"Besok libur, sudah ada acara? Mau ikut lihat festival musik?" Ucap Anggara memulai obrolan."Jam berapa Ang?" Akira menoleh ke samping, ke arah pemuda tampan itu."Siang, bisa?" Tatapannya kini beralih ke gadis yang tengah menatapnya. Senyum tipisnya begitu terlihat sangat manis di penglihatan Akira."Bisa." Akira mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya, sungguh senyum itu yang membuatnya kasmaran.Anggara kembali membawa pandangannya ke depan. "Nanti di festival itu, aku tampil sama Argi dan Bayu." Wajahnya kini kembali datar, dia sempat lupa dengan Argi yang masih menjadi bayang-bayang gadis ini. Dan ketika sekarang dia mengingatnya, Anggara begitu menyesal membahas tentang festival musik itu.Tentunya dengan adanya Argi, membuatnya akan merasa tidak nyaman. Akira pun sama, kini dia terdiam karena mendengar Anggara menyebut nama Argi.Saat ini dia merasa seperti menduakan Argi secara diam-diam. Padahal kenyataanya Argilah yang terlalu berharap tanpa menunggu jawaban darinya. Mere
Sebenarnya dia merasa bosan hingga dia memutuskan untuk keluar rumah, padahal jam sudah menunjuk tengah malam. Dan ketika melihat ke halaman rumah, ternyata Akira keluar tak menggunakan motornya. Maka dia memutuskan untuk menunggu sahabatnya itu sampai pulang ke rumah, karena pesan yang dia kirim tak dibalas oleh Akira.Akira yang mengetahui keberadaan Dany yang tengah memandang ke arah mereka, buru-buru pamit dengan pemuda yang mengantarnya."Ang, pulang hati-hati, aku langsung masuk ya. Udah ada Dany tuh." Ucapnya setelah turun dari motor. Anggara menoleh sekilas ke arah halaman rumah Akira, dia tahu keberadaan Dany di sana, namun tatapannya hanya datar tanpa ekspresi. Yang dia inginkan sebenarnya adalah biar teman Akira mengetahui kedekatan yang terjadi di antara mereka. Toh sebaik-baiknya orang menyimpan rahasia pasti nantinya bakal ketahuan juga."Oke, aku pulang ya, selamat malam, Akira." Ucapnya sembari memutar motornya, lalu menjalankannya menuju kontrakan.Akira membuka gerba
Pagi itu Akira terbangun dengan badan yang lebih segar, melirik ke samping tempat tidur. Dilihatnya Dany masih tertidur dengan lelap. Secara perlahan turun dari tempat tidur, agar tak menimbulkan suara berisik dan tak membangunkan Dany. Setelah berhasil turun, Akira pergi ke toilet untuk membersihkan diri. Mengganti bajunya dengan celana pendek jeans dan baju oversize warna pink. Beralih ke dapur, mencari bahan yang kira-kira bisa dia masak untuk menu sarapan mereka. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk membuat nasi goreng. Ya, Akira begitu kangen nasi goreng buatan bu Lidiya. Kemarin dia sering melihat ibunya memasak, dan kini dia mau mempraktekkannya. Entah bagaimana nanti rasa nasi goreng buatannya, bisa dimakan atau tidak. Sembari bersenandung kecil, Akira mengeluarkan nasi putih dari Magicom. Mulai meracik bumbu, tentunya sesuai dengan apa yang dia ingat. Menyiapkan telur dan sosis sebagai toping yang nantinya di pakai sebagai pelengkap. Suara Akira begitu merdu, terdengar
Di lain tempat, ketiga pemuda yang akan tampil di acara festival musik, telah menyelesaikan latihan terakhir mereka. Kini mereka berada di rumah Bayu, dan akan bersiap untuk berangkat. Ketiga pemuda itu kompak memakai baju hitam. Argi dengan penampilannya yang terlihat memukau, kaos putih dimasukan ke dalam celana pendek hitam di atas lutut. Kemudian mengenakan kemeja hitam dan sepatu slip on. Rambutnya yang kini sudah sedikit panjang, sengaja dia potong dengan gaya mullet. Sungguh cocok dengan bentuk wajahnya, dan postur tubuhnya yang tinggi. Sedangkan Anggara dengan gaya cuek namun terlihat keren. Kaos hitam oversize dan celana panjang kulot dengan warna sandwash hitam, serta memakai sepatu docmart untuk melengkapi penampilannya. Rambut panjangnya sengaja digerai semakin menunjang penampilannya. Sedangkan Bayu dengan gayanya sendiri memakai kaos hitam dengan celana panjang ketat. Lalu mengenakan jaket bomber warna hitam. Kini mereka telah berada di dalam mobil merah milik Bayu.
