"Erick!"
Panggilan itu membuat Elsa lebih dulu menarik dirinya. Ia palingkan wajahnya untuk menghindari pandangan Erick.
"Dia memanggilmu lagi," ucap Elsa lirih, tetapi Erick masih bisa mendengarnya.
"Erick."
Panggilan ke tiga kali itu membuat Elsa dan Erick menoleh ke asal suara. Seorang wanita cantik berdiri tidak jauh dari mereka.
"Erick ...." Perempuan itu menarik lengan Erick. "Jelaskan siapa perempuan ini?"
Elsa melihat perempuan itu menarik kerah jas Erick.
"Apa tadi suaraku kurang jelas? Dia Elsa, calon istriku," jawab Erick dengan nada dinginnya.
"Calon istrimu? Bagaimana bisa? Hari pertunangan kita sudah ditentukan," kata wanita itu.
"Hah! pertunangan kalian?" Elsa langsung menatap Erick. Mimik wajah Elsa seolah meminta perjelasan.
Erick mengubah posisinya. Kini Erick berdiri di depan Elsa dan menyembunyikan Elsa di balik tubuhnya.
"Aku tidak pernah menyetujui perjodohan itu. Jadi ... lupakan tentang pertunangan itu, Raisa," tekan Erick.
Apa ini satu alasan dia memaksaku untuk menikah dengannya. Agar dia bisa menghindar dari pertunangan itu?
Sudut bibir Elsa tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman.
"Erick, bisa kita pergi dari sini? Aku merasa tidak nyaman," pinta Elsa.
Elsa sengaja memeluk Erick dari belakang, meletakkan dagunya di pundak Erick. Apa yang dirinya lakukan membuat perempuan itu merasa kesal, Elsa bisa melihat itu dengan sangat jelas.
"Tentu, Honey."
Erick menggenggam tangan Elsa dan membawanya pergi dari tempat itu. Namun, langkah mereka harus terhenti saat seorang wanita yang terlihat sangat anggun menghadang langkah mereka.
Siapa lagi dia?
"Erick, ibu ingin bicara denganmu dan juga wanita itu," ucap wanita itu tanpa basa-basi.
Oh, jadi itu ibunya.
Elsa dan Erick kini sudah berada di sebuah ruangan di hotel itu, sepertinya sebuah ruangan pertemuan. Di dalam ruangan itu ada beberapa orang dan Elsa tidak mengenal siapa mereka. Hanya mengenal wanita yang dipanggil oleh Erick sebagai Raisa dan wanita tua yang nampak anggun yang Erick panggil ibu.
Di hadapan Elsa masih ada dua orang lagi, laki-laki muda dan tua. Elsa sama sekali tidak mengenalnya. Entah benar atau mungkin hanya perasaannya saja, Elsa merasa situasi di ruangan itu sangat mencekam.
"Jadi ini calon istrimu, Erick?" ucap seorang laki-laki muda yang duduk di hadapan Elsa. "Hai, aku Vero, kakaknya Erick."
Laki-laki itu mengulurkan tangannya kepada Elsa. Dengan ragu-ragu Elsa mengulurkan tangannya untuk menerima uluran tangan yang mengaku sebagai calon kakak iparnya. Belum sempat tangan Elsa menyambut tangan Vero, Erick sudah lebih dulu menghentikannya.
"Dia wanitaku, jangan coba-coba mencari alasan untuk menyentuhnya," ucap Erick dengan nada dingin.
Elsa bisa melihat tatapan tajam dan aura dingin yang Erick tunjukkan pada Vero.
Ada apa sebenarnya? Ya Tuhan ini sangat membingungkan.
"Ayolah Erick, aku ini kakakmu yang itu artinya, calon istrimu adalah calon adik iparku," ucap Vero.
Erick nampak tidak berminat untuk membalas perkataan Vero.
Melihat situasi itu, Elsa merasa sangat tidak nyaman.
Apa yang sebenarnya terjadi di dalam keluarga ini?
"Sudah cukup! Kalian diam semua."
Elsa menoleh ke asal suara, ternyata ibunya Erick yang berteriak. Elsa makin merasa sangat tidak nyaman. Namun, saat Erick menggenggam tangannya, perasaan Elsa menjadi lebih baik.
