Siang ini. Amira pergi ke rumah sakit. Tempat dimana Farel bekerja. Wanita itu menemui kakak iparnya lebih dulu. Menuju ke ruangannya.
Tok tok tok "Masuk!" Ucap Farel dari dalam ruangannya. "Kak Farel tadi yang minta aku datang ke sini?" Tanya Amira sambil masuk ke ruangan itu. "Iya. Silahkan duduk!" Titah Farel. Amira pun duduk di depan meja kerja Farel. Mereka berdua duduk saling berhadapan. Sambil menunggu kedatangan teman kerjanya. "Ada pekerjaan apa buatku kak?" Tanya Amira. "Kamu penginya kerja apa?" Farel balik bertanya. "Apa saja. Yang penting bisa kerja. Biar ada kegiatan dan punya penghasilan." Jawab Amira. Tak berapa lama. Orang yang di maksud oleh Farel pun datang. Dia masuk ruangan itu lalu duduk di bangku sebelah Amira. "Ini temanku yang sedang membutuhkan seorang asisten. Dia adalah Dokter Nikil Saputra." Farel memperkenalkan temannya pada Amira. "Kamu Dokter yang tadi kan?" Tanya Amira. "Ibu Amira kan?" Nikil balik bertanya. "Iya. Saya Amira. Tapi jangan panggil ibu. Aku belum terlalu tua." Jawab Amira. "Tapi sebentar lagi akan jadi seorang ibu." Ucap Nikil. Farel melihat sahabat dan adik iparnya. Mereka mengobrol seperti sudah akrab. Pria itu mengira kalau keduanya sudah saling kenal. "Kalian sudah saling mengenal?" Tanya Farel. "Tidak. Tapi tadi pagi Ibu Amira butuh pertolonganku." Jawab Nikil lagi. "Pertolongan?" Tanya Farel ingin tahu. "Alisa memintaku untuk memeriksa keadaan Bu Amira tadi pagi." Jelas Nikil "Kamu sakit Mira?" Tanya Farel. "Tidak." Jawab Amira lirih. "Ibu Amira tidak sakit. Tapi dia sedang hamil. Apa kamu sudah periksakan ke Dokter kandungan?" Tanya Nikil pada Amira. "Aku sudah bilang. Jangan panggil aku Ibu." Ucap Amira. "Panggil saja aku Mira!" Pintanya. "Iya. Rasanya kalau kamu panggil dia ibu. Aku jadi merasa di bedakan. Aku dan Alisa yang lebih tua. Malah kamu panggil dengan nama saja." Protes Farel. "Oh. Jadi kamu juga mau di panggil Pak Farel dan Ibu Lisa?" Ucap Nikil bercanda. Farel memukul sahabatnya itu dengan tas milik Amira yang berbeda di atas meja. Hingga tak sengaja menjatuhkan ponsel di dalamnya. Dan pria itu langsung memungut benda yang jatuh itu. Begitu juga dengan Nikil. Melihat ada benda jatuh dari dalam tas. Dia juga langsung mengambilnya. Dan Nikil lah yang lebih dulu mendapatkan ponsel itu. "Kamu gimana sih. Pecah kan jadinya ini ponsel." Ucap Nikil sambil menunjukkan ponsel milik Amira yang layarnya sudah pecah. Amira diam mematung. Wanita itu menatap ponselnya yang berada di tangan Dokter Nikil. Dia tidak berani marah. Tapi dia bersedih karena ponsel itu hadiah dari suaminya saat dia ulang tahun beberapa bulan lalu. "Mira. Aku minta maaf. Aku tidak sengaja. Aku cuma bercanda tadi sama Nikil!" Ucap Farel. "Biar aku yang ganti. Nanti pulang dari sini aku akan ke konter untuk ganti layar yang pecah ini." Ucap Nikil menengahi. Amira masih diam saja. wanita itu masih juga tidak mengatakan apapun. Dia juga tidak menjawab ucapan dari Dokter Nikil tadi. Karena Amira hanya diam saja. Nikil langsung mengantongi ponsel milik Amira. Kemudian pria itu pamit keluar dari ruangan itu. Sedangkan Farel merasa bersalah karena sudah menjatuhkan ponsel milik adik iparnya. Pria itu menelfon istrinya. memintanya untuk menjemput Amira di rumah sakit. Dan menyuruhnya untuk menemaninya di rumah. "Selamat sore suamiku. Dan juga adikku tersayang." Ucap Alisa sambil masuk