Setelah Akira merasa lebih tenang, Anggara menuntunnya untuk masuk ke kamar. Akira sedikit terkejut melihat penampakan kamar Anggara yang tampak berbeda dari yang terakhir kali dia lihat. Kamar yang dulunya sangatlah sederhana kini sudah terlihat lebih terisi. Matanya menatap ke sekeliling kamar itu, barang-barang yang tentunya dengan kualitas yang sangat bagus, memenuhi seisi kamar. Meskipun terlihat penuh namun terlihat lebih tertata dan berwarna. “Mama yang beli waktu dia nginep kesini.” Ucap Anggara tiba-tiba, seakan tahu tentang apa yang tengah gadis itu pikirkan. Akira menoleh sekilas ke arahnya, kemudian berjalan ke arah kasur yang sudah berubah ukuran itu. Kasur yang terlihat lebih luas dan terasa empuk, tentunya dengan kualitas yang terbaik. Dalam kamar kini terasa sejuk karena ada pendingin ruangan, dan terlihat lebih nyaman untuk ditempati. Kini Akira mendudukkan diri di pinggiran kasur yang begitu rapi dengan sprei putih yang melapisinya. Pandanganya masih merotasi ke
Kini Anggara bersandar pada sandaran kasur, Akira berada di sisi kiri bersandar pada bahunya. “Ang, secepatnya aku akan menjelaskan pada Argi.” Ucap Akira dengan sangat yakin akan melakukannya. Dia pun merasa sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini. Keinginannya untuk menjalin hubungan lebih serius dengan Anggara, tanpa bayang-bayang dari pria lain. “Hmm.” Gumam Anggara menjawab ucapannya. “Lapar gak? Mau makan?” Ucap pemuda itu, mengalihkan topik pembicaraan. “Aku gak lapar, Aang mau makan?” “Aku masih kenyang. Mau minum sesuatu?” Anggara bangkit dari tidurnya memindahkan kepala Akira di bantal. Dia berjalan menuju kulkas yang berada di sudut kamar, membukanya dan mengambil dua kaleng minuman soda. Lalu membukanya satu dan menyerahkannya pada Akira. “Minumlah.” Ucapnya sembari duduk di pinggiran kasur. “Btw, Dany masih di rumah?” Menoleh sekilas ke arah Akira. “Masih. Sendirian di rumah.” “Dany ada komentar sesuatu tentang kita?” Akira mengangguk dan b
Hari semakin gelap, sore berganti malam. Dany yang tengah berada di rumah sendiri, ingin menghubungi sahabatnya yang dari sejam lalu keluar. Namun ketika melakukan panggilan, bunyi ponsel Akira terdengar. Dany mencari sumber suara, dan menemukan ponsel Akira berada di tas. “Duh, Lena pake acara gak bawa ponsel.” Dany berbicara sendiri. Berada di rumah sendirian membuatnya kesepian. Ingin menghubungi Akira, menanyakan tentang keberadaannya. Namun kini dia tidak bisa menghubungi temannya. Berpikir sejenak, Dany mengingat kalau Akira pasti saat ini sedang bersama Anggara. Dany memutuskan untuk menghubungi Anggara, untuk memastikan keadaan temannya. Membuka ponselnya mencari nomor telepon pemuda itu, yang pernah dia simpan. Lalu segera menghubungi nomor Anggara. Beberapa menit panggilan terhubung namun tak dijawab oleh pemuda itu. Mengulanginya sekali dan masih tetap sama. Akhirnya dia memutuskan untuk mengirim pesan singkat. [Halo malam, Lena ada di sana?] Tulisnya dalam pesan singk
Argi masih berada di teras rumah, sementara Bayu dan Dany tengah berada di dalam rumah, menghabiskan waktu berdua dengan menonton film.Bayu sempat mengajaknya untuk ikut nonton bersama, namun Argi merasa tak ingin melakukan apapun.Dia hanya duduk berdiam seorang diri dan menghabiskan rokok, entah sudah berapa batang rokok yang dia bakar. Namun tak juga menemukan ketenangan hati. Berulang kali melihat ke layar ponsel, berharap mendapatkan balasan dari kekasihnya. Namun sampai berjam-jam menunggu, tak ada balasan dari Akira. Pikirannya terus gelisah, ingin menemui gadis pujaannya.Hingga jam menunjuk pukul sebelas malam, gadis itu tak ada kabar. Sesibuk itukah Akira sampai dia tak melihat ponselnya. Pikiran negatif bersarang di benak Argi saat ini. Entah dia merasakan sesuatu telah terjadi. Semakin dia mendekati Akira, namun gadis itu seperti menjauh dan menjaga jarak.Hingga Dany dan Bayu keluar, berjalan ke arahnya. mereka melihat Argi tengah melamun dengan pikirannya sendiri, dan t
