Elsa sedang makan malam bersama dengan pimpinan dari perusahaan kosmetik ternama. Makan malam itu dilangsungkan di sebuah restoran hotel bintang lima. Acara makan malam itu untuk merayakan bergabungnya Elsa dengan perusahaan itu. Elsa resmi menjadi brand ambassador dari kosmetik itu.
"Nak Elsa, boleh saya bertanya?"
Elsa mengarahkan pandangannya ke arah pemilik perusahaan itu. Seorang wanita paruh baya yang masih nampak cantik dan energik.
"Silahkan, Nyonya Anita," sahut Elsa.
Perempuan itu menunjukan senyum ramahnya.
"Nak, Elsa ... kita sedang di luar pekerjaan. Jangan terlalu formal. Kamu bisa memanggilku 'tante'. Anggaplah saya sama seperti mendiang ibumu," ucapnya.
"Iya, Nyonya ... eh, maaf. Maksud saya, Tante."
Ada genangan air mata di mata Elsa. Mendadak ia mengingat mendingan ibunya. Elsa mengambil tisu untuk mengusap air mata di pelupuk matanya.
"Kamu baik-baik saja, El?" tanya Anita.
"Ya saya baik-baik saja. Hanya sedang mengingat ibu saya," jawab Elsa.
"Maaf, jika saya jadi membuatmu sedih," sesak Anita.
"Tidak masalah, Tante. Saya yang lagi baperan," ucap Elsa diikuti tawa kecilnya. "Oh iya, tadi Tante mau tanya apa?"
"Oh itu, saya mau tanya? Kamu cantik, muda, dan sukses ... apa kamu belum mau menikah?" tanya Anita.
"Aku belum berpikir sampai ke arah sana. Untuk saat ini, saya ingin fokus pada karir saya. Dan yang paling utama ... saya belum menemukan laki-laki yang pas di hati saya," jelas Elsa diikuti tawa kecilnya.
"Tante doakan semoga kamu cepat mendapatkan jodoh kamu," ucap Anita.
"Amiin."
Makan malam sudah selesai, Anita dan pada stafnya sudah pulang. Elsa sendiri masih berada di area restauran. Saat Elsa akan beranjak dari kursi, seseorang menghampirinya.
"Permisi, dengan Nona Elsa Maheswari?"
Elsa menoleh ke arah kanannya. Elsa melihat laki-laki memakai jas hitam berdiri di sampingnya.
"Ya, maaf Anda siapa?" tanya Elsa.
"Saya Reza. Bos saya ingin bertemu dengan Nona," jawab Reza.
"Bos? Memang siapa bos Kamu?" tanya Elsa.
"Tuan Erick Bramasta," jawab Reza.
"Erick Bramasta?" Elsa nampak berusaha mengingat-ingat tentang Erick Bramasta yang sepertinya tidak asing lagi.
"Apa bosmu adalah pengusaha muda yang katanya memiliki beberapa hotel berbintang dan pusat perbelanjaan itu?" tebak Elsa.
"Betul, Nona. Dan termasuk hotel ini?" jawab Reza.
"Wow!"
Elsa kembali duduk dengan gaya anggunnya.
"Ada urusan apa dia ingin menemuiku?" tanya Elsa.
"Bos saya ingin menawarkan sebuah kerjasama," jawab Reza.
"Kerjasama?"
"Betul, Nona."
"Kerjasama dalam bentuk apa?"
"Kalau itu hanya, bos saya yang tahu."
"Baiklah, lalu di mana bosmu itu?"
"Mari ikut saya, Nona Elsa."
Elsa melihat Reza, ada sedikit keraguan dalam diri Elsa. Haruskah, ia mengikuti orang itu?
"Mari, Nona saya akan mengantar Anda ke ruangan bos saya," ucap Reza.
"Baiklah, ayo."
Elsa beranjak dari kursi dan melangkah mengekori Reza. Elsa masuk ke dalam lift, sepertinya sebuah lift khusus. Elsa dan Reza keluar dari lift, ternyata mereka ada di puncak hotel itu.
"Di mana ruangannya?" tanya Elsa.
"Di sebelah sini, Nona," jawab Reza.
Reza membukakan pintu berwarna cokelat dengan ukiran klasik.
"Silahkan masuk, Nona!" Reza dan Elsa masuk ke dalam ruangan itu.
