Kaki jenjang seorang wanita sedang berjalan di atas catwalk. Tubuhnya melenggak-lenggok seraya memperagakan busana yang sedang ia kenakan.
Elsa Maheswari 24 tahun, ia adalah seorang model profesional. Kariernya di dunia itu sedang ada pada puncaknya. Aura kebahagiaan terlihat jelas pada wajahnya saat mengikuti peragaan busana itu. Akhirnya impiannya menjadi seorang model terkenal terwujud. Tidak sia-sia ia pergi ke luar negeri untuk mengikuti pelatihan modeling, hingga membawanya sampai pada puncak kariernya.
Selesai acara raga busana itu, Elsa kembali ke backstage. Sudah banyak wartawan yang mengantri untuk mengambil gambar dirinya.
Dengan senyum pada bibirnya, Elsa berdiri dan mengatur beberapa gaya tubuhnya saat para wartawan itu mengambil gambarnya.
"Permisi, ambil gambarnya sudah dulu ya. Biarkan mbak Elsa untuk istirahat dulu," tutur Rena, asisten pribadi Elsa.
"Terimakasih semua, saya permisi dulu." Elsa melambaikan tangan ke arah wartawan saat meninggalkan tempat itu.
Dua orang penjaga dan Rena meminta untuk memberikan jalan pada semua wartawan untuk Elsa.
Elsa dan Rena masuk ke salah satu ruangan di hotel itu yang sudah disediakan untuk Elsa.
Saat tiba di ruangan itu, Elsa melihat ada teman-teman seperjuangannya dulu sedang menunggunya.
Dengan langkah ceria, Elsa langsung berlari menghampiri salah satu dari teman-temannya.
"Niken," seru Elsa.
Elsa dan Niken saling memeluk, untuk melepas rasa rindu mereka.
"Selamat ya, El .. akhirnya impian kamu menjadi seorang model terkenal terwujud juga," ucap Niken, sahabat Elsa.
"Terimakasih banyak." Keduanya menarik diri dari pelukan itu.
Kini Elsa bergeser ke hadapan teman-temannya yang lain, Elsa pun sama memeluk teman-temannya yang lain. Dan terakhir Elsa berdiri di hadapan Amanda yang merupakan istri dari mantan kekasihnya.
"Hai, Amanda? Kamu kamu apa kabar?" tanya Elsa.
Bukannya menjawab justru Amanda menunjukan senyum sinisnya, membuat Elsa merasa bingung.
"Kamu kenapa?" tanya Elsa.
Plaaak
Tamparan keras mendarat tepat di pipi Elsa.
Elsa merasa terkejut begitu juga dengan teman-temannya. Niken dan Rena langsung menghampiri Elsa yang sedang memegangi pipinya.
"Amanda kamu kenapa? Kenapa mendadak kamu menampar Elsa?" tanya Niken.
Lagi-lagi Amanda menunjukan senyum sinisnya.
"Kamu jahat, El," maki Amanda.
Tentu saja kata-kata Amanda makin membuat semua orang di ruangan itu kebingungan.
"Amanda ada apa denganmu?" Kini Elsa lah yang bertanya.
"Ternyata kamu tidak selugu yang aku pikirkan, El. Kamu tega nusuk aku dari belakang," tuduh Amanda.
"Aku makin gak ngerti sama omongan kamu, Amanda," ujar Elsa.
"Ternyata kamu selama ini diam-diam menjalin hubungan dengan suami aku," ucap Amanda.
Dan kali ini perkataan Amanda membuat semua orang syok terutama Elsa.
"Dengar Amanda! Jangan asal menuduhku," ucap Elsa.
"Iya, Amanda. Mana mungkin Elsa seperti itu," imbuh Niken.
"Kalau kalian tidak percaya ... aku akan tunjukkan buktinya."
Amanda seakan tidak terima dengan pembelaan teman-temannya pada Elsa, ia merogoh tasnya untuk mengambil ponselnya.
"Lihat ini!" Amanda menunjukan foto yang ada di galeri ponselnya. "Aku mengambil ini dari ponsel suamiku."
