Matius tiba didepan rumah Syan, menatap rumah megah yang kini tepat didepan matanya membuat Matisu kembali mengingat kekejaman Max yang telah menghancurkan keluarganya.
Rumah begitu nampak sepi, bahkan tak ada penjaga satupun dirumah itu. Matius menatap pintu yang kini ada didepannya kini, tertutup begitu rapat.
Dengan tak sopannya Matius mendorong membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu, melangkah masuk sambil matanya menatap seisi rumah tersebut.
"Cukup harmonis, keluarga yang begitu nampak bahagia dipermukaannya," ucap Matius menatap foto keluarga milik Syan juga Max.
"Siapa kamu, kenapa masuk tanpa permisi kedalam rumah," tegur pelayan rumah tersebut.
"Hanya pelayan ternyata," hina Matius menatap sang pelayan.
"Tolong anda segera pergi dari sini, anda tidak diterima disini," usirnya.
Matius yang didorong kasar oleh pelayan tersebut merasa begitu marah, dengan kasarnya ia mendorong balik sang pelayan hingg
Nio mendengarkan Marshel dengan begitu seriusnya, wajanya kini begitu tegang mendengar kenyataan jika nyawa istrinya mungkin masih dalam bahaya. Ia mencoba menenangkan diri, menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan perlahan."Ini masih dugaan saja, tapi baik gue maupun ayah yakin jika Max ada dibelakang semua ini," yakin Marshel."Gue bakal minta orang gue buat selidiki ini, loe tenang aja. Makasih udah ngasih tau masalah ini sama gue.""Sebagai tanda terima kasih, loe harus bantuin gue cari wanita buat dipertemukan dengan bunda."Nio hanya bisa tersenyum menganggukan kepalanya dengan permintaan kakak iparnya tersebut, bagaimanapun juga ia tetap harus waspada. Perbincangan mereka terganggu ketika ponsel Marshel terus saja berdering."Siapa," tanya Nio saat Marshel menatapnya."Tante Bulan," serunya yang kemudian menerima panggilan tersebut.Cukup lama Marshel berbicang hingga Nio tak mengerti apa yang sedang dibicarakan m
Teriakan Sabrina perlawanan Sabrina membuat Matius buta karena amarahnya, ia menarik lengan Syan dan mendorongnya dengan kuat hingga tersungkur kelantai dengan begitu keras. Sabrina terkejut, namun ia segera berlari dan menolong sang kakak yang tengah kesakitan."Anda benar-benar gila," teriak Sabrina murka."Sabrina cukup, jangan melawan lagi. Dia bukan tandingan kita," ucap Syan yang menahan adiknya agar tak terpancing oleh emosinya.Syan menyadari betapa bahayanya laki-laki yang kini sedang berdiri menatap murka padanya, tak hanya berbahaya namun laki-laki itu juga begitu nampak mengerikan dengan senyum menyeringainya."Kita pergi dari sini," ajak Sabrina membantu Syan bangkit.Tiba-tiba saja Matius menarik lengan Sabrina dan membawanya kedalam pelukannya, pelukan yang begitu erat hingga rasanya tubuh Sabrina begitu kesakitan."Lepaskan, loe menyakiti adik gue," teriak Syan."Oh ya, kalau begini sakit nggak," tanya Matius sambil me
Hari sudah berganti, bulan berganti mentari namun Sabrina masih belum bisa ditemukan dimana dirinya berada. Nio begitu frustasi mencari keberadaan istrinya, ia begitu takut jika hal buruk saat ini menimpa sang istri.Sedangkan saat ini Sabrina tengah tertidur bersama Syan, tertidur lelap diatas ranjang didalam sebuah kamar yang begitu asing bagi keduanya. Perlahan Syan menggerakan kelopak matanya, sayup-sayup ia mendengar suara seseorang yang tengah bertelpon didekat dirinya."Ehm suara siapa itu, kenapa rasanya mata ini susah sekali untuk dibuka," batin Syan mencoba membuka matanya.Sedikit demi sedikit mata Syan mulai terbuka dan orang yang pertama kali dilihatnya ternyata adalah Matius, laki-laki yang membawa paksa dirinya dengan Sabrina entah kemana. Syan berusaha membuka ikatan tali yang melilit ditangannya, begitu sakit namun ia tetap harus segera melepaskan dirinya."Sabrina please bangun," bisiknya begitu lirih.Sabrina me
