Kaira bisa merasakan kecanggungan yang entah mengapa meliputi atmosfer dalam ruangan. Wanita itu memandang tamu yang baru saja masuk ke dalam ruangan Davian—tak ada yang salah. Malah dia kagum, wanita itu terlihat sangat cantik dan juga memiliki pembawaan anggun khas wanita karier pada umumnya. Tapi entah mengapa, dia justru merasakan hal yang aneh dari sorot mata suaminya."Maaf saya datang tanpa berkabar lebih dahulu. Saya sangat berterimakasih karena Pak Davian masih mau menerima saya meskipun hadir tanpa janji," ujarnya santun setelah dipersilakan duduk oleh Davian di sofa tamunya. Davian mempertahankan raut datar khas miliknya, melirik sang istri yang kini sibuk meletakkan jamuan untuk tamunya kali ini. Ada perasaan tidak nyaman namun Davian berjuang keras untuk menutupinya dengan baik dan berusaha untuk tetap profesional."Bagaimana dengan Pak Adrian dan Danendra? Mereka tidak ikut hadir?" Tanya Davian tanpa mau menanggapi basa-basi lebih lanjut. Pria itu duduk dengan gestur te
Tak terasa waktu bergulir dengan sangat cepat sampai-sampai Kaira tidak menyadari kalau ini sudah hampir pukul tujuh petang. Artinya, jam kerjanya pun sudah lewat dua jam lalu.Kaira mengenakan penyumbat telinga saat bekerja tadi. Ada belasan dokumen yang perlu dia kurasi sebelum nantinya dokumen-dokumen tersebut hinggap di meja Davian. Belum lagi dia masih terus menerima jadwal masuk untuk Davian sehingga masih harus terus melakukan penyesuaian jadwal dan konfirmasi.Davian bilang dia ada urusan dengan Aldo sehingga Kaira tidak perlu ikut meskipun sebenarnya kewajiban Kaira adalah mengekori kemanapun Davian pergi. Namun mungkin Davian lebih menginginkan Kaira untuk menyelesaikan tugas-tugas dokumennya sekarang daripada ikut dengannya dan Aldo. Lagipula, Aldo ada disana, pria itu masih menjadi tangan kanan Davian untuk beragam urusan.Atau sejujurnya, Davian mungkin hanya menghindari Kaira setelah percakapan mereka tadi siang. Percakapan tanpa jawaban yang dipantik oleh kedatangan Tar
"Kaira?!"Suara cempreng itu berhasil menghentikan langkah Kaira yang tadinya hendak buru-buru menuju lift untuk naik ke ruangan Davian. Wanita itu memutar tubuhnya perlahan dan mengernyit saat menemukan siapa yang memanggilnya.Seorang wanita dengan rok span selutut dan rambut tatanan bergelombang beserta senyuman liciknya. Tidak, Kaira tidak buta apalagi lupa ingatan. Dia tahu dan ingat jelas siapa wanita yang kini setengah berlari menghampirinya dengan heels 12 sentinya itu. "Benar kamu ternyata!" Wanita itu kembali bersuara dengan sangat riang. Seolah dia menemukan mainan paling menyenangkan yang dapat dia mainkan untuk waktu yang lama.Kaira memutar bola matanya malas, sama sekali tidak berniat menanggapi tapi jika dia pergi begitu saja mungkin akan membuatnya kelihatan seperti menghindar dari sumber masalah. Dia tidak perlu upaya ekstra untuk menemukan gumpalan gempal nan botak yang berjalan dibelakang wanita tadi. Dengan kumis menyebalkannya turut tersenyum miring kearah Kair