Dalam foto itu menampakan Elsa sedang bermesraan dengan Bobi, suami Amanda. Orang yang melihat itu sempat terkejut dan mencibir Elsa. Namun, Elsa nampak biasa saja.
Sejujurnya Elsa sempat terkejut mengetahui jika Bobi masih menyimpan foto lama mereka.
"Kamu ingin tahu yang sebenarnya, Amanda?" tanya Elsa.
"Aku tidak akan menyangkal tentang foto itu. Itu memang fotoku dan Bobi, tapi itu foto lama. Foto sebelum kamu menikah dengan Bobi," jelas Elsa. "Suamimu itu adalah laki-laki yang sering kamu tanyakan padaku. Aku sudah tidak berhubungan dengannya sebelum aku tahu jika dia sudah menikah denganmu, Amanda."
"Jika kamu masih belum percaya, kamu bisa perhatikan foto itu baik-baik. Lihatlah tubuhku masih sangat imut." Ada senyum mengejek pada bibir Elsa.
"Jujur aku terkejut jika suamimu masih memiliki foto itu. Itu berarti suamimu belum bisa melupakan aku."
"Elsa," bentak Amanda.
"Stttt, jangan berteriak! Kamu tenang saja Amanda ... aku sudah tidak mencintai Bobi. Aku bahkan sangat membencinya sekarang," ucap Elsa.
"Sebaiknya kamu pulang dari sini, jaga suamimu baik-baik," suruh Elsa.
Dengan segudang kekesalan dalam dirinya, Amanda pergi dari ruangan itu diikuti dua temannya yang lain.
Setelah Amanda dan dua temannya pergi, Elsa menjatuhkan tubuhnya di sofa. Elsa menarik napasnya untuk meredam amosinya.
"Minumlah, El." Rena memberikan segelas air putih kepada Elsa.
"Terimakasih, Rena," ucap Elsa dibalas anggukan kepala oleh Rena.
"El, benarkah semua yang baru saja kamu katakan?" tanya Niken pada Elsa.
Elsa menaruh gelas di tangannya ke atas meja. Pandanganya mengarah pada Niken.
"Itu benar, Niken. Aku dan Bobi pernah dekat," tutur Elsa.
"Sabar ya, El. Kamu pasti sakit hati banget pada saat kamu dengar jika Bobi nikah sama Amanda dulu," ucap Niken.
"Aku hancur banget, Ken. Tapi aku mencoba untuk menerimanya, mungkin dia memang bukan jodoh aku," ucap Elsa.
"Tapi ya sudahlah, itu hanya sekedar cerita pada masa lalu. Yang terpenting bagiku sekarang adalah karir aku dan masa depan aku," ucap Elsa penuh semangat.
"Aku pasti akan dukung kamu," ucap Niken.
"Terimakasih ya, Ken. Kamu memang sahabat terbaik aku." Elsa dan Niken kembali saling memeluk.
Untuk sesaat Niken dan Elsa menghabiskan waktu mereka di ruangan itu dengan mengobrol. Sampai pada akhirnya mereka sadar jika hari sudah mulai senja.
"Aku pamit dulu ya," ucap Niken.
"Ya, kamu hati-hati di jalan," pesan Elsa.
"Kamu juga." Elsa dan Niken beranjak dari sofa. Mereka saling mencium pipi kanan dan kiri masing-masing.
"Sampai jumpa, El." Niken melambaikan tangannya pada Elsa dan dibalas oleh Elsa.
Setelah semua teman-temannya pergi, Elsa berada di ruangan itu sendiri. Ia kembali menjatuhkan dirinya di sofa. Elsa mendongak menatap langit-langit ruangan itu. Sekilas Elsa menutup matanya untuk mengingat masa lalunya.
Ada sebuah rasa kekhawatiran dalam diri Elsa jika masa lalunya akan diketahui oleh publik. Masa lalunya bagai bom waktu yang akan bisa meledak kapanpun dan pasti akan langsung menghancurkan dirinya.
