"Nis. Terus terang aku tertarik denganmu. Jangan marah!" Ganis menggeleng makin tak mengerti dengan tingkah pria di ujung ponsel itu yang tambah di luar nalar. "Aku akan menemuimu secara langsung. Kita berkenalan," kata Ramon tidak bisa menahan diri lagi. "Ok. Aku juga penasaran dengan rupa dan penampilanmu," kata Ganis tak urung juga harus berterima kasih karena pria ini telah menyelamatkannya dari Minori. "Kita akan tentukan waktu dan tempatnya," sahut Ramon. "Aku punya waktu di akhir minggu," jawab Ganis. "Aku akan melihat jadwalku dulu. Aku akan menghubungimu kalau aku akan berangkat ke Jepang," sahut Ramon tentu saja tak bisa secara tiba-tiba berangkat ke Jepang. "Kita masih punya banyak waktu. Aku akan berangkat kerja. Hmm terima kasih untuk semalam," tukas Ganis agak pelan. Ramon tersenyum lebar. Akhirnya Ganis mengakui jasanya tadi malam. "Ya berangkatlah. Hati-hati dengan orang Jepang itu. Jangan memberi kesempatan pada cowok jika kamu belum benar-benar bisa se
Keesokan harinya di tempat kerja tibalah saat pengumuman siapa yang akan maju untuk magang langsung di motor GP. Tanpa di duga Ganislah yang terpilih bersama salah satu kandidat lain yaitu pria jepang bernama Kosuke. Ia nyaris tak percaya karena ia tahu semuanya sangat layak untuk lolos. Walaupun kenyataanya dia sangat berharap dirinyalah yang terpilih diantara yang lainnya yang semuanya laki-laki. Saat pulang semuanya mengucapkan selamat padanya. Minori tampak dingin dan tak mengucapkan sepatah katapun. Orang-orang jadi tahu kalau telah terjadi sesuatu diantara Minori dan Ganis. Ganis sendiri juga bingung harus bagaimana menghadapi Minori. Teman-teman akhirnya memberi kesempatan untuk mereka berdua saling bicara setelah semuanya pulang. Ganis duduk berhadapan dengan Minori. Keduanya lama dalam kecanggungan sebelum kemudian Minori memutuskan untuk bicara terlebih dahulu. "Kenapa kamu tiba-tiba pergi . Aku tak tahu apa yang salah. Sepertinya kau tampak menikmati semuanya. Aku hampir
Givani mengedipkan mata besarnya menunggu jawaban dari ketiga orang dewasa di hadapannya."Givani sayang apa kau sudah selesai bermain dengan teman-teman?" tanya Bi Sunnah mencoba mengalihkan pembicaraan. Bu Panca tersenyum. Ramon langsung bangkit menghampiri putrinya seraya mengelus rambutnya."Aku main petak umpet. Kebetulan aku mencari tempat sembunyi dan aku sampai di sini. Aku mendengar namaku dan juga kakak disebut-sebut. Apakah benar kalau Paman akan menikah dengan kak Ganis?" tanya Givani lagi makin penasaran. "Kau tahu kakakmu tak menyukaiku bukan? jadi mana mungkin itu Givani," kata Ramon memutuskan untuk tidak bercerita apapun dulu pada Givani. "Kau mungkin salah dengar tadi," sahut Bi Sunnah. Givani tampak berpikir sejenak."Ya mungkin aku salah dengar," tukas Givani kemudian berbalik hendak melanjutkan bermainnya. "Givani tolong bilang pada anak-anak untuk berkumpul di ruang makan. Sudah waktunya makan malam," kata Bu Panca. Givani langsung mengangguk."Ayo kita makan
"Jangan GR ya. Siapa yang melanggar privasi di sini. Diam-diam mengambil foto tanpa ijin pemilik apa itu dibenarkan?"sergah Ganis berusaha merebut kamera itu dari tangan pria itu. Pria itu tersenyum ramah. "Maaf kalau begitu. Gimana kalau kita kenalan saja. Biar kita jadi teman. Bukankah seorang teman boleh mengambil foto temannya," ujar pria itu berusaha menjauhkan kameranya dari Ganis. "Kita kenalan tapi syaratnya hapus dulu fotoku, Setelah itu aku yang memuruskan apa kau layak jadi temanku," ujar Ganis tak berusaha merebut kamera itu lagi. Tangannya bersedekap di dada sambil menatap tajam pria di hadapannya. Pria itu berkulit coklat, rambutnya kemerahan dengan mata coklat gelap. Bentuk wajahnya sangat mirip dengan Marco. Hanya saja kulitnya sedikit lebih terang, tubuhnya lebih berisi dan tak ada gigi gingsul saat ia tersenyum. "Syarat yang menarik. Tapi kayaknya aku nggak setuju. Aku harus pergi dulu. Oh iya namaku Shawn kalau kau ingin tahu," ucap Pria itu langsung berbalik dan
