Tak ada yang tahu kepergian Leona ke Singapura kecuali nenek Melinda dan Abhygael. Leona punya rencana sendiri, dia keluar dari rumah menuju bandara memakai masker dan topi sehingga tak ada yang mengetahuinya. Leona berbaur bersama penumpang lainnya, melapor ke petugas chek in bandara dan masuk ke ruang tunggu. Tigapuluh menit kemudian terdengarlah panggilan agar mereka segera menaiki pesawat udara Singapura Airlines.Abhygael mengkhawatirkan isterinya yang pergi seorang diri ke negara tetangga itu. "Jangan terlalu mengkhawatirkannya, dia itu sudah dilatih oleh intelijen negara. Kau lupa dia cucu siapa ?" Nenek Melinda mencoba menenangkan cucunya. "Bukan itu masalahnya nek, seorang diri dengan wajahnya yang sekarang, ah..." Abhygael mengacak acak rambutnya. Nenek Melinda tertawa melihatnya. "Kau takut banyak yang akan jatuh cinta padanya ? Dia itu wanita tangguh, jangan lihat dia lemah, dia itu pemegang sabuk hitam karate semasa SMA, kau itu harus bersyukur dia tidak menendangmu ke
Malam hari, pengunjung Ce La VI Singapura mulai berdatangan, ada yang yang sudah duduk menikmati hidangan, ada juga yang sedang menunggu pesanan. Seperti Seorang gadis yang sangat cantik memakai gaun bernuansa gold selutut setelah memesan makanan dan minuman, duduk menunggu seseorang.Sesekali tangannya melirik arloji yang dia kenakan.Dari arah depan berjalan dengan santai seorang lelaki yang tak kalah tampannya, menghampiri gadis cantik ini dan segera duduk di depannya.Tatapan mereka saling bertemu, bagaikan orang asing yang tak saling kenal. Saling mengagumi satu sama lain."Kau sangat cantik malam ini," Abhygael menggenggam tangannya.Gadis cantik itu hanya tersenyum lalu melirik ke kiri dan ke kanan, dia berharap tak ada yang menguntit. Tapi ternyata diujung sana, seorang pemuda dengan penampilan yang tidak terlalu mencolok mengirimkan sebuah pesan kepada bosnya."Bos, Abhygael sedang bersama wanita lain, aku akan segera mengirimkan gambarnya."Rafael yang melihat pesan itu tert
Dari beberapa dokumen yang dikirimkan tuan Benyamin melalui Email menunjukan sebuah harapan baru, petunjuk tentang keberadaan orang tua Abhygael mengarah ke Singapura. yang pertama harus dikunjungi oleh Leona adalah Rumah Sakit. Untuk memastikan harinya terpaksa Leona harus menghitung jarak antara seminggu sampai sebulan setelah terjadinya kecelakaan. Leona mencoret-coret kertas, membuka kalender dua tahun sebelumnya, lalu memutar-mutar penanya sesaat kemudian menulis lagi. Abhygael memperhatikannya dengan seksama, matanya menyipit, ingin tahu apa yang direncanakan isterinya. Abhygael melirik catatan Leona, Mount Elizabeth Hospital, Mount Elizabeth Novena Hospital, Gleneagles Hospital, Mount Alvernia Hospital. Keempat nama Rumah sakit ini dilingkarinya dengan pena lalu menyusul beberapa nama rumah sakit lainnya. "Untuk apa kau melingkari rumah sakit itu ? Apa kau sakit ? Atau mau program kehamilan ?" Leona mendongak dan memanyunkan mulutnya. "Otak itu dipakai berpikir, sudah ah. D
Ketika memasuki area Rumah Sakit Jiwa, tak sengaja mata Leona menangkap bayangan wajah seorang perempuan paruh baya yang sangat dikenalnya. Leona tentu ingat wajah ibu mertuanya yang rekaman wajahnya pernah ditunjukkan Abhygael padanya. Wanita itu memapah seorang pria paruh baya, namun Leona tak begitu jelas melihat wajah pria yang dipapah itu karena tertutup punggung seorang pria tua yang tak dikenal Leona. Leona menduga jika pria yang dipapah masuk ke dalam mobil itu pastinya ayah mertuanya. "Pak..tolong ikuti mobil itu," tunjuk Leona ke arah mobil toyota Fortuner warna hitam yang keluar dari area parkiran. Leona sempat mencatat plat mobilnya, sopirpun mengikuti instruksi penumpang yang dibawanya dan melaju memecah jalanan mengikuti lajunya mobil Fortuner di depannya. Padatnya lalu lintas hari itu membuat sopir harus mengurangi kecepatan, alhasil ketika tiba dipersimpangan mereka kehilangan jejak. Leona menggerutu dengan kesal, akhirnya mereka balik lagi ke Rumah Sakit Jiwa itu.
