Yang sangat disesali Abhygael, dia tidak bisa melindungi keluarganya dan malah keluarganyalah yang berusaha melindunginya. Dan yang lebih membuatnya geram keluarga dekatnya malah menjadi musuh dalam kehidupannya. Walau belum ada bukti yang mengarah kepada paman dan bibinya tapi dia sangat yakin jika ini adalah ulah mereka. Siang itu dia dan Leona segera ke Rumah Sakit, dalam perjalanan dokter Richard menghubunginya untuk segera ke ruang Paviliun sekarang juga. Walau suara dokter Richard terdengar datar tapi Abhygael merasa ada yang tidak beres. Abhygael dan Leona telah sampai di koridor yang menuju ke arah Paviliun, pandangan keduanya tertuju pada beberapa perawat yang berjalan tergesa-gesa dari arah Paviliun. Abhygael mempercepat langkahnya disusul Leona yang setengah berlari mengejar langkah panjang Abhyagel. Tepat ketika kaki mereka berpijak dipintu masuk paviliun terlihatlah dokter spesialis jantung sedang menekan alat kejut jantung ke dada nenek Melinda. Langkah Abhyagel yang b
Dokter Richard menatap Dokter Spesialis jantung yang menganggukan kepala kepadanya. Semua orang tahu jika dokter Richard adalah dokter di keluarga Pratama jadi dia yang wajib menyampaikan ucapan belasungkawa. Nanti juga pernyataan resmi akan disampaikan oleh pihak Rumah Sakit. Dokter Richard degan sedih berjalan keluar menghampiri keluarga Pratama yang sedang berkumpul di teras Paviliun. Abhygael dan Leona segera berdiri menyambutnya. Melihat kelesuan di wajah dokter Richard, Leona sudah bisa menyimpulkan apa yang terjadi. Dia menggenggam tangan Abhygael dengan erat."Dengan sangat menyesal kami harus menyampaikan berita ini, Nyonya Melinda baru saja menghembuskan nafas terakhirnya beberapa menit yang lalu." Abhygael melepaskan genggaman Leona dan berlari ke dalam ruangan, tak perduli jika bahunya sempat menyenggol bahu Dokter Richard yang berdiri di pintu. Leona masuk ke dalam disusul keluarga yang lain. Tangis tertahan Abhygael tatkala memeluk tubuh yang terbujur kaku, nenek yang
Sebagian pelayat sudah meninggalkan area pemakaman yang cukup luas itu, Area pemakaman adalah area khusus milik keluarga Pratama. Kini di Area yang cukup luas itu terdapat empat makam. Namun para wartawan enggan meninggalkan area pemakaman karena terdapat pasangan yang menarik perhatian mereka, siapa lagi jika bukan Abhygael dan Leona. Ditengah kerumunan pelayat yang mulai meninggalkan tempat pemakaman itu berdiri pula pasangan yang tak lain adalah Aditia dan Selena. Sejak proses pemakaman sampai selesai mereka memperhatikan semua yang terjadi, Selena yang ingin mengucapkan belasungkawa kepada Abhygael dicegah Aditia. "Nanti saja," bisiknya. Di Seberang wartawan nampak keluarga Hendrinata berjalan perlahan menghampiri Abhyagel dan Leona. Leona yang melihat ayah dan ibunya segera memeluk mereka dengan erat. Sebagai seorang anak Abhygael mencium tangan kedua mertuanya, bukan pencitraan tapi memang itu adalah hal yang harus dilakukannya untuk menghormati mertua. "Kak Adel dimana bu ?
