Nio begitu panik, ia menatap Sabrina yang masih saja terpejam namun berderai air mata. Ia terus menerikan ayah serta bunda, namun Nio tak tahu apa dan siapa yang dimaksud istrinya.
"Ayah!!"
Mata Sabrina tiba-tiba saja terbuka dengan begitu sempurna, nafasnya tersenggal-senggal layaknya orang selesai berlari.
"Sayang ada apa, kenapa sayang?"
"Ayah, mana ayah," mencengkram lengan suaminya.
"Ayah? Ayah siapa ??"
"Ayahku hubby, dimana ayah juga bundaa.."
Sabrina benar-benar tak bisa mengendalikan dirinya, tangannya gemetar mencengkram suaminya.
Air mata terus mengalir deras membanjiri wajahnya. Nio panik, ia tak tahu apa yang kini terjadi dengan istrinya.
Kini yang ada difikirannya hanya ada ayah Rizal yang mungkin dimaksud oleh istrinya. Dengan inisiatifnya sendiri ia mengambil ponselnya dan mencoba mebghubungi Rizal.
"Ayah hubby," rengeknya dalam tangis.
"Iya sayang, bentar ya. Ini aku coba telpon ayah
Sabrina tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri dalam pelukan Lena, Nio yang melihat istrinya pingsan segera berlari menuju Sabrina. Nio panik, ia segera meminta Marshel untuk memanggil dokter untuk istrinya."Bagaimana dok," tanya Nio yang tetap setia berdiri disebelah sang istri."Pasien terlalu lelah, biarkan dia istirahat. Kita akan lanjutkan pemeriksaan lebih lanjut esok pagi.""Baik, makasih dok.""Saya permisi dulu, selamat istirahat."Semua orang lega jika Sabrina baik-baik saja, ada rasa syukur sebab ternyata Sabrina bisa mengingat sebagian dari masa lalunya. Namun kini tubuh gadis itu begitu lemah, mungkin karena terlalu memakskan diri untuk mengingat masa lalunya."Maaf ya ayah bunda, aku ganggu tidur kalian.""Gpp, ayah seneng sekali. Ayah seneng putri ayah sudah kembali," menepuk bahu Nio tiga kali."Yaudah kalau gitu kalian bisa istirahat diruang sebelah, biar Marshel disini sama aku.""Kak, panggil gue kak
Hari ini semua orang sangatlah bahagia, semua orang berkumpul bersama dalam satu ruang yaitu diruang rawat milik Sabrina. Rizal juga Lena merasa begitu bersyukur dengan kembalinya Sabrina dan keduanya berencana ingin mengadakan sebuah syukuran bersama."Gimana menurut kamu Nio," tanya Darma pada putranya."Aku gimana baiknya aja pi, kalau ayah mau gitu ya gpp. Nanti aku bakal siapin semuanya," seru Nio."Nggak, ini kan acara untuk syukukan adik gue jadi gue yang bakal siapin semuanya," sanggah Marshel."Kalau emang gitu ya gpp, nanti kalau memang butuh bantuan tinggal bilang aja sama aku," lanjut Nio."Gimana menurut kamu sayang," tanya Lena sambil membelai kepala putrinya."Aku terserah sama ayah bunda aja," senyumnya."Kalau gitu gimana kalau kita adain dirumah aja, jadi Nana juga bisa istirahat juga," lanjut Rizal mengembangkan senyumannya."Tapi," ragu Sabrina."Tapi apa nak," tanya Bulan yang juga berdir
Setelah pertemuannya itu dengan Darma, Max semakin penasaran dengan menantu yang dimaksud oleh Darma tersebut. Terbesit niat untuk dirinya mengikuti kemana Darma pergi, namun ia tak mungkin melakukan itu disaat Irma sudah menunggunya untuk pulang."Darimana aja, kenapa lama," tanya Irma saat Max baru saja masuk ke dalam ruang rawat Cica.Sambil mengelus kepala putrinya, Max menatap Irma dengan mengembangkan senyumannya. "Tadi ada rekan bisnis yang nggak sengaja berpapasan," jelasnya.Irma hanya menganggukan kepalanya, ia kemudian menggendong putrinya dan berjalan keluar kamar. Max mengikuti istrinya itu dari belakang dengan membawa semua barang milik putri juga istrinya.Ketiganya kini sedang menuju rumah dimana yang pernah Carisa tempati, rumah yang menjadi tempat Syan merasakan bahagia bersama kedua orang tuanya. Max masih begitu ragu membawa Irma pulang kerumahnya itu namun paksaan serta rengekan Irma begitu membuatnya tak bisa berkutik.S
