Dari beberapa dokumen yang dikirimkan tuan Benyamin melalui Email menunjukan sebuah harapan baru, petunjuk tentang keberadaan orang tua Abhygael mengarah ke Singapura. yang pertama harus dikunjungi oleh Leona adalah Rumah Sakit. Untuk memastikan harinya terpaksa Leona harus menghitung jarak antara seminggu sampai sebulan setelah terjadinya kecelakaan. Leona mencoret-coret kertas, membuka kalender dua tahun sebelumnya, lalu memutar-mutar penanya sesaat kemudian menulis lagi. Abhygael memperhatikannya dengan seksama, matanya menyipit, ingin tahu apa yang direncanakan isterinya. Abhygael melirik catatan Leona, Mount Elizabeth Hospital, Mount Elizabeth Novena Hospital, Gleneagles Hospital, Mount Alvernia Hospital. Keempat nama Rumah sakit ini dilingkarinya dengan pena lalu menyusul beberapa nama rumah sakit lainnya. "Untuk apa kau melingkari rumah sakit itu ? Apa kau sakit ? Atau mau program kehamilan ?" Leona mendongak dan memanyunkan mulutnya. "Otak itu dipakai berpikir, sudah ah. D
Ketika memasuki area Rumah Sakit Jiwa, tak sengaja mata Leona menangkap bayangan wajah seorang perempuan paruh baya yang sangat dikenalnya. Leona tentu ingat wajah ibu mertuanya yang rekaman wajahnya pernah ditunjukkan Abhygael padanya. Wanita itu memapah seorang pria paruh baya, namun Leona tak begitu jelas melihat wajah pria yang dipapah itu karena tertutup punggung seorang pria tua yang tak dikenal Leona. Leona menduga jika pria yang dipapah masuk ke dalam mobil itu pastinya ayah mertuanya. "Pak..tolong ikuti mobil itu," tunjuk Leona ke arah mobil toyota Fortuner warna hitam yang keluar dari area parkiran. Leona sempat mencatat plat mobilnya, sopirpun mengikuti instruksi penumpang yang dibawanya dan melaju memecah jalanan mengikuti lajunya mobil Fortuner di depannya. Padatnya lalu lintas hari itu membuat sopir harus mengurangi kecepatan, alhasil ketika tiba dipersimpangan mereka kehilangan jejak. Leona menggerutu dengan kesal, akhirnya mereka balik lagi ke Rumah Sakit Jiwa itu.
Sudah seminggu lamanya belum ada tanda-tanda Abhygael kembali ke Indonesia, hal ini membuat Julit bergerak lebih leluasa, belum lagi informasi yang dia dapatkan jika Abhyagel terlihat sedang bersenang-senang dengan seorang wanita cantik. Artinya Leona hanyalah sedikit duri yang dengan mudah bisa dia cabut kapan saja. Yolan isteri Julit, setiap saat menyempatkan waktu mengunjungi nenek Melinda, selain ingin tahu informasi apa yang dia bisa dapatkan dari rumah itu, juga membawakan buah-buahan dan makanan kesukaan ibu mertua. Namun ibu mertua yang selalu waspada tak sekalipun menyentuh makanan itu. "Yolan tersenyum kecut, "Teruslah berhati-hati, jangan sampai lengah ibu mertuaku tersayang," gumamnya dalam hati. Walau terus ditolak namun Yolan tetap membawakan buah untuk ibunya, terkdanag dia melihat buah-buahan dan makanan yang dia bawa berakhir di tong sampah, namun dia tak pernah jera. Setiap saat nenek Melinda mengawasi setiap pergerakannya melalui layar CCTV, hal ini yang membuat
Hujan mengguyur kota Jakarta sejak semalam, Leona tampak sedang menatap layar monitor yang denyut iramanya tak beraturan. Menurut dokter Richard, terlambat lima menit saja maka nyawa Nenek melinda tak tertolong. Gadis ini memencet pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut sakit. Dia menunggu hasil laboratorium, kemarin dokter mengatakan jika jantung nenek melinda baik-baik saja. Lalu kenapa bisa pingsan ? dan kenapa sudah seharian ini nenek Melinda tak kunjung siuman ? Leona terus melirik arlojinya, dan sesekali matanya melihat keluar, mestinya sekarang Abhygael sudah tiba dari Singapura. Ponsel disakunya bergetar. "Halo, dimana ?" "Nih sudah masuk parkiran, masih diruang ICU ?" "Sudah pindah ke ruangan yang dulu." "Oke!" Tanpa tanya Abhygael sudah tahu tempat yang dimaksud Leona, tempat bersejarah saat dia mengucapkan ijab kabul. Baru juga dia berencana menggelar resepsi setelah kembali dari Singapura malah diperhadapkan dengan masuknya nenek ke Rumah Sakit. Tapi hari ini situsi te