"Hufff, apa yang harus aku lakukan? Aku ingin sekali menutup kisah masa laluku, tapi kenapa lembaran masa laluku seolah terbuka dengan sendirinya," batin Elsa.
Bunyi ponselnya membuat lamunan Elsa buyar. Ia melihat ada pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Elsa membuka dan mulai membacanya.
Dari Rena. Asisten pribadinya mengatakan jika mobil yang akan menjemput dirinya sudah datang.
Segera Elsa merapikan tasnya dan melangkahkan keluar dari ruangan itu. Elsa melangkah dengan langkah anggunnya menuju lobi hotel itu. Ia tidak menyadari jika sedari tadi ada yang sedang memperhatikan dirinya.
Yang ingin tahu kisah masa lalu Elsa, ada di platform sebelah, berjudul Mencintai Suami Kakakku.
Elsa sedang makan malam bersama dengan pimpinan dari perusahaan kosmetik ternama. Makan malam itu dilangsungkan di sebuah restoran hotel bintang lima. Acara makan malam itu untuk merayakan bergabungnya Elsa dengan perusahaan itu. Elsa resmi menjadi brand ambassador dari kosmetik itu."Nak Elsa, boleh saya bertanya?"Elsa mengarahkan pandangannya ke arah pemilik perusahaan itu. Seorang wanita paruh baya yang masih nampak cantik dan energik."Silahkan, Nyonya Anita," sahut Elsa.Perempuan itu menunjukan senyum ramahnya."Nak, Elsa ... kita sedang di luar pekerjaan. Jangan terlalu formal. Kamu bisa memanggilku 'tante'. Anggaplah saya sama seperti mendiang ibumu," ucapnya."Iya, Nyonya ... eh, maaf. Maksud saya, Tante."Ada genangan air mata di mata Elsa. Mendadak ia mengingat mendingan ibunya. Elsa mengambil tisu untuk mengusap air mata di pelupuk matanya."Kamu baik-baik saja, El?" tanya Anita."Ya saya baik-baik saja. Hanya sedang
Tidak pernah terbayangkan oleh Elsa jika dirinya akan dipertemukan dengan orang paling menyebalkan macam Erick Bramasta. Memaksanya untuk menikah dengan dirinya dalam waktu yang sangat singkat.Dan bukan hanya itu saja, Erick bahkan sudah memberitahukan hal itu pada kakaknya, Lina tanpa memberitahukan hal itu pada dirinya. Tanpa berunding lebih dulu, Erick juga sudah memberitahukan pada Lina jika mereka akan datang ke rumahnya.“Apa-apaan ini?” batin Elsa.Elsa duduk di dalam mobil milik Erick. Duduk di kursi belakang di samping Erick dengan bibir mengerucut. Kini mereka sedang dalam perjalanan ke rumah kakaknya Elsa, Lina Meheswari.“Jangan tunjukkan raut wajah seperti itu di hadapanku,” perintah Erick.“Kenapa kamu selalu memutuskan semua sendiri?” tanya Elsa dengan nada kesal.“Karena aku tidak mau berdebat denganmu lagi,” jawab Erick dengan santainya.“Setidaknya beritahukan aku lebih awal agar aku bisa bersiap,” protesElsa.