"Erick, bukankah pertunangan kamu dan Raisa akan segera dilangsungkan? Kenapa kamu justru mengumumkan pernikahan kamu dengan perempuan yang tidak jelas itu?" tanya ibunya Erick yang bernama Liliana.
"Dia bukan perempuan tidak jelas, namanya Elsa, dia seorang model," sahut Erick.
"Kami tidak peduli siapa dia, Erick. Yang kami pedulikan adalah pertunangan kamu dan Raisa." Laki-laki tua yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara.
"Aku tidak menyukainya," jawab Erick. "Nikahkan saja Raisa dengan Vero. Bukankan memang semestinya mereka menikah." Ucapan Erick mengandung sebuah sindiran untuk Raisa dan Vero.
"Erick, bukankan kita dulu saling mencintai dan ...." Ucapan Raisa terhenti saat Erick menyambarnya.
Erick beranjak dari kursi masih dengan menggenggam tangan Elsa. "Aku tidak berminat untuk membahas masa lalu."
"Pernikahan kami akan dilangsungkan beberapa hari lagi. Kalian datanglah," ucap Erick.
"Ibu, ayah, dan kakak kamu tidak akan datang, kami semua tidak merestui kalian," ucap Liliana.
"Tidak masalah, aku juga tidak membutuhkan restu dari kalian. Dan Ibu harus ingat ini, dua laki-laki itu bukan ayah dan kakakku. Mereka adalah orang lain, bukan dari keluarga kita," ucap Erick.
Pandangan Erick beralih ke Elsa. "Ayo kita pergi, Honey. Urusan kita sudah selesai di sini."
Elsa mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari Erick. Tampa bicara apapun lagi Erick menarik Elsa dan membawanya keluar dari tempat itu.
Elsa melihat ada yang lain dari Erick setelah keluar dari ruangan itu. Auranya semakin dingin dan terlihat sangat marah. Bahkan kemarahan itu terasa sampai di pergelangan tangannya.
"Erick lepaskan aku," pinta Elsa.
Erick diam dan tidak bergeming. Erick bahkan tidak menghentikan langkahnya. Elsa sudah tidak tahan, pergelangan tangannya sudah terasa sakit dan panas.
"Erick ... lepaskan!" Elsa mengumpulkan tenaganya untuk menarik tangannya dari cengkraman Erick.
Elsa berhasil melepaskan tangannya dari Erick yang otomatis mengejutkan laki-laki itu.
"Apa kamu sudah gila! Kita belum menikah tapi kamu sudah kasar padaku." Elsa meluapkan kekesalannya pada Erick.
Elsa mengusap pergelangan tangannya yang terasa panas.
"Lihat apa yang sudah kamu lakukan padaku." Elsa menunjukan pergelangan tangannya. Cengkraman tangan Erick meninggalkan warna merah di pergelangan tangan Elsa.
Erick melihat bekas merah itu dan berdecak kesal. Karena sangat marah pada keluarganya, Erick sampai hilang kendali dirinya.
"Ikut aku," suruh Erick.
"Tidak mau," tolak Elsa.
"Tidak ada penolakan." Kali ini Erick tidak mencengkram tangan Elsa melainkan menggenggam tangannya.
Elsa terus mengikuti langkah Erick karena calon suaminya itu tidak melepaskan genggaman tangannya. Elsa sebenarnya ingin menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, melihat kondisi Erick saat itu membuat Elsa mengurungkan niatnya.
"Masuklah!" Erick menyuruh Elsa masuk ke dalam kamar pribadinya di hotel itu.
Elsa menuruti apa kata Erick tanpa protes sedikitpun. Di dalam kamar itu, Elsa memilih untuk duduk di tepi ranjang seraya memperhatikan Erick yang sedang menuang wine ke dalam gelas kristal berkaki.
"Ini untukmu." Erick memberikan segelas wine kepada Elsa.
"Terimakasih," ucap Elsa.
Erick mengambil posisi duduk di samping Elsa seraya meneguk wine di tangannya. Rasa kesal sedang menyelimuti diri Erick dan Elsa pun bisa melihat itu.