Malam telah tiba, kini semua orang sedang menikmati makan malamnya di meja makan. Irma terlihat begitu lembut saat mengambilkan Max makanannya, Syan hanya bisa menatap tak suka pada kedua orang yang kini mengotori pandangannya."Tahan, jangan sampai lepas kontrol lagi," bisik Lili yang duduk disebelah Syan.Singkat cerita saat Syan mengusir mereka keluar Max begitu murka, bagaimanapun rumah itu adalah rumah yang dibelinya dengan semua uang miliknya. Baginya Syan tak berhak mengusirnya walaupun ia adalah anak kandungnya, sebaliknya Syan juga tak berhak keluar masuk rumah itu dengan sesuka hatinya.Beruntung Lili ada disana, ia segera menahan Syan saat gadis itu bersiap kehilangan kendali emosinya. Syan benar-benar emosi dengan Max yang membawa wanita itu kehadapannya dengan begitu tak tahu dirinya."Tahan Syan, loe harus bertahan demi mama," batin Syan mencoba meredakan emosinya."Kakak, aku mau makan ayam itu," Cica yang duduk disebelah Syan menari
Hari ini semu orang bersenang-senang, Lena berinisiatif untuk membawa Sabrina serta Sasa untuk berjalan-jalan. Lena memutuskan untuk membawa keduanya ke sebuah mall dengan fasilitas anak terbaik disana."Sayang ya nggak bisa girls time," seru Sabrina dengan begitu kerasnya."Kalau bunda girls time sama Sasa sih aku percaya, tapi kalau sama si ngeyelan harus waspadalah," balas sindir Nio.Rencana girls time gagal sebab tiba-tiba Nio memutuskan untuk ikut serta, tak hanya Nio seorang sebab masih ada Marshel yang turut serta didalamnya. Semua orang memutuskan untuk menghabiskan waktunya bersama, namun sayangnya Rizal harus absen sebab ada pertemuan dengan Darma yang tak bisa ia tunda."Have fun ya semua," teriak Rizal melihat Nio mulai menjalankan mobilnya menjauh dari rumah. Ketiga wanita itu duduk sambil terus memperhatikan jalan dengan begitu ceria, Nio selalu memantau istrinya lewat kaca spion didepannya."Permisi pak supir, to
Irma masih begitu panik setelah berhasil menghubungi suaminya, kini wanita itu tengah menunggu Max disebuah cafe yang tak jauh dari tempat suaminya bekerja.Lama menunggu hingga tiba Max datang dan duduk didepannya, Max yang melihat istrinya gemetar ketakutan dengan penuh perhatian menggenggam kedua tangannya dengan begitu erat. Meyakinkan jika semua akan baik-baik saja."Katakan," seru Max."Sayang, sayang aku melihatnya," gugup Irma bercerita."Iya kamu ini bertemu dengan siapa, dari tadi ditelpon bilangnya gitu terus," bingung Max yang sama sekali tak mengerti."Coba ceritakan pelan-pelan," lanjutnya."Jadi hari ini aku lagi ajakin Cica main diwahana main, aku disana nggak sengaja ketemu dengan wanita itu sayang. Wanita yang harusna sudah mati bertahun-tahun lalu.""Wanita siapa maksudmu ini??""Lena, Lena juga Rizal ."Max begitu terkejut dengan cerita istrinya, ia tak menyangka akan ada hari dimana ia merasa k
