggilan tersebut.Cukup lama Marshel berbicang hingga Nio tak mengerti apa yang sedang dibicarakan m
Teriakan Sabrina perlawanan Sabrina membuat Matius buta karena amarahnya, ia menarik lengan Syan dan mendorongnya dengan kuat hingga tersungkur kelantai dengan begitu keras. Sabrina terkejut, namun ia segera berlari dan menolong sang kakak yang tengah kesakitan."Anda benar-benar gila," teriak Sabrina murka."Sabrina cukup, jangan melawan lagi. Dia bukan tandingan kita," ucap Syan yang menahan adiknya agar tak terpancing oleh emosinya.Syan menyadari betapa bahayanya laki-laki yang kini sedang berdiri menatap murka padanya, tak hanya berbahaya namun laki-laki itu juga begitu nampak mengerikan dengan senyum menyeringainya."Kita pergi dari sini," ajak Sabrina membantu Syan bangkit.Tiba-tiba saja Matius menarik lengan Sabrina dan membawanya kedalam pelukannya, pelukan yang begitu erat hingga rasanya tubuh Sabrina begitu kesakitan."Lepaskan, loe menyakiti adik gue," teriak Syan."Oh ya, kalau begini sakit nggak," tanya Matius sambil me
chapter I Semua siap dan semua telah lengkap. Penghulu menjabat tangan Ardan, dengan sekali nafas Ardan kini telah resmi menyunting Tian sebagai istrinya. Sah.. Sah.. Sah.. Seru semua orang dengan gembira, tangis pecah melihat keduanya telah resmi menikah. Tak banyak memang undangannya, namun itu adalah semua orang yang ada dipihak Tian kedepannya. Semua kolega Prambu yang setia siap berdisi di belakang Tian dan memperjuangkan hak miliknya. Acara pasang cincin usai, kini Tian mengambil tangan Ardan dan menciumnya. Hatinya berdesir merasakan bibir Tian melekat dikulitnya secara langsung, hatinya menghangat begitu. Tanpa di duga Ardan juga menggerakkan tangannya, meletakkan tangannya tepat di kepala Tian saat istrinya itu mencium punggung tangannya. Kini berganti Ardan yang mencium kening istrinya, cukup lama kala bibir itu mengecup langsung kulit istrinya. "Gadis yang selama ini sudah kuanggap sebagai adikku kini sudah resmi ku nikahi," batin Ardan. chapter II Tanpa menjawab
Matius terkejut dengan penolakan dari Selly, ia tak menyangka jika rasa marahnya begitu besar melebihi rasa rindunya. Matius tahu apa kesalahannya, ia juga menerima semua yang Selly lakukan padanya.Matius hanya ingin hidup bahagia bersama keluarga kecilnya, hidup normal seperti orang pada umumnya. Namun sebelum itu ia harus menebus semua kesalahannya, ia harus menyelesaikan semua masa lalunya yang begitu kelam itu."Maaf," lirih Matius mencoba meraih tangan Selly di depannya.Selly murka, ia melampiaskan semua kemarahannya saat ini juga. Ia mengamuk, memukul Matius bahkan juga menghancurkan semua barang yang ada di ruangan tersebut."Bodoh kamu, kamu pergi dari sini. Pergi temui istrimu itu, jangan pernah muncul lagi di depanku!" teriaknya dengan begitu kencang."Tolong dengerin dulu, sebentar saja." mohonnya.Selly terus mengamuk, mengabaikan semua ucapan Matius yang ingin berbicara dengannya. Hingga Matius begitu geram d
Matahari hari ini bersinar dengan begitu teriknya, Sabrina yang awalnya ingin berkeliling dengan si kembar ke taman pada akhirnya mengurungkan niatnya. Ia lebih memilih bersantai di dalam rumah sembari menikmati buah-buahan yang Bulan sediakan."Anak cantik mama lagi apa ini, kenapa jarinya di emut-emut gitu?" tanyanya dengan begitu gemas."Aduh, ini si ganteng malah kakinya yang di emut-emut." menepuk keningnya dengan seulas senyumannya.Hari ini semua orang tengah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, para laki-laki sibuk bekerja sedang Bulan sedang menemani Lena mengatur acara pernikahan anak-anaknya. Sedang Ica hari ini meminta ijin untuk kembali ke Jogja, awalnya Marshel melarangnya dengan berbagai alasannya namun Ica yang keras kepala pada akhirnya memenangkan pertempuran itu.Ica sedang ada di dalam kendaraannya menuju rumahnya, ia di jemput dengan anak buahnya yang selalu setia mengawalnya kemanapun perginya. Namun tiba-tiba Ica mengubah tujuan
Stevan segera mendapat penanganan dari dokter, wajahnya yang semakin pucat membuat Sabrina juga Nio menjadi semakin pucat. Sedang Stevi terlihat dengan pulas tertidur dalam gendongan sang papa."Gimana ini hubby, kenapa dokter lama banget di dalam?""Sabar, kita tunggu aja di sini."Dan tak lama dokter keluar. Sabrina segera saja memberondong dokter tersebut dengan berbagai pertanyaannya, hingga tanpa sadar dokter tersebut menyunggingkan senyum manisnya."Dokter lagi godain istri saya ya?" ketus Nio melihat dokter laki-laki itu tersenyum menatap istrinya."Oh maafkan saya pak, bukan maksud saya ingin menggoda istri anda. Namun saya hanya tersenyum ketika tahu ternyata saya sedang berhadapan dengan ibu baru," jelasnya dengan begitu ramah.Plakk,"Hubby apaan sih, bisa-bisanya cemburu saat kayak gini," kesalnya."Lalu gimana anak saya dok?""Gpp, hanya demam karena perubahan cuaca saja. Hari ini juga bisa langsung di