"Boleh aku bertanya?" ucap Elsa.
"Hmmm," gumam Erick.
"Apa ada masalah di antara kamu dan keluargamu?" tanya Elsa.
Erick menoleh ke arah Elsa, menatapnya wajah cantik Elsa. Bukannya menjawab pertanyaan Elsa, Erick justru meminta hal lain dari Elsa.
Tanpa permisi Erick menarik tengkuknya Elsa dan mencium bibir Elsa dengan rakusnya. Serangan dadakan Erick itu membuat Elsa terkejut.
"Aku menginginkan dirimu, Elsa," bisik Erick.
Elsa tahu apa yang diinginkan oleh Erick.
"Erick ...." Ucapan Elsa terhenti karena Erick menutup mulutnya dengan ciumannya.
Erick tidak membiarkan Elsa untuk bicara, ia terus mencium bibir Elsa dengan rakusnya dan membuat Elsa kewalahan.
Elsa ingin menolak, tetapi sentuhan Erick begitu memabukkan membuat tubuh Elsa tidak bisa menolaknya. Elsa pasrah dengan semua itu, dan mulai mengimbangi permainan Erick.
"Kamu hanya milikku Elsa ... hanya milikku."
'Kamu hanya milikku'Tiga kata itu berhasil membuat hati Elsa bergetar. Itu adalah pertama kalinya Elsa mendengarnya dari seorang laki-laki. Selama bersama Bobi, laki-laki itu bahkan tidak pernah mengatakan kalimat itu.Kata itu juga seperti obat bius bagi Elsa, membuat malam itu Elsa tidak bisa menolak keinginan Erick. Tubuhnya benar-benar tak kuasa untuk menolaknya. Apalagi sebuah sentuhan lembut yang diberikan oleh Erick begitu terasa sangat memabukkan.Jantung Elsa berdebar saat Erick mulai menyatukan tubuh mereka. Elsa tidak tahu jika Erick pun merasakan hal yang sama seperti dirinya. Aneh, padahal mereka bisa dibilang sudah berpengalaman dalam hal itu. Namun, itu adalah pertama kalinya keduanya merasakan hal lain dalam diri mereka.Malam itu di dalam kamar mewah tersebut dipenuhi oleh suara-suara kecil Elsa dan Erick. Suara yang bisa membangkitkan gairah seseorang. Kenikmatan itu juga membuat keduanya tidak bisa mengendalikan diri mereka sendiri.
Elsa sedang duduk di depan meja rias dengan pandangan tidak terbaca, entah itu bahagia atau sedih. Setelah satu jam yang lalu Erick sudah mengikrarkan janji suci yang membuat Elsa resmi menjadi istrinya yang sah.Di samping Elsa ada beberapa orang sedang mendandaninya. Gaun putih panjang menjuntai hingga lantai sudah melekat di tubuh ramping Elsa. Sangat pas dan menampakan lekuk tubuhnya. Rambutnya sudah disanggul dan ada sebuah mahkota bertahtakan permata menghiasi kepalannya.Harusnya Elsa merasa bahagia dengan kemewahan itu. Namun, Elsa mendapatkannya dari sebuah ancaman membuatnya tidak merasa bahagia.“Sudah selesai, Nona,” ucap salah satu make-up artist itu.Sepertinya Elsa sedang dalam dunianya sendiri, sehingga tidak mendengar apa yang baru saja make-up artist itu katakan.“Nona ...,” panggilnya lagi.Tetap tidak ada respon dari Elsa.Tiga orang make-up artist di samping Elsa melihat pantulan Erick pada cermin yang ada di hadapan mer
