Share

Drama Bagus

Author: El Nurien
last update Last Updated: 2024-11-20 16:37:32

"Biasanya berapa lama bertahan?"

"Mungkin tahunan. Hanya saja, karena biasanya untuk konsumsi pribadi jadi tidak pernah menghitung berapa lama dan tidak memerhatikan perubahannya warna dan struktur. Biasanya ada endapan putih yang muncul. Kalau dikonsumsi pribadi, endapan itu tidak masalah, karena putih itu seperti garam yang mengkristal. Tapi kalau untuk dijual … Semoga saja kali ini berhasil." 

"Santai saja. Tuh akhirnya juga sambil dijual 'kan?"

"Iya, tapi masih dalam bentuk basah. Itupun hanya bisa dititip pada Acil Imai yang pulang pergi ke Kal Teng. Dijual secara curah. Belum bisa dijual dengan kemasan produk dan melalang buana ke mana saja."

"Santai saja. Anggap itu rencana jarak panjang dan kafe itu sebagai pelepas lelahmu."

Teratai mengangguk. 

"Oh iya, Wahda jago bikin es krim. Coba kau ajak dia. Siapa tau bisa kalian cocok. Kalian bisa saling menguntungkan. Kamu bisa menambah menu, dia bisa reliks"

Teratai meluruskan badannya. Matanya menyipit "Boleh dicoba."

"Nanti aku coba telpon Arsa." 

*** 

"Sanad mengundangmu ke kafe Teratai. Barangkali kamu menyukai. Aku sering santai ke sana."

Gerakan Wahda terhenti mendengar cerita Arsa. Ia kembali memasukkan pakaiannya ke dalam box pakaian yang telah disiapkan Arsa. 

"Masih sepi, tapi lumayan untuk santai. Tempatnya juga nyaman." 

Wahda meluruskan badannya ke arah Arsa. "Arsa, kamu sering ke kafe Teratai?"

Arsa mengangguk. Ia mengambil alih box yang dipegang Wahda.

“Kamu masih menyimpan rasa pada  Teratai?” tanya Wahda. Gerakan Arsa terhenti. Ia kembali meletakkan box itu ke atas ranjang, lalu menjentikkan jarinya ke jidat Wahda.

“Aku masih normal. Aku memang playboy. Tapi tidak akan mengembat punya saudaraku sendiri.”

“Aku tanya apa yang kau masih punya rasa sama Teratai,” sungut Wahda sambil mengusap dahinya yang sakit.

“Sudahlah. Kalau sudah kita pergi sekarang."

Wahda meraih tangan Arsa. "Sa, aku serius. Kalau memang kamu masih menyukainya, lebih baik berhenti sekarang. Jangan lagi ke tempatnya." 

Arsa mengembuskan napasnya. "Aku tau kamu masih trauma dengan sesuatu yang bernama rasa. Tapi jangan samakan aku dengan suamimu yang tidak tahu terima kasih itu. Kuakui, aku tidak bisa mengenyahkan perasaanku padanya begitu saja, tapi aku mempunyai cara untuk membentengi diri. Adapun aku sering ke sana, karena tempat itu memang cocok untuk santai. Aku juga sering ajak cewek-cewek aku ke sana."

"Cewek-cewek?!" ejek Wahda. 

Arsa memasang wajah cengir. "Bukan salahku kalau aku ganteng," ucap Arsa sambil membetulkan kerah bajunya.

Mata Wahda membelalak, lalu menjulurkan lidahnya.

"Sudahlah. Kita balik sekarang." 

Wahda mengangguk, lalu mengedarkan pandangannya sejenak, memastikan tidak ada barangnya yang tertinggal.

***

Wahda dan Arsa memelankan langkahnya. Di luar terlihat orang berkerumun, dan beberapa orang perawat menatap sekilas pada mereka lalu saling berbisik. Hingga sampai di teras rumah sakit, keduanya saling bersitatap.

Di depan mereka, Bagus dengan mengenakan setelan jas biru malam berdiri sambil memegang buket besar berisi mawar merah. Wahda menduga mawar di dalam buket itu ada ratusan. Di belakang Bagus ada Angel yang terus memberikan senyuman. 

