Menikah karena ketidaksengajaan masih membuat Jin dan Yola canggung. Mereka harus beradaptasi antara satu dengan yang lainnya. Karena sebelumnya, mereka sama sekali tidak saling mengenal. Bertemu pun dengan cara tidak sengaja dan melalui banyak drama. Bertemu hari itu juga dan langsung menikah.
Belum genap sehari tinggal di rumah Jin si "pinky boy" alias kang wor wet hensem, Yola sudah mulai ketularan aneh. Apalagi kedua adik Herjinot yang benar-benar gesrek. Si Jimmy gesreknya tidak ketulungan. Sedang si Juki adik Jin yang paling bontot lumayan lah agak normal walaupun dia juga rada-rada aneh. Yang benar-benar normal adalah Bibi Im pelayan sepuh di situ.Herjinot tidur telentang di samping istrinya, Yola."Siapa laki-laki tadi?" tanya Jin."Hah? Laki-laki yang mana?" Yola balik bertanya."Laki-laki itu loh," balas Jin sambil memajukan bibirnya beberapa senti."Kalau bicara itu tidak usah setengah-setengah, muter-muter seperti kitiran alias kipas angin bikin pusing tahu." Yola melempar bantal ke muka Jin"Hais ... main lempar-lempar bantal. Wajar kan kalau aku tanya, aku ini suamimu, Saodah," cicit Jin kesel."Saodah ... Saodah ... enak sekali kau manggil nama orang seenak jidatmu yang lebar itu. Namaku Yola. Yola Asmara, jelas." Yola bangkit dari ranjang."Mau ke mana kau?" tanya Jin menarik tangan Yola hingga tubuh Yola jatuh lagi ke ranjang."Apa-apaan sih? Jangan main tarik tangan orang seenaknya." Yola bangkit lagi dari ranjangnya."Orang kalau disuruh menemani suaminya tiduk harus mau, pamali. Mau jadi istri durhaka, ya?" Herjinot ngedumel."Tidur? Masih sore kali, Jamaludin." Tangan Yola menunjuk jam yang menempel di dinding."Kau juga asal manggil nama orang seenaknya. Namaku Herjinot Adiwangsa bukan Jamaludin," balasnya kesal."Kau sendiri yang duluan manggil nama orang sembarangan. Sana keluar dari kamar. Kau membuat kamar menjadi sumpek." Yola mendorong Jin ke luar dari kamar."Eh, ini kan kamarku, kenapa kau malah mengusirku," protes Jin."Aku mau ganti baju," ucap Yola."Memangnya kau datang ke sini bawa baju?" tanya Jin."Eh?" Yola bengong. "Aku pinjam bajumu dulu ya," imbuhnya."Enak saja. Bajuku mahal-mahal," protes Jin."Pelit amat sih sama istri sendiri. Amat saja tidak pelit sama orang lain," sindir Yola.Hais ... siapa lagi itu yang namanya Amat?" Jin menjitak kepala Yola."Aauw ...." Yola membalas memukul lengan Jin.Plaaakk!!"Berani sekali kau memukul suamimu ini. Aku tidak jadi meminjami baju," ujar Jin."Eh ... jangan. Nanti jika aku tidak ganti baju terus gatal-gatal bagaimana?" Yola mengelus-elus lengan Jin."Pakai baju ini." Jin menyodorkan baju warna putih."Aku pinjam celana dalam juga," lanjut Yola."Pakai yang ini saja!" Jin mengambil semvak warna pink. Yola melirik Jin dengan lirikan dongkol. "Kenapa kau melirik ku?" Jin memandang dengan heran."Aku tidak mau pakai ini!" protes Yola lagi dan dia melemparkan semvak itu kembali ke arah Jin."Kalau kau tidak mau memakai semvak ini, ya sudah tidak usah memakai celana dalam biar inyis. Biar nanti malam aku tidak susah payah untuk melepaskan celana dala. Biar aku bisa langsung masukin anaconda ku." Jin tersenyum nakal memancing