Share

Bab 80

Penulis: dwi23end
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-31 23:40:53

"Aku sudah tahu semuanya Bi. Ganis adalah wanita yang selama ini aku cari. Yang diselamatkan Pak Dirman hampur 7 tahun lalu. Kita pernah bertemu saat aku mendatangi rumah pak Dirman. Anda masih ingat?" ucap Ramon dengan tatapan tajam. Tangan Bi Sunnah bergetar. Sungguh bagaimana ia bisa berbohong bila menghadapi pria beraura sekuat ini. Ia merasa serba salah. Ia menautkan kedua tangannya agar sedikit tenang.

"Entahlah aku mungkin sudah lupa. Itu sudah lama sekali," seru Bi Sunnah menunduk.

"Tadinya aku juga lupa. Tapi setelah Givani tadi malam mengirimkan foto kakaknya yang bernama Ganis aku jadi ingat dan mengaitkan semua kejadian. Givani adalah anakku. Bi Sunnah tak bisa menyembunykannya lagi dari aku," ucap Ramon mulai tak bisa menahan perasaannya. Bi Sunnah bisa melihat raut kesedihan di wajah pria itu.

Bi Sunnah semakin merasa serba salah. Bagaimanapun pria di depannya itu punya hak untuk tahu kalau Givani memang darah dagingnya.

"Bi aku mohon kenapa Ganis begitu tega kepada
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 81

    Ganis mematut dirinya di depan kaca. Hari ini adalah hari pertamanya kerja di perusahaan KIMIA motors. Ia sudah memakai setelan barunya. Ia juga telah memulas wajahnya dengan make-up tipis dan menguncir rambutnya rapi ke belakang. Semua sudah sempurna. Waktunya berangkat. Ia menatap sekali lagi wajahnya dan ia merasa puas. Ia meraih tasnya dan tak lupa meraih ponselnya. Ada pesan masuk. Dari pria mesum itu lagi. Kenapa pria itu jadi terus mengiriminya pesan. Minta diblokir mungkin. Ia iseng membaca pesan pria itu. 'Hai Ganis manis udah cantik belum? mau kerja yang semangat ya,' Receh banget pikirnya. Pesannya juga hampir sama seperti tadi malam. Ia pun segera memblokir nomer pria itu. Sudah aman. Pria itu tak akan mengganggunya lagi dengan pesan tak penting. Ia segera keluar kamar dan bergegas menuju stasiun kereta api terdekat. Pagi itu seperti biasa semua orang sudah ramai untuk pergi bekerja. Tak pernah hatinya sesemangat ini. Ia menatap semua orang dengan penuh minat. Ia nyaris

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-02
  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 82

    "Tapi harus belajar merawat sendiri lho ya, jangan mengharapkan ibu saja," ucap Ganis akhirnya. Ia masih berusaha menepis ingatannya tenang Katy kucingnya dulu. Bukankah Katy itu nama yang umu untuk kucing. Bisa saja nama kucing itu cuma kebetulan sama dengan kucingnya. "Asyik. Aku punya kucing!! Bino. Ya aku beri nama kucing ini Bino. Gimana menurut kakak? bagus,kan?" seru Givani kegirangan sambil menciumi kucing itu. "Ya nama yang bagus. Ya sudah kalau begitu kakak sekarang mau istirahat. Sudah dulu ya," ujar Ganis mengakhiri Video callnya. Givani itu ada-ada aja kelakuannya. Givani menutup panggilan Videonya dengan senyuman cerah. Ia baru sadar ibunya yang tadinya berada di ruangan sudah tak ada."Ibu, aku dikasih ijin sama kak Ganis!!" teriaknya sambil berjalan menuju dapur. Ia melihat ibunya sedang membongkar belanjaan yang lumayan banyak. Hari ini mereka baru saja belanja bersama paman Gisel. Paman itu sangat baik sekali. Saat belanja tadi ia diperbolehkan mengambil sebanyak

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-03
  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 83