Max marah besar mendengar apa yang telah Irma lakukan, alasan apapun bagi Max tak bisa membenarkan apa yang telah istrinya itu lakukan. Dengan begitu cemas Max mengendari mobilnya mencari keberadaan putrinya, ia tak berhasil menemukan Cica ditempat yang Irma sebutkan padanya."Bodoh! Bisa-bisanya meninggalkan anak sendiri dijalan sebesar ini," marahnya memukul-mukul kemudinya.Max terus mencari keberadaan putrinya, tak lagi ada yang lebih penting selain keselamatan putri kecilnya itu.Dipusat permainan saat Sabrina tengah menunggu makanannya tanpa sengaja ia melihat Syan berjalan bersama seorang anak kecil disebelahnya. Ia berinisiatif memanggil saudarinya itu, sayangnya Syan tak mendengar panggilan itu dan terus berjalan."Kenapa," tanya Nio yang baru selesai dari toilet saat melihat wajah cemberut istrinya."Tadi ada kak Syan, tapi pas aku panggilin nggak denger. Terus jalan jauh deh kakaknya," cemberutnya.Nio mengusap kepala Sabrin
Irma begitu tak tenang menunggu kabar dari suaminya, ia merasa begitu bersalah telah meninggalkan Cica begitu saja. Penyesalannya begitu besar, ia hanya berharap jika putrinya pulang dengan baik-baik saja atau nyawanya yang akan melayang ditangan suaminya."Kenapa belum pulang juga sih, dimana mereka ini, " gumam Irma panik yang terus mondar-mandir.Irma berusaha menghubungi Max berkali-kali namun tak ada respon atau balasan dari suaminya. Ingin sekali ia menyusul keduanya, namun Max sudah melarangnya untuk keluar dari rumah.Yang kini bisa dilakukannya hanya menunggu dan berharap semua akan baik-baik saja, maka nyawanya juga akan baik-baik saja._Max benar-benar terkejut dengan siapa yang ditemuinya saat ini, tubuhnya merespon rasa terkejutnya itu dengan sangat baik hingga beberapa langkah ia menjauh dari tempatnya."Ada apa dengan anda ini tuan," tanya Lena.Yah, orang yang membuat Max terkejut saat ini adalah Lena, wanita yang seh
chapter I Semua siap dan semua telah lengkap. Penghulu menjabat tangan Ardan, dengan sekali nafas Ardan kini telah resmi menyunting Tian sebagai istrinya. Sah.. Sah.. Sah.. Seru semua orang dengan gembira, tangis pecah melihat keduanya telah resmi menikah. Tak banyak memang undangannya, namun itu adalah semua orang yang ada dipihak Tian kedepannya. Semua kolega Prambu yang setia siap berdisi di belakang Tian dan memperjuangkan hak miliknya. Acara pasang cincin usai, kini Tian mengambil tangan Ardan dan menciumnya. Hatinya berdesir merasakan bibir Tian melekat dikulitnya secara langsung, hatinya menghangat begitu. Tanpa di duga Ardan juga menggerakkan tangannya, meletakkan tangannya tepat di kepala Tian saat istrinya itu mencium punggung tangannya. Kini berganti Ardan yang mencium kening istrinya, cukup lama kala bibir itu mengecup langsung kulit istrinya. "Gadis yang selama ini sudah kuanggap sebagai adikku kini sudah resmi ku nikahi," batin Ardan. chapter II Tanpa menjawab
Matius terkejut dengan penolakan dari Selly, ia tak menyangka jika rasa marahnya begitu besar melebihi rasa rindunya. Matius tahu apa kesalahannya, ia juga menerima semua yang Selly lakukan padanya.Matius hanya ingin hidup bahagia bersama keluarga kecilnya, hidup normal seperti orang pada umumnya. Namun sebelum itu ia harus menebus semua kesalahannya, ia harus menyelesaikan semua masa lalunya yang begitu kelam itu."Maaf," lirih Matius mencoba meraih tangan Selly di depannya.Selly murka, ia melampiaskan semua kemarahannya saat ini juga. Ia mengamuk, memukul Matius bahkan juga menghancurkan semua barang yang ada di ruangan tersebut."Bodoh kamu, kamu pergi dari sini. Pergi temui istrimu itu, jangan pernah muncul lagi di depanku!" teriaknya dengan begitu kencang."Tolong dengerin dulu, sebentar saja." mohonnya.Selly terus mengamuk, mengabaikan semua ucapan Matius yang ingin berbicara dengannya. Hingga Matius begitu geram d
