Jesika tidak bisa sarapan dengan nyaman setelah Antonio mendesaknya untuk pergi periksa ke dokter. Jesika mencoba menolak, tapi Antonio masih bersikukuh untuk pergi. Apakah itu wujud khawatir? Sialnya dalam otak Jesika hanya sebuah rasa malu yang entah bagaimana cara menutupinya. Untuk mengangkat kepala saja rasanya sangat berat.“Kamu kenapa, Sayang? Apa sakit?” tanya Megan.“Hm? Tidak, Nek. Aku baik-baik saja, Kok,” jawab Jesika rada gugup.Jesika masih menunduk, tapi bola matanya sempat bergerak ke sampaing menemukan sorot mata Antonio. Jesika buru-buru menarik pandangannya, lalu menyuap sesendok sarapannya.“Gaby belum kamu ajak keluar, Ant?” tanya Agatha.Antonio tengah mengunyah makanannya, tapi dia sudah mengangkat wajah menatap mamanya. “Keluar ke mana?”“Kamu memang menyebalkan!” dengus Gaby. “Jadi istrimu itu mengubahmu sejauh apa sampai kamu mengabaikanku?”Jesika merendahkan pandangannya sambil mendesah berat tanpa ada yang tahu. Dia menyuap lagi sarapannya supaya segera b
Tidak akann pernah Jesika lupakan apa yang terjadi di ruangan dokter. Selain percakapan yang membuat pipi memerah, dokter cantik itu juga meminta Jesika untuk berbaring sambil membuka kedua kakinya. Hal memalukan lainnya, saat dokter tengah meriksa, dengan santainya Antonio bertengger melipat kedua tangan dengan tatapan dinginnya.Kenapa dia tidak menunggu diluar saja?Dokter mengatakan tidak ada yang salah dengan erea miss V milik Jesika. semuanya bagus dan sehat tentunya. Untuk menatap ke sekitar saja sekarang Jesika sama sekali tidak berani. Rasanya benar-benar malu.“Jadi sudah tidak sakit lagi?” tanya Antonio.Berhentilah membahas hal itu? topik lain masih banyak, Astaga!Jesika hanya mengangguk dengan senyum menyedihkan.“Sekarang mau ke mana, Tuan?” tanya Tian sebelum membuka pintu mobil.“Antar aku ke perusahaan baruku. Aku harus memantau lebih detail lagi. Mungkin minggu depan sudah bisa diresmikan.”Tian membuka pintu mobil sambil mengangguk.“Kamu mau ikut masuk tidak?” tan
“Antonio!” panggil Gaby dari lantai dua.Antonio refleks mendongak, pun dengan Jesika. Wanita di atas sana sudah mundur lalu berjalan menuruni tangga. Begitu sampai di dekat Antonio, Gaby langsung menyerobot, mambuat Jesika terpaksa bergeser.Jesika mulai muak melihat tingkah Gaby yang kekanak-kanakan. Memang sahabat sejak kecil, tapi bukankah ketika mendekati Antonio terlihat sangat berlebihan? Jesika membuang mata jengah lalu pergi ke atas.“Ada apa?” tanya Antonio. Dia bertanya, tapi tatapannya mengarah pada Jesika yang tengah berjalan di tangga sambil menatap layar ponsel."AKu bertemu Selena tadi.”“Lalu?” mata Antonio masih focus ke arah tangga hingga ke ujung. Dia penasaran kenapa Jesika terus mengetik sesuatu di sana.“Hei, dengarkan aku!” decak Gaby sambil menarik lengan Antonio.“Apa sih!” Antonio menghempas tangannya. Lama-lama mendengar mulut Gaby yang cerewet membuat telinganya berdengung.“Kenapa kamu jadi galak begini? Aku kan Cuma mau ngasih tahu saja.”“Kalau tentang
