Kaira baru keluar dari ruangan setelah pengumuman projek berakhir. Seluruh peserta sudah keluar dari ruangan. Begitu pula Davian dan Aldo yang masih menjamu pemenang tender yakni Adisaka Corporation yang kedepannya akan bekerjasama dengan mereka dalam mega proyek salah satu konglomerat kelas dunia. Ada beberapa hal yang harus Kaira benahi sebelum dia keluar dari ruangan rapat, itulah mengapa wanita itu keluar ruangan paling akhir. Dia bersiap melangkah membawa catatannya saat secara tiba-tiba seseorang berteriak memanggil namanya. "Kaira!"Tidak perlu mendengar dua kali ataupun bertanya-tanya untuk mengetahui spesies mana yang berteriak macam orang gila. Kaira sebenarnya sudah menduga hal ini akan terjadi, hanya saja tidak menyangka bahwa manusia-manusia memalukan itu masih punya nyali untuk bahkan mencoba merundungnya di tempat yang bahkan bukan kandang mereka. Mau apa lagi mereka berdua? Bahkan cukup niat untuk menunggunya disini selama kurang lebih lima belas menit? "Oh, Bapak
"Apa seharusnya kamu mengganti pakaianmu?"Davian mengutarakan sebuah pertanyaan yang hampir mirip seperti perintah setelah keduanya sudah berada di pintu masuk pesta. Mereka memang masih berada di dalam mobil, tapi sudah terlambat untuk kembali ke rumah mengganti pakaian atau melakukan hal yang semacamnya."Kalau anda lupa, anda sendiri yang memilihkan gaun ini untuk saya kenakan, Pak Davian," tekan Kaira dengan sebuah senyuman palsu yang menyiratkan kekesalannya. Pasalnya, sudah tidak ada waktu untuk melakukan sesuatu terhadap pakaiannya. Lagipula, pakaian ini tidak salah apa-apa sehingga harus diganti begitu saja, menurutnya.Davian melirik sang istri yang duduk di sebelahnya dengan cermat. Terang saja Kaira nampak cantik. Sialnya, Kaira nampak terlalu cantik yang hampir membuatnya kehilangan ketenangan diri dan merasa tidak nyaman jika laki-laki lain di dalam sana melirik istrinya.Supir telah menghentikan mobil, dan keduanya tinggal turun saja sekarang. Tapi perdebatan kecil itu
"Oh, sepertinya kita pernah bertemu, ya?"Kaira berusaha keras untuk tidak memutar bola matanya atau terlihat kesal sedikitpun meski sebenarnya dalam hati dia benar-benar merutuk sebal. Mengapa dunia jadi begitu sempit? Dia yakin ini bukan sebuah kebetulan."Pak Hanan, dia Kaira mantan karyawan kita sebelumnya," ujar Aldo tua yang nampak seolah dirinya berada diatas angin karena mengekori bos besarnya sampai disini. Bertemu dengan dua orang yang sempat membuatnya malu pula. Berharap bisa membalaskan sakit hatinya tempo hari.Hanan Suditra, mantan bos Kaira memicingkan matanya, wajar baginya bila tidak mengingat seluruh karyawan sebab ada terlalu banyak disana. Apalagi Kaira yang notabene hanya karyawan biasa, bukan seseorang yang sering menghadap langsung padanya. Tapi mendengar laporan dari Aldo sebelumnya tentu membuatnya penasaran. Seberpengaruh apa mantan karyawannya sehingga bisa turut mempengaruhi keputusan Davian Rajendra?"Oh ya?" Ada jenis tatapan meremehkan disana. Tapi tent