muka savage sang istri."Hiiss ... sini berikan padaku!" Yola merebut semvak warna pink dari tangan Jin. "Ada beha tidak?" tanya Yola lagi."Kau ini aneh. Aku ini pria, mana ada pria memakai beha!" Jin mulai sewot."Masa aku tidak memakai beha, mana bajunya warna putih lagi," keluh Yola merentangkan semvak warna merah muda."Baguslah. Lebih baik gunung kembar mu itu tidak usah memakai beha biar gemandul." Jin tersenyum smirk."Dasar mesum. Punya suami kenapa otaknya ngeres seperti ini sih. Jika gunung Bromo ku tidak memakai kacamata terus jika aku turun ke lantai bawah, adik-adikmu melihatnya bagaimana coba?" Yola melirik Jin."Enak saja, aku sleding mereka berdua nanti." Jin terdiam. "Terus bagaimana?" lanjutnya bertanya."Sana pergi ke pasar. Kau harus membelikan ku celana dalam dan beha,"perintah Yola menyuruh kang wor wer hensem pergi ke pasar."Enak saja kau menyuruhku pergi ke pasar, nanti jatuh reputasi ku sebagai pria ter-wor wet hensem!" tegas Jin."Ah ... sabodoh teuing! Terserah kau mau beli di mana. Jika kau ingin anaconda mu masuk sarang, kau harus menuruti kata-kataku. Jika tidak mau, nanti malam tidak akan aku kasih jatah anaconda mu itu!" ancam Yola."Eh, iya ... iya. Aku pergi ke pasar sekarang." Jin mengerucutkan bibirnya. "Awas saja jika nanti malam kau mengulur-ulur waktu lagi," ancam Jin balik.💘💘💘Di lantai bawah, Jimmy dan Juki sedang asyik main ular tangga."Kak Jin di mana?" tanya si bontot."Sepertinya ada di kamar. Mungkin sedang berduaan dengan istrinya. Istrinya Kak Jin cantik." Jimmy menjawab pertanyaan Juki."Istri? Memangnya kapan Kak Jin menikah? Kok aku tidak tahu sama sekali?" tanya Juki lagi."Ah ... kau ini banyak tanya. Aku pun baru tahu tadi siang." Jimmy mulai bermain curang."Hei ... kau main curang!" protes Juki."Enak saja. Siapa yang curang?" Jimmy tidak mau mengalah."Kau ini harusnya mengalah sama adikmu yang paling bontot ini." Juki mulai panas."Enak saja. Kau yang harus mengalah, aku kan yang paling bantet," imbuh Jimmy."Bantet kok bangga." Juki merebut dadu dari tangan Jimmy."Bantet ... bantet begini, kita lahir dari perut emak yang sama," balas Jimmy."Kenapa sih anak nomor dua selalu aneh?" ledek Juki."Memangnya di sini anak yang nomor dua siapa?" tanya Jimmy."Ya elu lah," jawab Juki.Mulailah mereka berdebat karena hal kecil. Sudah hal biasa mereka berdua selalu bertengkar dan menjadikan rumah pink sangat ramai."Kalian berdua meributkan apa sih? Jika kalian berdua ribut rumah sudah seperti pasar bebek." Jin menuruni anak tangga."Tukimin nih Kak, tidak mau mengalah sama aku. Aturan aku ini anak paling bontot." Juki mengadu pada Jin."Hei ... Marjuki, tubuhmu sama tubuhku tinggian tubuhmu, jadi kau yang harus mengalah." Jimmy berusaha membela diri."Dimana-mana yang namanya Kakak itu harus mengalah pada adiknya yang paling bontot. Kau ini memang aneh," cela Juki.Mereka berdua adu mulut lagi."Sudah ... jangan ribut lagi. Juki, kau harus mengalah pada si bantet," ujar Jin."Hei ... Kak Jin kenapa jadi ikut-ikutan manggil bantet!" protes Jimmy."Di sini yang paling bantet kan elu!" ledek Juki."Hiisss ... ini cacing kermi mancing emosi mulu!" balas Jimmy."Diam