Masa putih abu-abu adalah hal yang terindah dalam kehidupan. Masa mengenal cinta, sedih dan senang. Ya, begitupun yang dialami Magdalena Akira. Gadis berusia 16 tahun yang duduk di bangku kelas 2 SMA.
"Na, kemana acara hari ini? pulang sekolah kita jalan ya?" ucap Dany teman sebangku Magdelana, sambil melirik memperhatikan teman sebangkunya yang tengah membereskan buku ketika jam sekolah berakhir. "Hmm, gak ada sih, cuma nanti malam aku ada acara ibadah pemuda di gereja." melirik sekilas ke arah teman sebangkunya. "Yah ini kan malem minggu, ke gerja bisa hari minggu kan, ayolah kita jalan, please.." Dany menyatukan kedua tangannya di depan dada dengan wajah memohon. "Gak bisa Dan, hari ini gue ada acara di gereja lain kali ya, atau hari minggu nanti gue main ke rumah lu gimana? Aku ajak Argi." "Yah tau yang udah punya cowok, aku jd nyamuk deh. Eh, Na.. suruh si Argi bawa temennya, kenalin gue ke temannya, siapa tau gue cocok." "Hmm.. coba nanti gue tanyain ya, udah bosen ya sendiri?" Lena mengambil tas dan berjalan meninggalkan sahabatnya tanpa menunggu jawaban Dany. "Jangan lupa Na, hari minggu ya, bawain gue cowok ganteng." ucap Dany mengingatkan sahabatnya, Lena menoleh sekilas mengangkat jempol ke arah temannya dan berlalu pergi. Seperti kebiasaan Lena setiap malam minggu dihabiskan di gereja. Tidak seperti remaja lain, Lena lebih memilih beribadah dibanding berkumpul bersama pacar dan teman-temannya. Minggu pagi pun, dia tidak pernah absen dari ibadah hari minggu. *** "Gi, nanti aku mau ke rumah Dany, kamu susul ya ke sana, ajak teman cowokmu, si Dany minta dikenalin." "Sayang, aku jemput ya." Argi membalas telepon pacarnya dari seberang sana. "Gak usah gik, aku bisa kesana sendiri nanti kamu susulin aja, nanti ayahku marah kalau tahu aku keluar sama kamu." jelas gadis cantik itu. "Okay beby.. Tapi nanti pulangnya aku anter kamu ya sayang." "Iya Gi, nanti aku ke sana naik ojol lagi 15 menit aku jalan. See you.." Lena mengakhiri teleponnya dan beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka dan berganti baju. Lena mengenakan kaos oversize abu-abu dan celana kulot jeans andalannya. Rambut hitam sebahu dibiarkan tergerai, wajahnya yang putih dia poleskan bedak tipis dan lipgloss pada bibir tipisnya. Yang terakhir dia kenakan sepatu kets, gaya andalan Lena yang simple seperti anak-anak muda pada umumnya dan cenderung tomboy tapi cantik. Tak lama dia menunggu ojol yang dipesan lewat aplikasi hijau, dan keluar dari kamar menenteng tas ranselnya dan menghampiri ayah dan ibunya. "Ayah ibu, aku ijin pergi kerumah Dany, ada tugas kelompok" diciumnya tangan ibu dan ayahnya. "Ya nak, jangan pulang malam ya, hati-hati dijalan." ucap ibu Lena sembari mengantar putrinya ke depan rumah. Sedangkan ayahnya masih sibuk dengan koran di tangannya, tapi menatap sekilas anak gadisnya yang berjalan beriringan dengan ibunya keluar dari rumah. "Ibu, Lena pergi dulu, nanti Lena kabarin kalau sudah sampai rumah Dany." sembari menaiki motor ojol yg dipesannya 5 menit yang lalu. "Ya nak, hati-hati." wanita paruh baya itu melepas kepergian anaknya dengan melambaikan tangan. Perjalanan 20 menit menuju rumah Dany, jalanan tidak begitu ramai karena hari Minggu. Sesampainya di depan rumah bercat biru, sahabatnya sudah menunggu dengan wajah cerianya. "Lho lu sendirian Na? Mana pesanan gue?" seraya menengok ke belakang sahabatnya, yang datang sendirian. "Iihh.. Gak sabaran banget deh, tunggu aja nanti nyusul." menepuk pundak Dany dan berjalan melewati sahabatnya itu. "Mana temen cowok lu yang mau dikenalin ke gue? Cakep gak? Wah kalau bisa sih yang kayak Argi, gue suka style cowok kayak cowok lu gitu Na." berbalik mengikuti Lena yang sudah duduk di sofa ruang tamu. "Tau deh, siapa nanti mau Argi bawa, kita liat aja nanti. Mana minumannya Dan? Panas nih, gue butuh