Matahari hari ini bersinar dengan begitu teriknya, Sabrina yang awalnya ingin berkeliling dengan si kembar ke taman pada akhirnya mengurungkan niatnya. Ia lebih memilih bersantai di dalam rumah sembari menikmati buah-buahan yang Bulan sediakan."Anak cantik mama lagi apa ini, kenapa jarinya di emut-emut gitu?" tanyanya dengan begitu gemas."Aduh, ini si ganteng malah kakinya yang di emut-emut." menepuk keningnya dengan seulas senyumannya.Hari ini semua orang tengah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, para laki-laki sibuk bekerja sedang Bulan sedang menemani Lena mengatur acara pernikahan anak-anaknya. Sedang Ica hari ini meminta ijin untuk kembali ke Jogja, awalnya Marshel melarangnya dengan berbagai alasannya namun Ica yang keras kepala pada akhirnya memenangkan pertempuran itu.Ica sedang ada di dalam kendaraannya menuju rumahnya, ia di jemput dengan anak buahnya yang selalu setia mengawalnya kemanapun perginya. Namun tiba-tiba Ica mengubah tujuan
Stevan segera mendapat penanganan dari dokter, wajahnya yang semakin pucat membuat Sabrina juga Nio menjadi semakin pucat. Sedang Stevi terlihat dengan pulas tertidur dalam gendongan sang papa."Gimana ini hubby, kenapa dokter lama banget di dalam?""Sabar, kita tunggu aja di sini."Dan tak lama dokter keluar. Sabrina segera saja memberondong dokter tersebut dengan berbagai pertanyaannya, hingga tanpa sadar dokter tersebut menyunggingkan senyum manisnya."Dokter lagi godain istri saya ya?" ketus Nio melihat dokter laki-laki itu tersenyum menatap istrinya."Oh maafkan saya pak, bukan maksud saya ingin menggoda istri anda. Namun saya hanya tersenyum ketika tahu ternyata saya sedang berhadapan dengan ibu baru," jelasnya dengan begitu ramah.Plakk,"Hubby apaan sih, bisa-bisanya cemburu saat kayak gini," kesalnya."Lalu gimana anak saya dok?""Gpp, hanya demam karena perubahan cuaca saja. Hari ini juga bisa langsung di
Mata Ica terbuka dengan tiba-tiba, posisi yang begitu kurang nyaman bagi keduanya saat ini. Wajah Marshel begitu dekat dengan wajah Ica, sangat dekat hingga Ica dapat merasakan deru nafas Marshel yang menerpa wajahnya."Ehm, udah bangun ya." canggungnya membuka suara."Iya. Ini kayaknya terlalu dekat deh kita," sahut Ica dengan wajah memerahnya menahan malu.Dengan cepat Marshel menegakkan tubuhnya, berdiri membuang muka ke sembarang arah. Sedang Ica kini juga bangkit membenarkan posisinya, wajahnya sudah sangat merah seperti udang rebus."Loe ngapain di sini?" tanya Ica menutupi rasa canggungnya."Heh, aku kamu. Kenapa jadi loe gue lagi sih," omel Marshel."Iya, iya. Kamu kenapa di sini? Bukannya tadi lagi kerja ya?""Pulang, di suruh sama bunda. Kamu kenapa, tidur sambil nangis?"Ica belum siap membuka kembali lukanya, ia masih tertutup rapat bahkan tak pernah membukanya. Kini ia hanya ingin hidup seperti pada normalnya