    Bi Sunnah langsung terbangun dari tidurnya mendengar pekikan Givani. Ramon yang saat itu tertidur di Sofa terlonjak kaget. Keduanya spontan berlari ke arah kamar Givani. Mereka saling tatap untuk beberapa saat melihat Givani yang sudah bangun dengan wajah ngeri."Katakan ini bukan mimpi, kan Bu?" teriak Givani langsung masuk ke dalam pelukan Bi Sunnah. Ia menyembunyikan mukanya ke dada wanita paruh baya itu. "Ada apa Vani? kenapa kau ketakutan? apa kau mimpi buruk?" tanya Ramon merasa aneh. Kenapa tidur di kamar impian malah mimpi buruk. Bi Sunnah langsung mengelus kepala dan punggung Givani untuk menenangkannya. "Kenapa kau meyembunyikan mukamu sayang?" seru Bi Sunnah tersenyum penuh kesabaran. "Ibu, aku takut. Aku masuk dunia barby. Aku tadi terbangun dalam kamar barby. Apa kamar barbynya sudah lenyap?" tanya Givani kini menutup mukanya dengan kedua belah tangannya. Ramon kini paham. Perlahan ia pun mendekati Givani dan berjongkok di depannya. Ia mengulurkan tangannya dan menco

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-07
  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 84

    "Sudah Givani. Makan yang benar. Jangan bicara aneh-aneh," ujar Bi Sunnah membuat Givani kembali konsentrasi pada makanannya. "Makan yang banyak Vani," ucap Ramon mengelus kepala Givani dengan sayang. Ramon juga sudah berusaha untuk mendekati Ganis. Meskipun usahanya tak digubris sama sekali. 2 nomer ponselnya malah diblokir. Ia mencoba mengirim pesan romantis pada Ganis dengan memakai jasa mesin pencarian. Bukannya membuat Ganis terkesan malah membuatnya tak suka. Ia akan berpikir lagi untuk bisa menjadi akrab dengannya. Ternyata PDKT itu lumayan sulit daripada menjalankan perusahaan. "Bi aku pergi dulu. Vani Paman mau keluar. Apa kau mau titip makanan atau apapun?" tanya Ramon sebelum pergi."Paman belikan aku permen karet. Aku mau belajar meniupnya dari mulutku," kata Givani yang masih penasaran. "Tidak boleh," ucap Ramon tegas. Bayangan permen karet itu tertelan oleh Givani langsung terlintas di pikirannya."Ayolah Paman," rengek Givani. Ramon menggeleng. Ia tak mau putri kesa

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-07
  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 85

    Ramon segera menghubungi orangnya yang ada di Jepang. "Awasi lebih ketat kedua orang itu!" perintah Ramon menahan perasaan cemburunya. Ia harus bersabar sedikit lagi. Sebenarnya ia sangat ingin terbang langsung ke Jepang dan langsung berterus terang pada Ganis. Tapi ia pikir ini bukan waktu yang tepat. Ia masih belum bisa meraih hati Ganis. Ia tak mau usahanya beberapa hari ini dengan penolakan menyakitkan ibu dari Givani itu. Saat pikirannya lagi galau memikirkan Ganis yang kini mulai berani bercumbu dengan pria lain ponselnya berdering. Ia langsung mengangkatnya. Dari rumah sakit yang memeriksa DNA Givani. "Pak Ramon hasil tesnya baru saja kami kirimkan secara resmi ke ponsel bapak. Dokumen cetaknya akan kami kirimkan segera," ujar kepala divisi lab rumah sakit. "Ya terima kasih Pak," kata Ramon menjadi tak sabar untuk melihat hasilnya. Meskipun ia bisa menduga hasilnya tapi tak urung jantungnya sedikit berdebar. Ia pun membuka dokumen yang baru masuk melalui ponselnya. Hasil

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-09
  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 86

    Ganis mencoba untuk rileks saat Minori mulai check in sebuah hotel. Hatinya masih ragu, tapi ia akan mencoba untuk menghadapinya. Minori tak henti-hentinya menatap Ganis dengan penuh minat. Belum pernah ia menginginkan wanita sebesar ini. Mereka kemudian berjalan menuju lift. Di dalam lift Minori meremas jemari Ganis. Ganis hanya tersenyum kecil sambil membenahi detak jantungnya yang tak karuan. "Jangan takut. Kurasa ini bukan pertama kali buatmu," ucap Minori mengelus punggung tangan Ganis. Ganis mengangguk meremas ujung gaunnya.Beberapa saat kemudian pintu lift pun terbuka. Minori segera mengajak Ganis menuju kamar yang ia sewa. Ganis tiba-tiba ragu. Apakah ini sudah benar untuknya. Tiba-tiba perkataan Ramon 7 tahun lalu terngiang dalam pikirannya."Nis jangan pernah ijinkan pria menyentuhmu jika tak ada kepastian pria itu akan menikahimu," Minori membuka pintu kamar dengan kunci yang dipegangnya. "Masuklah," kata Minori dengan lembut. Perlahan Ganis pun masuk. Ia merasa ia tak

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-10
  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 87