ke ruang kerja Farel. "Cepat sekali kamu datangnya? Perasaan baru lima menit aku menelfon deh." Tanya Farel. "Iyalah. Tadi pas kamu telfon. Aku sedang berada di tempat parkiran." Jawab Alisa. Alisa mengajak Amira pulang ke rumah. Wanita itu masih tetap diam. hanya menurut saja saat kakaknya menarik tangannya. Membawanya keluar. Sampai di rumah. Amira langsung masuk ke kamarnya. Alias mengikuti adiknya itu hingga ke kamar. Dia bertanya apa yang terjadi di rumah sakit tadi. "Ada apa Mir? Apa yang sudah terjadi di sana? Sampai Kamu jadi pendiam begini." Tanya Alisa. "Ponselku rusak kak." Jawab Amira. "Ya ampun. Hanya ponsel rusak saja kamu jadi seperti ini?" Tanya Alisa lagi. "Tapi itu hadiah dari Mas Amar kak." Jelas Amira. Wanita itu tidak mau kalau di katakan hanya ponsel saja. Baginya benda itu sangat berharga. Lebih dari apapun. Karena itu pemberian dari suaminya. "Kamu jangan terlalu memikirkan itu. Kalau kamu seperti itu. Bagaimana kamu bisa bekerja nanti." Nasehat Alisa. "Iya kak. itu benar. Bahkan sekarang aku belum tahu. Apa aku bisa mendapatkan pekerjaan itu atau tidak." Ucap Amira. "Jadi Mas Farel belum memberi pekerjaan untukmu?" Tanya Alisa lagi. Amira menggeleng. Bukanya Farel yang akan memberikan pekerjaan. Tapi temannya. Dan orang itu adalah Dokter yang sudah memeriksanya tadi pagi. Alias ikut geleng-geleng. Wanita itu justru heran dengan kedua pria itu. Bukannya memberi pekerjaan malah membuat masalah. "Ya sudah. Kamu tenangin pikiran kamu dulu. Jangan berfikir yang berat. Ingat. Kamu butuh pekerjaan. Jadi harus bisa konsentrasi. Bayi dalam kandunganmu juga butuh nutrisi. Jangan lupa makan." Omel Alisa. Setelah memastikan keadaan Amira sudah lebih baik. Alisa pamit pulang. Dia tidak bisa menemani adiknya malam ini. Karena ada urusan pekerjaan yang harus di selesaikan di rumah. Amira mengantarkan Alisa hingga ke depan pintu. Dia berterimakasih pada kakaknya yang selalu ada saat dirinya sedang terpuruk. "Terimakasih ya kak. Kak Lisa memang yang terbaik untukku." Ucap Amira. "Iya. Nanti kalau ada apa-apa. Kamu segera telefon aku ya!" Ucap Alisa. Kemudian wanita itu pergi dengan mengendarai mobilnya. Amira memikirkan apa yang di katakan oleh Alisa. Benar. apa yang di katakan kakaknya tadi. Dirinya harus bisa konsentrasi. Jangan terlalu larut dalam kesedihan. Wanita itu mengistirahatkan dirinya. Dia tidur di ranjang kamarnya. Tempat biasanya memadu kasih dengan Amar. Suaminya. "Mas. Datanglah dalam mimpiku! Aku menunggumu mas." Amira berbicara sendiri sambil mengelus bantal tidurnya. Tak berapa lama. Amira langsung terlelap dalam tidur. Wanita itu seperti sudah kelelahan. Hingga saat bangun hari sudah mulai siang. "Ya Allah. Aku kesiangan." Ucap Amira saat melihat jam di dinding menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Wanita itu bergegas ke kamar mandi. Dan setelah selesai mandi. Dia keluar mencari makanan. Dia ingat pesan kakaknya kemarin. Bayi dalam kandungannya butuh nutrisi. Amira pergi ke minimarket. Untuk membeli kebutuhan dapurnya. Dan tanpa sengaja. Dia menabrak seorang pria di depannya. "Maaf. Saya tidak sengaja." Ucap Amira. "Bu Mira kan?" Ucap pria itu " Dokter Nikil?" Ucap Amira juga. "Kamu sedang belanja?" Tanya Nikil. "Iya. Untuk kebutuhan rumah." Jawab Amira. "Kamu sama siapa?" Tanya Nikil lagi. "Aku sendiri saja." Jawab Amira. "Oh. Ya sudah. Aku duluan ya!" Pamit