Happy reading ...Satu minggu sudah Elsa menjalin hubungan tanpa status dengan Erick Bramasta. Elsa mulai terlihat terbiasa dengan sikap Erick yang suka seenaknya sendiri.Seperti saat ini Elsa beberapa kali harus menarik napas panjang saat Erick memberi kabar secara mendadak jika ada pesta di hotelnya. Pesta untuk orang dari kalangan atas.Elsa tengah bersiap di kamar tempat ia pertama kali bertemu dengan Erick. Beberapa model gaun sedang Elsa coba, gaun yang dipesan khusus oleh Erick. Bukan hanya pakaian, ada beberapa sepatu yang harus ia coba.Elsa memberikan nilai plus pada Erick karena tahu ukuran baju dan sepatunya. Elsa memilih gaun tanpa lengan warna merah menyala. Gaun ketat dengan lebar di bagian bawahnya dan menampakkan punggung mulusnya.“Gaun yang cantik.”Elsa mematut dirinya di depan cermin, memutar tubuhnya untuk melihat keseluruhan penampilannya.“Anda terlihat sangat cantik, Nona Elsa,” puji seorang wanita yang membantunya
Erick sedang menunggu kedatangan Elsa di ruang pesta. Namun, perempuan itu belum juga menampakkan batang hidungnya."Kenapa wanita itu lama sekali? Apa dia butuh waktu selama ini untuk menghampiriku?" Erick menggerutu.Erick mengedarkan pandangannya mencari sosok perempuan berstatus calon istrinya. Kening Erick mengernyit saat melihat Elsa ditarik oleh seseorang.Erick tentu sangat mengenali wanita yang sedang menarik tangan calon istrinya itu. Erick tetap berdiri di tempatnya, memperhatikan dua perempuan yang sedang berseteru itu.Erick terus memperhatikan kedua perempuan yang sedang berseteru itu. Erick bisa melihat ketegangan di antara Amanda dan Elsa. Namun, Erick tidak berminat untuk memisahkan mereka. Sampai saat Amanda mencoba untuk mempermalukan Elsa dan Erick sangat tidak menyukai itu.Erick mulai melangkahkan kakinya untuk menghampiri Elsa. Dan pada saat Amanda mendorong Elsa, Erick mempercepat langkahnya. Beruntung Erick sampai tepat waktu, j
"Erick!"Panggilan itu membuat Elsa lebih dulu menarik dirinya. Ia palingkan wajahnya untuk menghindari pandangan Erick."Dia memanggilmu lagi," ucap Elsa lirih, tetapi Erick masih bisa mendengarnya."Erick."Panggilan ke tiga kali itu membuat Elsa dan Erick menoleh ke asal suara. Seorang wanita cantik berdiri tidak jauh dari mereka."Erick ...." Perempuan itu menarik lengan Erick. "Jelaskan siapa perempuan ini?"Elsa melihat perempuan itu menarik kerah jas Erick."Apa tadi suaraku kurang jelas? Dia Elsa, calon istriku," jawab Erick dengan nada dinginnya."Calon istrimu? Bagaimana bisa? Hari pertunangan kita sudah ditentukan," kata wanita itu."Hah! pertunangan kalian?" Elsa langsung menatap Erick. Mimik wajah Elsa seolah meminta perjelasan.Erick mengubah posisinya. Kini Erick berdiri di depan Elsa dan menyembunyikan Elsa di balik tubuhnya."Aku tidak pernah menyetujui perjodohan itu. Jadi ... lupakan tentang pertuna
'Kamu hanya milikku'Tiga kata itu berhasil membuat hati Elsa bergetar. Itu adalah pertama kalinya Elsa mendengarnya dari seorang laki-laki. Selama bersama Bobi, laki-laki itu bahkan tidak pernah mengatakan kalimat itu.Kata itu juga seperti obat bius bagi Elsa, membuat malam itu Elsa tidak bisa menolak keinginan Erick. Tubuhnya benar-benar tak kuasa untuk menolaknya. Apalagi sebuah sentuhan lembut yang diberikan oleh Erick begitu terasa sangat memabukkan.Jantung Elsa berdebar saat Erick mulai menyatukan tubuh mereka. Elsa tidak tahu jika Erick pun merasakan hal yang sama seperti dirinya. Aneh, padahal mereka bisa dibilang sudah berpengalaman dalam hal itu. Namun, itu adalah pertama kalinya keduanya merasakan hal lain dalam diri mereka.Malam itu di dalam kamar mewah tersebut dipenuhi oleh suara-suara kecil Elsa dan Erick. Suara yang bisa membangkitkan gairah seseorang. Kenikmatan itu juga membuat keduanya tidak bisa mengendalikan diri mereka sendiri.