Kaira dan Aldo berada dalam lift, menuju lantai teratas perusahaan ini untuk masuk ruangan Davian. Kaira yang sejak tadi berusaha mati-matian menahan emosinya kini menghela nafas beberapa kali. Berusaha membuang setiap emosi buruk yang bersarang dalam dirinya akibat pertemuan dengan dua makhluk tidak tahu malu tersebut. "Apa Bu Kaira ingin saya melakukan sesuatu untuk memberi pelajaran dua orang kurang ajar tadi?" Aldo bersuara meskipun dia berada di belakang tubuh Kaira. Laki- laki itu tidak tuli, dia bisa mendengar nada-nada meremehkan yang dua orang tadi lontarkan pada Kaira. Dia yakin, jika Davian yang mendengarnya pria itu pasti akan lebih murka. "Mereka dari Suditra, kan? Kita memang sedang membuka kesempatan kerja sama dan Hanan Suditra sudah sejak lama menawarkan kerja sama dengan kita. Tapi Pak Davian belum pernah menerimanya," jelas Aldo yang justru menimbulkan tanda tanya di benak Kaira.Memang, seingatnya dulu dia tidak pernah ditugaskan untuk mendekati perusahaan arsite
Kaira mengerutkan kening lalu mulai mempersiapkan baranh yang turut perlu diboyongnya ke ruang rapat. Hari ini agenda rapatnya adalah mendengarkan presentasi dari beberapa perusahaan rekanan yang menawarkan diri untuk bergabung dengan salah satu mega proyek besutan Davian. Tentu mereka ingin bergabung, ada nama-nama besar terpampang disana yang akan sangat valuable bagi perkembangan bisnis mereka masing-masing.Sebagai seorang asisten pribadi, Kaira wajib mengekori aktivitas Davian dan menyiapkan segala keperluannya. Sebenarnya semua sudah siap sebab Kaira selalu berusaha menyiapkannya minimal H-1. Kalaupun ada yang perlu dia lengkapi lagi di hari final, Kaira tidak akan terlau kewalahan. “Ayo, Pak, mereka pasti sudah menunggu bapak di ruang rapat,” Kaira tersenyum tipis lalu langsung membuang muka. Berjalan mendahului lantas membukakan pintu untuk Davian. Suami sekaligus bosnya itu masih cukup kesal terhadap respon Kaira. Semakin lama mengenal, Kaira rasa suaminya yang dahulu dia a
Kaira baru keluar dari ruangan setelah pengumuman projek berakhir. Seluruh peserta sudah keluar dari ruangan. Begitu pula Davian dan Aldo yang masih menjamu pemenang tender yakni Adisaka Corporation yang kedepannya akan bekerjasama dengan mereka dalam mega proyek salah satu konglomerat kelas dunia. Ada beberapa hal yang harus Kaira benahi sebelum dia keluar dari ruangan rapat, itulah mengapa wanita itu keluar ruangan paling akhir. Dia bersiap melangkah membawa catatannya saat secara tiba-tiba seseorang berteriak memanggil namanya. "Kaira!"Tidak perlu mendengar dua kali ataupun bertanya-tanya untuk mengetahui spesies mana yang berteriak macam orang gila. Kaira sebenarnya sudah menduga hal ini akan terjadi, hanya saja tidak menyangka bahwa manusia-manusia memalukan itu masih punya nyali untuk bahkan mencoba merundungnya di tempat yang bahkan bukan kandang mereka. Mau apa lagi mereka berdua? Bahkan cukup niat untuk menunggunya disini selama kurang lebih lima belas menit? "Oh, Bapak
"Apa seharusnya kamu mengganti pakaianmu?"Davian mengutarakan sebuah pertanyaan yang hampir mirip seperti perintah setelah keduanya sudah berada di pintu masuk pesta. Mereka memang masih berada di dalam mobil, tapi sudah terlambat untuk kembali ke rumah mengganti pakaian atau melakukan hal yang semacamnya."Kalau anda lupa, anda sendiri yang memilihkan gaun ini untuk saya kenakan, Pak Davian," tekan Kaira dengan sebuah senyuman palsu yang menyiratkan kekesalannya. Pasalnya, sudah tidak ada waktu untuk melakukan sesuatu terhadap pakaiannya. Lagipula, pakaian ini tidak salah apa-apa sehingga harus diganti begitu saja, menurutnya.Davian melirik sang istri yang duduk di sebelahnya dengan cermat. Terang saja Kaira nampak cantik. Sialnya, Kaira nampak terlalu cantik yang hampir membuatnya kehilangan ketenangan diri dan merasa tidak nyaman jika laki-laki lain di dalam sana melirik istrinya.Supir telah menghentikan mobil, dan keduanya tinggal turun saja sekarang. Tapi perdebatan kecil itu
