Setelah pertemuan itu Argi mencoba menghubungi nomor Dany, karena waktu itu hanya Dany yang memberinya nomor telepon.
[Hai Dany, apa kabar? Gue Argi anak SMA Tunas harapan, masih ingat kan?] tulis Argi dalam pesannya. [Ingat donk, oke gue simpen nomor lu ya] Dany membalas pesan yang baru masuk lewat aplikasi hijau miliknya. [Apa kabar temen lu Dan?] [Temen gue? Siapa? Banyak sih temen gue.] balas Dany pura-pura tidak mengerti maksud pemuda itu, padahal sudah jelas temennya siapa lagi kalau bukan Lena. [Magdalena, boleh minta kontak dia?] Dany berpikir sesaat, memang dari awal dia bertemu dengan Argi, dia sudah menaruh perasaan lebih, ditambah lagi ketika mendengar suara serak khasnya sungguh siapa kaum hawa yang mampu menolak pesona itu. Namun kemudian dia berpikir untuk tidak egois, Lena adalah sahabatnya, kalau ada pemuda yang bisa membuat sahabatnya bahagia, maka Dany mampu mengalahkan rasa egoisnya, toh cinta tidak bisa dipaksakan begitu pikirnya. [Ada Gi, ini gue send kontak Lena] balas Dany akhirnya, kemudian dia mengirim kontak sahabatnya ke pemuda itu. Wajah Argi tersenyum bahagia, karena akhirnya ada jalan untuk mendapatkan hati gadis pujaannya. [Thank you Dan] balas singkat Argi mengakhiri obrolannya. Tanpa berpikir panjang dilihatnya kontak yang dikirim oleh Dany, dilihatnya foto profil yang tercantum, foto profil Lena yang tengah tersenyum manis. Sungguh pemandangan yang langka yang jarang ia temui, senyuman manis yang membuat Argi terus memikirkannya. Ya, Argi sudah jatuh cinta dan menginginkan gadis itu. Tanpa berpikir lama, dia langsung menelepon nomor Lena, berharap bisa mendengar suara gadis pujaannya itu. Sekali, panggilan tak terjawab, diulang sampai tiga kali, masih tak terjawab. Akhirnya dia mengirim pesan karena panggilan tak terjawab. [Halo, malam.. Lagi sibuk?] Semenit, dua menit, sampai sepuluh menit tidak ada jawaban. Namun Argi tetap menunggu dan menatap layar ponselnya yang masih menampilkan kontak Lena, kadang dia melihat foto profil Lena yang tidak bosan-bosannya untuk dipandang. Setelah tiga puluh menit akhirnya kontak gadis itu online, dan sedang mengetik. Itu berarti Lena tengah menjawab pesan dari Argi. Dengan hati berdebar Argi terus menunggu dan akhirnya. [Ya malam, maaf dengan siapa?] [Aku Argi anak SMA Tunas harapan,masih ingat?] [Oh iya] setelah cukup waktu berpikir dan mengingat, akhirnya Lena ingat dan dia membalas singkat. [Lena, sibuk? Aku ganggu ya?] pantang menyerah Argi mendekati gadis pujaannya itu. [Gak sih, ada apa Argi?] [Aku cuma ingin kenal sama kamu na, gak ganggu kan?] [Ya Argi.] Pesan berlanjut dari hari ke hari, dan hampir setiap hari Argi menghubungi Lena, dan dari jawaban Lena yang singkat-singkat, akhirnya Argi menawarkan diri untuk menjemput Lena sepulang sekolah keesokan harinya. Tapi dengan sopan Lena menolak dengan alasan tidak mau merepotkan. Tapi semangat Argi sangatlah besar untuk mendekati gadis itu, keesokan harinya dia berencana sepulang sekolah untuk menjemput Lena di sekolahnya, tentunya setelah mengorek informasi dari sahabatnya Dany. Setiap harinya Lena dan Dany selalu berangkat dan pulang sekolah bersama. Tapi hari itu Argi mengirim pesan ke Dany untuk meminta tolong agar dia bisa menjemput Lena dan mengantarnya pulang. Siang itu, setelah pelajaran berakhir. "Na, sorry nanti lu pulang sendiri ya, gue ada acara, lu pulang sendiri gak apa?" ucap Dany ketika jam sekolah berakhir "Acara apa Dan? Kok lu gak ngajak gue?" Lena tampak bingung, karena gak biasanya teman sebangkunya memiliki acara penting. "Acara percintaan, bosen gue jomblo terus, lu mau ikut?" cepat Dany berpikir dan akhirnya alasan itu yang terucapkan, karena yang dia tahu Lena tipekal orang yang tidak tertarik dengan acara ketemuan. "Oke deh gue skip, gue pulang naik ojol aja." ucap Lena kemudian mulai membuka aplikasi pemesanan driver online di ponselnya. "Ya udah gue duluan ya, Na." Dany pamit dan berlalu meninggalkan Lena yg masih berkemas. *** Dilain tempat Argi