Pesta belum usai padahal waktu sudah memasuki jam tengah malam. Elsa sudah merasa lelah, tetapi suaminya belum juga mengizinkannya untuk beristirahat. Suaminya masih duduk bersama teman-temannya, bermain kartu bersama dan dirinya harus menemaninya.“Menjengkelkan,” batin Elsa.Elsa merasa sangat bosan di tempat itu maka ia pun memikirkan sebuah alasan agar bisa pergi dari tempat itu. Elsa mengedarkan pandangannya, bibirnya tersenyum saat menemukan sebuah alasan agar ia bisa menjauh dari Erick.“Tenggorokanku terasa kering. Aku ingin mengambil minum.” Elsa berbisik di telinga Erick.“Jangan terlalu lama.” Erick balas berbisik.Elsa mengangguk, lalu beranjak dari samping Erick. Langkah kakinya menuju meja tempat beberapa minuman berjejer dengan rapi.Elsa mengambil satu buah jus jeruk lalu membawanya ke balkon tempat itu. Tiba di balkon Elsa menarik napas lega. Setidaknya ia bisa menghirup udara kebebasan sejenak. Di tempat itu Elsa merasakan angin
Area Dewasa sebaiknya bijak dalam memilih bacaan.Happy readingElsa selalu dibuat dibuat tidak berdaya saat Erick menyentuhnya. Seperti pada malam pertama mereka setelah pernikahan. Rasa kesal yang Elsa rasakan pada Erick seketika sirna saat Erick menciuminya.Sentuhan lembut itu benar-benar memabukkan diri Elsa. Bahkan Elsa tidak sadar jika gaun yang melekat di tubuhnya sudah lolos dari tubuhnya. Elsa baru sadar saat tubuhnya melayang di udara, karena Erick yang mengangkatnya.“Mandilah.”“Turunkan aku!” pinta Elsa.“Bagaimana jika aku tidak mau,” tanya Erick.Elsa menggeram tertahan. Sebenarnya Elsa merasa malu karena kini ia hanya memakai pakaian dalamnya.“Hei, ayolah turunkan aku. Aku masih bisa jalan sendiri,” pinta Elsa, tetapi lagi-lagi Erick menggelengkan kepalanya.“Kalau kamu tidak mau menurunkan aku maka akan menggigitmu,” ancam Elsa.“Lakukan saja jika kamu bisa,” tantang Erick.“Baiklah, tapi jangan sal
Ingin menolak, tetapi tubuhnya serasa berkhianat. Itulah yang sedang Elsa rasakan. Mulutnya mengatakan benci, tetapi tidak bisa menolak sentuhan seorang Erick Bramasta. Apalagi laki-laki itu sudah menyandang gelar sebagai suaminya.Setelah resepsi pernikahan mereka selesai, Elsa dan Erick pergi beristirahat di dalam kamar yang sudah disiapkan khusus untuk mereka. Meksipun awalnya adaketegangan kecil di antara mereka, tetapi karena sebuah hasrat membuat mereka kembali menyatu.Elsa benar-benar dibuat seperti hilang akal oleh Erick. Laki-laki itu selalu tahu di bagian mana harus menyentuhnya. Elsa bahkan sampai membungkam mulutnya karena takut suara desahannya terdengar hingga ke luar kamar itu.Akan tetapi Elsa tidak tahu, jika kamar itu ternyata kedap suara. Sekencang apapun Elsa berteriak tidak akan ada yang mendengarnya.Erick sendiri sudah benar-benar tidak bisa menahan hasratnya. Apalagi saat melihat tubuh polos nan seksi Elsa dipenuhi oleh kelopak bu
Elsa masih berdiri di depan cermin untuk menatap pantulan wajahnya. Elsa menatap setiap tetes air mata yang keluar dari matanya. Di dalam cermin Elsa seolah melihat nasib dirinya. Elsa merasa tidak akan ada kebahagiaan yang akan menghampiri hidupnya.Berawal dari kandasnya hubungannya dengan Bobi, melahirkan anak untuk kakaknya, dan kini Elsa menikah dengan seorang laki-laki kaya raya karena sebuah ancaman.Sudah hampir satu jam dirinya berada di dalam kamar mandi. Namun, sepertinya tidak ada niatan Elsa untuk keluar. Elsa masih melihat pergelangan tangan yang memarah akibat cengkraman tangan Erick.Hanya karena kopi, Elsa harus merasakan rasa sakit itu. Namun, Elsa juga tidak memungkiri itu juga kesalahannya. Saat membuat kopi mendadak ia teringat akan Bobi.Tok Tok tokKetukan pintu atau lebih tepatnya gedoran pintu kamar mandi mengejutkan Elsa. Dan itu langsung membuyarkan semua lamunan Elsa.“Apa kamu berniat untuk bunuh diri di dalam sana, El
