Givani dengan semangat membuka bungkusan itu. Setelah hampir sebulan menunggu akhirnya Ganis bisa membelikannya sebuah ponsel baru. Bi Sunnah hanya tersenyum melihat kegembiraan Givani."Mulai sekarang Ibu bisa menggunakan ponsel yang lama. Ponsel ini aku yang pakai," ujar Givani tersenyum makin lebar ketika bisa mengeluarkan ponselnya dari kotaknya dan mendapatinya berwarna magenta yang sangat cantik."Vani tapi ingat kakak bilang apa? ada waktunya. Nggak boleh main hp lebih dari satu jam sehari," ucap Bi Sunnah memperingatkan."Tentu saja ibu. Tapi di hari libur boleh, kan?" tanya Givani dengan matanya yang indah melebar kian manis. Bi sunnah sulit menolak kalau Givani sudah menampilkan Puppy eyes nya. Bi Sunnah sudah merasa begitu tua untuk bisa mengaktifkan ponsel baru. Dengam bantuan Ganis melalui Video call ponsel itupun bisa digunakan."Kakak makash ya," ujar Givani mencium ponselnya yang akan ia jaga sepenuh hati. Ganis hanya tersenyum tipis. Sebenarnya Givani belum saatnya p
Hari berganti hari. Ganis kembali tenggelam dalam pekerjaannya yang lumayan berat. Semua kerja keras dan juga jerih payahnya terbayarkan ketika ia melihat perkembangan kemampuan Givani. Givani memiliki kecerdasan di atas rata-rata membuatnya cepat menangkap pelajaran dan dengan mudah menguasainya. Ganis tahu kecerdasan itu berasal dari ayah Givani yaitu Ramon.Sementara itu Ramon kini semakin populer sebagai sosok pengusaha sukses yang sangat dermawan. Boleh jadi ia telah menjadi pria matang yang sangat didambakan para wanita. Setelah Soraya tak ada lagi wanita yang mendekati Ramon. Yang ada hanyalah kolega yang menawarkan putri mereka untuk dijodohkan dengannya. Tentu saja ia tak mau mengulangi kejadian seperti Sofia. Setelah kesibukannya dalam bekerja, ia akan sibuk pergi ke panti asuhan. Di sana ia hanya bermain dan menghabiskan waktu bersama anak-anak.Hubungannya dengan Givani juga boleh dikatakan semakin dekat. Entah kenapa ia begitu senang mendengar celoteh dan semua keluhan ga
"Oh iya Givani dekat dengan Gisel. Apa anda pria yang sering diceritakan Givani? Wali Gisel?" seru Ganis bersemangta teringat Givani begitu semangat menceritakan Gisel dan pria itu tatkala sedang bertelpon dengannya."Ya Anda benar," jawab pria itu yang tak lain adalah Ramon. "Hm apa ada hal penting yang ingin anda sampaikan?" tanya Ganis setelah beberapa saat terjadi keheningan diantara mereka berdua. Entah kenapa suasana canggung langsung mengudara."Senang sekali Givani ternyata mengingatku. Givani adik anda sungguh anak yang cerdas. Maaf sebelumnya kalau mungkin ini menyinggung anda," ujar Ramon terdengar begitu sopan dan hati-hati."Oh katakan saja. Anda jangan sungkan. Kalau Givani bisa berteman dengan anda mungkin saya juga bisa berteman juga dengan anda. Maaf sebelumnya kalau terkadang tingkah Givani kurang sopan atau berlebihan pada anda," ucap Ganis sungguh ingin bisa memilih kata yang benar mendengar tingkat kesopanan pria itu."Hm begini, pihak sekolah tadi siang mengirim
Hari perayaan perpisahan TK Givani telah tiba. Givani tak lagi membahas perihal Ganis yang tak bisa pulang dan menyaksikan penampilannya. Anak itu kini fokus pada penampilannya saja. Anak-anak akan menampilkan sebuah sendratari untuk menghibur wali murid. Di sela sendratari nanti para murid satu persatu akan menampilkan diri sesuai kemampuan dan kegemaran mereka.Seperti awalnya Givani akan membaca puisi sementara Gisel akan menunjukkan karya gambarnya. Semua anak-anak harus datang ke sekolah sedikit lebih pagi. Mereka harus dirias dan juga memakai baju tari yang tentunya tak semudah memakai pakaian biasa. Kali ini Ramon sengaja mengantar Gisel dan sekalian juga menjemput Givani dari apartemennya. Mendengar kesedihan Givani karena ketidak hadiran kakaknya Ramon jadi iba dan ia memutuskan untuk menyerahkan pekerjaannya pada asistennya hari itu dan menjemput sendiri Gisel dan juga Givani. Wajah Givani yang sedih selalu terbayang di pelupuk matanya dan mengganggu tidurnya. Sambil menung