sudah memarkirkan mobilnya di sisi gerbang sekolah Harapan Jaya. Dia menunggu gadis pujaannya keluar dari sekolah. Beberapa saat kemudian dari kerumunan siswa-siswi yang berjalan keluar, Argi melihat sosok Lena yg berjalan sendirian, wajahnya yang ayu walaupun tidak ada senyum di bibirnya mampu membuat Argi semakin tersenyum bahagia. Bagi sebagian siswi yang melintasinya, sesaat terpana melihat Argi yang terlihat gagah berdiri disamping mobil hitamnya. Mereka saling berbisik, siapa kira-kira cewek yang ditunggu pemuda itu. Semakin lama langkah Lena mendekat ke gerbang sekolah, hingga akhirnya Argi memanggil nama gadis pujaannya. "Lena.." ucap Argi seraya melambaikan tangan ke arah Lena dengan mengeluarkan jurus andalannya, senyuman manis seorang Argi. Dan akhirnya terjawab sudah bisik-bisik siswi yang tadi membicarakannya. Lena sontak menoleh ke arah suara itu. "Argi? Ngapain kesini, ada perlu?" Lena tampak bingung dengan kehadiran Argi yang tiba-tiba di sekolahnya. "Aku datang jemput kamu, princess." ucap Argi percaya diri sambil berjalan menghampiri gadis itu "Oh aku udah ada yang jemput. Itu dia udah nungguin." Lena menunjuk ke arah seberang jalan, pada lelaki yang mengenakan jaket hijau bertuliskan gojek dengan helm yang sama warna hijau berlogo. Tanpa berpikir lagi, Argi menghampiri abang ojol dan merogoh uang di sakunya, berbicara sebentar ke abang ojol, dan memberinya uang, kemudian abang ojol pergi dengan motornya. Lena semakin bingung, Argi yang melihat raut bingung Lena menghampiri gadis itu kembali. "Kamu pulang sama aku ya, please kali ini jangan tolak ya." disatukannya kedua tangan di depan dada untuk memohon. Lena tampak berpikir, karena tidak mau mengecewakan pemuda itu, akhirnya dia mengiyakan permintaannya. 'Yes! ' batin Argi bersorak, dengan semangat dibukakannya pintu mobil untuk Lena, ketika sudah memastikan gadis itu duduk dengan nyaman, dia tutup pintu mobil kemudian berlari kearah kemudi. "Ok let's go" Mobil pun mulai berjalan meninggalkan area sekolah. ***Selama perjalanan banyak hal yang dia ingin tahu tentang Lena gadis pujaannya. Banyak pertanyaan yang diucap oleh pria tampan di balik kemudi itu, namun Lena menjawab dengan singkat. Membuat Argi semakin penasaran. Tapi lumayan info yang dia dapet dari obrolan singkat itu. Dari obrolan itu, Argi jadi tahu kalau gadis itu suka nonton film, suka melihat konser. Dan itu nantinya yang bakal dipakai Argi sebagai senjata untuk mendekati gadis cantik itu. "Gi, turunin di depan gang aja ya, rumahku deket dari gang itu." ucap Lena sambil menunjuk kedepan jalan. "Btw, aku gak diijinkan mampir nih ke rumahmu?" Argi menepikan mobilnya di pinggir gang yang ditunjuk lena. "Ayahku galak Gi, aku takut dia marah karena pulang dianter cowok." Lena menoleh ke samping menatap cowok di balik kemudi itu. "It's okay, nanti lanjut di chat ya." Argi segera turun dari mobil, memutari Mobil membukakan pintu untuk gadis pujaannya. Lenapun keluar dari mobil menenteng tas ranselnya dan berpamitan pada
Sesampainya di rumah, Argi memarkirkan mobilnya di halaman rumah bertingkat dua itu. Kemudian keluar dari mobil dan mulai memasuki rumah. Karena hati yang terlampau bahagia, suara mama Lina yang menyapanya tidak dia dengar. Argi berlalu menuju tangga dan masuk dalam kamarnya, mengunci pintu kamarnya lalu meraih ponsel dan membaringkan tubuhnya di kasur empuk itu. Dia membuka ponselnya dan mulai mengirim pesan pada gadis pujaannya. [Tuan putri, lagi apa?] Menunggu sampai beberapa menit tidak ada balasan, pemuda itu tengah menatap foto profil Lena. Sambil menunggu balasan dari gadis itu. Tiga puluh menit kemudian Lena membalas pesannya. [Baru selesai makan. Kamu udah sampai rumah?] Balasan Lena. [Sudah baru aja sampai. Nanti sore ada waktu gak?] Pemuda itu dengan cepat membalas pesan tanpa menyia-nyiakan waktu. [Next time aja ya, hari ini aku gak bisa keluar.] [It's ok Beby, kapan ada waktu kabarin ya.] [Ok, aku tidur siang dulu, Gi.] [Selamat tidur princess.