Pagi ini, Antonio sudah bersiap-siap lebih awal. Ada beberapa orang yang menunggunya di kantor untuk membahas peresmiannya yang kemungkina berlangsung menjelang hari minggu.“Jadi … apa yang bisa aku bantu?” tanya Jesika usai meletakkan pakaian Antonio di tepi ranjang.Antonio yang baru keluar dari kamar mandi berjalan mendekat. Pria itu hanya mengenakan handuk putih yang melingkar di pinggang ke bawah sampi lutut.“Kalau kamu sempat, siapkan bekal untukku. Aku malas makan di luar.”“Oke. Lalu?”“Tidak ada.”Jesika mengangguk-angguk dengan kedua alis terangkat lalu melenggak menuju pintu.“Tunggu!”Jesika spontan berhenti lalu menoleh. “Ya?”Antonio tidak berkata apa pun, melainkan memberi tatapa seolah hendak menghakimi. Sementara yang tengah ditatap, langsung menunduk untuk memeriksa apakah ada yang salah dengan dirinya atau tidak.“Ouh!” celetuk Jesika dengan wajah kaget. Jesika masih mengenakan piama tanpa lengan sekarang. paima itu juga tentunya cukup tipis tanpa diimbuhi dengan
Jesika mengetik sesuatu di ponselnya dengan wajah penuh penyesalan. Setelah itu, pergi mandi. aroma harum bekas Antonio mandi seberbak memenuhi ruangan. Jesika sampai menaikkan kedua pundak ketika menghirupnya. Bibirnya melengkung membentuk senyuman yang sempurna.Sementara di tempat lain, Antonio dan Tian sudah sampai di gedung kantor. Beberapa orang penting menyambutnya di ruang pertemuan, termasuk ayahnya yang ternyata sudah datang. Tadi Antonio sempat pergi ke ruang makan, jadi tidak tahu kalau ternyata ayah sudah berangkat lebih dulu.Meeteng langsung dimulai. Mereka mulai membahas beberapa hal yang akan menjadi hal utama sebagai tujuan perusahaan ini dibuat. Semua hal dibicarakan dengan matang sampai nanti peresmian dilaksanakan.Sampai sekitar satu jam berlalu, pertemuan di bubarkan. Antonio bergegas pergi ke ruangannya yang ada di lantai dua. Dia duduk di kursi putarnya, lalu menatap bekal yang dia bawa dari rumah. mulai besok, mungkin akan setiap hari Antonio membawa bekal ka
Sampai di kamar, Antonio tidak melihat Jesika. perempuan dengan pinggang ramping itu tak terlihat batang hidungnya. Antonio menoleh kea rah kamar mandi, tidak ada suara dari dalam sana. Ketika di buka, Jesika memang tidak ada di sana.“Ke mana dia?” gumam Jesika. Antonio mendongak ke arah balkon, di sana pun tidak ada siapa pun selain tampak warna senja menjelang malam.Berpikir sejenak, Antonio teringat tentang ruang kerja Jesika. Antonio melepas jasnya, melempar ke sembarang tempat lalu buru-buru memeriksa ke sana. Dua langkah ke luar dari kamar, Antonio melihat sebuah pintu dengan ruangan yang menyala. Jesika pasti di sana.“Uugh! Aku masih memikirkan tentang es krim. Sepertinya sangat enak. Ah, sial! kenapa tadi aku berikan semuanya, sih!”Antonio bertengger sambil melipat kedua tangan di ambang pintu sambil mendengarkan Jesika yang ternyata sedang mengoceh. Antonio sudah menahan tawa di belakang.“Apa aku beli sendiri ya? Ah, tapi aku malas keluar.”Kedua kaki terlihat menghentak
Brak!“Apa yang sedang kalian lakukan?”Keduanya buru-buru mengatur posisi dan membenarkan pakaian masing-masing. Tidak ada yang sampai telanjang di sini. Antonio sudah menaikkan kembali celananya, sementara Jesika buru-buru menurunkan roknya yang panjang di atas lutut.Malu? Benar-benar malu. Mungkin tak terlihat, tapi orang yang memergoki pasti tahu keduanya sedang berbuat apa. Jesika bersembunyi di belakang punggung sambil mencengkeram kuat kemeja Antonio.“Ngapain kamu ke sini? Masuk tidak ketuk pintu!” decak Antonio dengan wajah amarah.Gaby tampak gugup sampai gelegapan. Dia sempat melihat pinggang belakang Antonio meski hanya sekilas.“Aku mana tahu kalian sedang … lagian kenapa kalian melakukannya di sini? Dasar gila!” tiba-tiba Gaby malah mencak-mencak. “Kalian kan bisa melakukannya di kamar.”“Ini ruangan pribadi, kamu tidak seharusnya nyelonong masuk, Gaby!” tekan Antonio. “Sekarang keluar!”Antonio tidak sungguh memarahi. Wajahnya hanya datar dan kesal saja sebenarnya kare