Elsa yang awalnya melangkah mendahului Erick, kini berpindah melingkarkan tangannya ke lengan kekar Erick saat orang-orang menatapnya aneh. Keduanya melangkah bersama menuju lobi hotel.Tiba di lobi hotel, Reza sudah ada di sana dengan mobilnya.“Kamu pulanglah dulu. Aku masih ada urusan,” ujar Erick.“Baiklah. Tapi aku tidak akan menunggumu pulang jika kamu pulang ke rumah nanti larut malam,” ucap Elsa.“Terserah kamu saja,” balas Erick.“Ya sudah.” Elsa masuk ke dalam mobil meninggalkan Erick di lobi hotel.“Jalan!” perintah Elsa pada Reza.“Baik, Nyonya,” sahut Reza.Mobil yang membawa Elsa mulai melaju dan meninggalkan pintu masuk hotel. Secara tidak sengaja, Elsa melihat Erick masuk ke dalam mobil bersama Raisa. Alis Elsa menyatu merasa heran dengan itu.“Jadi dia akan pergi bersama Raisa,” batin Elsa.Pandanga
“Nyona, semua barang-barang Anda sudah saya rapikan di dalam lemari.”Perkataan Melani membuat Elsa sedikit tersentak. Dengan segera Elsa menyapu air mata yang sempat menetes dan jatuh ke pipinya. Setelah itu Elsa berbalik dan kembali melangkah ke dekat Melani.“Terimakasih, Melani,” ucap Elsa.“Sama-sama, Nyonya,” balas Melani.“Ini sudah masuk waktu makan siang, Nyonya. Anda ingin makan apa? Biar saya siapkan,” tanya Melani.“Tidak usah, buatkan aku jus strawberry saja,” pinta Elsa.“Baiklah, Nyonya. Saya akan bawakan jus strawberry yang Anda minta ke sini,” ucap Melani.“Apa di sini ada kolam berenang?” tanya Elsa.“Ada, Nyonya,” jawab Melani.“Antar aku ke sana sekalian bawa minuman yang aku minta ke sana,” ucap Elsa.“Baik, Nyonya. Mari ikut saya,” ajak Melani.Elsa mengangguk, lalu beranjak dari atas tempat tidur dan melangkah membuntuti Melani. Keduanya melangkah menuruni anak tangga ke lantai dasar.“Di
Langit gelap bertaburan bintang, rembulan bersinar terang untuk menyinari malam. Nampak sunyi, tetapi tidak dengan ruangan besar nan megah, tempat yang biasa Erick dan Elsa gunakan untuk tidur.Saat ini Elsa tidak berhenti meracau saat Erick menggerakkan tubuhnya maju mundur di atasnya. Laki-laki memberikan kenikmatan yang luar biasa hingga membuat Elsa hampir kehilangan akal.“Erick, apa kamu ingin membuat aku gila?” racau Elsa.Erick hanya tersenyum mendengar racauan Elsa. Erick sengaja tidak membiarkan istrinya itu diam, karena suara desahan Elsa makin membuatnya bersemangat.Erick pun sama dengan Elsa yang hampir kehilangan akal, ia juga merasakan hampir kehilangan akal setelah satu minggu memendam hasratnya pada istrinya.Tubuh Elsa seolah sudah menjadi candu bagi Erick. Ditambah tubuh mulus dan dua bongkahan di dada Elsa yang selalu terlihat menantang dirinya un
Elsa sedang berbelanja di supermarket bersama Melani dan salah satu asisten rumah tangga di rumahnya. Rencananya Elsa ingin memasak, lebih tepatnya menyuruh para pelayan di rumahnya untuk memasak makanan kesukaan kakak, kakak iparnya, dan juga Gevan.Sebenernya Elsa tidak harus bersusah payah untuk belanja di supermarket, dirinya tinggal menelepon salah seorang staf di supermarket itu dan apapun yang Elsa inginkan akan dikirim langsung ke rumahnya. Namun, Elsa tidak mau melakukan itu. Elsa sengaja memilih untuk pergi berbelanja sendiri agar bisa mencari alasan untuk berjalan-jalan.Dua troli sudah terisi penuh oleh belanjaan Elsa. Istri dari Erick Bramasta itu mengajak kedua asistennya untuk membayar belanjaan mereka ke kasir.“Ayo kita bayar ini semua. Setelah itu kita pulang,” ajak Elsa.“Mari, Nyonya,” ucap Melani.Elsa melangkah diikuti dua asistennya