lu kutil, ngajak gelut terus!" Juki menggulung lengan bajunya.Plaakk!!!Plaakk!!!Jin menabok kepala kedua bocah itu."Sudah dibilang jangan ribut. Aku mau pergi dulu. Tuh jagain kakak ipar kalian, jangan sampai kabur." Jin berjalan keluar rumah."Kabur?" Mereka berdua menjawab serentak. Jimmy dan Juki saling pandang."Memangnya Kak Jin mau pergi ke mana?" teriak Juki."Mau beli semvak dan beha," jawab Jin yang akhirnya hilang ditelan pintu."Kenapa Kak Jin beli beha?" Jimmy dan Juki saling pandang dan menggaruk kepala yang tidak gatal."Kau lupa ya, kita kan sekarang punya kakak ipar," jawab Jimmy."Aku belum pernah bertemu kakak ipar?" Juki mendongak ke lantai dua. Keduanya terdiam sesaat dan ... mulailah keributan lagi."Di rumah ini yang aneh tuh bukan aku," ujar Jimmy."Terus siapa?" tanya Juki."Kak Jin lah," celetuk Jimmy.Juki menjitak kepala Jimmy."Kenapa kau menjitak kepalaku?" Jimmy memegang kepalanya."Kau mau di sleding Kak Jin apa?" kata Juki."Ah ... dia tidak mungkin mendengarkan, kecuali jika kau yang mengadu." Jimmy tertawa."Lucu juga tidak, kenapa kau ketawa? Dasar sarap!" ledek Juki.Pertengkaran kecil pun terjadi lagi di antara Jimmy dan Juki.💘💘💘"Selamat datang, Tuan. Tuan ingin beli apa?" tanya si penjual."Hmm ... anu itu ... aku mau beli beha," jawab Jin malu-malu."Beha?" tanya penjual heran. "Berapa ukuran behanya?" tanya sang penjual lagi."Hah? Ukuran? Aku tidak tahu ukurannya. Aku kan seorang lelaki," ucap Jin."Jika anda laki-lak, kenapa kau beli beha?" tanya si penjual. "Atau jangan-jangan kau punya pekerjaan sampingan jika malam hari, ya?" si penjual makin curiga."Hiiisssss ... aku beli beha untuk istriku," ucap Jin galak."Oooo ... bundar. Jika begitu berapa ukurannya?" lagi-lagi si penjual bertanya."Aku tidak tahu berapa ukurannya. Bungkus saja semuanya. Sekalian sama semvak dan celana dalam." Jin mulai ngegas."Haiisss ... dasar pria aneh, masa sama istri sendiri ukuran beha tidak tahu," celetuk nenek-nenek yang ada di samping Jin.Jin yang mendengar celotehan nenek-nenek itu hanya memasang muka manyun.HerJinot pulang membawa banyak barang belanjaan. Entah apa saja barang yang dibeli Jin untuk istrinya. Di ruang tamu, Jimmy dan Juki sedang duduk sambil makan cemilan."Wuih ... Kak, habis merampok di mana?" tanya si Jimmy sambil bercanda."Enak saja kau bilang merampok, ini habis ngeborong seisi mall," jawab Jin melangkah menaiki tangga menuju lantai dua."Kak, kita berdua tidak dibelikan oleh-oleh?" tanya si bontot Juki."Beli sendiri, bukannya kalian sudah ku beri uang jatah tiap bulan," seru Jin dari lantai dua.Jin langsung masuk ke kamar menaruh semua barang belanjaan. Yola yang melihat suaminya belanja begitu banyak auto langsung komen."Habis merampok ya, Bang?" tanya Yola."Enak sekali kau bilang merampok, ini beli pakai duit," jawab Jin."Yang bilang beli pakai daun siapa?" tanya Yola gregetan."Nih pilih sendiri, aku tidak tahu ukuran kacamatamu berapa? Aku borong semua," ucap Jin menyerahkan semua belanjaan pada Yola."Ya ya ya, orang kaya memang bebas, banyak duit, bisa b