Mata Ica terbuka dengan tiba-tiba, posisi yang begitu kurang nyaman bagi keduanya saat ini. Wajah Marshel begitu dekat dengan wajah Ica, sangat dekat hingga Ica dapat merasakan deru nafas Marshel yang menerpa wajahnya."Ehm, udah bangun ya." canggungnya membuka suara."Iya. Ini kayaknya terlalu dekat deh kita," sahut Ica dengan wajah memerahnya menahan malu.Dengan cepat Marshel menegakkan tubuhnya, berdiri membuang muka ke sembarang arah. Sedang Ica kini juga bangkit membenarkan posisinya, wajahnya sudah sangat merah seperti udang rebus."Loe ngapain di sini?" tanya Ica menutupi rasa canggungnya."Heh, aku kamu. Kenapa jadi loe gue lagi sih," omel Marshel."Iya, iya. Kamu kenapa di sini? Bukannya tadi lagi kerja ya?""Pulang, di suruh sama bunda. Kamu kenapa, tidur sambil nangis?"Ica belum siap membuka kembali lukanya, ia masih tertutup rapat bahkan tak pernah membukanya. Kini ia hanya ingin hidup seperti pada normalnya
Hari ini semua orang tengah sibuk mempersiapkan acara pertunangan Ica dengan Marshel, semua nampak antusias menjelang acara bahagia tersebut. Sabrina yang tak bisa bergerak leluasa bertugas merangkai bunga bersama kedua buah hatinya, sedang yang lainnya mengawasi petugas dekornya."Sebelah sini ya mas, tolong agak di penuhi lagi jadi biar nggak lubang." seru Bulan."Sebelah sini aja mas bagus, iya itu nanti taruh di sana aja biar bisa buat duduk." sibuk Lena mengarahkan orang-orang.Semua nampak begitu sibuk, sedang Ica sedang berada di kamarnya menikmati spa yang di sediakan Sabrina khusus untuk dirinya. Tak ada para lelaki yang menemani, hanya ada para wanita tangguh sebab laki-laki sedang bertugas mencari nafkahnya."Bun, ini taruh di mana ya?""Wah bagus banget sayang kamu ngerangkai bunganya," takjubnya dengan hasil rangkaian sang putri."Bisa aja, udah ini taruh mana? Berat tau," keluhnya."Sini, biar bunda aja yang bawa ya. Kam
Marshel terus mencari keberadaan Ica di dalam rumah, namun sudah semua tempat ia periksa masih juga tak bisa menemukan calon istrinya itu. Tak mungkin jika Ica pergi bersama Bunda, sebab Bunda sedang berada di rumah sakit untuk terapi ayah."Kemana lagi itu anak keluar nggak bilang-bilang," gerutunya.Berkali-kali ia mencoba menghubungi Ica namun tak satupun panggilan atau pesan yang mendepat respon dari lawannya. Semakin geram saat Marshel memikirkan ide Ica lalu untuk membalas kelakuan Selly."Jangan-jangan?"Rasa panik segera menyelimutinya, ia meraih kunci mobil yang ada di dekatnya. Namun baru saja akan melangkah, orang yang sedari tadi di carinya tiba-tiba muncul dengan senyum merekah di wajahnya."Loh, mau kemana?" tanya Ica dengan polosnya."Kenapa sih? Orang nanya itu di jawab, bukannya di pelototin gitu," omelnya.Tak habis fikir Marshel dengan jalan fikiran wanita di depannya itu, bisa-bisanya tak mengerti dengan ke k
Sudah satu bulan sejak lahirnya kedua bayi mungil itu di tengah-tengah mereka, hari-hari Sabrina juga begitu sibuk dengan ketiga bayinya termasuk sang suami yang menjadi bayi kembali diantara anak-anaknya."Hubby ayo buruan, kasian stev udah dingin ini." teriak Sabrina dari dalam kamar mandi.Benar saja, keduanya bersama-sama merawat kedua bayi itu tanpa bantuan suster sebab Sabrina merasa masih sanggup mengurus buah hati mereka. Masih ada mami juga bunda yang setiap harinya selalu membantu menjaga kedua bayi lincah itu.Pagi ini penuh dengan teriakan Sabrina karena merasa kesal dengan suaminya, tugas melepas baju Stevi si bayi cantik itu hanya memakan waktu 10 menitan namun di tangan Nio itu bisa memakan waktu lebih dari 30 menit."Hubby buruan atau keluar dari kamar," teriaknya lagi dengan seluruh kekesalannya."Iya mama, kami datang." serunya dengan rasa tak bersalahnya.Kini keduanya duduk berhadapan dengan masing-masing bayi di tanganny
Deru mobil mulai terdengar, semua orang bersiap dengan berbagai hal di tangannya masing-masing. Terlihat Syan bersama Lili membawa sebuah gulungan berdua, entah apa itu isinya. Dan,"Surprise," teriak semua orang bersamaan.Jantung Sabrina terasa berdetak begitu cepat karena rasa terkejutnya, beruntung si kembar tak mendengar teriakan menggema tersebut.Mata Sabrina berkaca-kaca ketika menatap semua orang di depannya, dengan takjub ia melihat rumah yang ternyata sudah di dekor dengan begitu indahnya demi menyambut ke datangannya. Sabrina tak dapat menahan air mata harunya, ia menangis menutup wajah dengan kedua tangannya."Terima kasih semua," ucapnya dengan sesegukan dalam pelukan sang suami."Mana cucu kami?""Ada di bekang, ayah tunggu aja nanti juga masuk si kembar," seru Antonio.Mata Sabrina memicing melihat sebuat tulisan yang di bentangkan Lili bersama Syan. Dengan penasaran ia mencoba mendorong sendiri kursi rodanya unt