Bagus mendekat, lalu berjongkok, meletakkan sebelah lututnya ke lantai, dengan tengadah ia menyerahkan buket besar itu kepada Wahda. 

“Apa ini?” tanya Wahda.

“Terimalah. Ini sebagai permohonan maafku. Aku mohon, beri aku kesempatan sekali lagi, ya.” 

Angel mendekat. “Wahda, percayalah kami tidak memiliki hubungan apa-apa. Aku akan resign dan pergi dari sini."

Wahda terdiam, menatap mawar merah yang masih terarah padanya, meminta disambut. Perlahan tangannya terangkat menyentuh buket itu. 

Arsa menatapnya dengan dengusan ejek. “Dasar, bucin,” omelnya. 

Mata Bagus berbinar cerah. 

Namun, siapa sangka, tangan Wahda mendorong buket itu ke arahnya. “Kita sudah menjadi orang asing. Tidak mungkin lagi kita bersatu.”

Bagus berdiri. “Jika memang demikian, aku akan kembali menikahimu. Aku tak bisa hidup tanpamu.”

Wahda tersenyum sinis. “Sebagai apa? Istri yang terus melayanimu, tanpa kamu peduli dia mau apa?! Apa bedanya dengan pembantu?!”

“Bukan begitu. Jangan samakan seorang istri dengan pembantu! Aku tidak pernah memandangmu seperti itu,” sanggah Bagus.

“Oke, aku tanya padamu. Sebutkan satu saja makanan favoritku. Jika benar, aku akan mempertimbangkannya.”

Bagus tergagap.  Ia membuka mulut, tetapi tidak ada huruf yang keluar darinya. Tiba-tiba ia menyadari, mungkin inilah yang paling tolol dalam seumur hidupnya.

“Tidak tahu kan?!” sela Wahda. “Gus, aku melayanimu lima tahun, masa kamu tidak tahu satupun makanan kesukaanku?!"

“Oke, aku salah. Tapi, apa yang kulakukan ini bukankah sudah berusaha menyenangkanmu? Beri aku satu kesempatan lagi," pinta Bagus.

“Jadi ini bukan permintaan maaf yang tulus? Menyenangkan?” ejek Wahda. “Kau pikir ini apa? Drama? Ini memalukan! Apa kamu tidak lihat, kita jadi perhatian orang-orang?!”

Bagus tergagap. Ia memutar pandangannya. Puluhan mata tertuju padanya. Kemudian ia menatap Angel. Angel memperlihatkan wajah bersalah. 

Wahda tersenyum sumbang. “Jadi kamu melakukan ini juga atas saran Angel?”

Bagus tidak menjawab. Namun dari kilatan matanya, Wahda sudah tahu jawabannya. 

“Gus, rupanya kamu benar-benar buta tentangku. Kemana saja selama lima tahun ini?!” Wahda berpaling ke arah Arsa. “Sa, yuk!” 

Arsa mengangguk. Ia melangkah maju sambil masih mendekap box berisi peralatan Wahda.

Bagus termangu. Menatap Wahda yang menjauh dan memasuki mobil Arsa.

Angel menepuk bahunya. “Nanti kita bisa coba lagi.” 

Related chapters

  • Mendadak Talak    Sepupu Paling Care

    Angel menepuk bahunya. “Nanti kita bisa coba lagi.” Bagus mengangguk lesu. Ia menyerahkan buket itu kepada Angel, lalu melangkah ke dalam. Beberapa orang di selasar menatapnya dengan berbagi rupa. Ada yang menatap dengan iba, ejek, juga mengolok. Hilang semua wibawa yang ia bangun selama ini. Di belakang Angel menciumi mawar merah yang kini beralih ke tangannya. Ia tidak peduli dengan tatapan orang-orang. Sebagai wanita mandiri hingga sampai ke titik ini, telah banyak mengecap asam garam kehidupan tentu sangat kenal dengan karakter manusia umumnya.Tatapan seperti itu hanyalah lalat yang akan pergi cukup dengan dikibas. Ia mengambil beberapa tangkai mawar, lalu membagikannya satu persatu kepada beberapa perempuan di sana. Seketika mereka menatapnya dengan penuh terima kasih. ***"Sekarang kita mau ke mana?" tanya Arsa saat mereka menunggu plang parkir belum terbuka. "Ke rumah ibuku.""Apa kamu sudah siap?" tanya Arsa melajukan mobilnya. "Ada kamu," jawab Arsa berdecak. "Dasar

