Sesampainya di rumah, Argi memarkirkan mobilnya di halaman rumah bertingkat dua itu.
Kemudian keluar dari mobil dan mulai memasuki rumah. Karena hati yang terlampau bahagia, suara mama Lina yang menyapanya tidak dia dengar. Argi berlalu menuju tangga dan masuk dalam kamarnya, mengunci pintu kamarnya lalu meraih ponsel dan membaringkan tubuhnya di kasur empuk itu. Dia membuka ponselnya dan mulai mengirim pesan pada gadis pujaannya. [Tuan putri, lagi apa?] Menunggu sampai beberapa menit tidak ada balasan, pemuda itu tengah menatap foto profil Lena. Sambil menunggu balasan dari gadis itu. Tiga puluh menit kemudian Lena membalas pesannya. [Baru selesai makan. Kamu udah sampai rumah?] Balasan Lena. [Sudah baru aja sampai. Nanti sore ada waktu gak?] Pemuda itu dengan cepat membalas pesan tanpa menyia-nyiakan waktu. [Next time aja ya, hari ini aku gak bisa keluar.] [It's ok Beby, kapan ada waktu kabarin ya.] [Ok, aku tidur siang dulu, Gi.] [Selamat tidur princess.] Balas Argi disertai emoticon tanda hati. Walaupun sudah mengakhiri pesannya, dia tetap melihat ke ponselnya, mencari tahu apa nama sosial media Magdalena. Dia mengetik Magdalena Akira di daftar pencarian, setelah beberapa waktu berlalu akhirnya Argi menemukan akun sosial media gadis pujaannya itu. Namun sayangnya akun Magdalena di privasi. Tanpa menunggu lagi dia mulai mengikutinya dan mengirimkan pesan lewat direct messenger pada aplikasi itu. [Tolong confirm ya, Argi.] Tulisnya. Setelah itu dia mulai meletakkan ponsel di atas meja yang ada di samping tempat tidurnya. Kemudian kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur. Melihat ke langit-langit kamarnya. Baru kali ini dia merasakan perasaan ini, dia benar-benar jatuh cinta pada Magdalena Akira. Dia kembali membayangkan senyum manis milik gadis itu, sungguh membuatnya bahagia. Dan tanpa terasa diapun tertidur. *** Hari-hari berlalu, hubungan antara Argi dan Magdalena semakin dekat, yang dulunya Lena menolak diajak jalan, kali ini dia mau, ketika pemuda itu mengajaknya pergi nonton ataupun makan siang bareng. Walaupun sampai saat ini hubungan mereka backstreet dari orang tua Lena, namun Lena sudah diperkenalkan oleh mamanya Argi. Saat itu Argi mengajak Lena ke rumah, setelah mereka makan siang di cafe favorit keluarga Argi. Argi beralasan mamanya menitip makanan sup buntut favoritnya. Harus segera diantar karena makanan itu lebih nikmat kalau disantap ketika masih panas. Dengan terpaksa Lena mengikuti Argi untuk ke rumahnya. Hari itu ada jeda semester, siswa siswi pulang lebih awal. Lena Pun tak menolak ajakan Argi untuk makan siang. Lima belas menit perjalanan dari cafe D'resto ke rumah Argi. Sampailah mereka di kawasan perumahan elit. Rumah pemuda itu berada di gang paling ujung dan rumahnya di paling ujung juga. Bangunan bercat putih dua tingkat itu terlihat luas dan mewah. Argi memarkirkan roda empatnya di halaman rumah yang memiliki taman kecil dan kolam ikan. Rumah itu bersih dan rapi, Lena melihat ada seorang wanita yg lebih tua dari usia ibunya. Wanita itu sedang menyiram tanaman hias disampingnya rumah itu. Wanita setengah baya itu menoleh dan menunduk hormat kepada anak majikannya. "Bibi, dimana mama?" Argi berjalan menghampiri wanita itu. Sedangkan Lena masih berdiam diri di samping mobil. "Ada mas di dalam lagi nonton drakor." Tanpa membalas ucapan pembantunya, Argi langsung berjalan ke arah Lena, dia tersenyum dan mulai menggenggam tangan gadis pujaannya itu. Lena mengikuti kemana langkah pemuda itu membawanya. "Ma, ini sop buntutnya." Argi membawa bungkusan plastik berisi makanan kesukaan mamanya itu ke atas meja dimana mamanya berada. Tanpa melepas genggaman tangannya pada gadisnya. "Nak, siapa dia?" fokus mama Lina teralihkan ketika anak laki-lakinya datang menggandeng seorang anak gadis. Drakor dan sop buntut sudah tidak menjadi prioritasnya kali ini, gadis yang digandeng putranya lebih membuatnya penasaran. Karena selama ini Argi tidak pernah sekalipun membawa satu gadis pun main ke rumahnya. "Kenalin ma ini Lena, pacar aku." "Siang Tan, saya Magdalena." Lena menunduk dan mencium tangan mama Lina. "Cantik. Sini duduk Nak." komentar