Nikil. Kemudian pria itu pergi keluar dari minimarket itu.Saat Amira keluar dari minimarket. Nikil masih berada di depan mobilnya. Pria itu ternyata sedang menunggunya. Dia mau mengajak Amira pulang bersamanya. "Ayok kita pulang!" Ajak pria itu sambil menarik belanjaan yang di bawa oleh Amira. "Tapi kita kan beda arah." Tolak Amira. "Sudah cepat ayo masuk!" Nikil memaksa Amira untuk masuk ke dalam mobilnya. Amira menurut saja. Wanita itu masuk ke dalam mobil karena Nikil sudah membukakan pintu untuknya. Sampai di depan rumah Amira. Nikil memarkirkan mobilnya tepat di depan pintu. Kemudian pria itu turun dan kembali membukakan pintu mobilnya. Amira pun turun setelah pintu mobil di bukakan. Wanita itu langsung masuk ke dalam rumah. Dia lupa kalau sedang bersama dengan Nikil. Bukan suaminya. "Ini mau taruh di mana?" Tanya Nikil sambil menunjukkan belanjaan yang di bawanya. "Ya Allah. Maaf ya. Aku lupa kalau tadi aku..." Amira tidak meneruskan ucapannya. Dia langsung mengalihkan pembicaraan. Karena tidak mau membahas tentang suaminya.
Pagi sekali Amira bagun. Wanita itu merasakan mual yang amat sangat. Rasanya ingin memuntahkan semua isi di dalam perutnya. Amira bangun dan berlari menuju ke kamar mandi. Dia memuntahkan semua yang di makan nya semalam. Wanita itu merasa lemas setelah semua isi perutnya di rasa kosong. "Kenapa setiap pagi selalu seperti ini?" Amira bertanya pada dirinya sendiri. Wanita itu merasa keadaannya sangat lemah sekarang. Setelah di rasa sudah mulai baikan. Amira segera mandi dan mengambil whudlu. Kemudian menunaikan sholat dua rakaat. Setelah itu baru membuat masakan untuk dirinya sendiri. "Akhirnya selesai juga." Amira mencuci semua peralatan kotor bekas memasak barusan. Amira sarapan. Kemudian menyiapkan bekal makanan untuknya nanti saat bekerja. Wanita itu juga membawa obat dari dokter kemarin. Mulai sekarang. Amira harus hidup hemat dan menjaga kesehatannya. "Sekarang aku harus bisa mengatur keuangan. Aku juga harus tetap sehat. Demi kamu." Amira berbicara sambil mengelus perutny
Amira di jemput oleh Nikil. Mereka berdua pergi ke rumah sakit bersama. juga saat pulang pun mereka bersama. Hingga hari-hari berikutnya. Mereka menjadi terbiasa. "Mir. Aku sudah daftarkan kamu untuk priksa kandungan. Nanti sebelum makan siang. Kamu ke poly kandungan ya!" Titah Nikil pada Amira. "Iya Dok. Terimakasih." Jawab Amira. Seperti yang di perintahkan oleh Dokter Nikil. Sebelum makan siang. Amira memeriksakan kandungannya. Dan setelah itu. Dia kembali ke ruangan Dokter Nikil lagi. Dan di sana. Dokter tampan itu sudah menunggunya. "Bagaimana?" Tanya Nikil. "Maksud Dokter. Apanya?" Amira balik bertanya. "Bagaimana kandunganmu?" Nikil mengulangi pertanyaannya. "Oh. Baik Dok. bayi nya sehat." Jawab Amira. "Kalau begitu kamu makan dulu. Setelah itu minum obat. Sudah di ambilkan tadi obatnya?" Titah Nikil lagi. Amira tidak berani menolak. wanita itu selalu menurut perintah dari Dokter itu. Lagipula. Yang di perintahkannya. Itu demi kebaikan diri dan bayi dalam kandungannya