    Last Updated : 2024-11-20
  • Mendadak Talak    Harus Move On

    "Menangislah. Kuharap setelah ini, tidak ada lagi air mata yang tumpah. Air matamu sangat berarti. Tak layak kau tumpahkan untuk seorang Bagus. Songsonglah masa depan, kamu berhak bahagia. Entah sendiri atau dengan siapapun."Wahda mengangkat wajahnya. Menatap wajah sepupu yang selama ini suka membuatnya kesel. Pada saat tertentu, sepupunya yang satu ini memang dapat diandalkan. Arsa mengusap lembut wajahnya. "Kamu tidak sendiri. Ada ibumu dan aku yang siap ada untukmu. Perlu kamu ingat, kamu memiliki banyak sepupu laki-laki. Meski sepupu, percayalah kami akan selalu membelamu."Wahda mengangguk. Kembali ia membenamkan wajahnya di pinggang Arsa. *** Terlihat mobil Arsa memarkir, saat Bagus memasuki halaman rumahnya. Ia bergegas keluar dari mobil, Wahda dan Arsa muncul dari balik pintu rumahnya. Hatinya terasa diremas melihat wajah bengkak Wahda dan langkah yang terlihat lemah. “Wahda, ini rumah kita, rumahmu,” ucap Bagus setelah melihat koper besar yang ditarik Arsa. Arsa terus

    Last Updated : 2024-11-20
  • Mendadak Talak    Sekelabat Luka

    Tiba-tiba Sanad merasakan matanya mengaca. "Aku tidak menyangka, Evan akan bertemu ibu sambung sebaik kamu.""DUAR!!" Teriakan Wahda membuyarkan lamunan Teratai. Ia mengerjap. Di depannya sudah ada Arsa dan Wahda yang cengengesan menatapnya. "Melamunkan apa? Sampai tidak sadar dengan kedatangan kami?" tanya Wahda dengan terkekeh sambil duduk."Wahda?! Bagaimana keadaanmu? Sudah baikan?" cecar Teratai. “Dibilang baikan nggak juga. Karena itu, Arsa bawa aku ke sini, katanya di sini nyaman untuk santai.”“Alhamdulillah, di sini lumayan nyaman.” Wahda mengedarkan pandangannya. Ia tahu betul, kalau itu bangunan empat pintu milik Sanad yang sekarang disulap menjadi kafe dengan gabungan tiga elemen. Di ruang pojok, tempat yang mereka duduki, berdiri sebuah rak kayu di dinding, di depan kaca beberapa rak bentuk hexagonal yang juga di isi beberapa buku. Dua tanaman anggrek bulan yang sedang berbunga warna putih menggantung di tepi kaca. Di ruangan itu hanya dua buah meja tanpa kursi, seda

    Last Updated : 2024-12-27
  • Mendadak Talak    Kecurigaan

    Sanad mengangguk. Teratai menuangkan infused water untuknya. Ia langsung meneguk minuman itu. “Kamu mau ini, Arsa?” tawar Teratai. Arsa hanya menjawab dengan mengangkat americano miliknya. “Wahda?” tanya Teratai ke Wahda. “Boleh. Sebenarnya aku jarang minum ini, mumpung ada. Sejak kapan kalian mengonsumsi ini?” tanya Wahda. “Tidak lama. Mungkin semenjak ada kafe ini berdekatan dengan penanam mint, jadi dicoba saja. Alhamdulillah, Sanad juga menyukainya. Kadang dibikin teh.”“Oh iya, tanaman yang di situ banyak jenis mint. Orangnya mana?” “Mungkin di belakang. Dia kalau sudah di kebun suka lupa kalau lagi jualan di luar,” jawab Teratai sambil terkekeh. “Oh iya, Sanad bilang kamu jago bikin es krim. Gimana kalau selama cuti kamu bergabung dengan kami, buat tambahan menu es krim. Tidak menjanjikan banyak sih, kamu lihat sendiri masih sepi. Tapi lumayanlah untuk mengisi waktu dan mengalihkan kegalauanmu itu Gimana?" urai Teratai tanpa basa basi.“Oke, aku suka tempat ini. Besok aku