"Davian!"Keluar kandang singa, masuk kandang buaya.Mungkin itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan situasi antara Kaira dan Davian malam ini. Entah bagaimana, namun detik-detik terakhir sebelum mereka bisa keluar dari pesta, keduanya harus berhadapan dengan manusia-manusia yang paling ingin mereka hindari. Pertama drama dengan Hanan Suditra. Sekarang apa lagi? Apa yang akan Tara lakukan setelah memanggil Davian dengan sapaan santai tanpa embel-embel 'pak' di keramaian begini? Apalagi beberapa pandangan serta bisikan dengan mudah jadi terarah pada mereka. Kaira melirik suaminya yang sudah lebih dulu memenangkan kembali ketenangan di wajahnya. Davian nampak tak menunjukkan ekspresi berarti."Aku pikir kamu tidak akan datang!" Tara mendekat dengan senyum dan sapaannya. Netranya berbinar menatap Davian yang masih berdiri di tempatnya. Sementara sedetik kemudian ia langsung melirik Kaira dengan senyumnya yang masih sama."Ah, Mbak Kaira juga ada disini? Apa kamu yang mendapat t
"Bukankah tadi itu sebuah langkah yang cukup agresif?"Kaira dan Davian berhasil berjalan keluar gedung setelah bertemu sangat banyak orang di dalam pesta. Sebuah pertemuan yang melelahkan yang berhasil menyerap energi bagi dua orang manusia dengan kecenderungan kepribadian 'I" itu. Syukurnya mereka berdua bisa menjaga ekspresi dan tingkah mereka selama berinteraksi dengan beragam jenis orang di dalam acara. Keduanya kini berada di lorong, memperlambat langkah mereka sebab hanya berdua disana. Sebenarnya ada jalan keluar lain yang bisa dengan cepat membawa mereka ke lobby. Hanya saja, Davian untuk beberapa alasan tertentu memilih untuk keluar dari jalan yang satu ini.Pertama karena tidak ingin perjalanan pulangnya tersendat karena bertemu dengan orang yang terpaksa harus disapa. Kedua, dia hanya ingin lebih banyak menghabiskan waktu berdua bersama Kaira. Meskipun sebenarnya mereka bisa punya waktu berduaan setelah sampai rumah. "Aku tidak bisa membiarkan dia membicarakan hal buruk
"Lain kali aku akan melarangmu memakai pakaian jenis ini!" Davian meremas pinggang istrinya, memberi sedikit dorongan agar wanitanya tersebut menuju kamar mereka. Mengeluh sepanjang perjalanan sebab malam ini Kaira terlalu cantik dan dia memiliki waktu yang sulit untuk menahan diri. Selain juga menahan diri untuk tidak mencolok satu per satu mata lelaki yang secara terang-terangan menatapi Kaira selama di pesta. Kaira berusaha membendung senyuman tipisnya. Tidak menanggapi sebab dia telah mengatakannya berulang kali bahwa Davian sendiri yang memilih pakaiannya untuk malam ini. Jadi mengapa dia kesal sendiri?Davian menghempaskan tubuh istrinya diatas ranjang mereka berdua. Segera setelah sampai rumah, Davian tidak bisa menahan diri untuk menyerang Kaira. Dia telah menahannya semalaman dan kini tidak ada lagi yang bisa menghentikannya—termasuk Kaira.Tangan besar Davian dengan cepat meloloskan tali gaun istrinya, membuat Kaira terbalut hanya terbalut dalaman dalam sekejap. Matanya t
Ada yang berbeda ketika Kaira datang ke kantor pagi ini. Dia melintas seperti biasa dari pintu depan hingga hendak masuk ruang kerja Davian. Tempat dimana sebentar lagi suaminya itu akan sampai juga sebab mereka berangkat secara terpisah. Namun, Kaira cukup peka untuk menyadari bahwa banyak staf yang melemparkan pandangan aneh ke arahnya sepanjang jalan. Kaira mengernyitkan dahinya bingung. Bahkan selama berada di lift tadi, dia dengan jelas mendengar beberapa orang berbisik menyebut namanya meskipun tidak menjelaskan duduk permasalahan. Menjauhinya dengan raut-raut yang tidak enak. Ada apa? Apa ada sesuatu yang salah di wajahnya atau penampilannya hari ini?Bergegas Kaira sampai di depan pintu ruangan kerja Davian dan meraih compact powder bawaannya, memeriksa penampilannya pagi ini. Tidak menor dan masih seperti makeup biasanya. Ia juga mencium lengan pakaiannya, tidak ada aroma-aroma mengganggu. Sejauh ini sepertinya tidak ada yang aneh, jadi kenapa?Sebagai seorang overthinker,