Kedua mata rasanya sulit sekali untuk dibuka lebar-lebar. Sudah menggeliat beberapa kali mencoba mergangkan otit seluruh badan, tapi nyatanya masih terasa malas untuk beranjak. Usai menguap, Jesika menoleh ke samping di mana ada pria yang semalam mendekapnya dengan erat ketika tidur.Sekarang baru pukul enam pagi, tapi Jesika harus buru-buru bangun menyiapkan sarapan. Kemarin Antonio meminta dibawakan bekal hasil dari masakan Jesika sendiri. Mungkin akan membuatnya terasa melelahkan, namun hal ini seharusnya cukup menyenangkan.Jesika menguap sekali lagi, lalu menurunkan kedua kakinya. Dia tidak langsung beranjak, melainkan lebih dulu menata rambutnya yang berantakan. Tubuh terasa lelah, hanya saja mengingat kembali apa yan terjadi semalam, bibir Jesika langsung senyum-senyum sendiri.“Aku melihat semuanya,” desah Jesika sambil cekikikan lirih. Dia menoleh kebelakang, menatap wajah yang masih terlalap itu.Jesika tidak perlu mendefinisikan bagaimana sosok Antonio, yang jelas pria itu
Di dalam otaknya, Antonio pernah berpikir untuk membantu keuangan Luna yang sedang merosot. Kabar rumah yang disita waktu itu, bahkan membuat Antonio merasa khawatir. Namun, rasa peduli itu nyatanya tidak dibalas dengan baik. Luna justru memainkan perannya sebagai orang yang licik penuh tipu muslihat. Keluar dari restoran, Antonio langsung meminta Tian untuk membawanya segera pergi. Antonio bahkan meninggalkan meja tanpa menunggu Luna kembali. Antonio tidak mau kalau sampai terjadi pertengkaran di sana, karena memang amarah Antonio sedang berada dipuncaknya. “Ada apa, Tuan?” tanya Tian ketika mobil sudah melaju. Wajah Antonio benar-benar merah padam. Kedua tangan tampak mengepal seperti ingin melayangkan tinju. Melihatnya saja membuat Tian bergidik ngeri. “Antar aku menemui Selena.” Kening Tian berkerut, namun akhrinya tetap menganggukkan kepala. Mobil melaku ke sebuah kompleks perumahan mewah. Sekarang sudah pukul dua siang, sialnya Selena sedang tidak du rumah. “Tian, kamu kump
Jesika mengatur pertemuan dengan rekan-rekannya di sebuah restoran berlantai dua di dekat danau. Jaraknya memang cukup jauh dengan kantor, tapi tidak masalah menurt Jesika karena datang beramai-ramai diantar mobil kantor. Setidaknya sekaran juga menjelang hari minggu, jadi berada diluar kantor cukup panjang tidak terlalu masalah.Sementara di kantor sendiri, Antonio dan beberapa infestor mulai kembali membahas tentang dana yang hilang. Pembahasan ini juga langsung teruju pada sebuah cctv yang Tian dapatkan dari setiap ruangan di sini.Siapa sangka kalau ternyata Luna pernah duduk di kursi ruangan kerja Antonio ketika Antonio tengah keluar sebentar untuk mengambil sesuatu kala itu. Antonio tidak pernah manaruh rasa curiga sebelumnya, karena memang yang dia pikir Luna adalah rekan yang baik.“Kamu yakin itu Luna?” tanya Antonio.“Jadi Tuan tidak percaya kalau ini Nona Luna?”Antonio menelan ludah dengan pertanyaan itu. memang sikap Antonio terlalu menyebalkan akhir-akhir ini karena terl