    Last Updated : 2024-12-27
  • Mendadak Talak    Naluri Seorang Ibu

    Sanad tersentak. Teratai menatapnya heran. "Memangnya kenapa? Kok kaget gitu?!" "Tidak apa. Aneh saja, memang dia tidak punya pekerjaan? Apa saja yang dilakukannya?" "Dia kan datang habis kerja atau hari libur. Dia bawa pacarnya, kadang baca buku. Aneh sih, buku yang dibacanya nggak selesai-selesai." Ia menoleh ke arah Sanad. "Aku pikir dia menyukai Adena. Dia sering ngajak ngobrol dan membantu Adena merawat tanaman. Menurutmu?"Sanad terdiam, menatap wajah polos istrinya. Ia berpikir, pantesan dulu dibohongi Arbain. Ternyata Teratai pandai membaca alam, tetapi tidak dengan sikap pria. "Kok diam?" Pertanyaan Tera menembus lamunannya. "Entahlah. Aku tidak melihatnya langsung," sahut Sanad akhirnya. "Kalau begitu nanti seringlah mampir. Siapa tahu bisa kita comblangin."Sanad menghempaskan napasnya. "Kalau dia menyukai Adena, ngapain membawa banyak perempuan ke kafe? Seharusnya menunjukkan pribadi yang baik dan keseriusan. Arsa dari dulu memang tipe pria hangat dan suka humor. Lih

    Last Updated : 2025-01-03
  • Mendadak Talak    Perhatian Sepupu

    “Bagus bagaimana keadaannya? Apa dia sibuk sekali, mulai rumah sakit sampai sekarang ibu tidak melihat batang hidungnya? Kamu baru saja sakit, seharusnya dia menjenguk, setidaknya ada menelpon gitu. Kalian tidak mempunyai masalah kan?” cecar Mauriyah. “Ibu jangan berprasangka buruk. Bagus memang sibuk banget karena sekarang dia lagi melakukan penelitian. Ibu tau sendiri bagaimana workholicnya dia. Dan aku juga butuh istirahat. Daripada aku sendirian di rumah, lebih baik ke sini kan?!" Mauriyah menghela napasnya. Ia memilih diam, menunggu Wahda siap bercerita padanya. “Malam ini, tidur sama ibu saja, ya.” “Benar?!” Wahda mengangguk bak anak kecil. Seketika mata Mauriyah mengaca. *** Wahda terkesiap. Mengapa tiba-tiba ia berada di seberang jalan rumahnya? Habis shalat Subuh ia membuka jendela kamarnya. Udara sejuk segera memenuhi rongga dadanya begitu pintu jendela terbuka. Namun, s

    Last Updated : 2025-01-03
  • Mendadak Talak    Cinta Setengah Mati

    Tak lama Arsa keluar dengan menarik lengan Wahda dan mendudukkannya di inflatable sofa. Tera dan Adeena mengikuti. Mereka menduduki dua sofa lainnya “Wahda, kamu sudah bergabung ke kafe kami, jadi kamu juga bisa berbagi dengan kami. Kamu tahu, mengapa konsep kafe seperti ini? Di pojok ada beberapa inflatable sofa, lantainya dikasih alas tikar rotan karena aku ingin kafe ingin friendly dengan tetap mengusung natural. Semua orang bisa santai, duduk, dan saling berbagi di sini. Jadi jangan sungkan bercerita ke kami.” “Aku bukannya sungkan, tapi tidak tahu harus bercerita apa. Kepalaku dipenuhi dengan kontradiksi. Senang, benci. marah dan rindu.” “Apalagi lagi yang dilakukan Bagus padamu?” tanya Arsa dengan emosi. "Tak peduli apa yang dilakukan Bagus, akunya saja yang terlalu lemah, rapuh. Aku terlalu mencintainya." "Kalau boleh tahu, detik ini apa yang kamu inginkan? Kembali atau cerai saja," tanya Teratai te