Kedua pasutri yang akan melakukan malam pertamanya itu masih terus-menerus dihadapkan dengan bermacam-macam gangguan dan rintangan yang harus dihadapi.Tok!!!Tok!!!Tok!!!"Kak Jin, apa malam ini akan ada gempa bumi?" Sebuah suara terdengar dari balik pintu."Ah ... dasar benalu, mengganggu orang yang sedang menikmati surga dunia," gerutu Jin yang masih berusaha melepas celananya.Tok!Tok!Tok!Suara ketokan pintu itu semakin keras dan teriakannya pun makin keras menggelegar."Kak Yola, apa Kak Jin berbuat kasar padamu? Biarkan aku masuk ke dalam dan aku bisa melindungi mu," teriak dari balik pintu."Hiss, dasar kutu kupret!" Jin terus mengumpat. "Kau tidak mau membuka pintunya?" Yola berusaha merayu Jin."Jika aku membukakan pintu, maka si udang rebon akan mengganggu malam pertama kita," kesal Jin.Tok!Tok!Tok!Kembali suara itu semakin menggelegar di balik pintu."Kak Yola, buka pintunya dong." Teriakannya semakin kencang dan keras."Dasar bocah tengil, kenapa makin keras saja
Hari kedua Yola tinggal di rumah HerJinot. Setelah sang suami dan kedua adiknya pergi. Rumah menjadi sepi, hanya ada Yola dan Bibi Ima serta beberapa pengawal yang sedang berjaga-jaga di luar.Yola membantu Bibi Ima di dapur. Bibi Ima yang biasa disapa dengan panggilan Bibi Im mengajak Yola untuk mengobrol."Nyonya muda, mau minum jus?" tawar Bibi Im."Boleh, Bi," jawab Yola.Setelah membuatkan jus untuk si Nyonya Muda, Bibi Im pun menemani Nyonya Mudanya itu duduk. "Bibi senang saat mendengar Tuan Muda akhirnya menikah," ujar Bibi Im."Kenapa memangnya, Bi?" tanya Yola."Orang tua Tuan Muda sudah lama meninggal. Tuan muda lah yang menjaga adik-adiknya. Bibi pun juga terkadang menginap di sini untuk membantu mengawasi mereka berdua jika Tuan Muda ada lembur," jelas Bibi Im."Hmm ... Bi, apa memang mereka semua selalu bersikap aneh seperti itu?" tanya Yola penasaran."Mereka sebenarnya anak-anak yang baik kok," jawab Bibi Im, "Lalu bagaimana Nyonya Muda bisa mengenal Tuan Muda? Bibi t
Pasutri yang bertemu secara tidak sengaja dan menikah secara mendadak ini gagal melakukan malam pertama sebanyak dua kali, yaitu malam ke satu dan malam ke dua.Seperti biasa, Yola membuka matanya terlebih dahulu. Posisi mereka masih sama seperti sebelum mereka berdua tidur. Jin tertidur dengan kepala menyandar di tembok, tangan kirinya memegang tangan sang istri. Yola beranjak bangun, akan tetapi pagi itu Yola langsung diberi hadiah spesial. Sebuah pemandangan yang cukup extrim saat melihat si bontot alias si Juki yang tidur dengan posisi telentang diranjangnya sudah dalam keadaan lepas landas.Lagi dan lagi teriakan itu terdengar di pagi hari hingga membuat semua penghuni rumah pink itu terbangun."Aaghh!" teriak Yola dan langsung menutup kedua matanya dan menabrakkan kepalanya ke dada sang suami."Ada apa sih? Masih pagi sudah teriak-teriak tidak jelas." HerJinot tersentak kaget."Suara Kakak Ipar sudah seperti jam beker," lanjut Jimmy yang tiba-tiba muncul di ambang pintu dengan p