Pagi hari yang cerah, Elsa bersenandung kecil setelah mandi. Elsa melangkah menuju lemari pakaiannya untuk mengambil pakaian yang akan ia kenakan. Dress ketat berwarna merah dengan panjang di atas lutut menjadi pilihan bagi Elsa.“Kamu terlihat bahagia sekali.”Elsa menoleh ke arah kamar tidur. Ternyata suaminya sudah bangun. Mata Elsa melihat Erik sudah duduk bersandar di kepala ranjang.“Eh ... kamu sudah bangun, Suamiku,” ucap Elsa.“Apa yang sedang kamu pikirkan? Hingga membuatmu merasa bahagia dan tidak mengetahui aku sudah bangun dari tadi,” tanya Erick. “Apa karena kamu berfoto dengan artis idolanya itu.”“Kamu masih merasa cemburu juga!” Elsa terkikik geli.“Jangan menghayal terlalu tinggi nanti jatuhnya akan terasa lebih sakit.” Erick mendengkus kesal.“Ya, ya, ya terserah kamu saja. Aku hanya menyambut pagi hari dengan kebahagian. Agar kita bisa me
Kedua tangan Erick menggenggam kuat besi pembatas yang ada di hadapannya. Rahangnya mengeras dan tatapannya tajam saat melihat Elsa bermesraan dengan laki-laki lain. Istrinya benar-benar seperti sedang menguji kesabarannya.“Ayo, kita pulang!” ajak Erick.Reza dan kedua laki-laki yang merupakan body guard Erick berjalan mengikuti Erick yang sedang terlihat kesal.Elsa sendiri tidak menyadari kehadiran dan kepergian suaminya. Elsa masih asik berfoto serta berbincang dengan artis idolanya.Tidak terasa hari sudah semakin sore. Elsa harus segera kembali ke rumah sebelum Erick pulang.“Kak ayolah ikut denganku. Aku membawakan Kakak banyak oleh-oleh, aku juga ingin menunjukan rumahku pada Kakak,” rengek Elsa.“El, lain kali saja. Mas Abi sebentar lagi akan pulang dari kantornya,” tolak Lina.“Ck, ya sudah. Tapi besok-besok Kakak tidak boleh menolak saat aku meminta kakak untuk datang ke rumahku,&rd
Setelah mengantar suaminya untuk pergi ke kantor, Elsa kembali ke dalam rumah. Elsa memilih untuk duduk di ruang tengah rumahnya.“Apa yang harus aku lakukan? Dia melarangku untuk keluar rumah,” guman Elsa.Elsa duduk seraya memikirkan apa yang akan ia lakukan seharian nanti.Berenang?Tidak mungkin! Dirinya sedang datang bulan.Masak?Dirinya hanya bisa memasak nasi goreng dan sandwich.Elsa memilih untuk menyalakan televisi untuk menghilangkan rasa bosannya. Saat melihat anak kecil di layar televisi, mendadak Elsa merindukan Gevan.“Semenjak aku menikah, aku belum menelpon kakak Lina,” ucap Elsa.Elsa meraih gagang telepon lalu menekan nomor rumah kakaknya. Beberapa kali Elsa mencoba menghubungi nomor rumah kakaknya, tetapi tidak ada yang menerima panggilan itu.“Ke mana semua orang yang ada di sana?” Elsa bertanya pada dirinya sendiri.Elsa pun mencoba sekali lagi dan