    Last Updated : 2025-01-04
  • Mendadak Talak    Dia Sepupumu

    "Lalu bagaimana kamu bisa jadi cinta setengah mati padanya?" "Suatu saat Tante ingin menjodohkanku dengan Teratai, saat itulah aku mulai serius memikirkan Teratai." Sudut bibir Arsa menyungging senyum. "Tapi sainganku anak kecil saat itu, Evan. Rasanya konyol sekali kalau memikirkan itu. Saat aku berusaha memikirkan celah untuk mendekatinya, sayangnya dia kembali ke desanya. Aku mencari informasinya pada pegawai di kantor yang ternyata iparnya. Dia mengatakan kalau Teratai sudah bertunangan. Pupuslah harapanku. Aku tidak berminat mengejarnya, apalagi kalau sampai merebut tunangan orang." "Lalu cintamu bersemi kembali ketika telah menjadi istri Sanad?" "Mengapa kau terdengar selalu mengejekku," protes Arsa. "Ini penyakit kejiwaan aneh sekali. Kamu selalu menyukai apa yang disukai Sanad. Jangan-jangan dulu kau juga menyukai Kayat?" Arsa menggeleng. "Sudah aku katakan aku mulai memerhatikan Ter

    Last Updated : 2025-01-04

Latest chapter

  • Mendadak Talak    Mengenali Kehidupan Arsa

    Seketika ia pun bertanya-tanya, bagaimanakah kehidupannya tanpa Arsa? ***Setengah syok Arsa menatapi dari ujung kaki sampai kepala sosok yang tiba-tiba sudah di depannya. Ini pertama kalinya Wahda mendatangi kantornya.“Apa yang terjadi?” tanya Arsa tanpa kuasa melepaskan wajah syoknya. Wahda duduk di sofa. Arsa berdiri mendekatinya. “Tidak ada. Tadi habis dari rumah sakit, kepikiran saja ke sini.”Arsa mencebik bibirnya. “Jangan katakan kau masih mencurigaiku. Ini fatal bagiku.”“Tidak. Aku hanya ingin semua karyawan di sini tahu kalau Pak Arsa Fariq itu sudah mempunyai tunangan.” Tawa Arsa hampir saja meledak, andai saja tidak ingat kalau Wahda marah bisa ribet urusannya. “Kenapa? Sekarang sudah mulai training menjadi kekasih Arsa?” ledek Arsa. “Kau!” Wahda mengangkat tangannya, dengan cepat Arsa menangkapnya. “Sejak kapan mulai main tangan?”“Kau sih, membuatku kese

  • Mendadak Talak    Bagaimana Jika Tanpa Arsa?

    "Katanya tadi kamu terjatuh?" tanya Arsa nyaring sambil membuka kulkas dan mengambil sebotol kopi. "Kata siapa?" Wahda balik bertanya sambil terus memixer adonan es krim. "Tera." Wahda berdecak. "Tumben tu bini orang ember." Setelah menandaskan minumannya, Arsa memasukkan botolnya ke wadah sampah kering yang tak jauh dari kaki Wahda. "Coba aku lihat." Arsa mendekat. "Kau lihat aku sedang apa?!""Masih lama? Kalau lama matikan dulu." Yanti muncul dengan membawa peralatan kebersihan. "Yanti, tolong kau ganti Wahda sebentar." Wahda mematikan mixer. "Arsa, aku dokter. Tentu aku bisa merawat luka sekecil itu." Arsa tak bersuara. Ia menarik Wahda, membawa ke ruang ujung, lalu mendudukkannya di sofa inflatable. "Coba lihat tanganmu!" ucap Arsa sambil menyentuh tangan, dan memerhatikan telapak tangannya. Terlihat tangan Wahda yang bersih, meski masih ada goresan acak.