Ganis mengucek matanya. Akh pasti hanya halusinasi pikirannya saja. Ia terlalu lelah hari ini hingga melihat seorang pria yang tanpa sengaja terbidik kamera menjadi mirip Ramon. Padahal sudah hampir 4 tahun lebih sejak terakhir ia bertemu dengan pria itu. Ia masih saja sedikit ketakutan kalau-kalau pria itu akan muncul dalam kehidupannya lagi. Ia ingin mengubur semua tentang pria itu. Tak bisa ia pungkiri fakta Givani yang makin besar lebih mirip Ramon membuatnya jadi teringat pria itu lagi. Ada baiknya sebenarnya kalau ia terus saja berjauhan dengan Givani. Bi Sunnah telah menjadi ibu yang baik buat putrinya. Yang perlu ia lakukan hanyalah mencukupi semua kebutuhannya. Semakin ia jauh dari Givani maka ia akan cepat melupakan Ramon.Hari demi hari berlalu. Ganis berusaha menjalani pelatihan dengan sungguh-sungguh. Setelah pelatihan ia pun mengikuti tes yang diselenggarakan oleh KIMIA motors. Dengan harapan besar Ganis pun mengerjakan tes itu dengan semangat. Akan ada jeda selama semi
Ganis tiba di apartemen saat malam hari ketika Givani telah tidur. Bi Sunnah membukakan pintu dengan sedikit terkejut."Kukira besok atau sore kau baru akan tiba," kata Bi Sunnah langsung memeluk Ganis penuh kerinduan. Ganis membalas pelukan Bi Sunnah dengan hangat. Ganis langsung mencari-cari keberadaan Givani begitu ia masuk ruangan."Givani sudah tidur di kamarnya," kata bi Sunnah. Ganis langsung berjalan menuju kamar. Tampak Givani tidur lelap dengan memeluk gulingnya. "Apa perlu aku bangunkan?" "Tiidak udah Bi. Biarkan dia istirahat," kata Ganis tak mau menganggu tidur putrinya yang begitu pulasnya.Ganis kemudian duduk sambil meletakkan bungkusan berisi oleh-oleh. Ia pun membukanya dan memberikan sebuah bungkusan pada Bi Sunnah. Ada 2 bungkusan di sana. Satunya untuk Givani.Bi Sunnah langsung membuka bungkusannya. Ganis berharap Bi Sunnah menyukainya. Ia begitu sangat berterima kasih pada wanita yang telah melakukan hal yang melebihi ibu sendiri baginya. Berkat Bi Sunnah pu
Hari itu setelah puas berbelanja semua barang yang diinginkan Givani, Ganis mengajak Givani menonton film di bioskop. Kebetulan lagi musim liburan sekolah, jadi banyak film keluarga yang sedang tayang. Sebuah film keluarga yang sangat mengharukan. Ganis baru tahu ternyata peerasaan Givani begitu peka. Givani menangis melihat ketika adegan itu berlangsung."Nah sekarang ayo kita makan saja. Kau pasti sudah lapar. Jangan terlalu larut. Itukan hanya film sayang," kata Ganis ketika akhirnya film itupun selesai. Mereka pun keluar dari gedung bioskop."Tapi kasihan sekali pinguin itu yang harus menerima kenyataan kalau ibunya ternyata bukan ibu kandungnya," ujar Givani masih terbawa sedih. Ganis sedikit berpikir. Ini persis dengan kehidupan Givani. Ia yakin jika ia berterus terang pasti hati Givani akan sedih. Tapi gimanapun ia bertekad kalau hari ini ia harus bisa mengatakan semuanya pada putrinya dan menjelaskannya.Hati Givani kembali ceria setelah mereka menghabiskan satu menu burger
Ganis mencari nomer pria yang perlahan telah dekat dengan putrinya itu. Ia pun segera menghubunginya. Lama tak diangkat. Hampir saja ia akan menghentikan panggilan tapi panggilannya pun masuk."Ya Nona ada apa?" jawab pria yang tak lain adalah Ramon. Ramon saat itu baru saja pulang dari kantornya. Ia sedang santai dengan Kato dan Katy yang sedang bermain di sekitarnya. "Maaf paman dermawan aku ingin memperingatkanmu tentang Givani," kata Ganis langsung pada intinya."Ya kenapa dengan Givani?""Apa maksud anda mengajaknya Givani ke apartemen anda seorang diri tanpa yang lain?" tanya Ganis menginterogasi."Givani penasaran dengan tempat tinggalku dan aku mengajaknya. Apa yang salah Nona Ganis?" tanya Ramon sedikit geli dengan nada serius dari kakak Givani yang bernama Ganis itu."Bukankah ini berlebihan. Aku tidak tahu kalau ada niat buruk yang tersembunyi di balik kebaikan anda. Apa motif anda sebenarnya?" desak Ganis.Ramon mencoba memilih perkataan."Motifku tidak ada. Aku dan Givan