"Oh, sepertinya kita pernah bertemu, ya?"Kaira berusaha keras untuk tidak memutar bola matanya atau terlihat kesal sedikitpun meski sebenarnya dalam hati dia benar-benar merutuk sebal. Mengapa dunia jadi begitu sempit? Dia yakin ini bukan sebuah kebetulan."Pak Hanan, dia Kaira mantan karyawan kita sebelumnya," ujar Aldo tua yang nampak seolah dirinya berada diatas angin karena mengekori bos besarnya sampai disini. Bertemu dengan dua orang yang sempat membuatnya malu pula. Berharap bisa membalaskan sakit hatinya tempo hari.Hanan Suditra, mantan bos Kaira memicingkan matanya, wajar baginya bila tidak mengingat seluruh karyawan sebab ada terlalu banyak disana. Apalagi Kaira yang notabene hanya karyawan biasa, bukan seseorang yang sering menghadap langsung padanya. Tapi mendengar laporan dari Aldo sebelumnya tentu membuatnya penasaran. Seberpengaruh apa mantan karyawannya sehingga bisa turut mempengaruhi keputusan Davian Rajendra?"Oh ya?" Ada jenis tatapan meremehkan disana. Tapi tent
"Ada apa?" Kaira tidak mau basa-basi lebih lama lagi. Mood bersantainya sudah rusak akibat kedatangan Raina yang secara tiba-tiba kembali muncul dihadapannya seperti sekarang ini. Melihat Kaira yang bahkan tidak berusaha ramah padanya, Raina tertawa pelan, "Kamu memang selalu bersikap seperti ini? Apa yang Davi lihat dari seorang wanita cemburuan seperti kamu sebenarnya?" Raina berujar dan bahkan tanpa sungkan menghakimi Kaira dengan mudah, lengkap dengan lirikan meremehkan menandai Kaira dari ujung kepala hingga kaki. Dan apa katanya tadi, cemburuan? Mana pernah Kaira menunjukkan kecemburuan berlebih tersebut sebelumnya? Kaira sejujurnya sudah sensi tiga tingkat. Apalagi mendengar Raina menyebut suaminya dengan penggalan 'Davi'. Sebenarnya tidak begitu masalah, tapi karena Raina yang menyebutkannya, Kaira jadi agak tersulut. Apa mereka masih sedekat itu sampai dengan mudah menyebut nama yang cukup akrab itu? "Apa dokter juga selalu bersikap seperti ini kepada lelaki yang s
Setelah perdebatan tipis-tipis tadi, Kaira masuk ke dalam ruangan kerjanya. Langsung menemukan Davian yang tengah duduk di singgasananya sembari menikmati secangkir kopi pagi dengan seutas senyum yang menghiasi wajahnya. "Menikmati pertunjukan dengan tenang?" Sindir Kaira. Dia tahu pasti bahwa suaminya itu memang menonton dari dalam ruangan. Kaira meletakkan tas bawaannya diatas meja, lantas mulai menyiapkan perlengkapan kerjanya secara teliti.Davian masih senyum-senyum di tempatnya, "Jadi sekarang kamu sudah tidak marah lagi?" Tanyanya.Kaira meliriknya sekilas dibarengi dengan sebelah alis yang naik keatas. "Ada apa dengan pertanyaan out of topic itu?"Tiba-tiba saja Davian membahasnya. Kaira yakin seratus persen bahwa apa yang sekarang ini Davian lakukan adalah hanya untuk menjahilinya. "Buktinya kamu lebih mempercayai aku dibanding termakan permainan kata-kata Dokter Raina," tutur Davian yang kini memangku dagunya dengan kedua tangan. Lelaki dewasa itu justru nampak lucu dengan