yang dingin-dingin, dehidrasi gue." Lena mengusap tenggorokannya, memang hari ini cuaca cukup panas. Apalagi ini tepat pukul 12 siang. "Ambil sendiri gih di kulkas, ada jus tuh, sekalian lu taruh di gelas Na, udah disiapin sama nyokap, siapin buat temen cowok lu sekalian." ucap Dany mulai memainkan ponselnya. "Idih yang jadi tuan rumah siapa, yang repot siapa." protes Lena tapi tetap bangkit berdiri melangkah masuk ke dapur. "Btw, nyokap bokap lu kemana Dan?" teriak Lena dari dapur. "Dari pagi keluar mereka, nengok nenek gue,malam baru pulang" jawab Dany sambil masih menscroll layar ponselnya. Tak ada jawaban dari dapur, Lena mulai mengambil gelas dan menatanya di nampan, dibukanya kulkas dan diambil jus yang sudah dipersiapkan mama Dany sebelumnya. Ketika sibuk memindahkan jus ke gelas-gelas, terdengar bunyi mobil dari arah luar, dan dipastikan itu Argi dan kawan-kawannya. Pria berwajah putih berbadan tinggi itu keluar dari mobil hitamnya. Diikutin dua temannya mengekor di belakang. Dany yang melihat dari dalam rumah, buru-buru merapikan penampilannya dan menyambut Argi dan teman-temannya. "Hai Dan, mana cewek gue?" tanya Argi tanpa basa basi. "Tuh didapur. Ayo silahkan masuk." Dany mempersilhkan dua teman Argi yang masih di depan rumahnya, sementara Argi tanpa basa basi pergi ke arah dapur untuk menemui kekasihnya. "Sayang, udah lama nunggu." Argi menghampiri Lena yang tengah menuang jus ke gelas. "Baru aja aku datang, 10 menit yang lalu." Lena menoleh ke arah pria yang tersenyum menghampirinya itu. Dipeluknya Lena dari arah belakang, diciumnya rambut gadis pujaannya itu. Sontak Lena sedikit terkejut dengan perlakuan Argi yang tidak lihat situasi. "Gi, jangan gini ini rumah orang. Tungguin di luar, aku siapin minum dulu." Lena menolak secara halus, karena merasa kurang enak sama sahabatnya. "Okey my princess." balas Argi seraya mencium telapak tangan Lena dan berlalu meninggalkan kekasihnya untuk menemui teman-temannya di ruang tamu. Sesampainya di ruang tamu. "Dan, nih pesenan elo, temen-temen gue, semua cakep, dan dua-duanya jomblo." ucap Argi mengenalkan teman-temannya. Disana ada dua teman Argi, yaitu Septian dan Bayu. "Aku Dany.." ucap Dany sambil menyalami kedua teman Argi. "Bayu, kamu satu kelas sama Lena ya?" Bayu mengulurkan tangannya terlebih dahulu, padahal tempat duduknya lebih jauh kalau dibanding Septian. Dia menggeser Septian ke ujung. "Iya gue temen Lena." jawab Dany tersenyum, menerima uluran tangan Bayu. Diantara bertiga, Septian yang paling pendiam. Berbicara seadanya dan lebih banyak diam, kalau dibanding Argi dan Bayu. Tak lama kemudian Lena pun datang membawa nampan berisi gelas dan snack untuk disuguhkan ke teman-temannya. ***"Sayang, sini.." Argi menepuk sofa yang masih kosong di sebelahnya. Lenapun menoleh dan mengangguk. Kemudian berjalan memutari meja untuk duduk di samping Argi. Obrolan berlanjut, Bayu merasa tertarik dengan Dany, sahabat Lena yang memang mempunyai pribadi yang ceria. Sedangkan Septian hanya berbicara sedikit, sebagian waktunya dihabiskan untuk melihat ponsel dan terkadang mencuri pandang ke arah Lena yang tengah duduk bersama kekasihnya. Ya, Septian seperti memiliki ketertarikan terhadap Lena, dia suka pada pandangan pertama. Memang sebelumnya Lena sangat jarang diajak kumpul bareng teman-teman Argi. Ketemupun pasti hanya makan di cafe, nonton hanya berdua. Sehingga Lena gak terlalu mengenal dengan siapa saja teman Argi. Di lain tempat Dany sering mencuri pandang ke arah pojok dimana Septian duduk. Dany memiliki ketertarikan pada sosok Septian yang terlihat cool menurutnya. Rambut gondrong sebahu, badan tinggi kulit putih, hidung bangir dan mulut sensual yang sering diam, tap