Sementara itu di kamar kontrakan milik Anggara, Akira begitu kekenyangan setelah makan bersama.Dia membaringkan tubuhnya di kasur, mendekap tubuh pemuda yang sangat dia cintai, wangi maskulin dari tubuh Anggara begitu menjadi candu baginya. Sikap yang begitu hangat yang ditujukan oleh Anggara membuatnya merasa nyaman berada di sana.“Istirahatlah sebentar, nanti kalau mau pulang bilang aja, aku anterin.” Ucap Anggara sembari mengusap lembut punggung gadis itu.Namun dalam hati Akira, dia masih ingin di sisi pemuda itu. Kepalanya bersandar pada bahu Anggara. Memandang wajahnya dari arah samping. Wajah yang tak pernah bosan untuk dipandang. Ini kali pertama Akira merasa jatuh cinta, berjuta rasa yang mengisi hati dan pikirannya. Harum parfum Anggara begitu membuat hatinya tenang, sampai tak terasa membuatnya tertidur.“Beb, besok sekolah?” Anggara kembali bertanya pada Akira, namun tak mendapati jawaban dari gadis itu, melirik ke arah samping dan melihat Akira yang telah terlelap meme
Bayu segera mengambil dua botol minuman dingin dari dalam kulkas, lalu kembali menaiki tangga menuju kamarnya di lantai atas.Dia memasuki kamar dan melihat Argi yang tengah menikmati rokok, raut wajahnya tampak kalut seperti tengah memikirkan sesuatu, sampai tak menyadari kehadiran Bayu yang kini telah duduk di sampingnya.“Hey, ngelamun aja, ayo lanjutin game.” Bayu menepuk bahu Argi.Wajah Argi yang biasa penuh dengan senyuman, kini terlihat kusut. Bau rokok tercium di badannya, entah sudah berapa batang rokok yang sudah dia habiskan hari ini.“Eh Bay, menurut lu Lena sekarang dimana ya?” Ucap Argi menoleh ke arah Bayu.“Udah jangan terlalu mikirin cewek, cewek masih banyak gak cuma dia aja. Ayo buruan lanjutin game, sampai mana tadi, lu udah login?” Bayu berusaha mengalihkan pembicaraan Argi, namun dia tak menyadari karena perkataannya itu membuat temannya justru merasa aneh.“Maksud lu, Bay? Dany ada ngabarin sesuatu? Gue nunggu dari tadi kok dia gak ngabarin apa-apa.” “Gak ada,
Tak lama motor mereka keluar dari area kontrakan, berjalan beriringan dengan Anggara yang mengikuti gadis itu dari belakang.Tak sampai sepuluh menit mereka telah sampai di depan rumah Akira. Suasana masih sangat sepi, Anggara memarkirkan motornya, dan berjalan ke arah gerbang, membukanya agar Akira bisa memasukan motor ke dalam halaman rumah.Setelah memarkirkan motor, Akira kembali menghampiri Anggara yang masih berdiri di gerbang yang terbuka.“Masuklah, aku tunggu di sini, biar nanti aku yang tutup. Hm?” Ucapnya sembari mengelus puncak kepala gadis itu.Akira mengangguk lalu berjalan menuju pintu rumah, mengetuk pintu namun tak ada jawaban dari dalam, sepertinya Dany kembali tertidur.Anggara yang melihatnya, mulai membuka ponsel, dan melakukan panggilan pada nomor Dany. Menunggu beberapa detik, hingga panggilannya terhubung.“Halo, Dany. Bisa buka pintu? Akira sudah di depan.” Ucapnya singkat lalu menutup panggilan telepon itu, kembali menaruh ponsel dalam saku jaketnya.Tak lama
Kini mereka berdua telah sampai di sekolah. Lima menit setelahnya bel sekolah berbunyi, Akira dan Dany telah sampai di depan pintu kelas dan segera duduk untuk menanti guru mata pelajaran datang.“Dan, tadi ibu kirim pesan, besok ayah ibu pulang. Lu disuruh nginep dulu, katanya ibu bawa oleh-oleh buat lu.” Ucap Akira sembari membuka buku pelajaran dan mengeluarkan alat tulisnya.“Wah asyik tuh, oleh-oleh gue suka. Kalau gitu gue nanti malam masih nginep semalem di rumah lu ya, besok baru gue balik.” Ucap Dany, mengikuti teman sebangkunya untuk mengeluarkan buku dan alat tulisnya.“Dan, semalem lu keluar? Ketemu Argi?” Akira mulai menatap ke arah Dany.“Yup, gue bosen di rumah gak ada lu, lagian gak ada motor, motor lu bawa. Ya sudah gue telpon Bayu, minta temenin, cuma gak mungkin juga kalau Bayu aku suruh ke rumah sini, yang ada bakal digrebek sama tetangga. Makanya gue diajak main ke rumahnya. Eh, gue lihat ada Argi di sana, dia tanya kemana lu, ya gue bilang aja lu lagi ke rumah sa
Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d