“Elena, kau sudah bangun.” Drake tercengang saat menatap Elena. Wanita itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Ia mencoba bangkit dari posisinya, tapi, tak bisa. “Kau sedang dirawat di rumah sakit. Aku akan memanggil dokter sebentar.” Drake menahan tubuhnya agar tak banyak bergerak. Pria itu keluar dari ruangan, lalu segera masuk lagi. Ia masih berusaha bergerak. “Apa yang terjadi? Tubuhku sakit semua.” “Kau jatuh dari kuda. Tapi, tak apa, kau sudah tersadar dan semua akan baik – baik saja.” Dokter dan timnya masuk ke ruangan. Drake melangkah mundur. Memberi ruang pada tim medis untuk memeriksa Elena yang terlihat bingung. Elena menatapnya sesekali sambil menjawab pertanyaan dokter. Diam – diam, Drake bernapas lega. Elena terlihat baik – baik saja sejauh ini. Tapi, ia harus menunggu keterangan dari dokter. “Bisa kita bicara sebentar?” Dokter itu mengajak Drake berbincang di luar. Kate dan Carl giliran masuk untuk menemani Elena. “Kondisinya membaik dengan cepa
“Hei kau, kutu buku. Pergi sana! Kami tak mau bermain denganmu!” “Main saja dengan buku – bukumu itu!” “Anak aneh, hanya bisa diam dan belajar, belajar terus.” “Dasar miskin! Seragammu sampai kumal seperti itu, menjijikkan!” Serentetan kalimat itu biasa didengar olehnya. Hanya karena ia yang mencoba mendekati mereka dan berteman dengan mereka. Semua respons itu membuat menjaga jarak lebih jauh lagi dari teman – temannya. Jarak antara dunianya dan dunia mereka semakin menjauh. Semakin waktu berlalu, ia menikmati kesendiriannya. Semakin nyaman dengan jarak yang terbangun hari demi hari. Hingga suatu hari, seorang anak yang cantik, teman satu kelasnya hadir. “Hai, namamu Kate, ya? Kenapa sendirian di sini?” Kate menatap Elena dengan kesal. Gadis itu mengganggu kegiatan belajarnya. Lebih baik mencari teman dari pada terjebak di perpustakaan sepertinya saat ini. “Hai, kau melamun?” “Aku tidak tahu siapa kau. Tapi, jangan ganggu aku yang sedang belajar!” Dengan nada ketus Kate
“Syarat apa?” “Kau harus menutup matamu.” “Kenapa?” “Ya biar aku tidak malu.” “Lalu, bagaimana aku bisa membantumu mandi kalau mataku ditutup?” “Aku akan mengarahkan, lagi pula aku bisa mandi sendiri. Kau membantuku untuk persiapan dan setelahnya saja.” “Baiklah, aku mengerti. Kalai begitu mulai sekarang?” “Ya,” ucap Elena seraya turun dari ranjang. Ia mencari syal di lemari. Syal berwarna biru itu diambilnya. Ia berbalik ke arah Drake yang sudah berdiri di belakangnya. “Pakailah ini.” Pria itu menerima dengan malas. Ia menatap syal di tangannya seraya menghela napas. “Kau pakai air hangat, kan? Akan kusiapkan.” “Terima kasih.” Elena menatap isi lemarinya lagi. Memilih pakaian gantinya dan tentu saja pakaian dalamnya. Drake sudah selesai mengisi bathtube dengan air hangat, saat Elena selesai memilih. Mengikuti mantan istrinya itu ke dalam kamar mandi. Elena menata pakaian gantinya di wastafel bersama pakaian dalamnya. Ia melirik ke arah Drake yang tersenyum. “Eheem
“Jadi, bagaimana rasanya?” Kate menatap Elena dengan antusias. Wanita berambut pirang itu balik menatap dengan acuh. “Apanya?” “Diperlakukan seperti ratu oleh Tuan Muda Drake Graysen.” Kate cekikikan saat menggoda sahabatnya itu. Bola mata Elena memutar malas, Kate memang suka sekali menggodanya dengan candaan kekanak – kanakan. “Aku hanya ingin tanganku segera sembuh dan tak merepotkan siapa pun, Kate.” “Apa kau tidak berdebar saat dia membantumu.” Tangan Elena yang hendak meraih cangkir tehnya terhenti mendadak. Mengulas senyum saat menatap Kate yang memicingkan matanya. “Tidak juga. Wajar, kan kalau sesekali aku berdebar karena kami bukan suami istri. Dia hanya membantuku berpakaian dan makan. Lagi pula matanya juga tertutup syal.” “Oh, ya, sejak kemarin aku lupa menanyakannya. Kau yakin syalmu menutup dengan sempurna?” “Tentu saja. Kenapa?” “Tak apa, aku hanya iseng bertanya. Ya sudah kalau begitu.” Kate menikmati lagi minumannya. Tatapannya beralih ke tablet dan seri