Aditia sangat penasaran dengan saudara iparnya itu, pesona apa yang dilakukan Leona sehingga Abhygel tak bisa lepas darinya, bahkan model cantik seperti Selena tak bisa mengalahkannya. Aditia masih tetap berdiri diparkiran sampai ayahnya menghampirinya. "Apa yang kau pikirkan ? Jangan terpedaya dengan sikap Abhyagel yang seperti itu. Dia memperalat isterinya" "Tapi untuk apa ? Aku melihat dia sangat perduli pada Leona ayah," Aditia menggelengkan kepalanya dengan kuat. Semua tidak masuk dalam benaknya, ada yang mereka berdua sembunyikan, pikirnya. "Abhygael itu seperti ayahnya, diam-diam menghanyutkan. Lihat ini !" Julit menunjukkan photo Abhygael yang sedang duduk berdua dengan seorang gadis cantik di sebuah cafe. Lalu gambar berikutnya terlihat Abhygael menggandeng dengan mesra gadis itu. Aditia terpana, wanita yang sangat cantik, tapi siapa. "Dimana ayah mendapatkan photo itu ?" "Photo ini dikirimkan seseorang saat Abhygael berada di Singapura." "Kirimkan photo itu padaku ayah
Pagi-pagi sekali Leona bangun, dan bergegas ke kamar mandi. Dia harus segera menyiapkan sarapan lebih awal, mengingat mereka melewatkan makan malam karena terlalu larut dalam pergulatan panas yang memabukkan. Menggosok gigi dan membasuh wajah sebentar kemudian melihat ke cermin. Ups..masih wajah asli, Leona keluar dari kamar mandi dan mengambil makeupnya, memoles wajah perlahan mengambil pensil alis dan kini semuanya sempurna. Wajah coklat macan tutul terpantul di cermin, dengan senyum manisnya Leona mengambil lotion coklat dan mulai membalurnya secara merata ke seluruh permukaan kulit. Leona tak sadar jika Abhygael sudah bangun dan terus memperhatikan semua gerakannya, laki-laki itu tersenyum tatkala melihat penampilan isterinya yang kembali seperti semula. Dia menarik nafas lega, karena Leona menerima semua persyaratan yang dia ajukan. Walau di dalam rumah tetap harus menyamarkan wajah, karena yang tahu wajah aslinya hanya dirinya dan bibi Surti. Ceklek...! Pintu terbuka lalu Leon
Tujuh hari semenjak kepergian Nenek Melinda suasana di rumah yang sangat megah itu terlihat sangat sunyi. Sunyi bukan karena tak ada penghuninya, melainkan para maid setelah memasak dan membersihkan rumah memilih kembali ke pondok mereka yang disiapkan tak jauh dari mansion yang besar itu, sehingga rumah ini nampak lengang, dan hanya beberapa satpam berdiri di pintu gerbang. Rumah besar itu kini telah dikuasai Julit, sehari setelah pemakaman mereka bertiga pindah ke rumah itu. Tentunya Abhygael tak bisa protes, karena paman Julit adalah anak kakeknya juga. Rumah ini salah satu peninggalan kakek. Jika berbicara hak waris maka rumah ini dengan sendirinya jatuh ke tangan ayah Abhygael sebagai putra dari mendiang Budiawan dan Melinda. Tapi Putra sudah dinyatakan meninggal sehingga secara tidak langsung Julitlah ahli warisnya. Kecuali ada surat wasiat yang ditinggalkan nenek. Abhygael tak perduli dengan apa yang dilakukan pamannya, toh saat ini perusahaan dibawah kendalinya, lagian kunci
Ujian datang bertubi-tubi menimpa Abhygael, belum juga menemukan kedua orang tuanya kini dia harus kehilangan neneknya. Dokumen yang berada di dalam brankas dibawa ke hadapan pengacara didampingi asisten pengacara.Pengacara mengambil beberapa dokumen dalam tas dan mulai mencocokkannya dengan seksama. Di dalam surat wasiat terdapat tulisan tangan nenek Melinda yang mewariskan perhiasannya pada Leona, beberapa aset lain baik benda bergerak maupun yang tak bergerak di wariskan kepada Julit sebagai anak satu satunya yang masih hidup. Lalu pengacara terdiam sesaat sebelum melanjutkan membaca surat wasiat nenek Melinda." Saham nenek Melinda sebesar 35 persen di wariskan kepada Aditia."Sesaat suasana menjadi hening, baik Aditia maupun Abhygael saling menatap satu sama lain. Semua orang tau jika Abhygael adalah cucu kesayangan nenek Melinda. Pengacara bahkan tak bisa berbuat banyak. Didalam surat wasiat sudah jelas porsi masing-masing kecuali Abhygael."Mungkin pertimbangan Ibu sampai tida
Sebelum pulang ke rumah, Abhygael dan Leona mampir kesebuah bank untuk mengganti kepemilikan surat berharga. Pegawai bank sudah tahu siapa kedua pasangan itu sehingga membawa mereka untuk bertemu langsung dengan pimpinan. Tidak butuh waktu lama bagi kedua pasangan itu memperoleh surat berharga kepemilikan yang baru, walau sebelumnya pihak bank masih harus menghubungi pengacara keluarga Pratama untuk memastikan keaslian salinan surat wasiat yang ditunjukkan Leona. Jika ditaksir perhiasan nenek Melinda senilai ratusan miliar, kelak perhiasan ini akan sangat bermanfaat. Jika perusahaan diambil alih sekalipun, mereka masih akan tetap bisa bertahan hidup. Saat mobil Abhygael memasuki halaman rumah mewahnya, terpakir di sudut kiri rumah mobil fortuner berwarna silver, Regan sudah menunggu mereka. Abhygael dan Leona turun dari mobil setelah memarkir mobil di garasi, lalu masuk ke dalam rumah melalui pintu samping. Di ruang tamu, Regan sedang membolak balik sebuah majalah. Abhygael dan Le