Hari ini semua orang tengah sibuk mempersiapkan acara pertunangan Ica dengan Marshel, semua nampak antusias menjelang acara bahagia tersebut. Sabrina yang tak bisa bergerak leluasa bertugas merangkai bunga bersama kedua buah hatinya, sedang yang lainnya mengawasi petugas dekornya."Sebelah sini ya mas, tolong agak di penuhi lagi jadi biar nggak lubang." seru Bulan."Sebelah sini aja mas bagus, iya itu nanti taruh di sana aja biar bisa buat duduk." sibuk Lena mengarahkan orang-orang.Semua nampak begitu sibuk, sedang Ica sedang berada di kamarnya menikmati spa yang di sediakan Sabrina khusus untuk dirinya. Tak ada para lelaki yang menemani, hanya ada para wanita tangguh sebab laki-laki sedang bertugas mencari nafkahnya."Bun, ini taruh di mana ya?""Wah bagus banget sayang kamu ngerangkai bunganya," takjubnya dengan hasil rangkaian sang putri."Bisa aja, udah ini taruh mana? Berat tau," keluhnya."Sini, biar bunda aja yang bawa ya. Kam
Marshel terus mencari keberadaan Ica di dalam rumah, namun sudah semua tempat ia periksa masih juga tak bisa menemukan calon istrinya itu. Tak mungkin jika Ica pergi bersama Bunda, sebab Bunda sedang berada di rumah sakit untuk terapi ayah."Kemana lagi itu anak keluar nggak bilang-bilang," gerutunya.Berkali-kali ia mencoba menghubungi Ica namun tak satupun panggilan atau pesan yang mendepat respon dari lawannya. Semakin geram saat Marshel memikirkan ide Ica lalu untuk membalas kelakuan Selly."Jangan-jangan?"Rasa panik segera menyelimutinya, ia meraih kunci mobil yang ada di dekatnya. Namun baru saja akan melangkah, orang yang sedari tadi di carinya tiba-tiba muncul dengan senyum merekah di wajahnya."Loh, mau kemana?" tanya Ica dengan polosnya."Kenapa sih? Orang nanya itu di jawab, bukannya di pelototin gitu," omelnya.Tak habis fikir Marshel dengan jalan fikiran wanita di depannya itu, bisa-bisanya tak mengerti dengan ke k
Sudah satu bulan sejak lahirnya kedua bayi mungil itu di tengah-tengah mereka, hari-hari Sabrina juga begitu sibuk dengan ketiga bayinya termasuk sang suami yang menjadi bayi kembali diantara anak-anaknya."Hubby ayo buruan, kasian stev udah dingin ini." teriak Sabrina dari dalam kamar mandi.Benar saja, keduanya bersama-sama merawat kedua bayi itu tanpa bantuan suster sebab Sabrina merasa masih sanggup mengurus buah hati mereka. Masih ada mami juga bunda yang setiap harinya selalu membantu menjaga kedua bayi lincah itu.Pagi ini penuh dengan teriakan Sabrina karena merasa kesal dengan suaminya, tugas melepas baju Stevi si bayi cantik itu hanya memakan waktu 10 menitan namun di tangan Nio itu bisa memakan waktu lebih dari 30 menit."Hubby buruan atau keluar dari kamar," teriaknya lagi dengan seluruh kekesalannya."Iya mama, kami datang." serunya dengan rasa tak bersalahnya.Kini keduanya duduk berhadapan dengan masing-masing bayi di tanganny
Deru mobil mulai terdengar, semua orang bersiap dengan berbagai hal di tangannya masing-masing. Terlihat Syan bersama Lili membawa sebuah gulungan berdua, entah apa itu isinya. Dan,"Surprise," teriak semua orang bersamaan.Jantung Sabrina terasa berdetak begitu cepat karena rasa terkejutnya, beruntung si kembar tak mendengar teriakan menggema tersebut.Mata Sabrina berkaca-kaca ketika menatap semua orang di depannya, dengan takjub ia melihat rumah yang ternyata sudah di dekor dengan begitu indahnya demi menyambut ke datangannya. Sabrina tak dapat menahan air mata harunya, ia menangis menutup wajah dengan kedua tangannya."Terima kasih semua," ucapnya dengan sesegukan dalam pelukan sang suami."Mana cucu kami?""Ada di bekang, ayah tunggu aja nanti juga masuk si kembar," seru Antonio.Mata Sabrina memicing melihat sebuat tulisan yang di bentangkan Lili bersama Syan. Dengan penasaran ia mencoba mendorong sendiri kursi rodanya unt