Masuk ke dalam kamar, Antonio melihat sang istri meringkuk di atas ranjang tanpa mengenakan selimut. Antonio meletakkan jas yang tersampir pada lengannya di atas sandaran sofa. Selepas itu, dia mendekati ranjang memeriksa keadaan sang istri. Melihat posisi Jesika, sepertinya Wanita itu ketiduran saat menunggu Antonio pulang.“Kenapa kamu tidak mengenakan selimut? Kamar dingin sekali.” Antonio membungkuk lalu meraij selimut.Namun, ketika hendak menutupkan pada Sebagian tubuh Jesika, Jesika malah terbangun. Wanita itu merangkuk lalu membalikkan badan.“Kamu sudah pulang?”Antonio tersenyum, kemudian duduk membantu sang istri yang beranjak duduk. “Kamu ketiduran?”Masih dengan mata sayu belum terbuka sempurna, Jesika mengangguk. “Kenapa baru pulang?” sekarang Jesika mencoba menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.Antonio tersenyum tipis, mengelus lembut pucuk kepala sang istri. “Maaf, hari ini lumayan sibuk.”Jadi dia tidak mau mengatakannya padaku?Jesika terdiam mema
Sebelumnya saya minta maaf karena mungkin banyak typo. saya belum sempat untuk mengoreksinya kembali.***Jesika mungkin harus menunggu hingga malam tiba untuk bisa bertemu dengan sang suami. Di kantor, Jesika hanya sempat bertemu ketika tadi nyelonong masuk ke dalam ruangan, tapi setelah itu Jesika tidak melihat lagi bahkan hingga jam pulang kerja. Jesika bahkan pulang lebih dulu karena kata Tian pekerjaan Antonio belum selesai.“Kamu pulang sendiri, Jes?” tanya mama yang menyambutnya di depan pintu ruang tamu.Jesika mengangguk lalu mencium punggung telapak tangan mama mertuanya itu.“Antonio di mana?”Mereka berdua berjalan bersama masuk ke dalam.“Kata Tian, Antonio masih ada kerjaan.”“Tumben?”“Iya, aku juga kurang tahu, Ma. Aku tidak sempat bicara dengannya di kantor.”Menjelang makan malam, Antonio masih belum juga kunjung pulang ke rumah. dia menyempatkan diri menelpon Jesika dengan mengatakan kalau sebentar lagi akan pulang, namun meski begitu tatap saja merasa khawatir kare
Jesika tidak mau peduli mengenai Selena, tapi ketika dia hendak pergi membeli beberapa lembar kertas di sebuah toko, dia tidak sengaja melihat Selena tengah berdebat dengan seseorang. Jesika mengamati dari kejauhan.“Aku sudah mengirim banyak pada ayah. Ayah tidak perlu menemuiku ke sini!”“Ayah butuh lebih. Kalau sampai siang ini ayah tidak mendapatkan uang, ayah bisa mati.”“Apa peduliku?”“Anak kurang ajar!”Selena langsung menyingkir ketika tangan itu melayang hendak menampar dirinya. Jesika yang melihat dari kejauhan sampai membelalakkan mata dan menutup mulut.“Ayah jangan macam-macam denganku di tempat umum. Aku sudah beberapa kali memperingati ayah untuk tidak menemuiku di tempat umum. Ayah tahu resikonya, kan?”Pria berjenggot itu berdecak, menghempas tangan lalu berlalu pergi dengan sia-sia tanpa mendapatkan uang. sementara Selena, dia hanya bisa menghela nafas lalu menyapu ke area sekitar berharap tidak ada yang melihat perdebata baru saja.Jesika yang langsung bersembunyi,
Memang siapa yang sangka kalau Selena bisa melakukan hal sekeji itu hanya demi karirnya? Terkadang memang hal kotor bisa dilakukan demi sesuatu yang ingin sekali digapai, hanya saja cara Selena benar-benar di luar nalar walaupun pada kenyataannya banyak yang begitu di luar sana.“Aku benar-benar tidak menyangka kalau Antonio melupakanku demi Wanita yang jauh di bawahku.” Selena menyulut rokoknya sampai asap mengepul tinggi ke udara.“Jangan bilang sebenarnya kamu masih mengharapkan Amtonio?” Pemela menebak-nebak denga mata sinis. “Kamu masih belum move on?”“Oh come on! Ini sudah satu tahun lebih. Tentu saja aku sudah move on.”Pamela tersenyum miring. “Kamu yakin? Jangan kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu masih sering memantaunya dari jauh. Kamu bahkan meminta Luna untuk bisa lebih dekat dengan Antonio. Kamu Cuma menggunakannya sebagai alat untuk mengetahui tentang mereka kan?”“Brengsek kamu!” umpat Selena. “Aku tidak ada maksud seperti itu. setidaknya Luna lebih tinggi dari istri