Davian tengah mengendarai mobilnya saat panggilan dari Aldo masuk. Lelaki itu mengernyit saat mendengarkan laporan dari kaki tangannya itu yang menyebutkan bahwa gosip tentangnya dan Kaira sudah merebak bak jamur di musim hujan. Postingan mengenai ciuman mereka semalam mendapatkan ratusan komentar dari manusia-manusia sok tahu yang cenderung menyudutkan Kaira.Sesuatu yang menurutnya sangat aneh di negeri ini. Ketika ada skandal semacam ini, mengapa orang-orang itu cenderung hanya menyalahkan si pihak perempuan saja?Ada yang menyebut Kaira sebagai pelakor, asisten genit, dan beragam hujatan-hujatan kasar lainnya. Aldo hampir membacakan semuanya dan itu membuat emosi Davian hampir meledak.Bisa-bisanya dia dikabarkan selingkuh dengan istrinya sendiri. Berita konyol macam apa itu?Davian tak memberikan titah apapun pada Aldo untuk meredam berita tersebut. Apa yang selanjutnya dia pinta untuk Aldo lakukan adalah menyelidiki asal postingan dan juga menyimpan username dan bukti komentar-k
Kaira membalut rambut panjangnya yang basah dengan handuk. Wanita itu keluar dari kamar mandi dan langsung menemukan aroma lezat menguar di seluruh kamar. Di meja, terlihat Davian tengah sibuk merapikan teko listrik yang mungkin sudah sempat pria itu gunakan. Kaira mendekat sebab aromanya berhasil memancing indra penciumannya yang mengirimkan sinyal ke tubuhnya bahwa dia sudah benar-benar lapar sekarang.Davian tersenyum menemukan istrinya berdiri tidak jauh dengan wajah excited. Dia tidak bisa memesan makanan secara room service disini karena ada batasan waktu yang ditetapkan oleh hotel. Untung saja tadi dirinya membelia dua cup mie dan juga beberapa makanan ringan pendamping yang setidaknya bisa mereka makan malam ini. "Ayo makan! Kita belum makan malam tadi," ajak Davian yang kini sudah merapikan dan menyiapkan makanan malam mereka. Meskipun hanya dua cup mie, tapi makanan tambahannya cukup banyak dan Kaira rasa sepertinya cukup bagi mereka. Uap panas mengepul dari cup itu, memenu
Hujan deras mengguyur tanpa henti, menutupi pandangan jalan di depan mereka. Petir sesekali menyambar, disusul oleh gemuruh yang mengguncang udara. Di dalam mobil, Kaira duduk dengan cemas sambil memegang ponsel, mencoba mencari informasi tentang kondisi jalan. Davian, di sisi lain, memegang setir dengan penuh perhatian, memastikan kendaraan mereka tetap aman meski jalanan licin.Saat melewati tikungan tajam, lampu mobil menerangi pemandangan yang membuat mereka terdiam sejenak. Sebuah pohon besar tumbang, melintang di tengah jalan, menghalangi sepenuhnya jalur menuju kota.Davian menghela napas panjang dan menginjak rem, menghentikan mobil dengan hati-hati. Ia menatap Kaira, yang kini menatap balik dengan ekspresi khawatir."Ada jalur alternatif lain, tapi kita harus putar balik cukup jauh," ujar Kaira sembari menggigiti kuku jarinya. "—Apa sebaiknya kita menunggu hujannya reda dulu? Aku khawatir mas akan sangat kesulitan dengan jarak pandang terbatas seperti ini," sambung Kaira kha
