Sebagian pelayat sudah meninggalkan area pemakaman yang cukup luas itu, Area pemakaman adalah area khusus milik keluarga Pratama. Kini di Area yang cukup luas itu terdapat empat makam. Namun para wartawan enggan meninggalkan area pemakaman karena terdapat pasangan yang menarik perhatian mereka, siapa lagi jika bukan Abhygael dan Leona. Ditengah kerumunan pelayat yang mulai meninggalkan tempat pemakaman itu berdiri pula pasangan yang tak lain adalah Aditia dan Selena. Sejak proses pemakaman sampai selesai mereka memperhatikan semua yang terjadi, Selena yang ingin mengucapkan belasungkawa kepada Abhygael dicegah Aditia. "Nanti saja," bisiknya. Di Seberang wartawan nampak keluarga Hendrinata berjalan perlahan menghampiri Abhyagel dan Leona. Leona yang melihat ayah dan ibunya segera memeluk mereka dengan erat. Sebagai seorang anak Abhygael mencium tangan kedua mertuanya, bukan pencitraan tapi memang itu adalah hal yang harus dilakukannya untuk menghormati mertua. "Kak Adel dimana bu ?
Aditia sangat penasaran dengan saudara iparnya itu, pesona apa yang dilakukan Leona sehingga Abhygel tak bisa lepas darinya, bahkan model cantik seperti Selena tak bisa mengalahkannya. Aditia masih tetap berdiri diparkiran sampai ayahnya menghampirinya. "Apa yang kau pikirkan ? Jangan terpedaya dengan sikap Abhyagel yang seperti itu. Dia memperalat isterinya" "Tapi untuk apa ? Aku melihat dia sangat perduli pada Leona ayah," Aditia menggelengkan kepalanya dengan kuat. Semua tidak masuk dalam benaknya, ada yang mereka berdua sembunyikan, pikirnya. "Abhygael itu seperti ayahnya, diam-diam menghanyutkan. Lihat ini !" Julit menunjukkan photo Abhygael yang sedang duduk berdua dengan seorang gadis cantik di sebuah cafe. Lalu gambar berikutnya terlihat Abhygael menggandeng dengan mesra gadis itu. Aditia terpana, wanita yang sangat cantik, tapi siapa. "Dimana ayah mendapatkan photo itu ?" "Photo ini dikirimkan seseorang saat Abhygael berada di Singapura." "Kirimkan photo itu padaku ayah
Pagi-pagi sekali Leona bangun, dan bergegas ke kamar mandi. Dia harus segera menyiapkan sarapan lebih awal, mengingat mereka melewatkan makan malam karena terlalu larut dalam pergulatan panas yang memabukkan. Menggosok gigi dan membasuh wajah sebentar kemudian melihat ke cermin. Ups..masih wajah asli, Leona keluar dari kamar mandi dan mengambil makeupnya, memoles wajah perlahan mengambil pensil alis dan kini semuanya sempurna. Wajah coklat macan tutul terpantul di cermin, dengan senyum manisnya Leona mengambil lotion coklat dan mulai membalurnya secara merata ke seluruh permukaan kulit. Leona tak sadar jika Abhygael sudah bangun dan terus memperhatikan semua gerakannya, laki-laki itu tersenyum tatkala melihat penampilan isterinya yang kembali seperti semula. Dia menarik nafas lega, karena Leona menerima semua persyaratan yang dia ajukan. Walau di dalam rumah tetap harus menyamarkan wajah, karena yang tahu wajah aslinya hanya dirinya dan bibi Surti. Ceklek...! Pintu terbuka lalu Leon
Tujuh hari semenjak kepergian Nenek Melinda suasana di rumah yang sangat megah itu terlihat sangat sunyi. Sunyi bukan karena tak ada penghuninya, melainkan para maid setelah memasak dan membersihkan rumah memilih kembali ke pondok mereka yang disiapkan tak jauh dari mansion yang besar itu, sehingga rumah ini nampak lengang, dan hanya beberapa satpam berdiri di pintu gerbang. Rumah besar itu kini telah dikuasai Julit, sehari setelah pemakaman mereka bertiga pindah ke rumah itu. Tentunya Abhygael tak bisa protes, karena paman Julit adalah anak kakeknya juga. Rumah ini salah satu peninggalan kakek. Jika berbicara hak waris maka rumah ini dengan sendirinya jatuh ke tangan ayah Abhygael sebagai putra dari mendiang Budiawan dan Melinda. Tapi Putra sudah dinyatakan meninggal sehingga secara tidak langsung Julitlah ahli warisnya. Kecuali ada surat wasiat yang ditinggalkan nenek. Abhygael tak perduli dengan apa yang dilakukan pamannya, toh saat ini perusahaan dibawah kendalinya, lagian kunci