Elsa sedang duduk di depan meja rias dengan pandangan tidak terbaca, entah itu bahagia atau sedih. Setelah satu jam yang lalu Erick sudah mengikrarkan janji suci yang membuat Elsa resmi menjadi istrinya yang sah.Di samping Elsa ada beberapa orang sedang mendandaninya. Gaun putih panjang menjuntai hingga lantai sudah melekat di tubuh ramping Elsa. Sangat pas dan menampakan lekuk tubuhnya. Rambutnya sudah disanggul dan ada sebuah mahkota bertahtakan permata menghiasi kepalannya.Harusnya Elsa merasa bahagia dengan kemewahan itu. Namun, Elsa mendapatkannya dari sebuah ancaman membuatnya tidak merasa bahagia.“Sudah selesai, Nona,” ucap salah satu make-up artist itu.Sepertinya Elsa sedang dalam dunianya sendiri, sehingga tidak mendengar apa yang baru saja make-up artist itu katakan.“Nona ...,” panggilnya lagi.Tetap tidak ada respon dari Elsa.Tiga orang make-up artist di samping Elsa melihat pantulan Erick pada cermin yang ada di hadapan mer
Pesta belum usai padahal waktu sudah memasuki jam tengah malam. Elsa sudah merasa lelah, tetapi suaminya belum juga mengizinkannya untuk beristirahat. Suaminya masih duduk bersama teman-temannya, bermain kartu bersama dan dirinya harus menemaninya.“Menjengkelkan,” batin Elsa.Elsa merasa sangat bosan di tempat itu maka ia pun memikirkan sebuah alasan agar bisa pergi dari tempat itu. Elsa mengedarkan pandangannya, bibirnya tersenyum saat menemukan sebuah alasan agar ia bisa menjauh dari Erick.“Tenggorokanku terasa kering. Aku ingin mengambil minum.” Elsa berbisik di telinga Erick.“Jangan terlalu lama.” Erick balas berbisik.Elsa mengangguk, lalu beranjak dari samping Erick. Langkah kakinya menuju meja tempat beberapa minuman berjejer dengan rapi.Elsa mengambil satu buah jus jeruk lalu membawanya ke balkon tempat itu. Tiba di balkon Elsa menarik napas lega. Setidaknya ia bisa menghirup udara kebebasan sejenak. Di tempat itu Elsa merasakan angin
Langit gelap bertaburan bintang, rembulan bersinar terang untuk menyinari malam. Nampak sunyi, tetapi tidak dengan ruangan besar nan megah, tempat yang biasa Erick dan Elsa gunakan untuk tidur.Saat ini Elsa tidak berhenti meracau saat Erick menggerakkan tubuhnya maju mundur di atasnya. Laki-laki memberikan kenikmatan yang luar biasa hingga membuat Elsa hampir kehilangan akal.“Erick, apa kamu ingin membuat aku gila?” racau Elsa.Erick hanya tersenyum mendengar racauan Elsa. Erick sengaja tidak membiarkan istrinya itu diam, karena suara desahan Elsa makin membuatnya bersemangat.Erick pun sama dengan Elsa yang hampir kehilangan akal, ia juga merasakan hampir kehilangan akal setelah satu minggu memendam hasratnya pada istrinya.Tubuh Elsa seolah sudah menjadi candu bagi Erick. Ditambah tubuh mulus dan dua bongkahan di dada Elsa yang selalu terlihat menantang dirinya un
Elsa sedang berbelanja di supermarket bersama Melani dan salah satu asisten rumah tangga di rumahnya. Rencananya Elsa ingin memasak, lebih tepatnya menyuruh para pelayan di rumahnya untuk memasak makanan kesukaan kakak, kakak iparnya, dan juga Gevan.Sebenernya Elsa tidak harus bersusah payah untuk belanja di supermarket, dirinya tinggal menelepon salah seorang staf di supermarket itu dan apapun yang Elsa inginkan akan dikirim langsung ke rumahnya. Namun, Elsa tidak mau melakukan itu. Elsa sengaja memilih untuk pergi berbelanja sendiri agar bisa mencari alasan untuk berjalan-jalan.Dua troli sudah terisi penuh oleh belanjaan Elsa. Istri dari Erick Bramasta itu mengajak kedua asistennya untuk membayar belanjaan mereka ke kasir.“Ayo kita bayar ini semua. Setelah itu kita pulang,” ajak Elsa.“Mari, Nyonya,” ucap Melani.Elsa melangkah diikuti dua asistennya