Di dalam mobil yang melaju tenang di bawah langit malam, suasana terasa begitu sunyi. Hanya deru mesin dan desahan napas yang terdengar. Kaira duduk di kursi penumpang, menunduk sambil memeluk tas kecilnya dengan erat. Matanya menerawang kosong, tetapi bibirnya bergetar seperti menahan emosi yang sudah lama membuncah.Davian meliriknya sesekali dari kursi pengemudi. Tangannya yang kuat menggenggam setir dengan tenang, tetapi hatinya gelisah. Ia tahu betul badai yang berkecamuk di dalam hati istrinya. Kejadian di kantor polisi tadi cukup untuk membuat siapa pun terpukul.Dia menyadari seberapa keras Kaira berjuang selama ini. Sayangnya, dia menutup mata tentang apa yang ada dibelakangnya. Bahwa selama ini Kaira masih berjuang untuk keluarganya, bukan sekedar untuk egonya sendiri. Namun justru seperti tidak dihargai?Sejujurnya, Davian pun turut menyalahkan dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia menjadi suami yang tidak peka terhadap penderitaan istrinya selama ini?“Kaira,” panggil Davian
Kemunculan ayah dan ibu Kaira jelas mengejutkan bagi mereka. Pertama, kasus Aidan ini sebenarnya tengah berusaha ditutupi oleh Bude Mita. Itu sebabnya hanya dia dan Kaira yang tahu tentang ini. Bude Mita memaksa Kaira untuk datang sebab dia yakin Kaira pasti bisa mengurus surat-surat untuk Aidan. Biasanya, Kaira juga tidak akan melibatkan kedua orang tuanya sebab dia tidak pernah ingin menyusahkan mereka.Bude Mita memanfaatkan sikap Kaira yang satu itu untuk diam-diam mendapatkan keuntungannya sendiri.Tapi siapa yang menyangka bahwa seluruh keluarga akan berkumpul disini sekarang? Mendengarkan apa yang seharusnya masih tersembunyi dibawah tangan.Sebelum-sebelumnya, ayah dan ibu Kaira memang tahu bahwa putri mereka turut memberikan uang kepada keluarga budenya itu. Tapi mereka tidak tahu bahwa nominal dan bahkan kejadian semacam ini sampai terjadi. "Kamu sudah tua, tapi masih bersikap tidak tahu malu seperti ini? Kamu benar-benar tidak menganggap kakakmu sendiri, huh?!" Ayah Kaira
Mata Bude Mita membelalak tidak percaya. Kali ini sebab mendengar dari mulut putra kesayangannya sendiri bagaimana tiba-tiba pria muda itu balik menyalahkannya."Kamu ini gimana sih, Aidan? Kamu mau sok membela kakak sepupu kamu yang pelit dan gak berguna ini?" Kesalnya.Aidan memejamkan matanya dan mengepalkan kedua tangannya dengan amarah. Kali ini mungkin sudah habis batas kesabarannya. Pria muda itu menjambak rambutnya keras lalu kembali menatap mama dan kakak sepupunya itu secara bergantian. "Mbak Kaira sudah membantu kita selama ini. Jumlahnya cukup untuk biaya sekolah! Aku bahkan tidak pernah kekurangan uang jajan sebab Mbak Kaira selalu memberi lebih, belum lagi uang bulanan yang masih aku terima dari Pakde. Uang untuk mama dan Aira pun terpisah. Bukankah kita sudah hidup sangat senang dan nyaman disana, ma? Jadi mengapa mama balik menyalahkan Mbak Kaira untuk hal ini?" Tanya Aidan panjang. Aidan melanjutkan bicaranya, "Mama mau tahu kenapa aku melakukan ini, kan?"Dia menat
Sore itu, hujan rintik-rintik menyelimuti kota, namun hati Kaira jauh lebih bergemuruh daripada cuaca di luar. Napasnya memburu ketika ia turun dari mobil dan berlari menembus jalanan menuju kantor polisi. Meninggalkan sang suami yang terus berteriak memanggil namanya khawatir sementara saat ini Davian masih harus memarkirkan mobilnya.Telepon dari seorang petugas barusan membuat dunia Kaira runtuh—Aidan yang selama ini dia usahakan untuk penuhi kebutuhannya, justru diselidiki atas dugaan keterlibatan dalam jaringan judi online.Kaira menahan gemuruh amarah dan kecewa dalam dirinya. Apa yang sebenarnya Aidan lakukan? Apa yang anak itu butuhkan sampai dia harus menempuh dan berada disini? Apa uang yang selama ini dia kirimkan masih kurang?Begitu tiba, Kaira melangkah masuk ke ruang interogasi, dan di sana, ia menemukan Aidan duduk dengan wajah penuh penyesalan namun tak berdaya. Adik sepupunya itu bahkan masih menggunakan seragam sekolahnya. Entah apa yang dia lakukan dan bagaimana di
