“Jangan nakal ya, Aku pergi dulu.” Natan menyembulkan kepalanya dari pintu mobil sambil melambaikan tangan pada Zea.Natan tersenyum manis membuat para kaum hawa yang ada di sana menjerit tertahan.Zea merasa tak suka melihat banyaknya teman-temannya yang menatap penuh minat pada suaminya.“Iya, Mas. Masuk mobil sekarang terus langsung pergi, Buruan!” usir Zea super judes.Melihat Zea yang menghentakkan kaki bersiap untuk mengamuk, Natan buru-buru masuk mobil lalu meninggalkan parkiran sekolah.Barulah setelah itu Zea bisa berjalan dengan perasaan tenang menuju kelasnya yang berada di lantai tiga.“Alea sama Anes kemana ya? Kok tumben nggak nungguin gue di parkiran?” Zea paling tidak suka berjalan sendiri seperti orang tidak punya teman begini.Apalagi, kini semua mata tertuju padanya. Zea selalu menjadi pusat perhatian setiap harinya dari sejak awal ia diantar jemput oleh Natan.Zea terus melangkah sambil
‘Gue harus hati-hati dari sekarang, secara semua pergerakan gue diawasi sama si manusia pemaksa itu,’ lirih Zea dalam hati.Mengingat betapa posesifnya Natan, ya … Zea harus pintar-pintar menjaga diri. Melakukan kesalahan sedikit saja, maka siap-siap hukuman ranjang yang akan dia dapatkan yang berdampak motif polkadot di seluruh tubuhnya setelah hukuman tersebut berakhir.Sejauh ini, baru hukuman dari Natan yang berhasil membuat seorang Zea ngeri.“Sombong amat lo.” Mulut Dio mencabik sinis. “Gue cuma mau bilang, selamat atas pertunangan lo sama si CEO itu.”Dio mendaratkan pantatnya di atas kursi tepat di depan bangku Zea.“Udah basi, Dio. Udah lewat sebulan juga.”“Tapi gue baru mau ngucapin selamat sekarang, lagian lo nggak asik banget. Tunangan nggak ngundang temen,” protes Dio, “gimana ceritanya sih lo yang pacaran sama Akas tapi malah Tunangan sama CEO dingin itu?” lanjut Dio bertanya sambil berbisik.Harap
“Yuhuuu akhirnya pulang juga, dari kek. Mumet banget otak gue mikirin itung-itungan gini.” Alea bersorak bahagia sambil membereskan peralatan tulisnya.“Itu mah lo nya aja yang bego,” sahut Zea diiringi dengan senyum miring membuat Alea melongos seketika.“Iya deh, iya. Lo yang otaknya terbuat dari mesin komputer jelas nggak bakal kesulitan ngerjain apapun karena lo udah pinter dari sononya.” Alea sangat mengakui kepintaran Zea yang sering kali memenangkan berbagai olimpiade.“Gue juga pusing banget, mana ngantuk pula. Kenapa coba harus matematika di jam pelajaran paling akhir? Coba aja di suruh nyanyi di jam terakhir begini, pasti kita semua nggak bakal ngantuk,” celoteh Anes diangguki Alea.Tiga gadis nakal itu kompak meninggalkan kelas, seperti biasa. Mereka selalu saja berceloteh membahas ini itu sambil berjalan menuju parkiran.“Kita lewat mana nih?” tanya Zea saat mereka sudah menuruni tangga dari lantai tiga.“Lewat lapangan aja nggak sih? Secara kalau lewat koridor kelamaan.”
Pukulan di perutnya membuat Akas terbatuk-batuk, Akas tidak melawan. Entah kenapa pria itu hanya pasrah saat Natan menghajarnya habis-habisan.Bugh!Semua orang histeris melihat itu, termasuk Zea dan kedua sahabatnya.“Hetiin laki lo, Zea. Akas bisa mati kalau begitu caranya.” Alea hampir menangis melihat kondisi Akas yang sudah babak belur di tangan Natan.Hati se-kenyal yupi Alea jadi merasa tidak tega melihat itu semua.Kan Alea kasihan.“Ta-tapi gimana caranya? Gue takut?” tanya Zea terbata.Bayang-bayang Natan yang sempat membentaknya membuat Zea ketakutan. Melihat betapa brutalnya Natan menghajar Akas membuat Zea semakin ketakutan.Mata merah dan rahang Natan yang mengeras saat ini serasa bagai ancaman bagi Zea.“Gimana kek, Ze. Lo mau dia di penjara gara-gara bunuh orang? Seberkuasa apapun dia, kalau orang dia bunuh pewaris tunggal keluarga Elludra, tetap aja dia bakal di penjara,” tutur Anes.