Ujian datang bertubi-tubi menimpa Abhygael, belum juga menemukan kedua orang tuanya kini dia harus kehilangan neneknya. Dokumen yang berada di dalam brankas dibawa ke hadapan pengacara didampingi asisten pengacara.Pengacara mengambil beberapa dokumen dalam tas dan mulai mencocokkannya dengan seksama. Di dalam surat wasiat terdapat tulisan tangan nenek Melinda yang mewariskan perhiasannya pada Leona, beberapa aset lain baik benda bergerak maupun yang tak bergerak di wariskan kepada Julit sebagai anak satu satunya yang masih hidup. Lalu pengacara terdiam sesaat sebelum melanjutkan membaca surat wasiat nenek Melinda." Saham nenek Melinda sebesar 35 persen di wariskan kepada Aditia."Sesaat suasana menjadi hening, baik Aditia maupun Abhygael saling menatap satu sama lain. Semua orang tau jika Abhygael adalah cucu kesayangan nenek Melinda. Pengacara bahkan tak bisa berbuat banyak. Didalam surat wasiat sudah jelas porsi masing-masing kecuali Abhygael."Mungkin pertimbangan Ibu sampai tida
Sebelum pulang ke rumah, Abhygael dan Leona mampir kesebuah bank untuk mengganti kepemilikan surat berharga. Pegawai bank sudah tahu siapa kedua pasangan itu sehingga membawa mereka untuk bertemu langsung dengan pimpinan. Tidak butuh waktu lama bagi kedua pasangan itu memperoleh surat berharga kepemilikan yang baru, walau sebelumnya pihak bank masih harus menghubungi pengacara keluarga Pratama untuk memastikan keaslian salinan surat wasiat yang ditunjukkan Leona. Jika ditaksir perhiasan nenek Melinda senilai ratusan miliar, kelak perhiasan ini akan sangat bermanfaat. Jika perusahaan diambil alih sekalipun, mereka masih akan tetap bisa bertahan hidup. Saat mobil Abhygael memasuki halaman rumah mewahnya, terpakir di sudut kiri rumah mobil fortuner berwarna silver, Regan sudah menunggu mereka. Abhygael dan Leona turun dari mobil setelah memarkir mobil di garasi, lalu masuk ke dalam rumah melalui pintu samping. Di ruang tamu, Regan sedang membolak balik sebuah majalah. Abhygael dan Le
Monolog merupakan tempat favorit Abhygael untuk nongkrong di sore hari, tempat yang berada di Plaza Senayan ini menjadi satu-satunya tempat untuknya melepas lelah setelah beberapa jam yang lalu dia harus menandatangani persyaratan pendirian perusahaan baru.Abhygael tak memperhatikan pengunjung yang sesekali meliriknya, dia memilih menekuni ponselnya dan tidak perduli dengan tatapan ingin tahu mereka.Abhygael yang mewakilkan Regan pada rapat pemegang saham hari ini memilih menunggu apapun hasil keputusan rapat hari ini. Dia sudah berpesan untuk memindahkan beberapa perabotnya ke ruangan Regan. Tanpa ikut rapat sekalipun dia tahu jika perusahaannya sudah berpindah tangan ke saudara sepupunya itu. Dua puluh persen saham yang ditinggalkan ayahnya untuknya tak akan mempengaruhi hasil rapat. Pemegang saham terbesar setelah meninggalnya nenek Melinda adalah Aditia.Kepalanya terasa berdenyut sakit, perusahaan baru yang dirintisnya bersama Leona membutuhkan biaya yang tak sedikit, bahkan di
Regan terpaksa harus menunggu pergulatan selesai baru bisa keluar dari rumah besar ini. Resiko menjomblo seperti ini. Terpikir olehnya untuk mencari pendamping yang cantik tapi seketika dia meringis, sahabatnya yang tampannya selangit saja punya isteri macan tutul, bagaimana dia bisa berharap memperoleh pendamping yang cantik jika dia menyadari wajahnya pas-pasan.Dua jam berlalu, Abhygael tak juga keluar dari kamarnya, Regan memilih membaringkan tubuhnya dikursi malas yang ada diruangan itu.Terlelap sekian menit tiba-tiba dia merasa tubuhnya di goyang dengan keras."Ada gempa," Regan segera melompat.Hahahaha....terdengar tawa keras Abhygael. Nampak Leona tersenyum sambil geleng-geleng kepala di ujung tangga."Enakan dirimu, aku menunggu tiga jam lamanya," Regan melirik jam tangannya."Makanya, menikahlah secepatnya," ucap Abhygael lalu memilih duduk di kursi sofa."Gimana aku menikah, pacar saja tak punya, kau menyita seluruh waktuku," sungut Regan dan duduk kembali di kursi malas.