Bude Mita Calling...Kaira memilih mendiamkan panggilan dari budenya itu. Ini entah sudah keberapa kalinya hari ini wanita itu menghubunginya sejak pagi, bahkan tanpa peduli bahwa Kaira saat ini tengah dalam jam kerja.Sebuah bentuk profesionalitas. Sekalipun perusahaan tempatnya bekerja sekarang adalah milik suaminya dan semua karyawan telah mengetahui pasal itu, Kaira tidak bisa seenaknya. Ralat, dia tidak mau bersikap seenaknya. Bekerja tetaplah bekerja. Kaira membalikkan ponselnya sehingga tak lagi melihat layarnya bercahaya akibat panggilan terus menerus yang Bude Mita alamatkan padanya. Serius! Kaira tidak paham lagi dengan isi kepala bibinya satu itu! Belakangan ini dia terus menerus meminta uang pada Kaira entah untuk apa. Masalahnya, Kaira ingat bahwa dia telah memberikan uang bulanan pada Budenya tersebut seminggu lalu dengan nominal yang bahkan tiga kali lipat dari yang bisa dia beri biasanya. Belum lagi untuk adik-adiknya, Kaira sudah melipatgandakan jumlahnya. "Buat apa
"Sudahlah, yang terpenting mamamu benar-benar merestui kita, kan?"Cindy memainkan kancing kemeja Alvero yang kini tengah bersandar di ranjang dashboard kamar apartemennya. Kepalanya bersandar pada dada bidang Alvero sembari menikmati kebersamaan mereka yang belakangan ini sudah sangat jarang dia dapatkan begini. Alvero hanya memandang satu titik gelap di dinding. Nampak tak tergoyahkan meskipun sejak tadi Cindy memberikan kode-kode menggoda dengan memainkan jemari dan bibirnya di dada Alvero. Sudah hampir tiga puluh menit berada di ranjang kamar Cindy, dan mereka benar-benar hanya tiduran tanpa banyak bicara serius setelah pengumuman keputusan Mama Rajendra petang tadi. Cindy hanya bisa diam saat mendengar wanita yang selama ini menghalangi pernikahannya dengan Alvero pada akhirnya memberikan restu bersyarat. Berbeda dengan Alvero yang nampak tidak puas dan bahkan sampai berani setengah membentak mamanya sendiri. Sejujurnya, Cindy sudah cukup bersyukur dengan keputusan itu. Setida
Di dalam mobil yang melaju perlahan menembus jalanan malam, suasana terasa sunyi. Hanya suara lembut dari mesin mobil yang mengisi kekosongan di antara mereka. Davian duduk di kursi pengemudi, kedua tangannya memegang setir dengan erat, matanya fokus menatap jalan. Sementara itu, Kaira duduk di sampingnya, termenung sambil memandang ke luar jendela.Kaira menghela napas panjang, membiarkan pikirannya kembali pada kejadian di rumah keluarga Rajendra. Keputusan Mama Rajendra untuk merestui hubungan Alvero dan Cindy tadi benar-benar mengejutkannya. Namun, syarat yang menyertainya—agar pasangan itu tetap tinggal di Indonesia—telah memicu reaksi yang tidak biasa dari Alvero.Kaira berbicara pelan, "Alvero terlihat... sangat kesal tadi. Apa menurut mas itu karena syarat Mama?"Davian tidak langsung menjawab. Ia mengubah posisi duduknya sedikit, mencoba mengendurkan ketegangan di bahunya. Setelah beberapa detik, ia akhirnya berbicara dengan nada rendah, "Iya, mungkin."Kaira menoleh, memanda