Saat Kaira tiba di kantor pagi ini, dia tidak terkejut melihat sosok Raina sudah berdiri di depan ruangan Davian. Wajah perempuan itu tampak tenang, meskipun jelas ada sesuatu yang ingin ia sampaikan.Jelas dia telah menduganya. Beberapa panggilan dan pesan yang dikirimkan semalam, bahkan di waktu istirahat, sudah pasti Raina tidak akan menyerah begitu saja. "Bu, ada tamu. Beliau bilang ingin menemui Pak Davian," ujar Tika sembari berbisik pelan. Sebagai pihak pertama di lantai Ruangan Direktur, Tika adalah yang bertugas untuk berkomunikasi dengan Kaira ataupun Davian apabila ada tamu. Juga menerima dari resepsionis utama yang berada di lantai dasar. Namun sepertinya, kedatangan tanpa jadwal dan brief sebelumnya ini membuat Tika agak sedikit kebingungan. Kaira melirik Raina yang tengah duduk dengan santai, "Bapak bilang apa?" Dia tahu suaminya sudah lebih dulu sampai ruangan hari ini. Seharusnya Davian sekarang sudah berada di ruangan. Tika bersiap untuk berbisik, dia mengecilkan s
Suara-suara aneh tiba-tiba saja terdengar berisik dan mengganggu pendengaran. Belum lagi guncangan kecil yang menyebabkan pergerakan pada tempatnya berada cukup mengusiknya. Kaira yang masih diliputi setengah rasa kantuk terpaksa membuka matanya untuk menemukan sumber gangguan.Matanya terbelalak, saat ini dia menghadap samping. Tepat menyaksikan bagaimana seorang wanita menduduki atau bahkan bisa dikatakan tengah menunggangi suaminya—tepat disampingnya. Pemandangan gila yang membuat Kaira berdebar sakit menyaksikannya. Lenguhan dan kesibukan dari sepasang insan gila disebelahnya cukup membuat Kaira tak bisa menahan air mata dan juga amarah. Namun tetap saja, Kaira tak bisa menggerakkan tubuhnya atau bahkan sekadar mengeluarkan suaranya. Ia kaku dan bisu. Ingin berteriak namun seolah tak bisa keluar apapun.Ketika pasangan gila itu menatap kearahnya, mereka tersenyum, dan itu jelas membuat Kaira semakin diliputi kemarahan. Bagaimana bisa suaminya dan Raina melakukan ini disana?Mata
Davian akhirnya kembali ke rumah setelah seluruh urusannya di rumah sakit selesai. Tubuhnya masih lemah, tetapi jauh lebih baik dibanding sebelumnya. Begitu memasuki rumah, Kaira sigap membantunya duduk di sofa sebelum membawa bantal tambahan agar suaminya lebih nyaman."Pak Aldo, mau minum sesuatu? Teh ataupun soft drink?" Tanya Kaira pada Aldo yang sudah setia membantunya dan mengantar mereka pulang ke rumah dengan selamat.Aldo melirik Davian, memahami makna tatapan Davian dan tersenyum tipis berusah atak terlalu kentara. "Terima kasih, tapi tidak perlu repot, bu. Saya izin untuk langsung pulang ke rumah sekarang," ujarnya menolak halus tawaran Kaira.Tak membiarkan Kaira membujuk atau melakukan percakapan tambahan, Davian menambahkan narasi yang mungkin bisa membantu. "Benar, orang rumah pasti lebih tenang jika kamu berada disana. Terima kasih atas bantuannya ya, Do! Salam buat tante dan semoga lekas sembuh," ujar Davian pada Aldo yang pada akhirnya juga disetujui oleh Kaira. "Ah
Percakapan dengan Aldo terus berputar di kepalanya. Kaira yakin selama ini dia tidak melakukan sesuatu yang menyalahi aturan, tapi mengapa kemudian dia harus menghadapi segala macam kebetulan di dunia yang luasnya tak terhingga namun ternyata seolah sangat sempit ini?Dokter Raina adalah putri sulung mantan bosnya—putri dari Hanan Suditra?Jadi, dialah putri hilang yang sempat dia dengar desas-desusnya karena berselisih dengan ayahnya itu? Alasannya adalah ini? Karena rasa bersalahnya pada Davian?Mengapa semuanya jadi bertumpukan seperti ini? Itukah yang membuat Hanan Suditra memandangnya remeh sebelumnya? Karena mungkin dia pikir Kaira tidak akan pernah sebanding dengan putrinya untuk mendampingi Davian?"Bu Kaira, anda baik-baik saja?"Lamunannya terketuk, Kaira dengan cepat kembali pada dunia nyata—berada di ruang rawat bersama dengan Davian dan juga dokter yang tengah menjelaskan beberapa hal sebelum memperbolehkan Davian untuk beristirahat di rumah.Kaira melirik dokter dan suam