“Shh, pelan-pelan dikit, Lea,” ringis Akas.“Ck, ini juga udah pelan, bego.” Alea berdecak kesal karena Akas sama sekali tidak tahan sakit.“Rasanya nyawa gue bakal melayang sekarang, Lea. Suami Zea mukul gue kayak orang sakit hati, seharusnya ‘kan gue yang sakit hati sama dia?”Akas kesal sendiri membayangkan betapa ganasnya Natan menghajar dirinya.“Salah sendiri, kenapa lo nggak bales dia? Secara lo ‘kan juga pinter bela diri.” Alea penasaran kenapa tadi si Akas tidak membalas pukulan Natan satu kali pun.“Itu nggak bakal nyelesain masalah, gue kasian sama Zea kalau masalah ini berbuntut panjang. Apalagi tadi kalau gue bales dia, pasti Zea bakal lebih repot lagi.”Sebelah alis Alea terangkat mendengar jawaban panjang lebar Akas.“Lo masih sesayang itu sama sepupu gue?”Akas mengangguk tanpa ada keraguan sedikitpun. “Sangat, gue ngerasa nggak bakal pernah jatuh cinta lagi setelah ini.”Alea tertawa me
‘Dasar bocah, seharusnya saya yang menghukumnya karena dia sudah dipeluk oleh mantan kekasihnya itu. Kenapa sekarang malah jadi saya yang dia hukum?’ beo Natan dalam hati, ‘Dasar betina, maunya selalu benar tidak ingin disalahkan. Kalaupun dia salah tidak akan pernah mau mengaku salah,' lanjut Natan masih di dalam hati.“Minggat dari hadapan aku, Mas. Aku jadi nggak nafsu tidur kalau kamu masih ada di sini,” celetuk Zea yang tiba-tiba membuka mata.“Memangnya ada ya, tidur harus nyusu dulu?”“Iya ada, kamu nggak denger barusan aku bilang gitu?” sinis Zea.Natan melongo, detik setelahnya pria itu menggeleng tak abis pikir.Ternyata istrinya itu malah semakin cantik dan menggemaskan kalau dalam mode merajuk seper sekarang.“Kalau aku malah nafsu melihat yang menggemaskan ini, bagaimana?” Natan menaik turunkan alisnya.Kumat sudah mesumnya Natan kalau sudah begini ceritanya.Zea mendelik, matanya semak
“Pulang sekolah kita healing yuk!” ajak Zea.“Boleh, tapi lo yang traktir ya.”Zea menatap horor Alea yang meminta ditraktir sebelum berangkat.“Berhubung gue lagi males pulang, see gue nggak masalah kalau harus traktir kalian berdua.”“Yeess!”Plak!Alea dan Anes bersorak bahagia sambil bertos ria, dua gadis itu sangat bahagia akan pergi healing tapi semuanya akan dibayar oleh Zea.Zea memutar bola matanya merasa malas melihat kegirangan Alea dan Anes.“Btw, lo males pulang karena masih marah sama laki lo gara-gara masalah kemarin?” Alea manatap Zea seakan sangat butuh jawaban.“Gue kesel aja sama dia.” Zea mengutarakan apa yang ia rasakan. “Dia berbuat kayak kemarin tanpa mikirin akibat dari perbuatan dia itu, kalau aja si Akas bilang ke orang tuanya bisa kacau ‘kan urusannya?”“Lo tenang aja, dia nggak bakal ngadu ke orang tuanya. Dia masih mikirin perasaan lo kok, Ze,” beber Alea tanpa sada
“Kalau suami lo marah gimana? Jangan deh, Zea. Tadi gue sama Anes cuma bercanda minta ditraktir, kita punya uang sendiri kok buat shoping.” Alea tidak ingin kenalkan mereka berimbas buruk pada rumah tangga Zea. “Nggak bakal, kita belanja pake uang gue. Kalian nggak lupa ‘kan kalau uang mahar waktu itu belum gue pake sedikitpun? Belum lagi uang jajan dari dia yang belum pernah gue sentuh.” Zea berusaha meyakinkan kedua sahabatnya. Zea tidak ingin rencananya untuk menguras habis saldo ATM dari Natan gagal total gara-gara Anes dan Alea yang merasa segan. “Oke deh kalau lo maksa, gue harap suami lo nggak bakal marah gara-gara ini.” Alea menyetujui ajakan Zea. Sedangkan Anes, tidak usah ditanya. Dia bahkan tidak paham apa maksud pembicaraan Alea dan Zea. Di sisi lain, Natan serasa ingin mengumpat karena harus survei proyek kerjasamanya dengan perusahaan yang mengutus Elena sebagai rekanannya. “Tidak