Malam itu akan menjadi malam yang panjang untuk kedua pasangan suami istri yang selalu gagal melakukan malam pertama, akan tetapi ujian hidup mereka belum juga selesai. Ketukan pintu itu terdengar lagi."Kak!!" panggil si bontot menempelkan daun telinganya di pintu. "Apa malam ini akan ada gempa lagi?" lanjutnya."Kau sedang apa Kak di dalam sana? Kakak Ipar, apakah Kak Jin menyiksamu?" teriak Jimmy di balik pintu yang juga menempelkan daun telinganya di pintu kamar Jin."Kak!" panggil di Juki sekali lagi dengan posisi masih meraba-raba pintu dan telinga masih menempel di pintu.Teriakan kedua bocah tengil membuat aktivitas pasutri itu terjeda sebentar, akan tetapi Jin sama sekali tidak melepaskan pelukannya terhadap sang istri."Kau tidak mau membukanya?" kata Yola memandang wajah suaminya."Biarkan saja upil badak-upil badak itu menguping di luar sana, nanti juga mereka akan pergi dengan sendirinya," tegas Jin yang saat itu beradu pandang dengan sang istri dan lekat. Mendadak detak
Malam panas pun sudah berlalu, mereka berdua melewati masa-masa perang yang terjadi saat malam itu. Karena kelelahan bergulat di atas ranjang, kini mereka tertidur bersama saling mendekap, kaki tumpang tindih, bantal dan selimut terjatuh di lantai.Pagi pun telat tiba, kedua pasutri itu tidur dalam keadaan posisi yang tidak beraturan. Mereka masih terlelap tidur akibat kelelahan bertempur semalam."Bau apa ini?" Yola mengendus-endus bau tidak sedap yang menusuk ke dalam hidungnya. Seketika matanya terbuka dan langsung memukul pantat HerJinot. Pukulan itu langsung membuat Jin terperanjat kaget. "Huek ... bau kentut," ujar Yola. "Beraninya kau buang kentut tepat di wajah istrimu sendiri," kesal Yola."Salah sendiri tidur ngedusel ke pantat orang. Jadi jangan salahkan pantatku dong. Kentut di pagi hari itu alamiah, sudah hal biasa setiap orang kentut di pagi hari," jelas Jin."Kebiasaan mu jika pagi hari selalu mengajak gelut," kesal Yola yang seketika bangun dari tidurnya."Ayo lah jika
Pasangan suami istri gaje itu kembali lagi melakukan aktivitasnya membereskan kamar. Suasana kembali sunyi senyap, keduanya sibuk sendiri-sendiri. Yola merapikan sprei ranjang, sedang Jin mengambil bantal dan guling yang berserakan di lantai. Tiba-tiba ada seekor kecoa yang mendekati kaki pria paling tamvan sejekardah itu."Ada kecoa!" teriak HerJinot kalang kabut. "Kecoa ... kecoa ... kecoa!" teriakannya semakin kencang dan lantang.Seribu kali suara Jin lantang. Pria itu langsung berlari naik ke atas ranjang dan mendekap istrinya."Apa-apaan sih dodol," kesal Yola yang melihat sprei nya kembali berantakan lagi."Ada kecoa!" pekik Jin histeris."Biasa saja kali Bang. Kecoa saja takut. Aku saja tidak takut sama anaconda mu," ujar Yola dengan santainya langsung menginjak kecoa itu sampai gepeng."Wah ... cocok jadi pembasmi kecoa. Kau hebat. Pertahankan prestasimu itu," ujar Jin menepuk pundak Yola."Suami macam apa kau ini? Bagaimana kau bisa melindungi istrimu ini?" Yola menatap sini