Elsa terperangah saat melihat betapa besar dan indahnya kamar itu. Mungkin itu adalah kamar paling mewah di hotel itu.
"Silahkan duduk, Nona. Tuan Erick sepetinya sedang mandi," ucap Reza.
Elsa tidak ingin duduk, ia terlalu terpesona dengan kamar itu. Elsa memutuskan untuk melihat-lihat kamar itu. Langkah Elsa terhenti tepat di tengah kamar itu.
Atap kamar yang transparan membuat pemandangan langit malam terlihat jelas.
Sangat indah!
"Sepertinya aku jatuh cinta pada kamar ini," gumam Elsa.
Pandangan Elsa teralihkan saat telinganya mendengar suara pintu terbuka. Mata Elsa tidak berkedip saat melihat seorang laki-laki keluar dari kamar mandi.
Elsa melihat laki-laki tampan berdiri di depan pintu kamar mandi. Rambutnya terlihat masih basah dan memakai handuk kimono berwarna hitam.
Apa dia Erick Bramasta? Ternyata dia lumayan juga.
Selama ini Elsa melihat Erick hanya dari layar tv, majalah, ataupun surat kabar. Saat Elsa melihatnya secara langsung, mata Elsa hampir tidak bisa berkedip.
Elsa tersadar dari lamunannya saat suara jentikan jari mengejutkan dirinya.
"Sudah puas memandangnya?"
Elsa terperangah saat melihat Erick dalam jarak yang begitu dekat.
Melihat Elsa termenung, Erick menunjukkan senyum sinisnya.
"Reza ...." Erick mengibaskan tangannya, memberi isyarat agar asisten pribadinya itu pergi dari kamar itu.
"Mau sampai kapan kamu berdiri di situ? Duduklah!" suruh Erick dengan dinginnya.
Elsa menyusul Erick yang sudah lebih dulu duduk di sofa.
"Kerjasama apa yang ingin Anda tawarkan padaku, Tuan?" tanya Elsa tanpa basa-basi.
Erick mengambil salah satu berkas yang ada di meja. Erick memberikannya pada Elsa dengan sedikit melemparkannya.
"Bacalah!" suruh Erick.
Elsa mulai membuka berkas itu dan mulai membacanya. Setelah selesai membacanya, Elsa menutup berkas itu dengan kasar dan menaruhnya ke atas meja dengan penuh emosi.
"Apa-apaan ini, Tuan Bramasta! Sejak kapan sebuah pernikahan adalah sebuah bentuk kerjasama?" kesal Elsa.
"Turunkan nada bicaramu, Nona Elsa!" suruh Erick dengan suara dinginnya.
"Apa-apaan ini?"
"Kita akan diuntungkan dengan pernikahan ini. Karir kamu akan semakin naik jika menikah denganku, dan kamu akan terbebas dari isu jika kamu adalah seorang pelakor," ucap Erick. "Dan aku bisa keluar dari rumah orang tuaku."
"Kenapa harus aku? Kamu bisa memilih wanita lain di luaran sana," tanya Elsa.
"Karena mataku memilihmu. Harusnya kamu bangga dengan hal itu."
"Bagaimana jika aku tetap menolaknya?" tantang Elsa.
"Dalam sekejap aku bisa menghancurkan kariermu," ancam Erick.
Elsa diam, ia tahu jika Erick bukanlah orang sembarangan. Ternyata dirinya sudah salah jalan. Langkahnya membawanya masuk ke kandang singa dan pasti Erick tidak akan membiarkan ia keluar dengan hidup-hidup.
Elsa berpikir untuk memutar otaknya dan mencari sebuah alasan untuk menolak hal itu.
Elsa berpindah tempat dan duduk tepat di sebelah Erick. Dengan gaya centilnya, Elsa mencoba merayu Erick.
Elsa bersandar pada dada bidang Erick dan menggerakkan jarinya pada bidang itu.
"Kamu yakin ingin memperistri diriku?" tanya Elsa.
Erick mengangguk, "Hanya karena sebuah alasan."
"Tapi aku tidak bisa masak."
"Tidak masalah, aku punya banyak koki handal di hotel maupun di rumahku sendiri."
"Aku hobi belanja dan jalan-jalan keluar negri."
"Aku punya banyak uang."
Huh, sombong!
Elsa kembali memutar otaknya. Ia kembali mencari cara agar bisa Erick mengurungkan niatnya.