Dua wanita beda generasi itupun terlibat obrolan. Obrolan mereka tentang drama korea, Lena bisa mengimbangi obrolan dengan mama Lina. Karena wawasannya tentang drama korea cukup banyak. Apalagi Dany sering mengajaknya menonton bersama. Menonton beberapa film korea yang sedang naik daun, walaupun itu bukan tontonan favorite Lena. Namun dia tetap menemani sahabatnya. Tanpa terasa hari sudah larut, karena terlalu asyik nonton drama Korea menemani mama Lina, Lena jadi lupa waktu. Lena pun ijin untuk ngomong berdua dengan Argi. "Gi, udah larut, anterin aku pulang, aku takut ayah marah." "Sayang,aku anterin sampai rumahmu ya,nanti aku yang omong sama ayahmu, biar kamu gak dimarahin." "Jangan Gi, belum waktunya, kita masih SMA, pasti ayah marah, dia pasti berpikir yang bukan-bukan, apalagi ini udah larut." jelas Lena dengan suara pelan. "Biar mama yang ikut anterin Lena pulang Nak, mama yang nanti jelasin ke orangtuanya Nak Lena" ucap mama Lina memotong pembicaraan. Sebenarnya dari
"Sorry my princess." masih dengan senyumnya yang menawan, bukannya merasa marah atau kecewa namun Argi semakin gemas melihat sikap santun kekasihnya. "Baiklah, ayo kita pulang sayang, aku antar kamu." pinta Argi pada kekasihnya, memandang wajah Lena yang tidak pernah bosan untuk dipandang. "Hhuuuhh seperti dunia milih berdua yang lain ngontrak." Dany mengejek pasangan yang berdiri di depannya, kadang dia merasa iri dengan sahabatnya ini. Mempunyai pacar yg romantis tak kenal situasi. "Dan, gue pulang ya udah sore nih." Lena menoleh ke arah sahabatnya. "Okey, princess." ucap Dany menirukan panggilan Argi ke Lena. Dany mengangkat jempol tangannya kearah sahabatnya, kemudian mengantar mereka keluar rumah. Lena dan Argi berpamitan, kemudian mulai menaiki mobil, seperti biasa Argi membukakan pintu mobil untuk kekasihnya, memastikan wanita itu duduk dengan nyaman, lalu dia memutari mobil dan duduk dibalik kemudi, sementara Septian dan Bayu duduk di kursi belakang. Di dalam mobil
Ketika keluar dari kelas, ternyata di luar hujan mulai turun, sehingga agak sulit mencari driver pelaksana. Ditambah sinyal ponselnya yang sering hilang karena pengaruh cuaca buruk. 'Duh gimana aku pulangnya' ucap Lena dalam hati, dia berlari berlindung di warung depan gerbang sekolahnya. Karena sebentar lagi bapak satpam akan menutup gerbang sekolahnya. Lima belas menit menunggu hujan tak kunjung reda, dilihatnya baterai ponsel juga sudah 1%. Dia melihat disekitarnya, masih ada beberapa siswa sekolahnya yang sama dengan dia, berteduh menunggu hujan reda. Dia melihat dari arah barat seorang pemuda yang menaiki vespa klasik berwarna cokelat, memakai helm retro model pilot. Kemeja pemuda itu basah, dia memarkirkan motor vespanya dan berlari ke arah warung yang sama dimana tempat Lena berteduh. Sesaat Lena memandang wajah pemuda itu yang seperti tidak asing. Ketika pemuda itu membuka helm pilotnya, menampilkan wajahnya yang putih, dengan dihiasi sedikit jambang di bagian dagu dan