Matahari mulai tenggelam, pengunjung pantai pun mulai berkurang. Namun, ada beberapa yang masih menikmati sunset."Aku capek, tolong gendong aku," rengek Yola."Kenapa sekarang kau menjadi manja?" HerJinot berjalan meninggalkan Yola."Perasaan aku manja juga baru sekali ini. Pilih mana, manja sama suami sendiri atau manja sama pria lain?" Yola berjalan lebih cepat mendahului Jin."Hei ... kenapa kau meninggalkanku?" teriak Jin menyusul Yola."Mereka berdua kenapa, Jim?" tanya Juki yang heran melihat kedua kakaknya seperti sedang lomba jalan cepat."Mungkin mereka sedang berlomba jalan cepat," jawab Jimmy."Hadiahnya apa?" tanya Juki folos."Permen lolipop, Juk," jawab Jimmy ngasal."Ah ... benarkah? Kalau begitu aku juga ingin ikutan lomba." Juki ikut berlari mengejar Jin dan Yola."Lah bocah kenapa jadi ikutan o'on sih?" Jimmy merasa heran dengan adiknya. "Hei ... kalian bertiga," teriak Bantet alias Jimmy dengan keras dan lantang. "Kalian sebenarnya sedang apa? Lomba jalan cepat kah
Yola mulai kalang kabut. Pikirannya mulai tertuju pada Juna. Yola berpikir jika dia akan berbuat jahat pada Juna putranya. Yola masih merahasiakan hal itu pada Jin, akan tetapi suaminya itu selangkah lebih maju dari Yola.Ternyata Jin sudah menyebarkan orang-orang yang dia percaya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia pun menugaskan dua pengawal handalnya untuk mengawasi sang putra.Lantas apakah usaha Jin akan berhasil? Apakah keputusan yang diambil Yola tepat ataukah akan memperkeruh keadaan?Yola menitipkan Jelly pada Bibi Im. Tadinya Bibi Im melarang Yola untuk pergi keluar sendirian. Wanita tua itu menyarankan pada Yola untuk menunggu si empunya rumah pulang, tapi Yola beralasan waktu sudah mepet. Tanpa basi-basi Yola langsung bergegas pergi dari rumah besar itu. Tidak seperti biasanya Jelly hari itu menangis dengan keras sampai Bibi Im kewalahan menenangkan bocah kecil itu. Yola yang mendengarkan putri kecilnya menangis keras dengan terpaksa mengacuhkannya. Perempu
Yola terpaksa harus keluar dari dalam mobil untuk menghindari hal yang mungkin akan terjadi. Namun, sebelum Yola turun dari mobil. Terlebih dulu Yola memberitahu pada Juna untuk menjaga Jelly. Yola pun melihat ekspresi putranya yang terlihat takut, begitu juga dengan Jelly. Yola memindahkan Jelly ke kursi belakang dekat dengan Juna. Yola turun dari mobil dan melangkah mendekati Jin. Yola menatap pria yang ada di depan Jin"Kau bisa menanyakan padanya," seru pria itu.Kedua tangan Yola memegang tangan kanan Jin sebagai kode. Beruntung Jin bisa menangkap kode itu."Tapi Yola----""Sudahlah. Tenang saja. Aku bisa mengatasinya," balas Yola menenangkan Jin yang sudah mulai khawatir.Yola melangkah maju mendekati pria itu dan tampak berbincang-bincang dengan serius. Sekilas Yola melihat Tegar di dalam mobil. Wanita itu sempat kaget, akan tetapi pada akhirnya Yola kembali di samping Jin."Kau bicara apa padanya?" Jin tampak penasaran. Yola menarik napas panjang dan mengembuskannya."Aku mem
Kelanggengan keluarga Adiwangsa semakin hari bertambah harmonis. Walaupun tidak lepas dari percekcokan di setiap harinya. Juna dan Jelly pun tumbuh menjadi pribadi yang aktif dan menyenangkan.Terlepas dari masa lalu Yola. Kini Yola begitu bahagia hidup dengan keluarga Adiwangsa. HerJinot pun sukses menjadi Ci Ai O muda berbakat. Begitu pula dengan Jimmy dan Juki. Mereka berdua lulus dengan predikat murid paling berprestasi."Ayah ...," teriak Juna. Namun, orang yang dipanggil tidak menyahut. Juna kembali berteriak memanggil pria itu."Ayahmu sudah berangkat kerja, sayang. Kenapa?" tanya Yola. Melangkah mendekati putranya dan berjongkok. Wanita itu mengusap lembut surai hitam Juna. Juna menggelengkan kepalanya, "Kalau begitu tidak jadi."Yola mengerutkan kedua alisnya saat mendengar respons putranya. Wanita itu tidak paham dengan apa yang dimaksud oleh Juna. Juna langsung berlalu dari hadapan Yola. Bocah itu duduk di sofa yang ada di ruang tengah. Dia duduk sambil berpangku dagu. Y