    Ganis menatap ke arah sopir. Mungkin ia bisa menanyakan padanya."Maaf apa aku mengenal siapa yang menyuruhmu?" tanya Ganis. "Saya hanya mendapat perintah untuk mengantarkan anda pulang. Tolong beritahu alamat anda," kata sopir itu dengan bahasa resmi dan sopan.Ganis hanya bisa mendesah dalam. Yang terpenting sekarang ia telah bebas dari Minori. Tadi itu seperti mimpi saja. Matanya kini panas dan ia mulai menangis pilu. Seharusnya ia tahu kalau hatinya tak akan bisa berpaling dari cinta Ramon. Harusnya ia tak terlalu memaksakan diri. Entah sampai kapan ia akan terkena kutukan cinta pada pria bule itu. Minori bukan pria yang tepat untuknya. Ia berdoa semoga suatu saat ia akan menemukan pria itu. Pria yang akan memberinya kesempatan untuk secara perlahan mengenal rasa cinta yang baru. Pria yang dengan penuh kesabaran menumbuhkan perasaan cinta. "Nona kita sudah jauh. Dimana alamatnya?" kata sopir itu membuyarkan lamunan Ganis.Ganis segera mengusap sisa airmatanya dan menyebutkan ala

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-11
  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 88

    "Nis. Terus terang aku tertarik denganmu. Jangan marah!" Ganis menggeleng makin tak mengerti dengan tingkah pria di ujung ponsel itu yang tambah di luar nalar. "Aku akan menemuimu secara langsung. Kita berkenalan," kata Ramon tidak bisa menahan diri lagi. "Ok. Aku juga penasaran dengan rupa dan penampilanmu," kata Ganis tak urung juga harus berterima kasih karena pria ini telah menyelamatkannya dari Minori. "Kita akan tentukan waktu dan tempatnya," sahut Ramon. "Aku punya waktu di akhir minggu," jawab Ganis. "Aku akan melihat jadwalku dulu. Aku akan menghubungimu kalau aku akan berangkat ke Jepang," sahut Ramon tentu saja tak bisa secara tiba-tiba berangkat ke Jepang. "Kita masih punya banyak waktu. Aku akan berangkat kerja. Hmm terima kasih untuk semalam," tukas Ganis agak pelan. Ramon tersenyum lebar. Akhirnya Ganis mengakui jasanya tadi malam. "Ya berangkatlah. Hati-hati dengan orang Jepang itu. Jangan memberi kesempatan pada cowok jika kamu belum benar-benar bisa se

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-12

Bab terbaru

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 120

    Seperti kilatan mimpi upacara pernikahan berlangsung singkat dan mengundang haru. Pestanya di halaman panti, tamunya semua anak panti dan juga penduduk sekitarnya. Bagi Ganis ini sudah lebih dari cukup. Ia sempat mengira Ramon akan memberikannya pesta bak miliarder di ballroom hotel dengan tamu ribuan mengingat status Ramon. Alih-alih pria itu memberinya pesta yang intimate dan membuatnya meneteskan air mata. Tak ada pendeta yang ada Ramon mengundang petugas catatan sipil untuk memberikan surat nikah untuk ditandatangani. Mungkin Ramon ingin menghormatinya karena dirinya secara identitas juga beragama islam. Tak sampai di situ karena di negara ini tak diizinkan ada pernikahan beda agama Ramon mengganti agamanya menjadi islam di atas kertas.Ganis tahu semua mata yang hadir mendoakan kebahagiaan mereka begitu tulus. Bu Panca berulang kali mengusap matanya dengan sapu tangan. Beberapa pegawai panti ikut terharu. Lain halnya para anak. Mereka menyanyikan lagu wedding penuh semangat denga

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 119

    Setelah perjalanan yang lumayan membosankan terbang dari Barcelona ke Indonesia pagi itu Ganis sampai kembali di tanah air. Ia menghembuskan nafas dalam sambil menyeret kopernya menuju peron bandara. Kali ini ia akan benar-benar pulang. Setelah sekian lama merantau ke luar negeri.Ia tersenyum tatkala ia tak melihat seorang pun menjemputnya. Biasanya bibi Sunnah dan juga Givani yang akan menyambutnya. Ia tak tahu harus bersyukur atau tidak. Ternyata Ramon tak menjemputnya dan juga Givani. Mereka juga tak menghubunginya. Belum selesai rasa keheranannya tiba tiba seorang pria berbadan tegap menghampirinya"Anda harus ikut kami.Anda Ganis, bukan?" "Ya benar. Anda siapa kok saya harus menuruti anda?" tanya Ganis sama sekali tak bergeming dari posisinya."Saya suruhan pak Ramon," ucap pria itu membungkuk hormat dan meraih koper Ganis. Ganis mendesah pelan dan mengikuti kemana pria itu.Ganis tak banyak bertanya meskipun pria itu membawanya ke daerah yang sama sekali tak dikenalnya. Mungk