Pesawat Pribadi yang membawa Elsa, Erick, dan Raisa mendarat di bandara di Indonesia. Setelah pesawat berhenti bergerak, mereka bertiga segera keluar dari dalam pesawat.Elsa masih tetap bergelayut manja di lengan Erick membuat Raisa makin panas karena terbakar api cemburu.“Selamat datang kembali, Tuan, Nyonya,” ucap Reza.“Reza, antar kami pulang. Aku sudah sangat lelah,” perintah Elsa.“Baik, nyonya,” sahut Reza.Elsa dan Erick melangkah pergi. Namun, Elsa kembali menghentikan langkahnya saat melihat Raisa melangkah mengikutinya.“Tunggu dulu!” Elsa menoleh ke belakang, tepatnya ke arah Raisa. “Raisa ... apa kamu akan selalu mengikuti kami ke manapun kami akan pergi?” sindir Elsa.“Kenapa memangnya?” Raisa bertanya tanpa rasa malu.“Dasar tidak tahu malu!” maki Elsa.“Reza, suruh orang untuk mengantar nona Raisa kembali ke
Pesawat pribadi yang membawa Elsa, Erick, serta Raisa masih mengudara di langit gelap. Elsa yang merasa lelah sudah tertidur di kursinya. Tangan Elsa tidak lepas dari lengan Erick meskipun ia sudah tertidur pulas.Erick sendiri masih tetap terjaga. Pandangannya menatap ke arah atas, lalu sekilas melihat Elsa yang sedang tertidur di sebelahnya.Ada senyum tipis yang tercipta di bibir Erick saat melihat istrinya tertidur dengan begitu tenangnya. Namun, senyum itu mendadak sirna saat bola matanya melihat Raisa.Segera Erick memalingkan wajahnya dari Raisa, mantan kekasihnya yang telah mengkhianatinya.Perlahan Erick menyingkirkan tangan Elsa yang melingkar di lengannya. Dengan perlahan juga Erick beranjak dari sisi Elsa. Langkahnya menuju ke bagian belakang pesawat itu.Erick mengambil satu botol wine yang ada di lemari penyimpanan. Lalu menuangkan isinya ke gelas kristal berkaki. Sebelum meminumnya, Erick lebih dulu mencium harum dari wine itu.
“Erick.”Suara wanita yang tidak asing lagi terdengar di telinga Erick maupun Elsa. Segera kedua pasangan suami-istri itu menolehkan pandangan mereka ke asal suara.Elsa terbelalak saat matanya menangkap sosok Raisa berdiri tidak jauh darinya.“Kenapa wanita itu selalu saja menganggu saat sedang bersama Erick,” batin Elsa.Elsa melihat sekilas ke arah Erick, Elsa bisa menangkap keterkejutan suaminya. Namun, Erick mencoba untuk menyembunyikkannya.“Nona Raisa, Anda di sini?” tanya Elsa.“Aku ada urusan dengan Erick,” jawab Raisa.“Urusan yang sangat pentingkah? Sehingga kamu sampai menyusul kami saat sedang berbulan madu?” sindir Elsa.“Bukan urusanmu,” balas Raisa.“Dengar —” Perkataan Elsa dipotong oleh Erick.“Nona Raisa ... apapun urusannya kita bisa membicarakannya besok di kantor,” ucap Erick.“T
Elsa menggeliat dalam tidurnya. Suara mobil melintas mendadak masuk ke dalam indra pendengarannya dan mengusik tidurnya. Saat akan bangun, Elsa merasakan berat di perutnya.Elsa menundukkan kepalanya, matanya melihat kepala Erick ada di atas perutnya.“Seenaknya saja dia menjadikan perutku sebagai bantal,” gerutu Elsa.“Hei, bangun!” Elsa menggoyangkan tubuhnya, tetapi Erick tidak kunjung bangun.Elsa ingin menyingkirkan kepala Erick dari atas perutnya. Namun, melihat Erick nampak sangat pulas, membuat Elsa menjadi tidak tega.Elsa memilih untuk diam sejenak lalu dengan perlahan memindahkan kepala Erick ke atas bantal. Perlahan Elsa menurunkan kakinya ke lantai dan pergi ke kamar mandi.Beberapa saat kemudian Elsa keluar dari kamar mandi, matanya tidak sengaja melihat sesuatu di dalam kamarnya. Elsa memeriksa sebuah kantong belanjaan yang isinya sesuatu yang ia butuhkan semalam.“Jadi dia pergi dan membel