Waktu yang dinantipun tiba, Lena dan Dany memutuskan untuk duduk di bangku yang sudah dipersiapkan di depan panggung aula, setelah membeli minuman dingin dari bazar yang diadakan di sekolah. Pembawa acara menaiki panggung. "Ya sekarang kita memasuki pertengahan acara, berikutnya yang akan tampil adalah band favorite sekolah Tunas Harapan. Mari kita sambut Circle Jerk." riuh suara penonton menyambut band sekolah mereka yang digawangi Argi sebagai vokalisnya. Argi menuju panggung diikuti ketiga temannya. Argi mengambil gitarnya dan duduk di kursi yang sudah disediakan di atas panggung, sementara temannya yang lain memposisikan ke bagian alat musik masing-masing, dan Bayu salah satunya yang sudah menyiapkan diri di belakang drum. "Halo semua." sapa Argi ke penonton diikuti teriakan gadis-gadis yang mengidolakannya. "Lagu ini khusus aku persembahkan untuk seorang gadis yang sudah mencuri hati seorang Argi." sorak riuh para gadis semakin ramai, karena kebanyakan dari mereka meras
Setelah pertemuan itu Argi mencoba menghubungi nomor Dany, karena waktu itu hanya Dany yang memberinya nomor telepon. [Hai Dany, apa kabar? Gue Argi anak SMA Tunas harapan, masih ingat kan?] tulis Argi dalam pesannya. [Ingat donk, oke gue simpen nomor lu ya] Dany membalas pesan yang baru masuk lewat aplikasi hijau miliknya. [Apa kabar temen lu Dan?] [Temen gue? Siapa? Banyak sih temen gue.] balas Dany pura-pura tidak mengerti maksud pemuda itu, padahal sudah jelas temennya siapa lagi kalau bukan Lena. [Magdalena, boleh minta kontak dia?] Dany berpikir sesaat, memang dari awal dia bertemu dengan Argi, dia sudah menaruh perasaan lebih, ditambah lagi ketika mendengar suara serak khasnya sungguh siapa kaum hawa yang mampu menolak pesona itu. Namun kemudian dia berpikir untuk tidak egois, Lena adalah sahabatnya, kalau ada pemuda yang bisa membuat sahabatnya bahagia, maka Dany mampu mengalahkan rasa egoisnya, toh cinta tidak bisa dipaksakan begitu pikirnya. [Ada Gi, ini gue se
Selama perjalanan banyak hal yang dia ingin tahu tentang Lena gadis pujaannya. Banyak pertanyaan yang diucap oleh pria tampan di balik kemudi itu, namun Lena menjawab dengan singkat. Membuat Argi semakin penasaran. Tapi lumayan info yang dia dapet dari obrolan singkat itu. Dari obrolan itu, Argi jadi tahu kalau gadis itu suka nonton film, suka melihat konser. Dan itu nantinya yang bakal dipakai Argi sebagai senjata untuk mendekati gadis cantik itu. "Gi, turunin di depan gang aja ya, rumahku deket dari gang itu." ucap Lena sambil menunjuk kedepan jalan. "Btw, aku gak diijinkan mampir nih ke rumahmu?" Argi menepikan mobilnya di pinggir gang yang ditunjuk lena. "Ayahku galak Gi, aku takut dia marah karena pulang dianter cowok." Lena menoleh ke samping menatap cowok di balik kemudi itu. "It's okay, nanti lanjut di chat ya." Argi segera turun dari mobil, memutari Mobil membukakan pintu untuk gadis pujaannya. Lenapun keluar dari mobil menenteng tas ranselnya dan berpamitan pada
Sesampainya di rumah, Argi memarkirkan mobilnya di halaman rumah bertingkat dua itu. Kemudian keluar dari mobil dan mulai memasuki rumah. Karena hati yang terlampau bahagia, suara mama Lina yang menyapanya tidak dia dengar. Argi berlalu menuju tangga dan masuk dalam kamarnya, mengunci pintu kamarnya lalu meraih ponsel dan membaringkan tubuhnya di kasur empuk itu. Dia membuka ponselnya dan mulai mengirim pesan pada gadis pujaannya. [Tuan putri, lagi apa?] Menunggu sampai beberapa menit tidak ada balasan, pemuda itu tengah menatap foto profil Lena. Sambil menunggu balasan dari gadis itu. Tiga puluh menit kemudian Lena membalas pesannya. [Baru selesai makan. Kamu udah sampai rumah?] Balasan Lena. [Sudah baru aja sampai. Nanti sore ada waktu gak?] Pemuda itu dengan cepat membalas pesan tanpa menyia-nyiakan waktu. [Next time aja ya, hari ini aku gak bisa keluar.] [It's ok Beby, kapan ada waktu kabarin ya.] [Ok, aku tidur siang dulu, Gi.] [Selamat tidur princess.
