Ganis mengepalkan tangannya dan menatap kepala sekolah."Saya yakin akan mampu membayarnya sampai Givani lulus. Saya akan melakukan apa saja," jawab Ganis penuh keyakinan. Wanita berkaca mata itu pun tersenyum."Sungguh saya terkesan dengan tekadmu. Saya akan terima adikmu menjadi siswa disini. Silahkan melakukan pembayarannya," kata kepala sekolah itu mengulurkan tangannya. Ganis berdiri dan menyambut tangan wanita itu."Saya ingin yang terbaik untuk adik saya," seru Ganis membungkuk sopan dan melangkah keluar. Bi Sunnah dan juga Givani tak ia temukan di tempatnya tadi. Pasti mereka berada di lobby ruangan depan.********Ramon berjalan dengan tergesa menuju mobilnya. Ia sambil menerima sebuah panggilan dari jauh. Segera ia menghempaskan tubuhnya ke jok belakang mobilnya."Jalan ke panti asuhan," kata Ramon pada sopirnya. Mobil itu pun melaju menembus keramaian pagi kota. "Tobias aku telah menyetujui proyek wisatamu itu. Aku ingin sekali pulang tapi kau telah menghancurkan mansionk
"Kau baik-baik saja?" tanya Ramon tersadar dari pesona mata hazel gadis kecil itu. Mata gadis itu berkedip sesaat."Matamu mirip denganku. Apakah kita berjodoh?" ucap gadis kecil itu masih terkesima.Bi Sunnah dengan tergopoh-gopoh muncul dari dalam ruangan."Givani jangan lari-larian," teriaknya ketika akhirnya mendapati Givani yang tadi sempat menghilang. "Dia menabrakku," seru Gisel masih kesal."Maafkan anakku. Givani ayo minta maaf," perintah bi Sunnah. Givani menggaruk lehernya tersenyum. "Baiklah. Aku minta maaf," ucapnya tersenyum pada gadis berkulit coklat dan berambut pendek itu. Senyum ramah Givani membuat Gisel tak marah lagi. "Wah kalian bisa berkenalan dan berteman," sahut Bu Panca mengedipkan matanya pada kedua gadis kecil itu."Maaf kadang Givani sulit untuk bisa duduk tenang," kata Bi Sunnah lega bisa menemukan Givani dengan segera. "Nah Givani setelah meminta maaf kalian ucapkan nama kalian," seru Bu Panca menatap kedua gadis kecil itu bergantian. Ia berharap den
Sepanjang liburannya Ganis melakukan banyak kegiatan bersama Givani. Sepanjang hari banyak pengalaman baru dan kedekatan yang kian membuat Ganis makin sulit untuk kembali meninggalkan putrinya. Sampai pada hari di mana ia harus memkasakan dirinya untuk kembali bekerja dan kembali ke Jepang. Ganis berangkat di hari di mana Givani akan masuk sekolah di hari pertamanya. "Kakak harus sering VC Givani," rengek Givani dengan mata berkaca-kaca. Givani sudah berada di halaman gedung sekolahnya bersama Bi Sunnah. Ganis berusaha menyembunyikan perasaan sedihnya."Ya kakak akan menghubungi Givani. Kalau kakak ada tanggungan pekerjaan. Givani bikin aja videonya. Nanti pas kakak udah santai kakak akan melihatnya dan membalasnya. OK?" ucap Ganis mengayunkan tangannya untuk tos. Givani membalasnya tanpa semangat."Aku sekolah dulu. Kakak selamat jalan," ucap Givani kemudian memalingkan wajah dan berlari masuk ke dalam gedung sambil melambaikan tangan."Dada Vani. Baik-baik ya," seru Ganis terharu.