Ketika Antonio berjalan mendekat setelah turun dari panggung, dengan bangganya Jesika bertepuk tangan. Bibirnya tersenyum menunjukkan deretan gigi yang putih. Reaksi Antonio yang langsung mengusap pucuk kepala Jesika, tentunya membuat siapa pun akan merasa iri.“Ah, kasihan sekali Selena. Pria seperhatian itu malah ditinggal kabur dulu.”“Benar juga. Jesika sangat beruntung mendapatkan Antonio.”Selena yang berdiri hampir di di paling ujung mendengar percakapan tamu undangan itu, tapi dia hanya menarik satu ujung bibir ke atas dengan wajah acuh sambil menenggak minumannya.“Kalau bukan karena keluarganya yang tak merestui, aku juga tidak mungkin meninggalkan Antonio. Mereka pikir sangat mudah menjadi diriku yang tidak disambut di keluarga Antonio. Brengsek!”Selena meletakkan gelasnya lalu beranjak pergi ke toilet.“Kamu ngobrol sama nenek dulu, aku mau ke toilet dulu sebentar.”“Oke.”Jesika menghampiri nenek yang tengah ngobrol dengan rekan-rekan dan beberapa artis di sana. ketika J
Entah kapan Antonio terakhir kali menginjakkan kaki di gedung agensi milik neneknya. Setiap langkah, ketika melihat beberapa poster dan layar monitor di beberapa titik dinding gedung, terkadang membuat rasa rindu untuk kembali lagi ke sini. Namun, Antonio lebih merasa nyaman ketika sudah meninggalkan agensi. Rasanya bisa berekspresi lebih luas lagi, dan juga tidak terlalu banyak tututan.“Ada apa?” tegur Jesika ketika melihat wajah sendu sang suami.Antonio bergidik lalu tersenyum. “Tidak, aku hanya sedikit rindu ketika masih di sini.”Jesika mengusap lengan Antonio lalu menggandengnya dengan erat. Beberapa orang atau tamu lain berjalan di belakang mereka, tapi tentunya tidak terlihat heboh karena memang ini sudah aturannya bagi siapa pun yang ingin datang ke acara tahunan agensi.Mereka menuju lantai tiga di mana acara akan berlangsung. Papa dan mama tidak bisa datang, jadi hanya nenek yang berangkat bersama Antonio dan Jesika. ada Tian dan Bitt juga pastinya.Sampai di ruanga acara,
“Wanita itu menemui Antonio lagi?”“Iya, Nona.”Jesika yang tengah mengunyah makanan, memegang ponselnya dengan tangan kiri.“Kamu menelpon siapa, Sayang?” tanya nenek yang duduk di hadapannya dengan dibatasi meja bulat.“Tian, Nek.”Megan mengangguk-angguk melanjutkan makan lagi, sementara Jesika membali bicara dengan Tian.“Mau apa dia datang lagi? sudah berapa kali dia datang menemui Antonio?”Nada bicara Jesika membuat Megan menatap penasaran.“Sayang kurang tahu, Nona. Mereka bicara di ruang tamu kantor. Saya hanya bisa melihat dari luar saja.Ruang tamu memang didesain dengan dinding kaca. Tidak ada privasi di sini memang, jadi akan jauh lebih netral untuk bicara dan tidak membuat siapapun salah sangka.“Biarkan saja mereka bicara. perempuan itu tidak akan menyerah sepertinya. Kamu bantu awasi saja. Aku takut dia ada campur tangan dengan klaim karya waktu itu.”“Baik, Nona.”Pemikiran Jesika sepertinya sama dengan Tian. sejujurnya Tian sudah melihat cctv di parkiran belakang ged