Hari ini Amira melakukan pekerjaan seperti biasa. Tanpa ada rasa mual saat pagi hari. Dan sampai pulang kerja. Wanita itu tetap merasa baik-baik saja. Nikil mengantarkan Amira pulang seperti biasa juga. Tapi kali ini. Pria itu mampir sebentar di kediaman asistennya itu. "Silakan duduk Dok. Mau minum apa?" Amira mempersilakan Dokter tampan itu untuk duduk di ruang tamunya. Dan juga menawarinya minuman. "Teh hangat saja kalau ada." Jawab Dokter Nikil. "Sebentar ya Dok!" Ucap Amira. Wanita itu menuju ke dapur. Lalu keluar membawakan minuman untuk tamunya. "Ini Dok. Silakan di minum! Maaf nunggu lama." Ucap Amira. "Tidak kok. Biasa saja." Jawab Nikil sambil menyeruput minumannya. "Rumah ini masih sama ya. Seperti saat pertama kali aku di minta datang ke sini." Ucap Nikil. Amira tidak merasa menyuruh Dokter itu ke rumahnya. Dia sendiri yang bersedia menjemput dan mengantarkannya pulang. "Maaf Dok. Saya tidak menyuruh Dokter untuk antar jemput saya. Itu kemauan Dok
Alisa duduk bersandar di atas kasur. Sambil menangis. Wanita itu mengatakan kalau dia tidak pernah membagi cintanya pada pria manapun. Dia berbicara sendiri seolah suaminya itu ada di depannya. Farel menyusul ke kamar. Lalu duduk di sebelah istri tercintanya itu. Dia minta maaf karena sudah membuatnya menangis. "Lisa. Mas minta maaf ya. Bercanda mas memang kelewatan. Mas tahu kalau mas ini adalah pria satu-satunya yang ada di hatimu." Ucap Farel. Alisa menatap pada suaminya yang berdiri di sebelahnya. "Bercanda?" Tanya Alisa. "Iya. Mas cuma bercanda. Hanya pengen menggodamu saja. Maaf ya sayang." Ucap Farel sambil memeluk istri tercintanya. "Tapi candaan mas itu keterlaluan. Mas tahu. Aku paling takut kalau orang yang aku cintai sudah tidak percaya lagi padaku. Karena itu aku selalu setia." Alisa menangis di pelukan suaminya. "Apa kamu mau maafin aku?" Tanya Farel. Alisa mengangguk dan tersenyum. Farel sangat mencintai Alisa. Dan senyuman istrinya itulah yang membuatny
"Oh ya? Aku juga mau pergi ke sana. Aku ada perlu sama Dokter Farel. Karena hari ini dia tidak datang. Ya terpaksa aku yang harus pergi ke rumahnya." Ucap Nikil berbohong. Tapi memang Dokter Farel tidak masuk hari ini. "Memangnya Dokter Farel tidak masuk hari ini?"Tanya Amira. "Tidak. Dia ijin dua hari." Jawab Nikil. "Oh. Pantesan aku tidak melihatnya sejak tadi." Ucap Amira. "Bagaimana kalau kita pergi ke sana bareng? Mumpung kita se tujuan." Nikil mengajak Amira. "Hmmm. Boleh deh." Amira menyetujui ajakannya. Sore hari. Saatnya mereka berdua pulang. Nikil menunggu Amira di tempat parkir. Sedangkan wanita itu perutnya merasa mulas. Jadi dia harus buang air dulu. "Maaf ya Dok. Jadi harus menunggu lama." Ucap Amira setelah sampai di mobil milik Nikil. "Tidak juga." Jawab Nikil. Nikil melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Mobil pria itu tidak mengarah ke rumah Alisa. Tapi ke tempat yang Amira sendiri belum pernah melewatinya. Amira tidak menyadari kalau kendaraa
Alisa dan Amira. Mereka berdua menyiapkan makan malam untuk bersama. Sedangkan Nikil asik mengobrol bersama dengan Farel. Membicarakan masalah pekerjaan di rumah sakit. Nikil minta saran dan pendapat sahabatnya itu. Apakah dia harus menolong atau menerima di tugaskan di Bali. Karena sejatinya pria itu sudah merasa nyaman bekerja dekat dengan tempat tinggalnya sendiri. "Menurut kamu bagaimana?" Tanya Nikil. 'Semua terserah kamu sendiri. Kalau kamu siap ya terima saja. Siapa tahu kamu nanti ketemu jodoh di sana." Jawab Farel. Pria itu malah menggodanya. "Kamu ini. Tau sendiri kan? Lima tahun aku belum bisa move on darinya. Apalagi sekarang dia sudah mulai dekat denganku. Aku tidak bisa meninggalkan dia sendirian." Ucap Nikil. "Iya sih. Sebenarnya aku senang kalian bisa dekat dan akrab. Tapi aku takut kalau nanti kamu kecewa lagi." Farel mengkhawatirkan nasib Nikil nantinya. "Mungkin aku harus merelakan lagi. Karena kebahagiaanku. Itu bisa melihatnya bahagia." Nikil berucap lagi