"Kamu yakin tidak ingin mencari perempuan lain?"
Erick mencengkram tangan Elsa membuat pergerakan jari Elsa terhenti. Erick menatap mata Elsa.
"Sudah aku bilang ... aku hanya menginginkan dirimu saja," tegas Elsa.
"Tapi bagaimana jika aku mengatakan kalau aku sudah tidak perawan."
Elsa menatap lurus ke mata Erick. Elsa ingin melihat reaksi Erick.
Elsa berpikir Erick akan langsung mengusirnya dari kamar itu, tetapi tebakannya Elsa salah. Justru Erick menarik pinggang Elsa untuk mempersempit jarak di antara mereka.
"Aku tahu, aku tahu semua tentang dirimu, Elsa Maheswari."
"Lalu apa kamu pikir aku juga masih perjaka?" Erick menunjukan senyum tipis yang terkesan sedang meledek Elsa.
Elsa menaikan satu alisnya mendengar pengakuan Erick.
"Kita impas, 'kan?" ledek Erick.
Elsa mendorong dada Erick, menjauhkan tubuh laki-laki itu dari dirinya.
Elsa berdecak kesal.
Apalagi yang aku harus lakukan untuk menolak pria menyebalkan ini?
"Apa kamu sedang mencari alasan untuk mencoba menolakku?" tanya Erick.
"Ya." Elsa langsung membungkam mulutnya.
"Ck, apa kamu ini bisa membaca pikiranku?" decak Elsa.
"Jika aku tahu apa yang sedang kamu pikirkan, aku tidak perlu berdebat denganmu sekarang," balas Erick.
"Menyebalkan!" umpat Elsa.
"Kamu tidak akan bisa menolaknya," ucap Erick.
"Kenapa? Kenapa aku tidak bisa menolak dirimu? Aku akan pergi sekarang juga." Elsa beranjak dari sofa. Namun, Erick menahannya.
"Tunggu!"
Erick menunjukan selembar foto. "Kamu tentu mengenal anak ini, iya, 'kan?"
"Gevan."
"Dia keponakanmu atau ...." Ucapan Erick terpotong oleh Elsa.
"Oke, aku akan menikah denganmu. Apa Anda puas, Tuan Erick Bramasta?" tekan Elsa.
"Puas sekali," balas Erick dengan senyum penuh kemenangan.
Tidak pernah terbayangkan oleh Elsa jika dirinya akan dipertemukan dengan orang paling menyebalkan macam Erick Bramasta. Memaksanya untuk menikah dengan dirinya dalam waktu yang sangat singkat.Dan bukan hanya itu saja, Erick bahkan sudah memberitahukan hal itu pada kakaknya, Lina tanpa memberitahukan hal itu pada dirinya. Tanpa berunding lebih dulu, Erick juga sudah memberitahukan pada Lina jika mereka akan datang ke rumahnya.“Apa-apaan ini?” batin Elsa.Elsa duduk di dalam mobil milik Erick. Duduk di kursi belakang di samping Erick dengan bibir mengerucut. Kini mereka sedang dalam perjalanan ke rumah kakaknya Elsa, Lina Meheswari.“Jangan tunjukkan raut wajah seperti itu di hadapanku,” perintah Erick.“Kenapa kamu selalu memutuskan semua sendiri?” tanya Elsa dengan nada kesal.“Karena aku tidak mau berdebat denganmu lagi,” jawab Erick dengan santainya.“Setidaknya beritahukan aku lebih awal agar aku bisa bersiap,” protesElsa.