  • Mendadak Talak    July

    “Sanad ceritakanlah! Mama masih tidak bisa banyak suara, capek.” Sanad menceritakan pertemuan mereka di malam itu sewaktu di rumah Ardiansyah. “Saman memang menyukai Wahda, dan aku pun berharap mereka berjodoh supaya tali kekeluargaan terjaga, apalagi jika mengingat Saman cuma sepupu jauh. Hanya saja, aku tidak bisa memaksa Wahda. Dia bukan anak kandungku dan juga dia masih memiliki ibu dan saudara laki-laki. Kalaupun aku berucap kasar dan menyombongkan diri karena aku ingin, siapa pun suaminya nanti, aku ingin dia menghargai diri. Bagaimanapun Wahda seorang dokter dan memiliki garis keturunan ningrat. Setidaknya suaminya mampu memberinya kecukupan.”Arsa mengangguk-nganguk mendengar cerita Sanad. Sanad terdiam. Masih banyak ucapan Ardiansyah yang tidak ia ceritakan. Ardiansyah juga bercerita alasan mengapa dulu memperlihatkan ketidaksukaannya pada bapaknya Arsa. Karena bapaknya Arsa laki-laki sederhana dengan pemikiran sangat sederhana. Berka

  • Mendadak Talak    Perasaan Wahda

    Mata merah itu kini berair. “Aku tidak pernah bertemu teman seegois kamu. Sudah berapa banyak yang kulakukan untukmu beberapa bulan ini, kamu masih bicara seperti ini?" ****Arsa berdiri, lalu duduk di sampingnya. “Kau mau coba?”“Maksudmu?” tanya Wahda dengan menyipitkan mata.Arsa mengangkat tangan hendak memegang dagunya, tetapi ia segera menepis. “Jangan ngadi-ngadi.” Arsa berdecak mengejek “Lalu kamu maunya apa?”“Maksudmu?”“Mau dilanjutkan atau sampai di sini saja. Aku tinggal nelpon Tante Fatima,” ujar Arsa sambil meraih ponselnya yang sejak tergeletak di meja. lalu menggulir daftar panggilan.Wahda langsung menyambar ponsel itu. “Jangan! Aku nggak mau nikah sama Saman.” Wahda memasang wajah memelas.“Nah, makanya jangan bawel, Galuh¹! Jangan khawatir, aku laki-laki sejati kok.”“Apaan sih!”Arsa meluruskan badan Wahda menghadapnya. “Begini saja. Kita kan juga nggak

  • Mendadak Talak    Perasaan Angel

    Wahda terdiam. Tiba-tiba ia menyadari satu hal. Bisakah ia tidak peduli jika Arsa sering ke rumah Sanad? Ia menarik mangkuk es krimnya lalu menyuapnya secara kasar. Arsa yang memerhatikan menjadi keheranan. “Ada apa?” Wahda hanya menggeleng, lalu kembali menyuap es krim. Arsa bergerak cepat ke sisi meja lainnya, lalu merebut mangkuk kecil itu. “Katakan, kenapa tiba-tiba berubah begini? Jangan katakan ada yang salah dengan jawabanku tadi!” Di dekat mereka, Rania juga keheranan akibat Angga yang tiba-tiba menariknya keluar sambil membawa laptop. Lalu mendudukkannya di sebuah kursi di ruang sebelah. Wahda ingin kembali mengambil, tetapi Arsa segera menjauhkan mangkuk itu. “Katakan dulu!” Wahda menghela napasnya. “Entahlah. Hubungan kita tiba-tiba berubah, sedang masih banyak masalah lain yang belum kelar. Lalu bagaimana aku menghadapinya nanti?” “Misalnya?” “Baga

  • Mendadak Talak    Mulai Cemburu

    “Oya?!” tanya Ardiansyah. “Aku tidak tau Bangkau punya seperti itu. Secara kehidupan mereka bisa dibilang sangat terbelakang.”Sanad masih berusaha memasang senyum, meski mendadak hatinya berubah kesal. “Iya, secara data statistik pendidikan, presentasi mereka sangat kecil dibanding desa lain. Tapi alhamdulillah, beberapa orang karyawan Tera mulai sudah ada yang sarjana, sekarang masih ada sekolah, dua orang kuliah.”“Oya? Memangnya istrimu bisnis apa saja? Cuma membudidayakan teratai?”Atul datang membawakan beberapa buah sendok kecil dan piring yang ia taruh di sebuah nampan.Sanad menggeleng. Sanad menggeser ke tengah plastik yang tadi terabaikan. Ia mengambil sebungkus kerupuk lalu menyerahkan kepada Ardiansyah. “Ini juga produk home industri milik istri saya, Pamam.”“Teratai Kedua,” eja Ardiansyah sambil memerhatikan kemasan kerupuk kering yang dipegangnya.“Sebelum menikah dengan saya, dia sudah mempunyai Teratai Produksi, yang sekarang berganti menjadi Teratai Kedua.” Mata