"Vani apa kau tak tahu kalau pamanmu ini mulai menyukai kakakmu yang manis itu," kata Ramon ingin Givani mulai mengetahui ketertarikannya pada Ganis."Hmm apa Paman jatuh cinta sama kak Ganis? jadi aku nggak salah dengar,kan kalau Paman akan menikahi kakakku?" tanya Givani makin bersemangat. Ia sangat senang kalau sampai Paman Gisel menikah dengan kakaknya."Ya kira-kira begitulah. Paman lagi PDKT sama kakakmu. Jadi dukung Paman ya. Biarkan kakakmu penasaran dulu sama Paman," ujar Ramon berharap Givani mengerti dan tak merusak rencananya."Ok. Apa ibu juga tahu ini?" tanya Givani menoleh pada Bi Sunnah yang saat itu juga ada di dekatnya."Ya tentu saja. Jadi rahasiakan dulu ya sama kakak," bisik Ramon."OK. Deal," kata Givani gembira. "Anak pintar. Sudah dulu ya. Paman sekarang baru tiba. Nanti di sambung lagi," tukas Ramon menutup panggilan.Simon dan juga Carmen saling pandang sambil tersenyum."Siapa yang telpon Tuan Muda?" tanya Simon sambil mempersilahkan Ramon duduk. Carmen lan
Setelah mendaftar di meja administrasi rumah sakit Ramon segera menuju ruangan di mana Sofia melahirkan. Tobias pasti ada di dalam ruangan bersalin menemani Sofia. Ramon terduduk di bangku di depan kamar bersalin. Ia bisa mendengar suara kesakitan dan juga rintihan Sofia begitu jelas. Para medis terdengar memberi semangat. Ramon kembali membayangkan kalau yang melahirkan itu adalah Ganis. Ganis di dalam ruangan hanya sendirian tanpa dukungan dirinya. Hatinya terasa campur aduk. Antara sedih dan ikut tegang. Detik-detik berlalu terasa lambat. Suara-suara dari dalam kamar bersalin semakin seru. Ramon menghapus butiran keringat yang menyembul di pelipisnya. Bayangan Ganis tengah kesakitan dan memanggil namanya begitu kuat dalam pikirannya. "Maafkan aku Nis," ujarnya dengan perasaan mengharu. Suara tangisan bayi kemudian terdengar membuat Ramon terbangun dari lamunannya. Sebuah tangan menyentuh bahunya. Di hadapannya berdiri Paman Fabio yang tersenyum padanya. "Senang bisa melihatmu
Acara pembaptisan anak dari Tobias dan Sofia berlangsung sederhana tapi meriah. Di hadiri hanya keluarga dekat saja. Ramon sudah tak sabar juga membawa Ganis dan Givani untuk mengenal mereka. Baginya semuanya yang hadir di sana adalah keluarganya. Saat acara berakhir ia berinisiatif ikut mengantarkan Bibi Sabina dan Paman Fabio pulang ke rumah pertanian mereka. Lama juga ia tak berkunjung ke daerah pelosok pedesaan. Tak lupa ia beberapa kali membagikan foto yang ia ambil dari kamera ponselnya kepada Ganis dan juga Givani.Sepanjang perjalanan suguhan pemandangan indah alam yang masih asli tersaji di pelupuk mata. Kini kemana pun ia pergi pikirannya selalu teringat Ganis dan Givani. Ia ingin membagi seluruh pengalaman hidupnya bersama dua orang yang kini begitu penting dalam hidupnya.Lama berkutat dalam pekerjaan,terjebak diantara ruang kerja dan juga bangunan-bangunan menatap pemandangan terasa begitu bebas lepas. Setelah hampir 3 jam berkendara mereka pun sampai di sebuah tanah pert
"Tidak ada apa-apa," kata Ganis tak mungkin menceritakan soal Marco pada Shawn. "Jadi kita bisa bersama-sama mulai dari sekarang. Kau akan tinggal di penginapanku. Aku tak akan membiarkanmu tinggal bersama para teknisi Motor GP yang kebanyakan laki-laki itu. Terlalu berbahaya untukmu jika ada di Spanyol," tukas Shawn tak bisa di bantah. Ganis hanya menatap Shawn tak habis pikir. Sungguh pria yang sangat pemaksa. "Selama ini mereka sangat sopan padaku. Jangan sok tahu," bantah Ganis,"Lagian apa penginapanmu ada di Barcelona?" tanya Ganis."Tempat tinggalku memang di Barcelona," jawab Shawn tersenyum penuh kemenangan. Ganis pun akhirnya menyerah. Ia akan menyetujui ajakan Shawn. Apa salahnya juga memanfaatkan Shawn jadi pemandunya. Ia sendiri masih belum pernah ke Spanyol dan sama sekali tak ada kenalan. Ia tak menyangka Kosuke masih memikirkannya. Kosuke selalu seperti kakaknya diantara semua rekannya.Setelah keluar dari bandara Shawn memesan taxi."Nis apa kau akan langsung bekerj