Semenjak kejadian itu, entah kenapa perasaan Lena sering tidak fokus. Wajah pemuda berambut ikal panjang sebahu itu selalu mengisi pikirannya. Lena akhir-akhir ini sering mengabaikan pesan dan panggilan dari Argi, entah mengapa. [Sayang, kenapa cuma diread pesanku? Apa kamu marah?] begitu isi pesan Argi Karena merasa tidak enak hati, akhirnya Lenapun membalas pesan itu. [Maaf Gi, tadi lagi ngobrol sama ayah dan ibu. Kapan kamu balik ke rumah?] Lena terpaksa berbohong, padahal seharian ini dia hanya menghabiskan waktunya di kamar dengan pikiran-pikiran yang membuatnya bingung dengan perasaannya sendiri. Tanpa menunggu waktu yang lama Argi membalas pesan gadis yang amat dirindukannya. [Kemungkinan lusa aku balik. Nunggu keadaan Oma baikan. Kamu mau aku belikan sesuatu, sayang?] [Jangan Gi, aku tidak mau merepotkan.] [Hmm, boleh aku videocall?] tanya Argi dipesan yang dia ketik. [Gi, maaf aku lagi di rumah takut kedengaran ayah, kamar ayah ada di sebelah kamarku] jelas Len
Sementara itu di dalam kelas, pelajaran sudah usai, guru pun sudah meninggalkan kelas. "Na, lu mau ikut gak? Gue ada janji sama Bayu, temen cowok lu itu. Sekali-kali ikut yuk, biar gue ada alasan buat pulang nanti. Gue gak enak, dia terus minta ketemu. Sekarang Bayu udah nunggu di coffe shop depan. Gimana?" tanya Dany panjang lebar. "Duhh.. Lu kan tahu gue gak suka acara ketemuan kayak gitu Dan. Gue skip deh, nanti gue bisa pulang sendiri pake ojol." memang dari dulu Lena selalu menolak ajakan ketemuan. "Ayolah, Na.. Please kali ini aja lu mau yah? Nanti biar ada alasan buat gue pulang, kalau bosan. Please, Na.. Kali ini aja ya?" ucap Dany memohon pada sahabatnya dengan wajah lucunya. "Kalau lu gak mau ketemu, ngapain diiyain sih Dan." "Mau gimana dia udah di depan, Na. Masak iya gue gak temuin, dikira sombong nanti, gak enak juga sama Argi. Masak temennya aku cuekin gitu." Dany masih memohon agar sahabatnya mau ikut. "Hmm, oke deh tapi janji jangan lama ya Dan, lu t
"Dan, ayah gue nelpon, balik yuk." ucap Lena tiba-tiba karena melihat ponselnya terus bergetar. "Hmm..okelah kita cabut dulu ya, sorry bokap Lena galak soalnya." ucap Dany mengakhiri obrolannya, Lena yang mendengarnya menyikut lengan sahabatnya. Memang ayahnya overprotektive, cuma menurut Lena tidak perlu harus memberitahu semua orang. "Baru aku mau ajakin kalian nonton, ada film seru baru tayang hari ini, gue traktir tiket masuknya, gmn?" Bayu menawarkan diri, demi mendekati Dany, wanita periang itu. "Lain kali aja bay, kami harus pulang." Lena menyela pembicaraan, sebelum Dany mengiyakan ajakan Bayu. "Wah sebenarnya sih gue mau, apalagi kalau gratisan gini, cuma bokapnya tuan putri sudah calling, kayaknya mesti ditunda deh Bay, gimana kalau besok? Tawaranmu masih kan sampai besok?" ucap Dany sambil menaik turunkan alisnya. "Besok? Coba gue cek dulu." Bayu mengeluarkan ponselnya dan mulai mengecek jadwal nonton untuk besok. "Na, lu ikut ya, kalau rame-rame kan seru."
Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d