Tiga tahun kemudian.Kini keluarga kecil Adiwangsa dan Yola Asmara sudah lengkap. Setelah mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang cerdas, saat ini mereka juga mempunyai seorang anak perempuan.Juna genap berusia delapan tahun dan dia memiliki adik perempuan bernama Jelly Adiwangsa yang baru berusia dua tahun.Hari itu, cuaca begitu sangat cerah. Cuaca yang cocok untuk jalan-jalan. Di sebuah istana pink, rumah yang dominasi dengan warna pink, tampak sangat ramai dengan tangisan Jelly.Balita kecil itu menangis karena tidak ingin dipisahkan dari Ayahnya. Setiap kali balita kecil itu lepas dari tubuh Jin, dia akan langsung menangis."Kenapa dia tidak ingin lepas dariku?" pekik Jin."Gendong saja terus," jawab Yola. Jin beralih menatap istrinya, lalu kembali lagi menatap putri kecilnya yang tak mau lepas dari tubuhnya."Tumben nih bocah manja sekali," celetuk Jin. "Di mana Juna?" tanyanya."Dia ada di kamarnya," jawab Yola singkat sambil jari-jemarinya melipat satu-persatu baju yang
Bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Singkat cerita, Juna Adiwangsa telah genap berusia lima tahun. Namun, pada kenyataan Juna masih suka tidur di tengah-tengah Ayah dan Ibunya, walaupun Jin sendiri sudah membuatkan kamar untuk Juna."Sayang, Juna sudah genap lima tahun. Bolehlah jika kita buat adik untuknya?" Jin mendekati Yola. Sang istri hanya memandang suaminya. "Kenapa diam?" tanyanya menatap sang istri. "Jika diam itu tandanya berarti jawabanmu adalah iya," lanjutnya menarik pinggang Yola hingga menabrak tubuhnya."Iya, nanti kita cari waktu yang tepat untuk berduaan," jawabnya menatap Jin."Tidak ada kata penolakan lagi loh," ancam Jin."Iya bawel." Jin makin mengeratkan pelukannya."Hei, ini masih siang," protes Yola."Memangnya kenapa jika masih siang?" tanyanya mendekatkan kepalanya dan menempelkan hidungnya pada hidung Yola."Rumah kosong, hanya ada kita berdua," ucap Jin lirih. "Sudah lama kita tidak berduaan seperti ini."Mendadak Jin menempelkan bibirnya dan b
Kang wor wet hensem memberi kode pada sang istri, padahal jam sudah menunjukkan pukul delapan."Mbeb, ini bagaimana?""Apanya yang bagaimana?" "Ini ...." Jin menunjuk pusaka keramatnya."Aku akan ke bawah. Sudah waktunya Juna kecil makan dan kau cepat pakai pakaianmu." Yola sambil menunjuk Jin.Muka Jin terlihat manyun, duduk di sofa sambil menyilangkan kakinya. Yola mendekatinya dan mendudukkan Juna dipangkuannya. Balita tiga tahun itu langsung tersenyum menatap Ayahnya."Kenapa kau berikan dia padaku?" tanyanya."Dari pada kau hanya manyun seperti itu. Pergilah ajak main Juna.""Kau sendiri mau ngapain?" tanya Jin menatap sang istri."Aku mau olahraga," jawab sang istri singkat."Buat apa kau berolahraga?" tanyanya lagi."Aku ingin berat badanku kembali seperti semula." Yola melangkah keluar rumah, tiap hari memang dia menyempatkan diri untuk berolahraga selama lima belas menit. Berat badan Yola sekarang 50 kg."Kau ingin kurus berapa kilo lagi? Tubuhmu itu sudah langsing. Nanti pu
