Sementara itu di kamar kontrakan milik Anggara, Akira begitu kekenyangan setelah makan bersama.Dia membaringkan tubuhnya di kasur, mendekap tubuh pemuda yang sangat dia cintai, wangi maskulin dari tubuh Anggara begitu menjadi candu baginya. Sikap yang begitu hangat yang ditujukan oleh Anggara membuatnya merasa nyaman berada di sana.“Istirahatlah sebentar, nanti kalau mau pulang bilang aja, aku anterin.” Ucap Anggara sembari mengusap lembut punggung gadis itu.Namun dalam hati Akira, dia masih ingin di sisi pemuda itu. Kepalanya bersandar pada bahu Anggara. Memandang wajahnya dari arah samping. Wajah yang tak pernah bosan untuk dipandang. Ini kali pertama Akira merasa jatuh cinta, berjuta rasa yang mengisi hati dan pikirannya. Harum parfum Anggara begitu membuat hatinya tenang, sampai tak terasa membuatnya tertidur.“Beb, besok sekolah?” Anggara kembali bertanya pada Akira, namun tak mendapati jawaban dari gadis itu, melirik ke arah samping dan melihat Akira yang telah terlelap meme
Bayu segera mengambil dua botol minuman dingin dari dalam kulkas, lalu kembali menaiki tangga menuju kamarnya di lantai atas.Dia memasuki kamar dan melihat Argi yang tengah menikmati rokok, raut wajahnya tampak kalut seperti tengah memikirkan sesuatu, sampai tak menyadari kehadiran Bayu yang kini telah duduk di sampingnya.“Hey, ngelamun aja, ayo lanjutin game.” Bayu menepuk bahu Argi.Wajah Argi yang biasa penuh dengan senyuman, kini terlihat kusut. Bau rokok tercium di badannya, entah sudah berapa batang rokok yang sudah dia habiskan hari ini.“Eh Bay, menurut lu Lena sekarang dimana ya?” Ucap Argi menoleh ke arah Bayu.“Udah jangan terlalu mikirin cewek, cewek masih banyak gak cuma dia aja. Ayo buruan lanjutin game, sampai mana tadi, lu udah login?” Bayu berusaha mengalihkan pembicaraan Argi, namun dia tak menyadari karena perkataannya itu membuat temannya justru merasa aneh.“Maksud lu, Bay? Dany ada ngabarin sesuatu? Gue nunggu dari tadi kok dia gak ngabarin apa-apa.” “Gak ada,
Tak lama motor mereka keluar dari area kontrakan, berjalan beriringan dengan Anggara yang mengikuti gadis itu dari belakang.Tak sampai sepuluh menit mereka telah sampai di depan rumah Akira. Suasana masih sangat sepi, Anggara memarkirkan motornya, dan berjalan ke arah gerbang, membukanya agar Akira bisa memasukan motor ke dalam halaman rumah.Setelah memarkirkan motor, Akira kembali menghampiri Anggara yang masih berdiri di gerbang yang terbuka.“Masuklah, aku tunggu di sini, biar nanti aku yang tutup. Hm?” Ucapnya sembari mengelus puncak kepala gadis itu.Akira mengangguk lalu berjalan menuju pintu rumah, mengetuk pintu namun tak ada jawaban dari dalam, sepertinya Dany kembali tertidur.Anggara yang melihatnya, mulai membuka ponsel, dan melakukan panggilan pada nomor Dany. Menunggu beberapa detik, hingga panggilannya terhubung.“Halo, Dany. Bisa buka pintu? Akira sudah di depan.” Ucapnya singkat lalu menutup panggilan telepon itu, kembali menaruh ponsel dalam saku jaketnya.Tak lama
Kini mereka berdua telah sampai di sekolah. Lima menit setelahnya bel sekolah berbunyi, Akira dan Dany telah sampai di depan pintu kelas dan segera duduk untuk menanti guru mata pelajaran datang.“Dan, tadi ibu kirim pesan, besok ayah ibu pulang. Lu disuruh nginep dulu, katanya ibu bawa oleh-oleh buat lu.” Ucap Akira sembari membuka buku pelajaran dan mengeluarkan alat tulisnya.“Wah asyik tuh, oleh-oleh gue suka. Kalau gitu gue nanti malam masih nginep semalem di rumah lu ya, besok baru gue balik.” Ucap Dany, mengikuti teman sebangkunya untuk mengeluarkan buku dan alat tulisnya.“Dan, semalem lu keluar? Ketemu Argi?” Akira mulai menatap ke arah Dany.“Yup, gue bosen di rumah gak ada lu, lagian gak ada motor, motor lu bawa. Ya sudah gue telpon Bayu, minta temenin, cuma gak mungkin juga kalau Bayu aku suruh ke rumah sini, yang ada bakal digrebek sama tetangga. Makanya gue diajak main ke rumahnya. Eh, gue lihat ada Argi di sana, dia tanya kemana lu, ya gue bilang aja lu lagi ke rumah sa