Abhygael dan Leona tiba di rumah neneknya, rumah yang pernah ditinggali Abhygael ketika bayi sampai dia berusia 7 tahun, di rumah inipula dia diracuni dan dicelakai. Sampai saat ini tak ada yang tahu siapa pelakunya. Dan kini neneknyapun di racuni di rumah ini, Abhygael menahan geram. Atas usul Leona, Abhygael meminta maid yang mengurus makanan dan yang membersihkan kamar nenek Melinda untuk menemui mereka di ruang perpustakaan. Sepuluh orang maid yang terdiri dari 2 orang koki laki-laki dan sisanya perempuan. Mereka berdiri dengan perasaan takut, mereka jarang bertemu dengan Abhygael, mereka hanya pernah melihatnya ketika wajahnya masih memakai topeng. Tapi kini dengan wajah tampannya bukan merasa nyaman tapi malah membuat mereka ketakutan. Wajah tanpa ekspresi ini berdiri menatap mereka satu persatu, matanya tajam menyelidik. "Aku ingin kalian menjawabku dengan jujur," kalimat pertama yang keluar dari mulut Abhygael membuat ke sepuluh maid ini mendongak. Leona berdiri disamping Ab
Yang sangat disesali Abhygael, dia tidak bisa melindungi keluarganya dan malah keluarganyalah yang berusaha melindunginya. Dan yang lebih membuatnya geram keluarga dekatnya malah menjadi musuh dalam kehidupannya. Walau belum ada bukti yang mengarah kepada paman dan bibinya tapi dia sangat yakin jika ini adalah ulah mereka. Siang itu dia dan Leona segera ke Rumah Sakit, dalam perjalanan dokter Richard menghubunginya untuk segera ke ruang Paviliun sekarang juga. Walau suara dokter Richard terdengar datar tapi Abhygael merasa ada yang tidak beres. Abhygael dan Leona telah sampai di koridor yang menuju ke arah Paviliun, pandangan keduanya tertuju pada beberapa perawat yang berjalan tergesa-gesa dari arah Paviliun. Abhygael mempercepat langkahnya disusul Leona yang setengah berlari mengejar langkah panjang Abhyagel. Tepat ketika kaki mereka berpijak dipintu masuk paviliun terlihatlah dokter spesialis jantung sedang menekan alat kejut jantung ke dada nenek Melinda. Langkah Abhyagel yang b
Dokter Richard menatap Dokter Spesialis jantung yang menganggukan kepala kepadanya. Semua orang tahu jika dokter Richard adalah dokter di keluarga Pratama jadi dia yang wajib menyampaikan ucapan belasungkawa. Nanti juga pernyataan resmi akan disampaikan oleh pihak Rumah Sakit. Dokter Richard degan sedih berjalan keluar menghampiri keluarga Pratama yang sedang berkumpul di teras Paviliun. Abhygael dan Leona segera berdiri menyambutnya. Melihat kelesuan di wajah dokter Richard, Leona sudah bisa menyimpulkan apa yang terjadi. Dia menggenggam tangan Abhygael dengan erat."Dengan sangat menyesal kami harus menyampaikan berita ini, Nyonya Melinda baru saja menghembuskan nafas terakhirnya beberapa menit yang lalu." Abhygael melepaskan genggaman Leona dan berlari ke dalam ruangan, tak perduli jika bahunya sempat menyenggol bahu Dokter Richard yang berdiri di pintu. Leona masuk ke dalam disusul keluarga yang lain. Tangis tertahan Abhygael tatkala memeluk tubuh yang terbujur kaku, nenek yang
Sebagian pelayat sudah meninggalkan area pemakaman yang cukup luas itu, Area pemakaman adalah area khusus milik keluarga Pratama. Kini di Area yang cukup luas itu terdapat empat makam. Namun para wartawan enggan meninggalkan area pemakaman karena terdapat pasangan yang menarik perhatian mereka, siapa lagi jika bukan Abhygael dan Leona. Ditengah kerumunan pelayat yang mulai meninggalkan tempat pemakaman itu berdiri pula pasangan yang tak lain adalah Aditia dan Selena. Sejak proses pemakaman sampai selesai mereka memperhatikan semua yang terjadi, Selena yang ingin mengucapkan belasungkawa kepada Abhygael dicegah Aditia. "Nanti saja," bisiknya. Di Seberang wartawan nampak keluarga Hendrinata berjalan perlahan menghampiri Abhyagel dan Leona. Leona yang melihat ayah dan ibunya segera memeluk mereka dengan erat. Sebagai seorang anak Abhygael mencium tangan kedua mertuanya, bukan pencitraan tapi memang itu adalah hal yang harus dilakukannya untuk menghormati mertua. "Kak Adel dimana bu ?