"Kamu benar-benar dengan bangga menyebut diri sebagai seorang istri saat bahkan kamu sendiri tidak tahu kesulitan yang Davi tengah hadapi?"Kaira menutup matanya sembari menahan sesak di dada yang terus memenuhinya. Wanita itu duduk di kursi panjang rumah sakit sendirian—memikirkan kembali keganjilan belakangan ini yang tak pernah dia anggap sebagai pertanda apapun. Tapi sentilan sinis dari Raina membuatnya merasa rendah diri. Apa dia benar-benar se-egois itu dan begitu cuek terhadap suaminya sendiri hingga bahkan tidak mengetahui bahwa Davian belakangan ini memang berada dalam kondisi tubuh kurang baik?"Bu Kaira.."Kaira melirik suara yang tiba-tiba menyapanya. Menatap lelaki tinggi dihadapannya yang hadir dengan kedua tangan bertautan dan raut bersalah."Saya minta maaf karena tidak bisa menemani Pak Davian tadi," ucapnya sembari menunduk.Kaira menghela nafas, ini juga bukan salah Aldo sama sekali. "Pak Aldo... Bagaimana kondisi ibu anda?"Aldo tersenyum tipis, "Syukurnya kondisi
"Mas Davian kenapa?"Ketika Dokter Raina keluar, Kaira berusaha keras menata perasaannya. Mengesampingkan seluruh ego dan kecurigaannya sebab yang terpenting saat ini baginya adalah keadaan Davian.Davian menatapnya lama, seolah ada banyak yang ingin dia sampaikan namun semuanya tertahan di ujung lidah. Pada akhirnya, dia hanya bisa menjawab seadanya. "Enggak apa-apa, Kai. Cuma diminta untuk istirahat saja," ujarnya dengan seberkas senyum yang kelihatan dipaksakan.Lama Kaira terdiam sampai akhirnya dia menghela nafas pelan, "Bagaimana tadi kejadiannya? Apa benar seperti yang Dokter Raina katakan?"Davian melihat dan mendengar bagaimana istrinya itu menatapnya datar. Seolah tak ada apapun yang terjadi diantara mereka. Dia bahkan tidak keberatan menyebut kembali nama Raina."Tadi seusai rapat, tiba-tiba saja kepalaku pusing. Sebenarnya perut juga sudah tidak enak sejak pagi. Saat keluar ruangan, tiba-tiba saja aku muntah dan ya seluruhnya gelap."Kaira menghela nafas untuk kesekian ka
Kaira menatap layar laptop dengan fokus, tangannya lincah mengetik sembari mengecek ulang jadwal dan laporan yang menumpuk di mejanya. Sejak pagi, ia sudah disibukkan dengan berbagai tugas sebagai asisten pribadi Davian, memastikan semua agenda berjalan lancar. Begitu juga delegasi tugas untuk merapikan kembali dokumen di ruangan.Namun, ada satu hal yang membuat pikirannya tidak tenang—Davian belum juga memberi kabar.Sejak siang tadi, suaminya pergi bersama Aldo untuk menghadiri rapat penting di luar kantor. Memenuhi persyaratan dari Mama Tania dan tentu juga Davian bahwa Kaira tidak boleh terlalu banyak bekerja dan juga tidak boleh sering-sering ikut dinas keluar. Makanya untuk saat ini Kaira harus puas untuk jaga kandang dan menyeleksi pekerjaan para staf dan membiarkan Aldo yang wara-wiri bersama suaminya.Awalnya, Kaira tidak terlalu khawatir. Namun, seiring waktu berlalu hingga sore menjelang, Davian belum juga kembali. Berkali-kali ia menghubungi ponselnya, tapi hanya nada sam