mama Lina sambil menggeser tempat duduknya untuk ditempati gadis itu. Lena pun duduk di sampingnya dan disusul oleh Argi dengan senyum bahagianya. Bahagia sudah mengenalkan Lena ke mamanya, dan semakin bahagia karena gadis pujaannya sangat santun. Hal ini membuat rasa kagum dan rasa cintanya bertambah berkali lipat. ***Dua wanita beda generasi itupun terlibat obrolan. Obrolan mereka tentang drama korea, Lena bisa mengimbangi obrolan dengan mama Lina. Karena wawasannya tentang drama korea cukup banyak. Apalagi Dany sering mengajaknya menonton bersama. Menonton beberapa film korea yang sedang naik daun, walaupun itu bukan tontonan favorite Lena. Namun dia tetap menemani sahabatnya. Tanpa terasa hari sudah larut, karena terlalu asyik nonton drama Korea menemani mama Lina, Lena jadi lupa waktu. Lena pun ijin untuk ngomong berdua dengan Argi. "Gi, udah larut, anterin aku pulang, aku takut ayah marah." "Sayang,aku anterin sampai rumahmu ya,nanti aku yang omong sama ayahmu, biar kamu gak dimarahin." "Jangan Gi, belum waktunya, kita masih SMA, pasti ayah marah, dia pasti berpikir yang bukan-bukan, apalagi ini udah larut." jelas Lena dengan suara pelan. "Biar mama yang ikut anterin Lena pulang Nak, mama yang nanti jelasin ke orangtuanya Nak Lena" ucap mama Lina memotong pembicaraan. Sebenarnya dari
"Sorry my princess." masih dengan senyumnya yang menawan, bukannya merasa marah atau kecewa namun Argi semakin gemas melihat sikap santun kekasihnya. "Baiklah, ayo kita pulang sayang, aku antar kamu." pinta Argi pada kekasihnya, memandang wajah Lena yang tidak pernah bosan untuk dipandang. "Hhuuuhh seperti dunia milih berdua yang lain ngontrak." Dany mengejek pasangan yang berdiri di depannya, kadang dia merasa iri dengan sahabatnya ini. Mempunyai pacar yg romantis tak kenal situasi. "Dan, gue pulang ya udah sore nih." Lena menoleh ke arah sahabatnya. "Okey, princess." ucap Dany menirukan panggilan Argi ke Lena. Dany mengangkat jempol tangannya kearah sahabatnya, kemudian mengantar mereka keluar rumah. Lena dan Argi berpamitan, kemudian mulai menaiki mobil, seperti biasa Argi membukakan pintu mobil untuk kekasihnya, memastikan wanita itu duduk dengan nyaman, lalu dia memutari mobil dan duduk dibalik kemudi, sementara Septian dan Bayu duduk di kursi belakang. Di dalam mobil
Ketika keluar dari kelas, ternyata di luar hujan mulai turun, sehingga agak sulit mencari driver pelaksana. Ditambah sinyal ponselnya yang sering hilang karena pengaruh cuaca buruk. 'Duh gimana aku pulangnya' ucap Lena dalam hati, dia berlari berlindung di warung depan gerbang sekolahnya. Karena sebentar lagi bapak satpam akan menutup gerbang sekolahnya. Lima belas menit menunggu hujan tak kunjung reda, dilihatnya baterai ponsel juga sudah 1%. Dia melihat disekitarnya, masih ada beberapa siswa sekolahnya yang sama dengan dia, berteduh menunggu hujan reda. Dia melihat dari arah barat seorang pemuda yang menaiki vespa klasik berwarna cokelat, memakai helm retro model pilot. Kemeja pemuda itu basah, dia memarkirkan motor vespanya dan berlari ke arah warung yang sama dimana tempat Lena berteduh. Sesaat Lena memandang wajah pemuda itu yang seperti tidak asing. Ketika pemuda itu membuka helm pilotnya, menampilkan wajahnya yang putih, dengan dihiasi sedikit jambang di bagian dagu dan
Semenjak kejadian itu, entah kenapa perasaan Lena sering tidak fokus. Wajah pemuda berambut ikal panjang sebahu itu selalu mengisi pikirannya. Lena akhir-akhir ini sering mengabaikan pesan dan panggilan dari Argi, entah mengapa. [Sayang, kenapa cuma diread pesanku? Apa kamu marah?] begitu isi pesan Argi Karena merasa tidak enak hati, akhirnya Lenapun membalas pesan itu. [Maaf Gi, tadi lagi ngobrol sama ayah dan ibu. Kapan kamu balik ke rumah?] Lena terpaksa berbohong, padahal seharian ini dia hanya menghabiskan waktunya di kamar dengan pikiran-pikiran yang membuatnya bingung dengan perasaannya sendiri. Tanpa menunggu waktu yang lama Argi membalas pesan gadis yang amat dirindukannya. [Kemungkinan lusa aku balik. Nunggu keadaan Oma baikan. Kamu mau aku belikan sesuatu, sayang?] [Jangan Gi, aku tidak mau merepotkan.] [Hmm, boleh aku videocall?] tanya Argi dipesan yang dia ketik. [Gi, maaf aku lagi di rumah takut kedengaran ayah, kamar ayah ada di sebelah kamarku] jelas Len