"mas. kita jalan-jalan yuk! Habis itu kita makan malam di restoran pinggir pantai. Gimana?" Ajak Amira pada suaminya. "Hmmm gimana ya. Oke deh." Jawab Amar suami Amira. Mereka berdua pergi jalan-jalan ke pantai. Sore hari tempat itu sangat ramai. Banyak para turis yang datang untuk melihat sunred. Setelah petang. Mereka berdua mampir ke restoran untuk makan malam. Amira sudah menyiapkan kado kecil untuk suaminya. Sebagai hadiah kejutan di hari jadi mereka. Saat menunggu makanan di sajikan. Amira dan Amar berfoto bersama. Mengabadikan momen berdua di restoran bintang lima. Tiba-tiba ponsel milik Amar berdering. Pria itu segera mengangkatnya. "Halo. Iya pak. Gimana?" Ucap Amar. "Ah sinyalnya jelek. Sebentar ya sayang. Mas keluar dulu nyari sinyal." Ucap Amar lagi. Pria itu pamit keluar untuk mencari sinyal. Karena di dalam sinyalnya tidak bagus. Amira mengizinkan suaminya keluar. Lagian cuma menerima telefon dari bosnya. Sampai makanan yang di pesan sudah datang. Amar ma
Alisa dan Amira. Mereka berdua menyiapkan makan malam untuk bersama. Sedangkan Nikil asik mengobrol bersama dengan Farel. Membicarakan masalah pekerjaan di rumah sakit. Nikil minta saran dan pendapat sahabatnya itu. Apakah dia harus menolong atau menerima di tugaskan di Bali. Karena sejatinya pria itu sudah merasa nyaman bekerja dekat dengan tempat tinggalnya sendiri. "Menurut kamu bagaimana?" Tanya Nikil. 'Semua terserah kamu sendiri. Kalau kamu siap ya terima saja. Siapa tahu kamu nanti ketemu jodoh di sana." Jawab Farel. Pria itu malah menggodanya. "Kamu ini. Tau sendiri kan? Lima tahun aku belum bisa move on darinya. Apalagi sekarang dia sudah mulai dekat denganku. Aku tidak bisa meninggalkan dia sendirian." Ucap Nikil. "Iya sih. Sebenarnya aku senang kalian bisa dekat dan akrab. Tapi aku takut kalau nanti kamu kecewa lagi." Farel mengkhawatirkan nasib Nikil nantinya. "Mungkin aku harus merelakan lagi. Karena kebahagiaanku. Itu bisa melihatnya bahagia." Nikil berucap lagi
"Oh ya? Aku juga mau pergi ke sana. Aku ada perlu sama Dokter Farel. Karena hari ini dia tidak datang. Ya terpaksa aku yang harus pergi ke rumahnya." Ucap Nikil berbohong. Tapi memang Dokter Farel tidak masuk hari ini. "Memangnya Dokter Farel tidak masuk hari ini?"Tanya Amira. "Tidak. Dia ijin dua hari." Jawab Nikil. "Oh. Pantesan aku tidak melihatnya sejak tadi." Ucap Amira. "Bagaimana kalau kita pergi ke sana bareng? Mumpung kita se tujuan." Nikil mengajak Amira. "Hmmm. Boleh deh." Amira menyetujui ajakannya. Sore hari. Saatnya mereka berdua pulang. Nikil menunggu Amira di tempat parkir. Sedangkan wanita itu perutnya merasa mulas. Jadi dia harus buang air dulu. "Maaf ya Dok. Jadi harus menunggu lama." Ucap Amira setelah sampai di mobil milik Nikil. "Tidak juga." Jawab Nikil. Nikil melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Mobil pria itu tidak mengarah ke rumah Alisa. Tapi ke tempat yang Amira sendiri belum pernah melewatinya. Amira tidak menyadari kalau kendaraa