Dengan sedikit keberanian, Akira mulai menegakkan pandangannya ke arah depan. Melihat ke arah pemuda yang selalu tersenyum hangat padanya.“Gi, maaf selama ini aku gak jujur sama kamu.” Suara Akira terdengar sangat pelan, namun begitu jelas terdengar di telinga Argi.“Maaf? Gak jujur gimana sayang? Aku gak ngerti.” Jawab Argi dengan raut wajah terlihat sedikit bingung.“Aku..” ucapan Akira menggantung, karena kehadiran waiters ke meja mereka, mengantar minuman dan makanan yang di pesan beberapa menit lalu.Dua gelas es cappucino dan croissant terhidang di meja. Argi bersikap ramah dan mengucapkan terima kasih pada waiters yang mengantar.“Ini sayang, minum dulu.” Ucap Argi sembari menyodorkan minuman di hadapan Akira.Akira menerima dan mulai menyeruput sedikit minuman. Kata-kata yang tadinya sudah berada di ujung lidahnya, tinggal mengeluarkannya saja, kini kembali tertelan.Beberapa menit keduanya sama-sama terdiam. Hingga Argi memulai obrolannya lagi.“Gimana sayang? Tadi mau ngomo
Akira meraih ponsel dalam tasnya, dia tak berani menatap ke arah Argi, dia merasa tak enak hati dan tidak tega melihat wajah yang penuh gurat kekecewaan dari pemuda itu. Kini dia berada di posisi bingung, ingin meninggalkan tempat itu namun bibirnya terasa kelu untuk menyampaikan keinginannya pada Argi. Akhirnya dia mengirim pesan singkat kepada Dany, untuk menjemputnya sekarang. Tak lama kemudian terlihat Dany berada di parkiran samping mobil hitam milik Argi. [Na, gue masuk atau tunggu di depan?] Pesan singkat dari Dany. [Masuk aja, Dan. Bantuin gue.] Balas Akira. Dany menutup ponselnya dan turun dari motor, berjalan memasuki coffe shop. Matanya mengedar ke penjuru ruangan mencari keberadaan Akira dan Argi. “Hay, Na.” Teriak Dany ketika telah mengetahui posisi duduk temannya. Lalu berjalan menghampiri keberadaan mereka dengan senyum merekah. “Hay, Argi. Apa kabar, sorry ya gue ganggu kalian.” Ucap Dany, sembari duduk di samping sahabatnya. Argi tampak memaksakan senyumnya yan
Sementara itu, Argi kini telah berada di halaman rumahnya, wajahnya begitu kusut dengan mata yang sedikit memerah. Turun dari mobil, lalu berjalan langsung ke dalam rumah, tanpa menghiraukan sapaan dari bik Minah, asisten rumah tangga yang berada di taman depan rumah. Tujuannya kini hanya ingin berada di kamar. Saat akan menaiki tangga menuju lantai dua, mama Lina menyapanya, namun sapaan itu tidak dia dengar. Bik Minah yang merasakan keanehan pada sikap anak majikannya segera memasuki rumah, menghampiri mama Lina yang tengah menatap ke lantai atas. “Bu, mas Argi terlihat aneh tak seperti biasa.” Ucap bik Minah sembari ikut memandang ke arah tangga. “Iya bik, aku sapa juga tidak menyahut anak itu. Kenapa ya?” Ucap mama Lina. Kedekatan bik Minah di keluarga itu terjalin sejak lama. Meskipun dia hanya asisten rumah tangga dan merupakan pengasuh dari Argi anak majikannya. Namun pemilik rumah selalu bersikap ramah dan selalu menghargainya. Sudah hampir dua puluh tahun dia bekerja di
Ucapan Bayu membuat Argi mengalihkan pandangannya, Argi merasa belum cerita apapun pada temannya. Namun mengapa Bayu seakan telah mengetahui semua.“Dany ada cerita apa ke lu?” Tanyanya sembari menatap ke arah temannya.“Cerita apa? Gak ada cerita apa.” Bayu mengedikkan bahunya sembari tersenyum.“Ah lu gak asyik. Pulang dah sana.” Ucap Argi sembari menyesap rokoknya dan kembali mengalihkan pandangan ke depan.“Ngambek. Kayak anak ingusan aja lu, isi ngambek segala.” Ujar Bayu sembari menyiku lengan temannya.“Lagian lu, gue nanya lu gak mau jawab.”“Hmm, Dany gak cerita banyak ke gue, cuma inti-intinya saja.”“Intinya gimana maksud lu? Dany cerita apa?” Kembali Argi mengulang pertanyaannya, berharap dia mendapat jawaban dari temannya, karena apa yang dikatakan Dany tentu karena Akira menceritakan sesuatu padanya.“Ya kayak tadi gue bilang, perasaan lu gak dibalas sama Akira. Is that true?”Argi tampak menghembuskan nafas beratnya, raut wajahnya kembali terlihat menyedihkan, mengingat