Dua wanita beda generasi itupun terlibat obrolan. Obrolan mereka tentang drama korea, Lena bisa mengimbangi obrolan dengan mama Lina. Karena wawasannya tentang drama korea cukup banyak. Apalagi Dany sering mengajaknya menonton bersama. Menonton beberapa film korea yang sedang naik daun, walaupun itu bukan tontonan favorite Lena. Namun dia tetap menemani sahabatnya. Tanpa terasa hari sudah larut, karena terlalu asyik nonton drama Korea menemani mama Lina, Lena jadi lupa waktu. Lena pun ijin untuk ngomong berdua dengan Argi. "Gi, udah larut, anterin aku pulang, aku takut ayah marah." "Sayang,aku anterin sampai rumahmu ya,nanti aku yang omong sama ayahmu, biar kamu gak dimarahin." "Jangan Gi, belum waktunya, kita masih SMA, pasti ayah marah, dia pasti berpikir yang bukan-bukan, apalagi ini udah larut." jelas Lena dengan suara pelan. "Biar mama yang ikut anterin Lena pulang Nak, mama yang nanti jelasin ke orangtuanya Nak Lena" ucap mama Lina memotong pembicaraan. Sebenarnya dari
"Sorry my princess." masih dengan senyumnya yang menawan, bukannya merasa marah atau kecewa namun Argi semakin gemas melihat sikap santun kekasihnya. "Baiklah, ayo kita pulang sayang, aku antar kamu." pinta Argi pada kekasihnya, memandang wajah Lena yang tidak pernah bosan untuk dipandang. "Hhuuuhh seperti dunia milih berdua yang lain ngontrak." Dany mengejek pasangan yang berdiri di depannya, kadang dia merasa iri dengan sahabatnya ini. Mempunyai pacar yg romantis tak kenal situasi. "Dan, gue pulang ya udah sore nih." Lena menoleh ke arah sahabatnya. "Okey, princess." ucap Dany menirukan panggilan Argi ke Lena. Dany mengangkat jempol tangannya kearah sahabatnya, kemudian mengantar mereka keluar rumah. Lena dan Argi berpamitan, kemudian mulai menaiki mobil, seperti biasa Argi membukakan pintu mobil untuk kekasihnya, memastikan wanita itu duduk dengan nyaman, lalu dia memutari mobil dan duduk dibalik kemudi, sementara Septian dan Bayu duduk di kursi belakang. Di dalam mobil
Ketika keluar dari kelas, ternyata di luar hujan mulai turun, sehingga agak sulit mencari driver pelaksana. Ditambah sinyal ponselnya yang sering hilang karena pengaruh cuaca buruk. 'Duh gimana aku pulangnya' ucap Lena dalam hati, dia berlari berlindung di warung depan gerbang sekolahnya. Karena sebentar lagi bapak satpam akan menutup gerbang sekolahnya. Lima belas menit menunggu hujan tak kunjung reda, dilihatnya baterai ponsel juga sudah 1%. Dia melihat disekitarnya, masih ada beberapa siswa sekolahnya yang sama dengan dia, berteduh menunggu hujan reda. Dia melihat dari arah barat seorang pemuda yang menaiki vespa klasik berwarna cokelat, memakai helm retro model pilot. Kemeja pemuda itu basah, dia memarkirkan motor vespanya dan berlari ke arah warung yang sama dimana tempat Lena berteduh. Sesaat Lena memandang wajah pemuda itu yang seperti tidak asing. Ketika pemuda itu membuka helm pilotnya, menampilkan wajahnya yang putih, dengan dihiasi sedikit jambang di bagian dagu dan
Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d