Tak terasa sudah genap sebulan sejak kelahiran Juna Adiwangsa, bayi laki-laki mungil itu membawa warna baru di istana pink. Tangisannya selalu mewarnai hari-hari keluarga Adiwangsa. Juna kecil selalu mengajak bergadang di malam hari dan akan tertidur pulas di siang hari. Setiap malam Juna kecil selalu membuat penghuni istana pink tidak nyenyak tidurnya."Kenapa makin malam, matanya makin melebar," gerutu Jin melihat mata Juna kecil, bayi mungil itu seperti mengajak sang Ayah untuk bermain."Tidurlah jika kau sudah mengantuk. Besok kau harus berangkat kerja." Yola menyuruh suaminya untuk tidur.Beranjak turun dari ranjangnya dan seketika dia berjengkit kaget karena kakinya seperti menginjak sesuatu. Dia melongokkan kepalanya melihat ke bawah ranjang."Kenapa bocah-bocah tengil ini masih tidur di bawah?" tanya Yola menatap Jin dan tangannya menunjuk Jimmy serta Juki yang tidur di lantai beralaskan karpet empuk."Mereka bilang ingin menjaga Juna kecil," sahut Jin membaringkan tubuhnya di
Mobil sampai di depan rumah sakit. Keributan masih terjadi antara ketiganya, tapi hal itu tidak berlangsung lama karena teriakan kesakitan dari Yola membuat Jin langung mengambil tindakan. Jin mengendong Yola dengan cepat saat sudah sampai. Dia menyuruh Jimmy memarkirkan mobil. Sementara Juki menemani mereka berdua ke resepsionis rumah sakit."Sudah bukaan berapa, Tuan?" tanya seoarang perawat yang menyuruh Jin membaringkan sang istri ke ranjang pasien darurat IGD."Aku tidak tahu," jawab Jin menggelengkan kepala meletakkan istrinya ke ranjang lalu mengelus kening istrinya. "Yang kuat sayang," ucapnya tak tega melihat istrinya yang biasanya bar-bar kini terus-terusan merapatkan gigi menahan sakit.Yola memejamkan mata terus menarik napas dan mengembuskan secara perlahan seperti sebelumnya. Menghitung menit demi menit dalam hati merasakan brankar dorong pasien semakin cepat didorong seiring dengan ringisannya yang berlanjut.Yola masih me
Senja pun tiba, bulatan matahari yang menguning telur dan semburat jingga saat senja seperti menghipnotis siapapun yang memandangnya. Hamparan langit yang menguning keemasan mempunyai daya tarik tersendiri.Tampak sangat riuh di ruang makan yang hanya diisi oleh empat orang saja. Yah, empat orang saja tapi suasana seperti berada di pasar bebek. "Kak, aku mau steaknya," teriak Jimmy."Kak, mana susu hangat punya Kookie?" teriak si bontot. Yola menggelengkan kepala dan tertawa kecil melihat suaminya pontang-panting. Kali ini Jin yang dibuat sibuk oleh mereka. Jin berhenti sejenak setelah menaruh sepiring steak untuk Jimmy dan segelas susu untuk Juki."Ternyata capek juga mengurus rumah. Apa begini rasanya jadi ibu rumah tangga?" tanyanya menoleh menatap Yola.Yola mengangkat bahu dan tersenyum."Kau ingin makan apa lagi atau tidak?" tanya Jin ketika melihat piring di depan istrinya sudah kosong.Yola menggeleng,