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 118

    Terdengar suara panggilan dari pengeras suara. Mereka harus segera naik pesawat. "Kita bisa menundanya besok," kata Ramon masih menggenggam tangan Ganis. Givani tersenyum jahil pada Ganis."Tak perlu Ayah. Salah sendiri kakak tiba-tiba mau ikut," serunya membuat Ganis tak bisa menahan diri untuk tidak mencubit pipi Givani. "Ok. Aku bisa menyusul kalian besok. Aku juga harus membereskan pekerjaanku sekalian aku ingin ziarah ke makam bi Sunnah. Jadi sekarang berangkatlah anak centil," ucap Ganis gemas. "Ku tunggu Nis," ucap Ramon seolah begitu berat melepaskan tangan Ganis."Ayah, jangan lebay ah," decak Givani berjalan lebih dahulu. Mereka pun berciuman sebentar dan melambaikan tangan. Ramon segera di dorong oleh perawat dan Raffi.Hari itu setelah Ganis pamit pada rekan kerja dan atasannya ia mengunjungi makan bibi Sunnah dengan ditemani Shawn dan juga bibi Merry."Aku ingin memindahkan makamnya ke Indonesia sebenarnya," kata Ganis ketika mereka dalam perjalanan pulang."Kalau kau

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 117

    Ramon menatap muram cincin berlian di tangannya. Detik demi detik berlalu. "Ramon," suara Ganis akhirnya terdengar. Ramon melihat wajah Ganis yang tampak ragu. "Bagaimana Nis?" tanya pria itu kini semangatnya mulai mengendur. "Cincinnya sangat bagus dan aku senang kakak melamarku. Tapi untuk menikah aku butuh waktu lagi. Kau tahu pekerjaanku," seru Ganis tercekat. Hatinya kini sedang bergulat hebat. "Tak apa. Aku akan menunggu. 7 tahun masih ditambah lagi beberapa tahun juga tak apa. Asal pada akhirnya kau bersamaku. Tapi apakah Givani bisa menunggu dan memahaminya," ujar Ramon perlahan meraih tangan Ganis yang menggenggam erat sisi kemejanya. Ganis tak punya kekuatan untuk menarik tangannya dan menolak saat Ramon mengecup punggung tangannya dan menatapnya dalam. Dalam sekejap mata cincin berlian itu kini sudah melingkar indah di jarinya. Air mata Ganis luruh. Ramon segara menarik tubuhnya ke dalam pelukannya. "Kau milikku. Dari dulu Nis," bisik Ramon di telinga Ga

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 16

    Ganis merasa cepat atau lambat memang ia harus segera memutuskan. "Aku akan pikirkan. Aku akan segera mandi. Waktunya untuk bekerja," seru Ganis kemudian dengan cepat mengancingkan baju Ramon. Ramon hanya mengangguk tak mau terlalu menekan Ganis. Saat Ganis selesai membersihkan diri rupanya Givani, Shawn dan juga bibi Merry sudah datang termasuk juga asisten Ramon. "Kak kata Ayah besok aku akan pulang. Aku juga harus sekolah. Kakak ikut kan? Sekarang sudah tidak ada lagi ibu," tukas Givani dengan wajah sedihnya. Ganis menjadi tak enak."Kakak tidak bisa untuk langsung berhenti bekerja sayang. Beri kakak waktu " seru Ganis sambil mengelus rambut putrinya. Ramon memandang Givani"Vani jangan desak ibumu," seru Ramon tegas. Givani pun mundur dan kembali ke dekat Ramon. Ia pun terdiam dan tak banyak bicara lagi. Suasana hangat menjadi sedikit tegang."Ayo kita sarapan di kantin. Biar Shawn membawa Ramon ke toilet dulu," kata bibi Merrymengajak Ganis dan juga Givani. Setelah sarapan