Kini Akira kembali membuka lemari bajunya, dia kembali menaruh baju yang tadi diberikan Dany. Karena menurutnya baju itu terlalu seksi, dia merasa tidak nyaman memakai baju crop dan rok mini. Apalagi nantinya mereka pergi bersama para pemuda.Setelah berpikir sejenak, dia memilih baju oversize hitam dan celana jeans pendek. Keluar dari kamar menuju kamar mandi, mencuci mukanya dan memakai sunscreen serta lipgloss. Sebelum keluar, dia mengenakan sepatu slip on berwarna hitam.Tak lama dia mulai menutup kembali pintu kamarnya, memastikan untuk memadamkan semua lampu di rumahnya, lalu melangkah menuju teras rumah.“Udah, sayang?” Argi yang pertama kali melihatnya, karena sedari tadi fokusnya hanya ke arah dalam rumah, menunggu dengan sabar kehadiran gadis pujaannya keluar dari sana.Akira mengangguk dan tersenyum tipis, kini dia melayangkan pandangannya ke arah depan gerbang rumah, mencari keberadaan Anggara. Namun sepertinya posisi Anggara yang terhalang oleh mobil, membuatnya tak terli
Akira menatap ke arah pemuda di hadapannya dengan dahi mengerut, namun dia hanya mengangguk menanggapi pertanyaan dari Argi.Argi meraih tangan gadis itu dan membawanya menjauh dari panggung, ke arah samping panggung, yang terlihat lebih sepi. Di sana terdapat bangku panjang, lalu mengajak gadis itu untuk duduk di bangku itu.“Sayang, ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari aku?” Ucapnya sembari menatap langsung ke arah gadis yang duduk di sebelahnya.“Maksudnya?” Akira tak mengerti kemana maksud pertanyaan dari pemuda itu.“Hmm..aku ngerasa kita bersama namun kamu seperti tidak nyaman. Kamu seperti menjaga jarak, apa ada yang kamu sembunyikan dariku?” Tatapan Argi begitu menelisik, membaca setiap perubahan ekspresi pada wajah Akira.“Gak.. ada.” Jawab gadis itu singkat, namun dia tidak berani untuk membalas tatapan pemuda itu padanya. Dia tak ingin menyakiti hati pemuda yang sudah baik padanya, kini sifat tidak tegasnya kembali terlihat. Sebenarnya sekarang adalah saat yang tepat dia
Hari sudah sangat sore menjelang malam, Akira dan Dany kini telah berada di rumah. Setelah mengantar kedua gadis pulang, Argi dan Bayu langsung meninggalkan mereka dan kembali ke rumah Bayu.Di dalam kamar, Akira membaringkan tubuh lelahnya di atas kasur dengan ponsel berada di tangannya.Dany melihat kegelisahan dalam diri sahabatnya. Dia kini tidak dapat lagi menahan rasa penasaran yang sudah lama dia pendam.“Na, lu gak mau cerita ke gue?” Dany menutup pintu kamar dan mulai berjalan mendekat ke arah kasur.Akira menoleh sekilas ke arahnya. “Maksud lu, Dan?” Dahinya mengerut karena merasa agak bingung dengan pertanyaan yang diajukan sahabatnya.“Coba jujur sama gue, lu sebenarnya ada hubungan apa sih sama Septian?” Kini posisi Dany berbaring di samping Akira.Akira tampak berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan itu.“Gue? Gak ada hubungan apa. Ada apa, Dan?” “Jangan bohong, Na. Gue tahu lu ada hubungan sama Septian, sudah kelihatan kok.” “Udah ah jangan nanya aneh-aneh deh. J
Tak lama motor vespa coklat milik Anggara memasuki halaman parkiran kontrakan. Dari kejauhan dia sudah melihat kehadiran Akira, gadis yang berdiri dan mengenakan baju yang sama seperti terakhir dia melihatnya.Akira mengulas senyum tipis ke arah pemuda itu, namun Anggara hanya menampilkan ekspresi dingin. Membuatnya semakin dilanda kecemasan akan sikap pemuda itu.Anggara turun dari motornya, membuka helm yang dikenakan dan menaruh ke atas jok motor. Berjalan ke arah Akira, semakin mendekat membuat jantung Akira semakin cepat berdetak.“Ang, baru pulang?” Ucap Akira menyapa pemuda itu.“Hm, ada apa kesini Akira?” Anggara menghentikan langkahnya tepat di hadapan gadis itu. Tak ada senyum di wajah dingin itu. Membuat mulut Akira terasa kelu untuk mengatakan isi hatinya.Akira menghirup nafas dalam-dalam dengan mata terpejam sejenak, lalu menghembuskannya perlahan, membuka kembali matanya dan menatap ke wajah pemuda di hadapannya yang masih diam menunggu jawaban darinya.“Aku mau ngomong
Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d