Pagi hari yang cerah, Elsa bersenandung kecil setelah mandi. Elsa melangkah menuju lemari pakaiannya untuk mengambil pakaian yang akan ia kenakan. Dress ketat berwarna merah dengan panjang di atas lutut menjadi pilihan bagi Elsa.“Kamu terlihat bahagia sekali.”Elsa menoleh ke arah kamar tidur. Ternyata suaminya sudah bangun. Mata Elsa melihat Erik sudah duduk bersandar di kepala ranjang.“Eh ... kamu sudah bangun, Suamiku,” ucap Elsa.“Apa yang sedang kamu pikirkan? Hingga membuatmu merasa bahagia dan tidak mengetahui aku sudah bangun dari tadi,” tanya Erick. “Apa karena kamu berfoto dengan artis idolanya itu.”“Kamu masih merasa cemburu juga!” Elsa terkikik geli.“Jangan menghayal terlalu tinggi nanti jatuhnya akan terasa lebih sakit.” Erick mendengkus kesal.“Ya, ya, ya terserah kamu saja. Aku hanya menyambut pagi hari dengan kebahagian. Agar kita bisa me
Kedua tangan Erick menggenggam kuat besi pembatas yang ada di hadapannya. Rahangnya mengeras dan tatapannya tajam saat melihat Elsa bermesraan dengan laki-laki lain. Istrinya benar-benar seperti sedang menguji kesabarannya.“Ayo, kita pulang!” ajak Erick.Reza dan kedua laki-laki yang merupakan body guard Erick berjalan mengikuti Erick yang sedang terlihat kesal.Elsa sendiri tidak menyadari kehadiran dan kepergian suaminya. Elsa masih asik berfoto serta berbincang dengan artis idolanya.Tidak terasa hari sudah semakin sore. Elsa harus segera kembali ke rumah sebelum Erick pulang.“Kak ayolah ikut denganku. Aku membawakan Kakak banyak oleh-oleh, aku juga ingin menunjukan rumahku pada Kakak,” rengek Elsa.“El, lain kali saja. Mas Abi sebentar lagi akan pulang dari kantornya,” tolak Lina.“Ck, ya sudah. Tapi besok-besok Kakak tidak boleh menolak saat aku meminta kakak untuk datang ke rumahku,&rd
Setelah mengantar suaminya untuk pergi ke kantor, Elsa kembali ke dalam rumah. Elsa memilih untuk duduk di ruang tengah rumahnya.“Apa yang harus aku lakukan? Dia melarangku untuk keluar rumah,” guman Elsa.Elsa duduk seraya memikirkan apa yang akan ia lakukan seharian nanti.Berenang?Tidak mungkin! Dirinya sedang datang bulan.Masak?Dirinya hanya bisa memasak nasi goreng dan sandwich.Elsa memilih untuk menyalakan televisi untuk menghilangkan rasa bosannya. Saat melihat anak kecil di layar televisi, mendadak Elsa merindukan Gevan.“Semenjak aku menikah, aku belum menelpon kakak Lina,” ucap Elsa.Elsa meraih gagang telepon lalu menekan nomor rumah kakaknya. Beberapa kali Elsa mencoba menghubungi nomor rumah kakaknya, tetapi tidak ada yang menerima panggilan itu.“Ke mana semua orang yang ada di sana?” Elsa bertanya pada dirinya sendiri.Elsa pun mencoba sekali lagi dan