Happy reading ...Satu minggu sudah Elsa menjalin hubungan tanpa status dengan Erick Bramasta. Elsa mulai terlihat terbiasa dengan sikap Erick yang suka seenaknya sendiri.Seperti saat ini Elsa beberapa kali harus menarik napas panjang saat Erick memberi kabar secara mendadak jika ada pesta di hotelnya. Pesta untuk orang dari kalangan atas.Elsa tengah bersiap di kamar tempat ia pertama kali bertemu dengan Erick. Beberapa model gaun sedang Elsa coba, gaun yang dipesan khusus oleh Erick. Bukan hanya pakaian, ada beberapa sepatu yang harus ia coba.Elsa memberikan nilai plus pada Erick karena tahu ukuran baju dan sepatunya. Elsa memilih gaun tanpa lengan warna merah menyala. Gaun ketat dengan lebar di bagian bawahnya dan menampakkan punggung mulusnya.“Gaun yang cantik.”Elsa mematut dirinya di depan cermin, memutar tubuhnya untuk melihat keseluruhan penampilannya.“Anda terlihat sangat cantik, Nona Elsa,” puji seorang wanita yang membantunya
Erick sedang menunggu kedatangan Elsa di ruang pesta. Namun, perempuan itu belum juga menampakkan batang hidungnya."Kenapa wanita itu lama sekali? Apa dia butuh waktu selama ini untuk menghampiriku?" Erick menggerutu.Erick mengedarkan pandangannya mencari sosok perempuan berstatus calon istrinya. Kening Erick mengernyit saat melihat Elsa ditarik oleh seseorang.Erick tentu sangat mengenali wanita yang sedang menarik tangan calon istrinya itu. Erick tetap berdiri di tempatnya, memperhatikan dua perempuan yang sedang berseteru itu.Erick terus memperhatikan kedua perempuan yang sedang berseteru itu. Erick bisa melihat ketegangan di antara Amanda dan Elsa. Namun, Erick tidak berminat untuk memisahkan mereka. Sampai saat Amanda mencoba untuk mempermalukan Elsa dan Erick sangat tidak menyukai itu.Erick mulai melangkahkan kakinya untuk menghampiri Elsa. Dan pada saat Amanda mendorong Elsa, Erick mempercepat langkahnya. Beruntung Erick sampai tepat waktu, j
"Erick!"Panggilan itu membuat Elsa lebih dulu menarik dirinya. Ia palingkan wajahnya untuk menghindari pandangan Erick."Dia memanggilmu lagi," ucap Elsa lirih, tetapi Erick masih bisa mendengarnya."Erick."Panggilan ke tiga kali itu membuat Elsa dan Erick menoleh ke asal suara. Seorang wanita cantik berdiri tidak jauh dari mereka."Erick ...." Perempuan itu menarik lengan Erick. "Jelaskan siapa perempuan ini?"Elsa melihat perempuan itu menarik kerah jas Erick."Apa tadi suaraku kurang jelas? Dia Elsa, calon istriku," jawab Erick dengan nada dinginnya."Calon istrimu? Bagaimana bisa? Hari pertunangan kita sudah ditentukan," kata wanita itu."Hah! pertunangan kalian?" Elsa langsung menatap Erick. Mimik wajah Elsa seolah meminta perjelasan.Erick mengubah posisinya. Kini Erick berdiri di depan Elsa dan menyembunyikan Elsa di balik tubuhnya."Aku tidak pernah menyetujui perjodohan itu. Jadi ... lupakan tentang pertuna
'Kamu hanya milikku'Tiga kata itu berhasil membuat hati Elsa bergetar. Itu adalah pertama kalinya Elsa mendengarnya dari seorang laki-laki. Selama bersama Bobi, laki-laki itu bahkan tidak pernah mengatakan kalimat itu.Kata itu juga seperti obat bius bagi Elsa, membuat malam itu Elsa tidak bisa menolak keinginan Erick. Tubuhnya benar-benar tak kuasa untuk menolaknya. Apalagi sebuah sentuhan lembut yang diberikan oleh Erick begitu terasa sangat memabukkan.Jantung Elsa berdebar saat Erick mulai menyatukan tubuh mereka. Elsa tidak tahu jika Erick pun merasakan hal yang sama seperti dirinya. Aneh, padahal mereka bisa dibilang sudah berpengalaman dalam hal itu. Namun, itu adalah pertama kalinya keduanya merasakan hal lain dalam diri mereka.Malam itu di dalam kamar mewah tersebut dipenuhi oleh suara-suara kecil Elsa dan Erick. Suara yang bisa membangkitkan gairah seseorang. Kenikmatan itu juga membuat keduanya tidak bisa mengendalikan diri mereka sendiri.