Matius mengetahui keberadaan kedua wanita tawanannya, ia berusaha berlari mengejar keduanya namun jarak yang cukup jauh antara keduanya membuat Matius harus lebih kencang dalam berlari."Sabrina ayo, ayo kita udah nggak punya waktu lagi," paksa Syan pada Sabrina yang sudah sangat kelelahan ditambah kesakitan pada perutnya.Sabrina melepas pegangan tangan Syan pada tubunya, ia meminta Syan untuk segera pergi meninggalkannya. Meminta Syan berlari sejauh mungkin sedang dirinya sendiri yang akan menahan Matius agar tak mengejarnya."Bodoh! Target dia adalah loe, ikut gue," paksanya marah."Sakit kak, perut gue sakit banget."Namun sebuah mobil tiba-tiba berhenti tepat didepan keduanya, Syan menatap was-was pemilik mobil tersebut hingga sebuah gerakan tangan membuat Syan nekat memasuki mobil tersebut."Hanya ini caranya, kita terpaksa mengikuti orang ini," serunya sambil membawa saudarinya lebih dekat dengan mobil tersebut.Dan akhirnya me
Berpindah tempat, hanya berpindah tempat namun masih sama tak amannya. Terlepas dari Matius yang gila kini keduanya malah masuk ke sarang Selly yang tak kalah gila juga. Hari itu Selly mengikuti Matius hingga tiba di rumah Syan.Ia melihat dan mendengar semua yang mereka bicarakan, Selly benar-benar tak menyangka jika Matius akan mengkhianati dirinya dan bermain dengan Syan. Dari situlah Syan merasa marah dan menyusun rencana balas dendamnya, ia awalnya ingin mendatangi kedua wanita tersebut setelah kekasihnya itu pergi.Diluar dugaan ternyata Matius malah membawa keduanya ikut serta bersamanya. Selly sangat marah saat itu, hingga ia memutuskan untuk meninggalkan rumah itu dan menggagalkan rencananya sendiri."Kalian sudah sadar," seru Selly."Ternyata benar anda, nona Selly," balas Sabrina dengan ekspresi wajahnya yang begitu santai."Loe kenal wanita ini ," tanya Syan."Kenal kak, dia adalah Selly. Dia mantan istri dari suamiku
Nio benar-benar tak tega melihat kondisi istrinya saat ini, tubuhnya begitu lemah dan hanya bisa berbaring diatas ranjang rumah sakit. Namun sudah demikian Sabrina masih saja keras kepala, ia mencoba meyakinkan semua orang jika dirinya baik-baik saja."Jangan banyak gerak dulu nak," khawatir Bulan."Mi aku baik-baik saja kok, lihatlah aku bahkan bisa turun.""Berani kamu turun dari ranjang, aku patahkan kedua kakimu!!"Nio berteriak dengan begitu kencangnya, saking kerasnya teriaka itu hingga membuat Sabrina sangat terkejut. Nio berteriak bukan sebab ia marah terhadap istrinya, ia berteriak karena rasa bersalahnya melihat sang istri terus berpura-pura kuat dan baik-baik saja demi semua orang.Semua orang terdiam setelah Nio berteriak, tak ada sepatah katapun terdengar. Hening dan sepi, suasana berubah menjadi begitu dingin. Nio menyadari apa yang telah dilakukannya, ia berbalik dan segera meninggalkan ruang rawat Sabrina."Suamimu buka
Nio begitu panik, ia menatap Sabrina yang masih saja terpejam namun berderai air mata. Ia terus menerikan ayah serta bunda, namun Nio tak tahu apa dan siapa yang dimaksud istrinya."Ayah!!"Mata Sabrina tiba-tiba saja terbuka dengan begitu sempurna, nafasnya tersenggal-senggal layaknya orang selesai berlari."Sayang ada apa, kenapa sayang?""Ayah, mana ayah," mencengkram lengan suaminya."Ayah? Ayah siapa ??""Ayahku hubby, dimana ayah juga bundaa.."Sabrina benar-benar tak bisa mengendalikan dirinya, tangannya gemetar mencengkram suaminya.Air mata terus mengalir deras membanjiri wajahnya. Nio panik, ia tak tahu apa yang kini terjadi dengan istrinya.Kini yang ada difikirannya hanya ada ayah Rizal yang mungkin dimaksud oleh istrinya. Dengan inisiatifnya sendiri ia mengambil ponselnya dan mencoba mebghubungi Rizal."Ayah hubby," rengeknya dalam tangis."Iya sayang, bentar ya. Ini aku coba telpon ayah
Sabrina tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri dalam pelukan Lena, Nio yang melihat istrinya pingsan segera berlari menuju Sabrina. Nio panik, ia segera meminta Marshel untuk memanggil dokter untuk istrinya."Bagaimana dok," tanya Nio yang tetap setia berdiri disebelah sang istri."Pasien terlalu lelah, biarkan dia istirahat. Kita akan lanjutkan pemeriksaan lebih lanjut esok pagi.""Baik, makasih dok.""Saya permisi dulu, selamat istirahat."Semua orang lega jika Sabrina baik-baik saja, ada rasa syukur sebab ternyata Sabrina bisa mengingat sebagian dari masa lalunya. Namun kini tubuh gadis itu begitu lemah, mungkin karena terlalu memakskan diri untuk mengingat masa lalunya."Maaf ya ayah bunda, aku ganggu tidur kalian.""Gpp, ayah seneng sekali. Ayah seneng putri ayah sudah kembali," menepuk bahu Nio tiga kali."Yaudah kalau gitu kalian bisa istirahat diruang sebelah, biar Marshel disini sama aku.""Kak, panggil gue kak