Pesawat Pribadi yang membawa Elsa, Erick, dan Raisa mendarat di bandara di Indonesia. Setelah pesawat berhenti bergerak, mereka bertiga segera keluar dari dalam pesawat.Elsa masih tetap bergelayut manja di lengan Erick membuat Raisa makin panas karena terbakar api cemburu.“Selamat datang kembali, Tuan, Nyonya,” ucap Reza.“Reza, antar kami pulang. Aku sudah sangat lelah,” perintah Elsa.“Baik, nyonya,” sahut Reza.Elsa dan Erick melangkah pergi. Namun, Elsa kembali menghentikan langkahnya saat melihat Raisa melangkah mengikutinya.“Tunggu dulu!” Elsa menoleh ke belakang, tepatnya ke arah Raisa. “Raisa ... apa kamu akan selalu mengikuti kami ke manapun kami akan pergi?” sindir Elsa.“Kenapa memangnya?” Raisa bertanya tanpa rasa malu.“Dasar tidak tahu malu!” maki Elsa.“Reza, suruh orang untuk mengantar nona Raisa kembali ke
Pesawat pribadi yang membawa Elsa, Erick, serta Raisa masih mengudara di langit gelap. Elsa yang merasa lelah sudah tertidur di kursinya. Tangan Elsa tidak lepas dari lengan Erick meskipun ia sudah tertidur pulas.Erick sendiri masih tetap terjaga. Pandangannya menatap ke arah atas, lalu sekilas melihat Elsa yang sedang tertidur di sebelahnya.Ada senyum tipis yang tercipta di bibir Erick saat melihat istrinya tertidur dengan begitu tenangnya. Namun, senyum itu mendadak sirna saat bola matanya melihat Raisa.Segera Erick memalingkan wajahnya dari Raisa, mantan kekasihnya yang telah mengkhianatinya.Perlahan Erick menyingkirkan tangan Elsa yang melingkar di lengannya. Dengan perlahan juga Erick beranjak dari sisi Elsa. Langkahnya menuju ke bagian belakang pesawat itu.Erick mengambil satu botol wine yang ada di lemari penyimpanan. Lalu menuangkan isinya ke gelas kristal berkaki. Sebelum meminumnya, Erick lebih dulu mencium harum dari wine itu.
“Erick.”Suara wanita yang tidak asing lagi terdengar di telinga Erick maupun Elsa. Segera kedua pasangan suami-istri itu menolehkan pandangan mereka ke asal suara.Elsa terbelalak saat matanya menangkap sosok Raisa berdiri tidak jauh darinya.“Kenapa wanita itu selalu saja menganggu saat sedang bersama Erick,” batin Elsa.Elsa melihat sekilas ke arah Erick, Elsa bisa menangkap keterkejutan suaminya. Namun, Erick mencoba untuk menyembunyikkannya.“Nona Raisa, Anda di sini?” tanya Elsa.“Aku ada urusan dengan Erick,” jawab Raisa.“Urusan yang sangat pentingkah? Sehingga kamu sampai menyusul kami saat sedang berbulan madu?” sindir Elsa.“Bukan urusanmu,” balas Raisa.“Dengar —” Perkataan Elsa dipotong oleh Erick.“Nona Raisa ... apapun urusannya kita bisa membicarakannya besok di kantor,” ucap Erick.“T
Elsa menggeliat dalam tidurnya. Suara mobil melintas mendadak masuk ke dalam indra pendengarannya dan mengusik tidurnya. Saat akan bangun, Elsa merasakan berat di perutnya.Elsa menundukkan kepalanya, matanya melihat kepala Erick ada di atas perutnya.“Seenaknya saja dia menjadikan perutku sebagai bantal,” gerutu Elsa.“Hei, bangun!” Elsa menggoyangkan tubuhnya, tetapi Erick tidak kunjung bangun.Elsa ingin menyingkirkan kepala Erick dari atas perutnya. Namun, melihat Erick nampak sangat pulas, membuat Elsa menjadi tidak tega.Elsa memilih untuk diam sejenak lalu dengan perlahan memindahkan kepala Erick ke atas bantal. Perlahan Elsa menurunkan kakinya ke lantai dan pergi ke kamar mandi.Beberapa saat kemudian Elsa keluar dari kamar mandi, matanya tidak sengaja melihat sesuatu di dalam kamarnya. Elsa memeriksa sebuah kantong belanjaan yang isinya sesuatu yang ia butuhkan semalam.“Jadi dia pergi dan membel