Alisa duduk bersandar di atas kasur. Sambil menangis. Wanita itu mengatakan kalau dia tidak pernah membagi cintanya pada pria manapun. Dia berbicara sendiri seolah suaminya itu ada di depannya. Farel menyusul ke kamar. Lalu duduk di sebelah istri tercintanya itu. Dia minta maaf karena sudah membuatnya menangis. "Lisa. Mas minta maaf ya. Bercanda mas memang kelewatan. Mas tahu kalau mas ini adalah pria satu-satunya yang ada di hatimu." Ucap Farel. Alisa menatap pada suaminya yang berdiri di sebelahnya. "Bercanda?" Tanya Alisa. "Iya. Mas cuma bercanda. Hanya pengen menggodamu saja. Maaf ya sayang." Ucap Farel sambil memeluk istri tercintanya. "Tapi candaan mas itu keterlaluan. Mas tahu. Aku paling takut kalau orang yang aku cintai sudah tidak percaya lagi padaku. Karena itu aku selalu setia." Alisa menangis di pelukan suaminya. "Apa kamu mau maafin aku?" Tanya Farel. Alisa mengangguk dan tersenyum. Farel sangat mencintai Alisa. Dan senyuman istrinya itulah yang membuatny
Hari ini Amira melakukan pekerjaan seperti biasa. Tanpa ada rasa mual saat pagi hari. Dan sampai pulang kerja. Wanita itu tetap merasa baik-baik saja. Nikil mengantarkan Amira pulang seperti biasa juga. Tapi kali ini. Pria itu mampir sebentar di kediaman asistennya itu. "Silakan duduk Dok. Mau minum apa?" Amira mempersilakan Dokter tampan itu untuk duduk di ruang tamunya. Dan juga menawarinya minuman. "Teh hangat saja kalau ada." Jawab Dokter Nikil. "Sebentar ya Dok!" Ucap Amira. Wanita itu menuju ke dapur. Lalu keluar membawakan minuman untuk tamunya. "Ini Dok. Silakan di minum! Maaf nunggu lama." Ucap Amira. "Tidak kok. Biasa saja." Jawab Nikil sambil menyeruput minumannya. "Rumah ini masih sama ya. Seperti saat pertama kali aku di minta datang ke sini." Ucap Nikil. Amira tidak merasa menyuruh Dokter itu ke rumahnya. Dia sendiri yang bersedia menjemput dan mengantarkannya pulang. "Maaf Dok. Saya tidak menyuruh Dokter untuk antar jemput saya. Itu kemauan Dok
Amira di jemput oleh Nikil. Mereka berdua pergi ke rumah sakit bersama. juga saat pulang pun mereka bersama. Hingga hari-hari berikutnya. Mereka menjadi terbiasa. "Mir. Aku sudah daftarkan kamu untuk priksa kandungan. Nanti sebelum makan siang. Kamu ke poly kandungan ya!" Titah Nikil pada Amira. "Iya Dok. Terimakasih." Jawab Amira. Seperti yang di perintahkan oleh Dokter Nikil. Sebelum makan siang. Amira memeriksakan kandungannya. Dan setelah itu. Dia kembali ke ruangan Dokter Nikil lagi. Dan di sana. Dokter tampan itu sudah menunggunya. "Bagaimana?" Tanya Nikil. "Maksud Dokter. Apanya?" Amira balik bertanya. "Bagaimana kandunganmu?" Nikil mengulangi pertanyaannya. "Oh. Baik Dok. bayi nya sehat." Jawab Amira. "Kalau begitu kamu makan dulu. Setelah itu minum obat. Sudah di ambilkan tadi obatnya?" Titah Nikil lagi. Amira tidak berani menolak. wanita itu selalu menurut perintah dari Dokter itu. Lagipula. Yang di perintahkannya. Itu demi kebaikan diri dan bayi dalam kandungannya
Pagi sekali Amira bagun. Wanita itu merasakan mual yang amat sangat. Rasanya ingin memuntahkan semua isi di dalam perutnya. Amira bangun dan berlari menuju ke kamar mandi. Dia memuntahkan semua yang di makan nya semalam. Wanita itu merasa lemas setelah semua isi perutnya di rasa kosong. "Kenapa setiap pagi selalu seperti ini?" Amira bertanya pada dirinya sendiri. Wanita itu merasa keadaannya sangat lemah sekarang. Setelah di rasa sudah mulai baikan. Amira segera mandi dan mengambil whudlu. Kemudian menunaikan sholat dua rakaat. Setelah itu baru membuat masakan untuk dirinya sendiri. "Akhirnya selesai juga." Amira mencuci semua peralatan kotor bekas memasak barusan. Amira sarapan. Kemudian menyiapkan bekal makanan untuknya nanti saat bekerja. Wanita itu juga membawa obat dari dokter kemarin. Mulai sekarang. Amira harus hidup hemat dan menjaga kesehatannya. "Sekarang aku harus bisa mengatur keuangan. Aku juga harus tetap sehat. Demi kamu." Amira berbicara sambil mengelus perutny