Sementara itu di dalam kelas, pelajaran sudah usai, guru pun sudah meninggalkan kelas. "Na, lu mau ikut gak? Gue ada janji sama Bayu, temen cowok lu itu. Sekali-kali ikut yuk, biar gue ada alasan buat pulang nanti. Gue gak enak, dia terus minta ketemu. Sekarang Bayu udah nunggu di coffe shop depan. Gimana?" tanya Dany panjang lebar. "Duhh.. Lu kan tahu gue gak suka acara ketemuan kayak gitu Dan. Gue skip deh, nanti gue bisa pulang sendiri pake ojol." memang dari dulu Lena selalu menolak ajakan ketemuan. "Ayolah, Na.. Please kali ini aja lu mau yah? Nanti biar ada alasan buat gue pulang, kalau bosan. Please, Na.. Kali ini aja ya?" ucap Dany memohon pada sahabatnya dengan wajah lucunya. "Kalau lu gak mau ketemu, ngapain diiyain sih Dan." "Mau gimana dia udah di depan, Na. Masak iya gue gak temuin, dikira sombong nanti, gak enak juga sama Argi. Masak temennya aku cuekin gitu." Dany masih memohon agar sahabatnya mau ikut. "Hmm, oke deh tapi janji jangan lama ya Dan, lu t
"Dan, ayah gue nelpon, balik yuk." ucap Lena tiba-tiba karena melihat ponselnya terus bergetar. "Hmm..okelah kita cabut dulu ya, sorry bokap Lena galak soalnya." ucap Dany mengakhiri obrolannya, Lena yang mendengarnya menyikut lengan sahabatnya. Memang ayahnya overprotektive, cuma menurut Lena tidak perlu harus memberitahu semua orang. "Baru aku mau ajakin kalian nonton, ada film seru baru tayang hari ini, gue traktir tiket masuknya, gmn?" Bayu menawarkan diri, demi mendekati Dany, wanita periang itu. "Lain kali aja bay, kami harus pulang." Lena menyela pembicaraan, sebelum Dany mengiyakan ajakan Bayu. "Wah sebenarnya sih gue mau, apalagi kalau gratisan gini, cuma bokapnya tuan putri sudah calling, kayaknya mesti ditunda deh Bay, gimana kalau besok? Tawaranmu masih kan sampai besok?" ucap Dany sambil menaik turunkan alisnya. "Besok? Coba gue cek dulu." Bayu mengeluarkan ponselnya dan mulai mengecek jadwal nonton untuk besok. "Na, lu ikut ya, kalau rame-rame kan seru."
Jarak antara sekolah dan gedung bioskop memakan waktu 45 menit, jalanan sedikit padat karena weekend. Ternyata gedung bioskop tersebut berada di dekat kampus dimana Septian menempuh pendidikannya. Mereka mulai memasuki gedung,dan tidak lupa memesan pop corn dan minuman soda. "Kita masuk duluan aja, temen gue ntar nyusul. Gue udah kasih tau dia." ajak Bayu sambil menenteng popcorn dan minuman yang dibeli. Kemudian memberikan popcorn dan minuman itu pada kedua gadis itu. Setelah menunjukan tiket masuk ke petugas mereka bertigapun mencari tempat duduk sesuai tiket yang dipesan. Posisi mereka duduk Bayu di ujung, Dany di tengah, dan Lena di sebelah Dany. Dany dan Bayu melakukan obrolan ringan sebelum lampu dipadamkan. Lena hanya memainkan ponselnya, menscroll sosial media. Tak lama lampu pun dipadamkan, menandakan film akan segera dimulai. Film yang mereka tonton berjudul 'Forest', film luar bergenre horor. Adegan pertama dari film tersebut sudah membuat Lena menutup matanya.
Saat berada di toilet wanita, kedua sahabat itu bergantian menggunakan toilet umum yang tersedia.Sambil menunggu temannya buang hajat, Dany berdiri di depan cermin wastafel, dan mulai memperbaiki bedak dan menambahkan lipstik nude yang sedikit hilang di bibirnya karena makan popcorn tadi.Beberapa saat kemudian Lena keluar dan berjalan menghampiri sahabatnya."Na, menurut lu gimana Bayu?" tanya Dany tiba-tiba, setelah melihat dari cermin Lena keluar dan menghampirinya. Lena berdiri di samping Dany dan mulai mencuci tangan dan mukanya."Menurut gue Bayu baik dan asyik orangnya. Dan gue pikir Bayu suka sama lu kayaknya." jawab Lena kemudian, sambil melap mukanya yang basah menggunakan tissu."Jujur, Na. Awalnya sih gue lebih tertarik sama Septian. Tapi kok gue ngerasa Septian cuek ke gue. Tiap gue kirim pesan ke dia, pesan gue dijawab singkat. Dan bahkan diabaikan." jelas Dany panjang lebar. Lena hanya memperhatikan temannya berbicara. Sambil mulai mengambil lipgloss di tas ranselnya d
Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d