Sudah seminggu lamanya belum ada tanda-tanda Abhygael kembali ke Indonesia, hal ini membuat Julit bergerak lebih leluasa, belum lagi informasi yang dia dapatkan jika Abhyagel terlihat sedang bersenang-senang dengan seorang wanita cantik. Artinya Leona hanyalah sedikit duri yang dengan mudah bisa dia cabut kapan saja. Yolan isteri Julit, setiap saat menyempatkan waktu mengunjungi nenek Melinda, selain ingin tahu informasi apa yang dia bisa dapatkan dari rumah itu, juga membawakan buah-buahan dan makanan kesukaan ibu mertua. Namun ibu mertua yang selalu waspada tak sekalipun menyentuh makanan itu. "Yolan tersenyum kecut, "Teruslah berhati-hati, jangan sampai lengah ibu mertuaku tersayang," gumamnya dalam hati. Walau terus ditolak namun Yolan tetap membawakan buah untuk ibunya, terkdanag dia melihat buah-buahan dan makanan yang dia bawa berakhir di tong sampah, namun dia tak pernah jera. Setiap saat nenek Melinda mengawasi setiap pergerakannya melalui layar CCTV, hal ini yang membuat
Hujan mengguyur kota Jakarta sejak semalam, Leona tampak sedang menatap layar monitor yang denyut iramanya tak beraturan. Menurut dokter Richard, terlambat lima menit saja maka nyawa Nenek melinda tak tertolong. Gadis ini memencet pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut sakit. Dia menunggu hasil laboratorium, kemarin dokter mengatakan jika jantung nenek melinda baik-baik saja. Lalu kenapa bisa pingsan ? dan kenapa sudah seharian ini nenek Melinda tak kunjung siuman ? Leona terus melirik arlojinya, dan sesekali matanya melihat keluar, mestinya sekarang Abhygael sudah tiba dari Singapura. Ponsel disakunya bergetar. "Halo, dimana ?" "Nih sudah masuk parkiran, masih diruang ICU ?" "Sudah pindah ke ruangan yang dulu." "Oke!" Tanpa tanya Abhygael sudah tahu tempat yang dimaksud Leona, tempat bersejarah saat dia mengucapkan ijab kabul. Baru juga dia berencana menggelar resepsi setelah kembali dari Singapura malah diperhadapkan dengan masuknya nenek ke Rumah Sakit. Tapi hari ini situsi te
Abhygael dan Leona tiba di rumah neneknya, rumah yang pernah ditinggali Abhygael ketika bayi sampai dia berusia 7 tahun, di rumah inipula dia diracuni dan dicelakai. Sampai saat ini tak ada yang tahu siapa pelakunya. Dan kini neneknyapun di racuni di rumah ini, Abhygael menahan geram. Atas usul Leona, Abhygael meminta maid yang mengurus makanan dan yang membersihkan kamar nenek Melinda untuk menemui mereka di ruang perpustakaan. Sepuluh orang maid yang terdiri dari 2 orang koki laki-laki dan sisanya perempuan. Mereka berdiri dengan perasaan takut, mereka jarang bertemu dengan Abhygael, mereka hanya pernah melihatnya ketika wajahnya masih memakai topeng. Tapi kini dengan wajah tampannya bukan merasa nyaman tapi malah membuat mereka ketakutan. Wajah tanpa ekspresi ini berdiri menatap mereka satu persatu, matanya tajam menyelidik. "Aku ingin kalian menjawabku dengan jujur," kalimat pertama yang keluar dari mulut Abhygael membuat ke sepuluh maid ini mendongak. Leona berdiri disamping Ab
Yang sangat disesali Abhygael, dia tidak bisa melindungi keluarganya dan malah keluarganyalah yang berusaha melindunginya. Dan yang lebih membuatnya geram keluarga dekatnya malah menjadi musuh dalam kehidupannya. Walau belum ada bukti yang mengarah kepada paman dan bibinya tapi dia sangat yakin jika ini adalah ulah mereka. Siang itu dia dan Leona segera ke Rumah Sakit, dalam perjalanan dokter Richard menghubunginya untuk segera ke ruang Paviliun sekarang juga. Walau suara dokter Richard terdengar datar tapi Abhygael merasa ada yang tidak beres. Abhygael dan Leona telah sampai di koridor yang menuju ke arah Paviliun, pandangan keduanya tertuju pada beberapa perawat yang berjalan tergesa-gesa dari arah Paviliun. Abhygael mempercepat langkahnya disusul Leona yang setengah berlari mengejar langkah panjang Abhyagel. Tepat ketika kaki mereka berpijak dipintu masuk paviliun terlihatlah dokter spesialis jantung sedang menekan alat kejut jantung ke dada nenek Melinda. Langkah Abhyagel yang b