Elsa sedang duduk di depan meja rias dengan pandangan tidak terbaca, entah itu bahagia atau sedih. Setelah satu jam yang lalu Erick sudah mengikrarkan janji suci yang membuat Elsa resmi menjadi istrinya yang sah.Di samping Elsa ada beberapa orang sedang mendandaninya. Gaun putih panjang menjuntai hingga lantai sudah melekat di tubuh ramping Elsa. Sangat pas dan menampakan lekuk tubuhnya. Rambutnya sudah disanggul dan ada sebuah mahkota bertahtakan permata menghiasi kepalannya.Harusnya Elsa merasa bahagia dengan kemewahan itu. Namun, Elsa mendapatkannya dari sebuah ancaman membuatnya tidak merasa bahagia.“Sudah selesai, Nona,” ucap salah satu make-up artist itu.Sepertinya Elsa sedang dalam dunianya sendiri, sehingga tidak mendengar apa yang baru saja make-up artist itu katakan.“Nona ...,” panggilnya lagi.Tetap tidak ada respon dari Elsa.Tiga orang make-up artist di samping Elsa melihat pantulan Erick pada cermin yang ada di hadapan mer
Pesta belum usai padahal waktu sudah memasuki jam tengah malam. Elsa sudah merasa lelah, tetapi suaminya belum juga mengizinkannya untuk beristirahat. Suaminya masih duduk bersama teman-temannya, bermain kartu bersama dan dirinya harus menemaninya.“Menjengkelkan,” batin Elsa.Elsa merasa sangat bosan di tempat itu maka ia pun memikirkan sebuah alasan agar bisa pergi dari tempat itu. Elsa mengedarkan pandangannya, bibirnya tersenyum saat menemukan sebuah alasan agar ia bisa menjauh dari Erick.“Tenggorokanku terasa kering. Aku ingin mengambil minum.” Elsa berbisik di telinga Erick.“Jangan terlalu lama.” Erick balas berbisik.Elsa mengangguk, lalu beranjak dari samping Erick. Langkah kakinya menuju meja tempat beberapa minuman berjejer dengan rapi.Elsa mengambil satu buah jus jeruk lalu membawanya ke balkon tempat itu. Tiba di balkon Elsa menarik napas lega. Setidaknya ia bisa menghirup udara kebebasan sejenak. Di tempat itu Elsa merasakan angin
Area Dewasa sebaiknya bijak dalam memilih bacaan.Happy readingElsa selalu dibuat dibuat tidak berdaya saat Erick menyentuhnya. Seperti pada malam pertama mereka setelah pernikahan. Rasa kesal yang Elsa rasakan pada Erick seketika sirna saat Erick menciuminya.Sentuhan lembut itu benar-benar memabukkan diri Elsa. Bahkan Elsa tidak sadar jika gaun yang melekat di tubuhnya sudah lolos dari tubuhnya. Elsa baru sadar saat tubuhnya melayang di udara, karena Erick yang mengangkatnya.“Mandilah.”“Turunkan aku!” pinta Elsa.“Bagaimana jika aku tidak mau,” tanya Erick.Elsa menggeram tertahan. Sebenarnya Elsa merasa malu karena kini ia hanya memakai pakaian dalamnya.“Hei, ayolah turunkan aku. Aku masih bisa jalan sendiri,” pinta Elsa, tetapi lagi-lagi Erick menggelengkan kepalanya.“Kalau kamu tidak mau menurunkan aku maka akan menggigitmu,” ancam Elsa.“Lakukan saja jika kamu bisa,” tantang Erick.“Baiklah, tapi jangan sal
Langit gelap bertaburan bintang, rembulan bersinar terang untuk menyinari malam. Nampak sunyi, tetapi tidak dengan ruangan besar nan megah, tempat yang biasa Erick dan Elsa gunakan untuk tidur.Saat ini Elsa tidak berhenti meracau saat Erick menggerakkan tubuhnya maju mundur di atasnya. Laki-laki memberikan kenikmatan yang luar biasa hingga membuat Elsa hampir kehilangan akal.“Erick, apa kamu ingin membuat aku gila?” racau Elsa.Erick hanya tersenyum mendengar racauan Elsa. Erick sengaja tidak membiarkan istrinya itu diam, karena suara desahan Elsa makin membuatnya bersemangat.Erick pun sama dengan Elsa yang hampir kehilangan akal, ia juga merasakan hampir kehilangan akal setelah satu minggu memendam hasratnya pada istrinya.Tubuh Elsa seolah sudah menjadi candu bagi Erick. Ditambah tubuh mulus dan dua bongkahan di dada Elsa yang selalu terlihat menantang dirinya un