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 115

    Ciuman itu berlangsung pelan dan intens. Pikiran Ganis kosong Telapak tangan Ramon mengelus pinggang dan punggungnya pelan. Ganis tak bisa menutupi perasaannya lagi. Senikmat ini bersama dengan orang benar-benar dicintai. Saat keduanya tengah tenggelam saling menghisap dan melumat, sebuah suara langsung menghentikan mereka. "Astaga! Apa kalian sudah tak bisa menahannya sama sekali Pintu ini terbuka. Bagaimana kalau ada perawat masuk," seru Shawn yang harus kembali untuk mengambil tasnya yang tertinggal. Keduanya perlahan saling menjauhkan diri. Rasanya Ganis ingin menghilang saja saking malunya. Seperti perempuan tak berhati saja. "Kau kembali," ucap Ganis dengan risih. Ramon sendiri tampak santai dengan menyentuh bibirnya dengan jemarinya. Shawn menahan perasaannya untuk tidak menonjok kakaknya itu. "Ada yang ketinggalan. Nis apa kau sudah makan?" tawar Shawn yang sengaja mengajaknya karena ingin berbicara dengannya. "Belum. Ayo pergi makan," ajak Ganis buru-buru bera

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 114

    "Sebaiknya kau harus membiasakan diri dengan perawat. Aku tak bisa terus-terusan merawatmu. Aku juga harus bekerja. Aku masih pegawai magang. Jadi tak bisa sembarangan libur," ucap Ganis berusaha mengendalikan dirinya dengan melepas baju Ramon dengan cepat. Walhasil Ramon mengernyit kesakitan. Pergerakan sedikit saja sudah berefek pada otot kaki dan tangannya yang sedang di gips. "Kau mau menyiksaku!" ucap Ramon dengan wajah keras."Kau mengada-ngada. Pakai sendiri saja kalau bisa," seru Ganis menyodorkan pakaian ganti dan beranjak duduk di sofa sambil mulai menyalakan TV. Ramon tak bergeming sedikitpun. Malah dengan tangan kanannya yang sehat ia meraih ponselnya dan segera berbicara dengan bawahannya tentang semua pekerjaannya yang semuanya harus terbengkalai. Ramon menghubungi asistennya dan juga sekretarisnya Mara. Ia meminta Mara untuk mengatasi semua pekerjaannya selama ia belum bisa kembali ke Indonesia. Sementara asistennya Raffi ia perintahkan untuk segera terbang ke Spanyol

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 13

    Ganis pergi menuju bangsal dimana Ramon di rawat. Dengan kekayaannya sungguh Ramon tak membutuhkan dirinya. Ia hanya perlu memancing Ramon untuk mengusirnya sehingga ia bisa menghindar dari keharusan untuk menungguinya. Dengan begitu Givani tak lagi bisa menyudutkannya agar mau merawat Ramon.Sesampai di depan bangsal ia sedikit terpana melihat beberapa orang berjas hitam layaknya pengawal sedang mondar-mandir di dekat pintu kamar. Apakah orang orang ini adalah pengawal dan suruhan Ramon pikir Ganis memutuskan untuk segera masuk saja. Bayangan seorang pasien yang kesepian dan menyedihkan seperti bayangan Givani tak terjadi pada Ramon. Ganis melihat Ramon kini dikelilingi beberapa orang. Ganis tak asing dengan mereka.Mereka adalah Sir Ferguso beserta keluarganya. Perlahan Ganis mundur untuk berbalik. Tapi wanita cantik sang pengantin baru yang merupakan anak Sir Ferguso memergokinya."Hai, kau darimana? Bukankah kau seharusnya ada di samping kekasihmu saat ini?" ucap wanita itu denga

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 112

    Seorang dokter keluar dari ruang operasi. Shawn yang mewakili sebagai keluarga mengikuti dokter masuk ke ruangan dokter. Ganis yang baru saja tiba berusaha mencegah Givani untuk ikut masuk ke dalam ruangan. "Dia Ayahku. Aku juga berhak tahu keadaanya," sahut Givani tak bisa menahan perasaannya."Aku tahu kamu sangat menyayangi Ayah. Apa dokter akan mau menceritakan semuanya pada anak umur 7 tahun? tentu saja tidak. Meskipun mungkin kau cukup pintar. Tetap saja kau tak bisa menandatangi persetujuan atas tindakan dokter," seru Ganis kini menjadi tak sabar. Givani menghempaskan tubuhnya di sofa depan ruang ICU."Aku harap setelah ini kakak segera saja melanjutkan acara pernikahan kakak dengan Shawn," seru Givani dengan wajah tertekuk. "Bagaimana bisa kau mengatakan itu. Sementara bibi Sunnah baru saja meninggal," seru Ganis mengelus dada menahan emosinya. Ganis menatap wajah Givani yang mengeras. Ganis pun perlahan berjalan menuju ruang dokter. Ia tak ingin memperpanjang perdebatan l

DMCA.com Protection Status