Saat Amira keluar dari minimarket. Nikil masih berada di depan mobilnya. Pria itu ternyata sedang menunggunya. Dia mau mengajak Amira pulang bersamanya. "Ayok kita pulang!" Ajak pria itu sambil menarik belanjaan yang di bawa oleh Amira. "Tapi kita kan beda arah." Tolak Amira. "Sudah cepat ayo masuk!" Nikil memaksa Amira untuk masuk ke dalam mobilnya. Amira menurut saja. Wanita itu masuk ke dalam mobil karena Nikil sudah membukakan pintu untuknya. Sampai di depan rumah Amira. Nikil memarkirkan mobilnya tepat di depan pintu. Kemudian pria itu turun dan kembali membukakan pintu mobilnya. Amira pun turun setelah pintu mobil di bukakan. Wanita itu langsung masuk ke dalam rumah. Dia lupa kalau sedang bersama dengan Nikil. Bukan suaminya. "Ini mau taruh di mana?" Tanya Nikil sambil menunjukkan belanjaan yang di bawanya. "Ya Allah. Maaf ya. Aku lupa kalau tadi aku..." Amira tidak meneruskan ucapannya. Dia langsung mengalihkan pembicaraan. Karena tidak mau membahas tentang suaminya.
Siang ini. Amira pergi ke rumah sakit. Tempat dimana Farel bekerja. Wanita itu menemui kakak iparnya lebih dulu. Menuju ke ruangannya. Tok tok tok "Masuk!" Ucap Farel dari dalam ruangannya. "Kak Farel tadi yang minta aku datang ke sini?" Tanya Amira sambil masuk ke ruangan itu. "Iya. Silahkan duduk!" Titah Farel. Amira pun duduk di depan meja kerja Farel. Mereka berdua duduk saling berhadapan. Sambil menunggu kedatangan teman kerjanya. "Ada pekerjaan apa buatku kak?" Tanya Amira. "Kamu penginya kerja apa?" Farel balik bertanya. "Apa saja. Yang penting bisa kerja. Biar ada kegiatan dan punya penghasilan." Jawab Amira. Tak berapa lama. Orang yang di maksud oleh Farel pun datang. Dia masuk ruangan itu lalu duduk di bangku sebelah Amira. "Ini temanku yang sedang membutuhkan seorang asisten. Dia adalah Dokter Nikil Saputra." Farel memperkenalkan temannya pada Amira. "Kamu Dokter yang tadi kan?" Tanya Amira. "Ibu Amira kan?" Nikil balik bertanya. "Iya. Saya Amira.
Amira menceritakan tentang menghilangnya Amar. Suaminya itu pergi tak pernah kembali. Dia sudah menghilang bak di telan bumi. Karena itulah Amira minta untuk di carikan pekerjaan. Agar bisa punya penghasilan sendiri. Untuk bisa menyambung hidup. untuk bisa memghilangkan kesedihannya. "Tolong ya kak Lisa kan punya banyak teman. Kak Farel juga. Bantuin adik iparmu yang sedang kesusahan ini." Rayu Amira. "Kamu tidak perlu susah. Aku bisa bantu keuangan kamu. Nanti Lisa yang mengaturnya." Jawab Farel. "Tapi aku juga butuh kesibukan." Jawab Amira. Farel dan Alisa berjanji. Mereka akan membantu Amira untuk mencarikan pekerjaan. Mereka bertiga asik mengobrol hingga petang. Setelah merasa cukup lama bertamu di rumah adiknya. duo sejoli itu pamit pulang. Alisa juga berjanji. Dia akan datang lagi besok. Sebelum berangkat bekerja. Dia akan mampir dulu. Pukul tujuh pagi. Pintu rumah Amira sudah ada yang mengetuk. Ternyata benar. Alisa datang ke rumah sebelum berangkat kerja. "Kak