Elsa sedang berbelanja di supermarket bersama Melani dan salah satu asisten rumah tangga di rumahnya. Rencananya Elsa ingin memasak, lebih tepatnya menyuruh para pelayan di rumahnya untuk memasak makanan kesukaan kakak, kakak iparnya, dan juga Gevan.Sebenernya Elsa tidak harus bersusah payah untuk belanja di supermarket, dirinya tinggal menelepon salah seorang staf di supermarket itu dan apapun yang Elsa inginkan akan dikirim langsung ke rumahnya. Namun, Elsa tidak mau melakukan itu. Elsa sengaja memilih untuk pergi berbelanja sendiri agar bisa mencari alasan untuk berjalan-jalan.Dua troli sudah terisi penuh oleh belanjaan Elsa. Istri dari Erick Bramasta itu mengajak kedua asistennya untuk membayar belanjaan mereka ke kasir.“Ayo kita bayar ini semua. Setelah itu kita pulang,” ajak Elsa.“Mari, Nyonya,” ucap Melani.Elsa melangkah diikuti dua asistennya
Pagi hari yang cerah, Elsa bersenandung kecil setelah mandi. Elsa melangkah menuju lemari pakaiannya untuk mengambil pakaian yang akan ia kenakan. Dress ketat berwarna merah dengan panjang di atas lutut menjadi pilihan bagi Elsa.“Kamu terlihat bahagia sekali.”Elsa menoleh ke arah kamar tidur. Ternyata suaminya sudah bangun. Mata Elsa melihat Erik sudah duduk bersandar di kepala ranjang.“Eh ... kamu sudah bangun, Suamiku,” ucap Elsa.“Apa yang sedang kamu pikirkan? Hingga membuatmu merasa bahagia dan tidak mengetahui aku sudah bangun dari tadi,” tanya Erick. “Apa karena kamu berfoto dengan artis idolanya itu.”“Kamu masih merasa cemburu juga!” Elsa terkikik geli.“Jangan menghayal terlalu tinggi nanti jatuhnya akan terasa lebih sakit.” Erick mendengkus kesal.“Ya, ya, ya terserah kamu saja. Aku hanya menyambut pagi hari dengan kebahagian. Agar kita bisa me
Kedua tangan Erick menggenggam kuat besi pembatas yang ada di hadapannya. Rahangnya mengeras dan tatapannya tajam saat melihat Elsa bermesraan dengan laki-laki lain. Istrinya benar-benar seperti sedang menguji kesabarannya.“Ayo, kita pulang!” ajak Erick.Reza dan kedua laki-laki yang merupakan body guard Erick berjalan mengikuti Erick yang sedang terlihat kesal.Elsa sendiri tidak menyadari kehadiran dan kepergian suaminya. Elsa masih asik berfoto serta berbincang dengan artis idolanya.Tidak terasa hari sudah semakin sore. Elsa harus segera kembali ke rumah sebelum Erick pulang.“Kak ayolah ikut denganku. Aku membawakan Kakak banyak oleh-oleh, aku juga ingin menunjukan rumahku pada Kakak,” rengek Elsa.“El, lain kali saja. Mas Abi sebentar lagi akan pulang dari kantornya,” tolak Lina.“Ck, ya sudah. Tapi besok-besok Kakak tidak boleh menolak saat aku meminta kakak untuk datang ke rumahku,&rd
Setelah mengantar suaminya untuk pergi ke kantor, Elsa kembali ke dalam rumah. Elsa memilih untuk duduk di ruang tengah rumahnya.“Apa yang harus aku lakukan? Dia melarangku untuk keluar rumah,” guman Elsa.Elsa duduk seraya memikirkan apa yang akan ia lakukan seharian nanti.Berenang?Tidak mungkin! Dirinya sedang datang bulan.Masak?Dirinya hanya bisa memasak nasi goreng dan sandwich.Elsa memilih untuk menyalakan televisi untuk menghilangkan rasa bosannya. Saat melihat anak kecil di layar televisi, mendadak Elsa merindukan Gevan.“Semenjak aku menikah, aku belum menelpon kakak Lina,” ucap Elsa.Elsa meraih gagang telepon lalu menekan nomor rumah kakaknya. Beberapa kali Elsa mencoba menghubungi nomor rumah kakaknya, tetapi tidak ada yang menerima panggilan itu.“Ke mana semua orang yang ada di sana?” Elsa bertanya pada dirinya sendiri.Elsa pun mencoba sekali lagi dan