Givani dengan semangat membuka bungkusan itu. Setelah hampir sebulan menunggu akhirnya Ganis bisa membelikannya sebuah ponsel baru. Bi Sunnah hanya tersenyum melihat kegembiraan Givani."Mulai sekarang Ibu bisa menggunakan ponsel yang lama. Ponsel ini aku yang pakai," ujar Givani tersenyum makin lebar ketika bisa mengeluarkan ponselnya dari kotaknya dan mendapatinya berwarna magenta yang sangat cantik."Vani tapi ingat kakak bilang apa? ada waktunya. Nggak boleh main hp lebih dari satu jam sehari," ucap Bi Sunnah memperingatkan."Tentu saja ibu. Tapi di hari libur boleh, kan?" tanya Givani dengan matanya yang indah melebar kian manis. Bi sunnah sulit menolak kalau Givani sudah menampilkan Puppy eyes nya. Bi Sunnah sudah merasa begitu tua untuk bisa mengaktifkan ponsel baru. Dengam bantuan Ganis melalui Video call ponsel itupun bisa digunakan."Kakak makash ya," ujar Givani mencium ponselnya yang akan ia jaga sepenuh hati. Ganis hanya tersenyum tipis. Sebenarnya Givani belum saatnya p
Hari berganti hari. Ganis kembali tenggelam dalam pekerjaannya yang lumayan berat. Semua kerja keras dan juga jerih payahnya terbayarkan ketika ia melihat perkembangan kemampuan Givani. Givani memiliki kecerdasan di atas rata-rata membuatnya cepat menangkap pelajaran dan dengan mudah menguasainya. Ganis tahu kecerdasan itu berasal dari ayah Givani yaitu Ramon.Sementara itu Ramon kini semakin populer sebagai sosok pengusaha sukses yang sangat dermawan. Boleh jadi ia telah menjadi pria matang yang sangat didambakan para wanita. Setelah Soraya tak ada lagi wanita yang mendekati Ramon. Yang ada hanyalah kolega yang menawarkan putri mereka untuk dijodohkan dengannya. Tentu saja ia tak mau mengulangi kejadian seperti Sofia. Setelah kesibukannya dalam bekerja, ia akan sibuk pergi ke panti asuhan. Di sana ia hanya bermain dan menghabiskan waktu bersama anak-anak.Hubungannya dengan Givani juga boleh dikatakan semakin dekat. Entah kenapa ia begitu senang mendengar celoteh dan semua keluhan ga
"Oh iya Givani dekat dengan Gisel. Apa anda pria yang sering diceritakan Givani? Wali Gisel?" seru Ganis bersemangta teringat Givani begitu semangat menceritakan Gisel dan pria itu tatkala sedang bertelpon dengannya."Ya Anda benar," jawab pria itu yang tak lain adalah Ramon. "Hm apa ada hal penting yang ingin anda sampaikan?" tanya Ganis setelah beberapa saat terjadi keheningan diantara mereka berdua. Entah kenapa suasana canggung langsung mengudara."Senang sekali Givani ternyata mengingatku. Givani adik anda sungguh anak yang cerdas. Maaf sebelumnya kalau mungkin ini menyinggung anda," ujar Ramon terdengar begitu sopan dan hati-hati."Oh katakan saja. Anda jangan sungkan. Kalau Givani bisa berteman dengan anda mungkin saya juga bisa berteman juga dengan anda. Maaf sebelumnya kalau terkadang tingkah Givani kurang sopan atau berlebihan pada anda," ucap Ganis sungguh ingin bisa memilih kata yang benar mendengar tingkat kesopanan pria itu."Hm begini, pihak sekolah tadi siang mengirim
Hari perayaan perpisahan TK Givani telah tiba. Givani tak lagi membahas perihal Ganis yang tak bisa pulang dan menyaksikan penampilannya. Anak itu kini fokus pada penampilannya saja. Anak-anak akan menampilkan sebuah sendratari untuk menghibur wali murid. Di sela sendratari nanti para murid satu persatu akan menampilkan diri sesuai kemampuan dan kegemaran mereka.Seperti awalnya Givani akan membaca puisi sementara Gisel akan menunjukkan karya gambarnya. Semua anak-anak harus datang ke sekolah sedikit lebih pagi. Mereka harus dirias dan juga memakai baju tari yang tentunya tak semudah memakai pakaian biasa. Kali ini Ramon sengaja mengantar Gisel dan sekalian juga menjemput Givani dari apartemennya. Mendengar kesedihan Givani karena ketidak hadiran kakaknya Ramon jadi iba dan ia memutuskan untuk menyerahkan pekerjaannya pada asistennya hari itu dan menjemput sendiri Gisel dan juga Givani. Wajah Givani yang sedih selalu terbayang di pelupuk matanya dan mengganggu tidurnya. Sambil menung
Ganis mengucek matanya. Akh pasti hanya halusinasi pikirannya saja. Ia terlalu lelah hari ini hingga melihat seorang pria yang tanpa sengaja terbidik kamera menjadi mirip Ramon. Padahal sudah hampir 4 tahun lebih sejak terakhir ia bertemu dengan pria itu. Ia masih saja sedikit ketakutan kalau-kalau pria itu akan muncul dalam kehidupannya lagi. Ia ingin mengubur semua tentang pria itu. Tak bisa ia pungkiri fakta Givani yang makin besar lebih mirip Ramon membuatnya jadi teringat pria itu lagi. Ada baiknya sebenarnya kalau ia terus saja berjauhan dengan Givani. Bi Sunnah telah menjadi ibu yang baik buat putrinya. Yang perlu ia lakukan hanyalah mencukupi semua kebutuhannya. Semakin ia jauh dari Givani maka ia akan cepat melupakan Ramon.Hari demi hari berlalu. Ganis berusaha menjalani pelatihan dengan sungguh-sungguh. Setelah pelatihan ia pun mengikuti tes yang diselenggarakan oleh KIMIA motors. Dengan harapan besar Ganis pun mengerjakan tes itu dengan semangat. Akan ada jeda selama semi