Elena tertegun sejenak saat menyadari mata Drake masih ditutupi syal. Pria itu sedang mengancingkan kemejanya cukup cepat. Ia masih memegang ponsel yang barusan hampir jatuh. “Sudah selesai.” Drake segera membuka ikatan syal di kepalanya. Ia merangkul pundak Elena keluar dari kamar mandi. “Aku akan bersiap sebentar. Tunggu di sini.” Elena menatap Drake yang segera menghilang di balik pintu. Meninggalkan syal birunya di pinggir ranjang. Ia segera menyambar syal itu lalu memakainya. Serat kain yang longgar membuatnya cukup bisa melihat benda di depannya meski tak jelas. Tapi, melihat lebar syalnya yang kecil membuat ia bisa melihat sekitarnya jika sedikit diangkat lebih ke atas. Ia segera melepas ikatan syalnya. Tangannya terkulai di samping tubuh. Tak lama kemudian, Drake kembali. “Kita berangkat sekarang?” “Ayo.” Elena segera berdiri. Ia ingin cepat melepas gipsnya. Ia harus bisa melakukan semua sendiri. Tampaknya, Drake bermain – main dengannya. Sepanjang perjalanan,
“Ya, aku mengetahuinya.” Elena mengembuskan napas dengan berat seraya membuang muka ke arah lain. Dua kali, hari ini, pria itu tak memberi tahunya hal penting. “Lagi? Kau tak memberitahuku lagi?” “Ini masih dalam penyelidikan, Elena. Aku mengumpulkan sebanyak mungkin kelemahan mereka.” “Apa rencanamu? Kau merahasiakan apa lagi?” “Mengungkap semuanya. Menghukum mereka. Aku perlu waktu menggali kesalahan – kesalahan mereka.” “Kurasa hanya aku yang tahu apa pun di sini.” “Aku akan memberitahumu. Tapi, tidak sekarang.” “Apa bedanya?” Kalau saja Drake bisa mengatakan, jika Elena tahu semuanya, wanita itu akan pergi sejauh mungkin dari pantauannya. Ia tak bisa mengatakannya semudah itu sekarang. “Drake?” panggil Elena lagi saat Drake tampak termenung. “Beri aku waktu. Semua akan kuselesaikan.” “Kau selesaikan bagaimana?” “Mereka yang bersalah, harus dihukum.” “Aku tak tahu kenapa kau tak memberitahuku hal – hal penting hari ini. Tapi, yang jelas, aku akan mengusut semua hal
Dengan sigap, Drake menahan pintu dengan kakinya ketika Elena membuka pintu itu. Ekspresi terkejutnya membuat Drake tersenyum. Elena yang tersadar, segera mendorong pintunya, tapi, tersangkut. Ia menatap ke bawah. Mendapati kaki Drake menahan pintunya. “Kakimu ... pulang sana. Kenapa kemari?” Masih berusaha menutup pintunya, tangan Elena terulur untuk mendorong Drake pergi. Tapi, pria itu dengan mudah justru menarik perlahan tangan Elena ke arahnya seraya mendorong pintunya dengan tangan kanan. Pintu berhasil terbuka sempurna, sementara Elena jatuh ke pelukannya. “Drake! Sialan kau!” “Baiklah, kita masuk, Carl.” Elena melotot ke arah Carl yang menahan pintu agar tetap terbuka untuk Drake dan Elena yang masuk ke dalam lagi. Kate yang mendengar keributan segera keluar seraya membawa pasta giginya. “Bahkan kau sudah memakai piyama. Elena, ambil barangmu dan kita pulang sekarang.” “Tidak mau! Aku tidak mau pulang karena ada kau.” Menahan suaranya agar tak terlalu keras, Elena men
Kate melongo mendengar kalimat Carl. Mendapati terbangun di pelukan pengawal sahabatnya itu membuat Kate canggung. Mengapa ia bisa berakhir tidur di bawah dengan Carl? “Bagaimana aku bisa tidur di sini?” “Tidurmu sangat anggun sekali, Kate. Sampai – sampai kau jatuh ke bawah. Beruntung aku tetap terjaga jadi bisa menangkapmu. Sudah seperti itu pun kau belum terbangun juga.” Kate tak bisa menyangkal apa pun. Ia sama sekali tak sadar tadi malam. Yang ia tahu, ia hanya merasa tidur dengan nyaman. Tak tahunya tidur di bawah dengan Carl. Wanita itu langsung berdiri, meraih kaca mata yang ada di meja kecil samping ranjangnya. “Aku sudah terlambat.” Meluncur dengan kecepatan penuh, Kate segera berlari menuju kamar mandi. Saat mandi pun, pikirannya enggan menerima kenyataan yang baru saja terjadi. “Apa yang kulakukan sih, sampai terjatuh ke bawah dan memeluk Carl begitu?” Beberapa kali ia merutuki dirinya sendiri. Setelah ia keluar dari kamar mandi, giliran Carl. Kate yang berdandan d