  • Mendadak Talak    Bagus

    Mauriyah membuka pintu kamar Wahda pelan. Terlihat anak perempuannya itu sedang duduk di kursi dengan meletakkan kepala di meja rias, sedang tangan mengetuk-ngetukkan pensil alis ke meja. "Bu." Wahda meluruskan badannya, menatap wajah ibunya di cermin."Apa yang kamu pikirkan?""Entahlah. Merasa ragu saja dengan apa yang akan diambil?""Meragukan Arsa?""Bukan. Cuma … dengan Arsa, kaya … syok aja. Sulit dipercaya. Dia yang sudah kuanggap seperti abangku tiba-tiba akan jadi suamiku. Berasa aneh banget." Mauriyah mundur. Duduk di ujung ranjang. "Bukannya sesama sepupu itu biasa di keluarga ayahmu?!""Iya, tapi tidak terpikirkan kalau suatu saat akan mengalaminya." Wahda berdiri, lalu meletakkan kepala di paha ibunya."Bagaimana dengan surat cerainya?" "Lagi nunggu kabar kak Gilang."Mauriyah berdecak mengejek. "Urusan begitu sampai menyewa pengacara? Pemalas.""Bukan pemalas, Bu. Aku cuma memanfaatkan anugerah. Sayang punya sepupu pengacara kalau enggak dimanfaatkan."Mauriyah mengge

  • Mendadak Talak    Yang Terlupakan

    "Tapi aku tidak setuju kalau diberikan seluruh saham kepada Arsa," sela Teratai yang membuat pandangan Sanad dan Fatima tertuju padanya. "Kamu masih ada Evan. Aku takut ke depannya akan berpengaruh kepada Evan. Kurasa itu akan menjadi sesuatu yang berharga baginya, bukan berapa jumlahnya, melainkan itulah peninggalan ayah dan kakeknya. Selain itu, seperti yang Papa bilang tadi akan menimbulkan kecemburuan di antara keponakan lain jika memberikan milik Mama, bagaimana juga dengan Evan jika tidak meninggalkan sepersen pun buat dia? Saat ini ia memang tidak mengerti apa-apa, tapi nanti? Aku sering lihat di keluarga Papa satu sama lain saling pamer dan berbangga-bangga, bahkan kadang anak yang masih kuliah saja pun obrolannya sudah reksadana, cripto. Khawatirnya ada yang sengaja mengompori Evan nanti. " "Lalu kamu punya usul? Saat ini kita menghadapi keluarga Saman, salah satu pemilik saham terbesar di perusahaan batu bara Tanjung. Dan soal Evan juga adik-adiknya, saat mereka dewasa na

  • Mendadak Talak    Persyaratan Dari Paman

    "Tapi ….""Kamu sudah punya calon?""Nggak ada.""Siap dengan Saman?""Enggak lah.""Nah apalagi? Anggaplah ini simbiosis mutualisme. Kamu membutuhkanku supaya bebas dari Saman, aku membutuhkanmu supaya bisa move on dari Tera.""Tapi, yakin paman akan menerimamu?" tanya Wahda cemas. Ia tidak bisa membayangkan jika tidak berhasil meraih hati paman, mungkin ia akan kehilangan Arsa untuk selamanya. "Kita coba saja dulu. Hasilnya gimana, kita serahkan sama yang Kuasa. Pastinya kita sudah sama-sama berusaha."***"Tumben masih siang ke sini. Biasanya pulang dari kerja," cecar Fatima begitu melihat Arsa memasuki rumah. "Ada yang ingin aku bicarakan dengan Tante."Fatima mengangkat kedua alisnya. Ia menyuruh Arsa duduk dengan isyarat tangannya. "Katakanlah.""Aku ingin melamar Wahda," ucap Arsa pelan. Fatima terkejut. "Kalian pacaran?"Arsa menggeleng. "Paman Ardiansyah melamar Wahda untuk Saman."Fatima kembali terkejut. Kali ini bercampur cemas. "Lalu kamu mau menikahi Wahda karena

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status