Pesawat Pribadi yang membawa Elsa, Erick, dan Raisa mendarat di bandara di Indonesia. Setelah pesawat berhenti bergerak, mereka bertiga segera keluar dari dalam pesawat.Elsa masih tetap bergelayut manja di lengan Erick membuat Raisa makin panas karena terbakar api cemburu.“Selamat datang kembali, Tuan, Nyonya,” ucap Reza.“Reza, antar kami pulang. Aku sudah sangat lelah,” perintah Elsa.“Baik, nyonya,” sahut Reza.Elsa dan Erick melangkah pergi. Namun, Elsa kembali menghentikan langkahnya saat melihat Raisa melangkah mengikutinya.“Tunggu dulu!” Elsa menoleh ke belakang, tepatnya ke arah Raisa. “Raisa ... apa kamu akan selalu mengikuti kami ke manapun kami akan pergi?” sindir Elsa.“Kenapa memangnya?” Raisa bertanya tanpa rasa malu.“Dasar tidak tahu malu!” maki Elsa.“Reza, suruh orang untuk mengantar nona Raisa kembali ke
Pesawat pribadi yang membawa Elsa, Erick, serta Raisa masih mengudara di langit gelap. Elsa yang merasa lelah sudah tertidur di kursinya. Tangan Elsa tidak lepas dari lengan Erick meskipun ia sudah tertidur pulas.Erick sendiri masih tetap terjaga. Pandangannya menatap ke arah atas, lalu sekilas melihat Elsa yang sedang tertidur di sebelahnya.Ada senyum tipis yang tercipta di bibir Erick saat melihat istrinya tertidur dengan begitu tenangnya. Namun, senyum itu mendadak sirna saat bola matanya melihat Raisa.Segera Erick memalingkan wajahnya dari Raisa, mantan kekasihnya yang telah mengkhianatinya.Perlahan Erick menyingkirkan tangan Elsa yang melingkar di lengannya. Dengan perlahan juga Erick beranjak dari sisi Elsa. Langkahnya menuju ke bagian belakang pesawat itu.Erick mengambil satu botol wine yang ada di lemari penyimpanan. Lalu menuangkan isinya ke gelas kristal berkaki. Sebelum meminumnya, Erick lebih dulu mencium harum dari wine itu.
“Erick.”Suara wanita yang tidak asing lagi terdengar di telinga Erick maupun Elsa. Segera kedua pasangan suami-istri itu menolehkan pandangan mereka ke asal suara.Elsa terbelalak saat matanya menangkap sosok Raisa berdiri tidak jauh darinya.“Kenapa wanita itu selalu saja menganggu saat sedang bersama Erick,” batin Elsa.Elsa melihat sekilas ke arah Erick, Elsa bisa menangkap keterkejutan suaminya. Namun, Erick mencoba untuk menyembunyikkannya.“Nona Raisa, Anda di sini?” tanya Elsa.“Aku ada urusan dengan Erick,” jawab Raisa.“Urusan yang sangat pentingkah? Sehingga kamu sampai menyusul kami saat sedang berbulan madu?” sindir Elsa.“Bukan urusanmu,” balas Raisa.“Dengar —” Perkataan Elsa dipotong oleh Erick.“Nona Raisa ... apapun urusannya kita bisa membicarakannya besok di kantor,” ucap Erick.“T
Elsa menggeliat dalam tidurnya. Suara mobil melintas mendadak masuk ke dalam indra pendengarannya dan mengusik tidurnya. Saat akan bangun, Elsa merasakan berat di perutnya.Elsa menundukkan kepalanya, matanya melihat kepala Erick ada di atas perutnya.“Seenaknya saja dia menjadikan perutku sebagai bantal,” gerutu Elsa.“Hei, bangun!” Elsa menggoyangkan tubuhnya, tetapi Erick tidak kunjung bangun.Elsa ingin menyingkirkan kepala Erick dari atas perutnya. Namun, melihat Erick nampak sangat pulas, membuat Elsa menjadi tidak tega.Elsa memilih untuk diam sejenak lalu dengan perlahan memindahkan kepala Erick ke atas bantal. Perlahan Elsa menurunkan kakinya ke lantai dan pergi ke kamar mandi.Beberapa saat kemudian Elsa keluar dari kamar mandi, matanya tidak sengaja melihat sesuatu di dalam kamarnya. Elsa memeriksa sebuah kantong belanjaan yang isinya sesuatu yang ia butuhkan semalam.“Jadi dia pergi dan membel